Barangkali saat ini kita tengah
mengalami situasi masyarakat yang disebut dengan “jaman edan”.
Situasi yang dirasakan oleh kebanyakan orang sebagai situasi yang tidak
menentu, penuh kecemasan dan penuh ketidak pastian.
Di jaman edan, orang pandai belum
tentu sukses, dan orang bodoh belum tentu sengsara (jika punya keberanian).
Yang sukses adalah orang yang cerdik dan licik, sedangkan orang jujur meski
pekerja keras hidupnya sengsara. “Jujur ajur, ala
mulya” begitulah pepatah jawa dalam menggambarkan jaman edan, yang
maknanya orang jujur malah bisa jadi hancur karena bakal ditinggalkan
orang-orang sekitarnya (yang pada tidak beres moralnya), dan sebaliknya orang “ala”
(buruk moralnya) malah kehidupannya bisa jadi baik, karena berani berbuat dengan
menghalalkan segala cara.
Di jaman edan, paradigma menjadi
terbalik (wolak waliking jaman). Orang baik disingkirkan,
sedangkan orang jahat justru mendapat kedudukan (wong apik ditampik, wong jahat munggah pangkat). Orang
mulia terpenjara, dan orang yang jujur malah terbelenggu (wong mulyo dikunjoro, wong
lugu kebelenggu).
Di jaman edan, orang kaya makin kaya,
sementara orang miskin semakin sulit untuk memperoleh kehidupan. Ingin mendapat
pekerjaan apalagi jabatan harus menyuap. Maka hanya orang-orang kayalah yang
akhirnya mudah mendapatkan pekerjaan dan jabatan. Sementara orang-orang miskin
semakin terpinggirkan. Itulah konsekuensi logis dari sistem liberalisme dan
kapitalisme. Orang kaya mengeksploitasi orang miskin.
Di jaman edan, korupsi ada dimana-mana.
Korupsi justru dilakukan oleh orang yang sudah kaya. Mereka terus menerus
menguras uang negara. hartanya sudah bertumpuk namun masih saja merasa kurang
Mereka tak peduli dengan penderitaan orang miskin. Keserakahan telah menutupi hati nuraninya. Empati dan
kepedulian sudah luntur dari qalbunya.
Di jaman edan, moral tidak
dipentingkan lagi. Tidak ada persahabatan dan tidak ada kawan abadi, yang ada
adalah kepentingan. Kawan bisa menjadi lawan, dan yang tadinya lawan bisa
menjadi kawan asalkan menguntungkan. Syahwat dibiarkan tanpa kendali.
Jaman edan … Keadaan itu sudah ditulis
oleh Rangga
Warsita puluhan tahun yang lalu dalam
sebuah syair yang dikenal dengan Serat Kalatidha. Mari kita menyelisik serat
tersebut.
SERAT KALATIDHA adalah sebuah karya
sastra Jawa karangan Rangga Warsita, yang ditulis sekitar tahun 1860 Masehi. Rangga Warsita adalah pujangga terakhir dari kasunanan/kerajaan Surakarta.
Konon Rangga Warsita menulis syair ini karena suatu kekecewaan, ketika
pangkatnya tidak dinaikkan seperti diharapkan. Penyebabnya adalah ketidak
adilan, krisis yang terjadi disegala lini dan ia menyebutnya sebagai gila/edan.
Kalatidha merupakan sebuah syair yang
sangat termashur. Ketenaran Serat Kalatidha telah mencapai kota Leiden, Belanda.
Di sana petikan dari Serat Kalatidha dilukis di tembok sebuah museum.
Serat Kalatidha bukanlah ramalan
seperti Jangka Jayabaya. Serat Kalatidha adalah sebuah syair yang terdiri dari
12 bait, berisi falsafah atau ajaran hidup Ranggawarsita. “Kala” berarti "jaman" dan “tidha”
adalah "ragu". Kalatidha berarti jaman penuh keraguan. Walau
demikian banyak yang memberi pengertian “Kalatidha adalah jaman edan” mengambil
makna dari bait ke tujuh serat ini, bait yang sangat popular.
Kebanyakan orang hapal bait ketujuh
ini secara tidak lengkap:
Amenangi
zaman édan (menyaksikan zaman edan) ;
Ewuhaya ing
pambudi (serba susah dalam bertindak);
Mélu ngédan
nora tahan (ikut edan tidak sampai hati);
Yén tan
mélu anglakoni boya kéduman (tapi kalau tidak mengikuti edan tidak kebagian);
Begja-begjaning
édan (seberuntungnya orang yang edan);
Luwih begja
kang éling klawan waspada (akan lebih beruntung/bahagia orang yang tetap ingat dan
waspada).
Semoga dengan
menyelisik kembali Serat Kalatidha karya sastra pujangga Ranggawarsita, kita
bisa merenungi dan meyadari betapa pentingnya sikap "eling lan
wasphadha" dalam menghadapi jaman edan seperti saat sekarang ini. Sebahagia-bahagianya orang yang édan, masih lebih
bahagia orang yang tetap ingat dan waspada.
Dari Abu Hurairah Ra, dia berkata; Rasulullah SAW bersabda,“Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh dengan penipuan. Ketika itu pendusta dibenarkan sedangkan orang yang jujur malah didustakan, pengkhianat dipercaya sedangkan orang yang amanah justru dianggap sebagai pengkhianat. Pada saat itu Ruwaibidhah berbicara.” Ada yang bertanya, “Apa yang dimaksud Ruwaibidhah?”. Beliau menjawab, “Orang bodoh yang turut campur dalam urusan masyarakat luas.” (HR. Ibnu Majah, disahihkan al-Albani dalam as-Shahihah [1887] as-Syamilah).
BalasHapusKOnfrontasi: Di Zaman Ini Orang Pandai Belum Tentu Sukses: Jaman Edan, Menyelisik Serat Kalatidha Ranggawarsita.
BalasHapushttps://www.konfrontasi.com/content/opini/di-zaman-ini-orang-pandai-belum-tentu-sukses-jaman-edan-menyelisik-serat-kalatidha
Selami “Jaman Edan” Serat Kalatidha Ranggawarsita Dalam Konteks Kekinian.
BalasHapushttps://www.mcmnews.id/ragam/budaya/selami-jaman-edan-serat-kalatidha-ranggawarsita-dalam-konteks-kekinian/