Rabu, 18 November 2020

Indonesia Menganut kapitalis liberal, Benarkah?

Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh mengungkapkan fakta Indonesia bahwa negara hari ini telah menganut sistem kapitalis yang liberal. Namun, Indonesia malu untuk mengakuinya.

“Kita ini malu-malu kucing untuk mendeklarasikan Indonesia hari ini adalah negara kapitalis yang liberal, itulah Indonesia hari ini,” ungkap Surya dalam diskusi bertajuk Tantangan Bangsa Indonesia Kini dan Masa Depan di Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta Pusat, Rabu (14/8).

Sistem negara kapitalis liberalis ini, menurut Surya sangat jelas terlihat saat ada kompetisi politik dalam negara ini. Namun dia tak menjelaskan kompetisi apa yang dimaksud.

“Ketika kita berkompetisi, wani piro. Saya nggak tahu lembaga pengkajian UI ini sudah mengkaji wani piro itu saya nggak tahu, praktiknya yang saya tahu money is power, bukan akhlak, bukan kepribadian, bukan juga ilmu pengetahuan. Above all, money is power.” kata Surya (cnn.indonesia.com, 14/8/2019).

Dia kemudian mempertanyakan mengapa hingga saat ini tak ada satu pun lembaga peneliti, lembaga ilmiah hingga pengamat yang memperhatikan kondisi negeri ini.

“Enggak ada pengamat, lembaga peneliti, lembaga ilmiah, kenapa tidak diperhatikan, eh, you tahu nggak bangsa kita ini adalah bangsa yang kapitalis hari ini, you tahu nggak bangsa kita ini bangsa yang sangat liberal hari ini. Ngomong pancasila, mana itu pancasila. Tanpa kita sadari juga, kalau ini memang kita masuk dalam tahapan apa yang dikategorikan negara kapitalis.”

Tanpa malu-malu kucing pula Surya Paloh mengungkapkan terkait fakta sistem kapitalis liberal. Money is power, uang adalah kekuatan.

 

Kekuatan kaum pemodal, inilah sejatinya yang menguasai tangan kekuasaan melalui modal/uang yang mereka miliki.

Yang akhirnya mereka bebas mengatur hukum, mengendalikan pemimpin yang telah mereka dukung dengan menggelontorkan dana.

Dalam sistem politik kapitalisme ini, para politikus didalangi oleh kaum kapitalis (pemilik modal). Oleh karenanya, pemimpin itu hanya jadi boneka.

Dan begitulah seterusnya sepanjang tempo pemerintahan, sistem politik pemerintahan yang disusun tentulah memihak kepada para kapitalis.

Ini menunjukkan bahwa para kapitalislah sesungguhnya pemegang tampuk kekuasaan, bukan politikus.

Diakui bahwa sistem Indonesia (Demokrasi) merupakan sistem politik yang sarat dengan praktik politik uang (money politic). Bahkan demokrasi jauh dari soal pemerataan kesejahteraan rakyat.

Terbukti, akibat penerapan sistem kapitalisme demokrasi, negeri ini justru makin terpuruk dan terjerat hutang rentenir dunia yang makin menggunung.

Dalam statistik hutang luar negeri Indonesia Juni 2019, Bank Indonesia mencatat Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia mencapai 391.8 miliar dolar atau sekitar Rp5.540 triliun dengan kurs Rp14.141 per dolar AS.

Ironisnya, skema utang luar negeri Indonesia menggunakan bunga atau riba yang justru sangat dilarang oleh Islam. Bahkan jika tak mampu bayar utang, sebagaimana terjadi di Sri Langka, maka negara itu harus menyerahkan asset negaranya untuk dikusai Cina.

Kepemimpinan ideologi kapitalis demokrasi melahirkan kepemimpinan pragmatis yang abai terhadap hukum agama dan moralitas, ideologi transnasional yang sekularistik.

Di dalamnya nilai agama dan moralitas tak dijadikan sebagai pertimbangan kebijakan dan perbuatan. Kondisi politik Indonesia saat ini menunjukkan kemerosotan kualitas demokrasi yang sangat akut.

Tampak sekali demokrasi sedang mengarah kepada rezim diktator absolut yang kejam kepada rakyatnya sendiri.

Inilah sistem kapitalis liberalisme, memang tidak ada dokumen resmi negara yang menyebutnya sebagai sistem yang diterapkan di negara ini.

Tetapi dalam praktiknya, sistem itulah yang diterapkan. Penerapan sistem tersebut menyebabkan kekayaan terkonsentrasi pada segelintir orang.

Merekalah para pemilik modal dan konglomerat. Pada gilirannnya mereka berkuasa dalam ekonomi, politik, hukum, pendidikan, kesehatan dll.

Dan yang lebih mengerikan pasar bebas yang diciptakan sistem liberal ini membuka pintu lebar bagi penjajah.

Pangkal dari keterpurukan dunia Islam termasuk Indonesia justru karena mengadopsi ideologi kapitalisme liberal ini dengan mencampakkan syariah Islam.

Penerapan ideologi kapitalisme inilah yang menguatkan penjajahan asing untuk mengeksploitasi kekayaan alam atas nama hutang, investasi asing, atau perdagangan bebas.

Privatisasi BUMN, pengurangan subsidi yang dipaksakan IMF dan World Bank justru semakin memperberat beban hidup rakyat.

Dengan kapitalisme ini, alih-alih bangkit, Indonesia justru akan semakin bangkrut secara ekonomi maupun politik.

Saat bangsa ini mencari solusi, masalah sesungguhnya bukan hanya terletak pada orangnya. Juga bukan hanya pada bidang politik dan ekonomi saja.

Sesungguhnya akar masalahnya ada pada pondasi sistem yang mengakar di tengah masyarakat, juga problem penguasa, intelektual dan para pakar yang mengekor pada paradigma kapitalistik. Ini adalah ancaman nyata bagi negeri ini.

Siapapun rezimnya, jika sistem kapitalis liberal ini yang diterapkan, hasilnya tak akan jauh berbeda: gagal! Jalan satu-satunya untuk menyelamatkan negeri ini adalah mencampakkan sistem kapitalisme-liberalisme.

Tidak ada sistem yang tepat bagi manusia kecuali sistem yang berasal dari sang Khaliq, Allah SWT. Itulah Islam. Sistem yang sesuai fitrah manusia, sistem yang telah teruji selama tiga belas abad dengan menghasilkan peradaban yang gemilang.

Islam beserta semua perangkat sistemnya adalah solusi. Solusi yang benar dan ampuh untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang kini menghimpit negeri ini. (*)

Indonesia Menganut kapitalis liberal, Benarkah?
Penulis : Nur Yani (Mahasiswa, Makassar)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar