Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh mengungkapkan fakta
Indonesia bahwa negara hari ini telah menganut sistem kapitalis yang liberal.
Namun, Indonesia malu untuk mengakuinya.
“Kita
ini malu-malu kucing untuk mendeklarasikan Indonesia hari ini adalah negara
kapitalis yang liberal, itulah Indonesia hari ini,” ungkap Surya dalam diskusi
bertajuk Tantangan Bangsa Indonesia Kini dan Masa Depan di Universitas
Indonesia, Salemba, Jakarta Pusat, Rabu (14/8).
Sistem
negara kapitalis liberalis ini, menurut Surya sangat jelas terlihat saat ada
kompetisi politik dalam negara ini. Namun dia tak menjelaskan kompetisi apa
yang dimaksud.
“Ketika
kita berkompetisi, wani piro. Saya nggak tahu lembaga pengkajian UI ini sudah
mengkaji wani piro itu saya nggak tahu, praktiknya yang saya tahu money is
power, bukan akhlak, bukan kepribadian, bukan juga ilmu pengetahuan. Above all,
money is power.” kata Surya (cnn.indonesia.com, 14/8/2019).
Dia kemudian mempertanyakan mengapa hingga saat ini tak ada satu
pun lembaga peneliti, lembaga ilmiah hingga pengamat yang memperhatikan kondisi
negeri ini.
“Enggak
ada pengamat, lembaga peneliti, lembaga ilmiah, kenapa tidak diperhatikan, eh,
you tahu nggak bangsa kita ini adalah bangsa yang kapitalis hari ini, you tahu
nggak bangsa kita ini bangsa yang sangat liberal hari ini. Ngomong pancasila,
mana itu pancasila. Tanpa kita sadari juga, kalau ini memang kita masuk dalam
tahapan apa yang dikategorikan negara kapitalis.”
Tanpa malu-malu kucing pula Surya Paloh
mengungkapkan terkait fakta sistem kapitalis liberal. Money is power, uang
adalah kekuatan.
Kekuatan kaum pemodal, inilah sejatinya yang menguasai tangan
kekuasaan melalui modal/uang yang mereka miliki.
Yang
akhirnya mereka bebas mengatur hukum, mengendalikan pemimpin yang telah mereka
dukung dengan menggelontorkan dana.
Dalam
sistem politik kapitalisme ini, para politikus didalangi oleh kaum kapitalis
(pemilik modal). Oleh karenanya, pemimpin itu hanya jadi boneka.
Dan
begitulah seterusnya sepanjang tempo pemerintahan, sistem politik pemerintahan
yang disusun tentulah memihak kepada para kapitalis.
Ini
menunjukkan bahwa para kapitalislah sesungguhnya pemegang tampuk
kekuasaan, bukan politikus.
Diakui
bahwa sistem Indonesia (Demokrasi) merupakan sistem politik yang sarat dengan
praktik politik uang (money politic). Bahkan demokrasi jauh dari soal
pemerataan kesejahteraan rakyat.
Terbukti,
akibat penerapan sistem kapitalisme demokrasi, negeri ini justru makin terpuruk
dan terjerat hutang rentenir dunia yang makin menggunung.
Dalam
statistik hutang luar negeri Indonesia Juni 2019, Bank Indonesia mencatat Utang
Luar Negeri (ULN) Indonesia mencapai 391.8 miliar dolar atau sekitar Rp5.540
triliun dengan kurs Rp14.141 per dolar AS.
Ironisnya,
skema utang luar negeri Indonesia menggunakan bunga atau riba yang justru
sangat dilarang oleh Islam. Bahkan jika tak mampu bayar utang, sebagaimana
terjadi di Sri Langka, maka negara itu harus menyerahkan asset negaranya untuk
dikusai Cina.
Kepemimpinan
ideologi kapitalis demokrasi melahirkan kepemimpinan pragmatis yang abai
terhadap hukum agama dan moralitas, ideologi transnasional yang sekularistik.
Di
dalamnya nilai agama dan moralitas tak dijadikan sebagai pertimbangan kebijakan
dan perbuatan. Kondisi politik Indonesia saat ini menunjukkan kemerosotan
kualitas demokrasi yang sangat akut.
Tampak
sekali demokrasi sedang mengarah kepada rezim diktator absolut yang kejam
kepada rakyatnya sendiri.
Inilah
sistem kapitalis liberalisme, memang tidak ada dokumen resmi negara yang
menyebutnya sebagai sistem yang diterapkan di negara ini.
Tetapi
dalam praktiknya, sistem itulah yang diterapkan. Penerapan sistem tersebut
menyebabkan kekayaan terkonsentrasi pada segelintir orang.
Merekalah
para pemilik modal dan konglomerat. Pada gilirannnya mereka berkuasa dalam
ekonomi, politik, hukum, pendidikan, kesehatan dll.
Dan
yang lebih mengerikan pasar bebas yang diciptakan sistem liberal ini membuka
pintu lebar bagi penjajah.
Pangkal
dari keterpurukan dunia Islam termasuk Indonesia justru karena mengadopsi
ideologi kapitalisme liberal ini dengan mencampakkan syariah Islam.
Penerapan
ideologi kapitalisme inilah yang menguatkan penjajahan asing untuk
mengeksploitasi kekayaan alam atas nama hutang, investasi asing, atau
perdagangan bebas.
Privatisasi
BUMN, pengurangan subsidi yang dipaksakan IMF dan World Bank justru semakin memperberat
beban hidup rakyat.
Dengan
kapitalisme ini, alih-alih bangkit, Indonesia justru akan semakin bangkrut
secara ekonomi maupun politik.
Saat
bangsa ini mencari solusi, masalah sesungguhnya bukan hanya terletak pada
orangnya. Juga bukan hanya pada bidang politik dan ekonomi saja.
Sesungguhnya
akar masalahnya ada pada pondasi sistem yang mengakar di tengah masyarakat,
juga problem penguasa, intelektual dan para pakar yang mengekor pada paradigma
kapitalistik. Ini adalah ancaman nyata bagi negeri ini.
Siapapun
rezimnya, jika sistem kapitalis liberal ini yang diterapkan, hasilnya tak akan
jauh berbeda: gagal! Jalan satu-satunya untuk menyelamatkan negeri ini adalah
mencampakkan sistem kapitalisme-liberalisme.
Tidak
ada sistem yang tepat bagi manusia kecuali sistem yang berasal dari sang
Khaliq, Allah SWT. Itulah Islam. Sistem yang sesuai fitrah manusia, sistem yang
telah teruji selama tiga belas abad dengan menghasilkan peradaban yang
gemilang.
Islam
beserta semua perangkat sistemnya adalah solusi. Solusi yang benar dan ampuh
untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang kini menghimpit negeri ini. (*)
Indonesia Menganut kapitalis
liberal, Benarkah?
Penulis
: Nur Yani (Mahasiswa, Makassar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar