Sabtu, 05 November 2016

Jaman Kekacauan (Ramalan Jayabaya).

Saat ini barangkali kita bangsa Indonesia tengah berada didalam suatu masa, seperti yang telah diramalkan oleh Prabu Jayabaya (hidup abad 12), sebagai kalabendu (kekacauan).

Di jaman itu orang mulia malah terpenjara (Wong mulyo dikunjoro),
orang yang lurus terbelenggu (Wong lugu kebelenggu),
orang baik disingkirkan (Wong apik ditampik-tampik), dan
orang jahat justru mendapat kedudukan (Wong jahat munggah pangkat). 

Situasi seperti itu, oleh Jayabaya disebut sebagai “wolak waliking jaman” (jaman yang terbolak balik) dan disebut sebagai “kalabendu” (jaman kekacauan).

Pada jaman kalabendu, kebanyakan manusia hanya berorientasi pada uang dan kedudukan.
Mereka inginnya hidup serba mewah dengan mengumbar syahwat kemurkaan (ngumbar nafsu angkoro murko).
Mereka tidak mengindahkan aturan tuhan (Ora ngendahake aturaning Gusti).
Berani melanggar sumpahnya sendiri (wani nglanggar sumpahe dhewe).
Mereka banyak berjanji namun tidak ditepati.
Antar mereka saling menyalahkan (podho seneng nyalahke), lupa kebajikan dan lupa kemanusiaan.

Jaman kalabendu itu oleh sebagian kecil orang terlihat seperti jaman yang menyenangkan, penuh kenikmatan dunia (jaman kasukan), tetapi sebenarnya jaman itu dirasakan oleh sebagian besar orang lainnya sangat berat, dan merupakan jaman kehancuran dan rusaknya dunia (jaman ajur lan bubrahing donya).

Jayabaya menasehati, meski pada jaman itu kondisinya sangat berat, namun harus tetap berusaha, serta tetap tabah dan tegar.
Sebisa bisanya jangan sampai orang bertengkar (aja nganti wong kelut).  Jangan melakukan hal bodoh (jo kepranan ombyak ing jaman).  
Sebab jaman itu bakal sirna dan diganti dengan jaman Ratu Adil, yaitu jaman kemuliaan.

Prabu Jayabaya (raja kerajaan Kediri, abad 12) adalah tokoh yang identik dengan ramalan masa depan Nusantara. Beliau meramalkan keadaan Indonesia saat ini (khususnya pulau Jawa) dengan ramalannya yang ditulis dalam syair/serat yang diberi nama Kalabendu (kekacauan).

Sedangkan oleh Rangga Warsita, pujangga Kasunanan Surakarta tahun 1860-an, situasi tersebut dinamakan sebagai jaman edan (kalatidha),
yaitu jaman yang serba susah dalam bertindak (éwuhaya ing pambudi). Kalau tidak mengikuti gila bakal tidak kebagian (boya kéduman mélik).

Namun sebahagia-bahagianya orang yang edan, masih lebih baik orang yang senantiasa “ingat” dan waspada (begja-begjaning kang edan  luwih begja kang éling klawan waspada)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar