1. Wanita Badui Cantik
Imam Al-Asymu’i, seorang ulama dari Madinah, menuturkan suatu kisah tentang kejadian yang pernah dialaminya.
Suatu ketika,
beliau berjalan-jalan ke sebuah perkampungan
Badui. Ketika melewati lorong-lorong
rumah yang kumuh, dilihatnya ada seorang gadis kecil yang cantik sedang
bermain-main tanah dengan jari jemarinya sendirian. Setelah memperhatikan sejenak, dengan
sedikit membungkuk beliau menyapa gadis kecil itu dengan salam ramah ,
”Assalamu’alaikum, siapa namamu?”.
Belum sempat gadis
kecil itu menjawab, tiba-tiba datang dari belakang seorang wanita, ”Wa’alaikum
salam, dia adalah anakku, namanya
Nasyila” jawabnya dengan senyum.
Setelah menengok ke
belakang, alangkah terkejutnya sang imam, ternyata seorang ibu muda dengan
paras yang amat cantik.
Dan sang imam
semakin terkejut lagi, ketika dari tempat yang agak jauh seorang laki-laki dengan wajah yang buruk
mengangguk dan tersenyum. Belum sempat
ditanyakannya, wanita muda cantik itu menjelaskan, ”Dia adalah suamiku”.
Dengan penuh
keheranan sang Imam memberanikan diri untuk bertanya, ”kenapa engkau yang
berparas sangat cantik ini mau dengan dia yang berparas buruk?”.
Wanita cantik itu
menjawab dengan tegas, ” Aku sangat
beruntung, dia adalah seorang suami yang sangat baik bagiku”.
Masih belum selesai keheranannya, wanita itu melanjutkan penjelasannya, ”Dengarlah wahai Imam, ternyata suamiku yang berparas buruk itu adalah orang yang sangat baik disisi Allah SWT, sehingga Allah menjadikan diriku sebagai pahala untuknya. Dan sepertinya Allah juga telah mengabulkan permohonanku yang meninginkan seorang suami yang baik yang dapat menjadi pelindung, pembimbing dan teladan bagi keluarga”.
Sang Imam sangat
tercengang atas ungkapan wanita Badui itu, dalam hati sang Imam berkata, “ternyata di pedalaman Badui ini ada orang
yang berhati bersih, dan berpikiran jernih.
”Wanita Badui itu telah
menggunakan ”logika Al-Quran” dalam menjalani hidupnya, bukan dengan ”logika
akal” semata.
2. Logika AQ
Peristiwa yang
dialami Imam Al-Asmu’i tersebut menjadi hikmah bagi kita, betapa langkanya
manusia yang menggunakan logika Al-Quran dalam menjalani kehidupannya. Begitu langkanya sehingga seorang imam yang
berilmu agama tinggi seperti Imam Al-Asymu’i-pun sempat terjebak oleh logika akal.
Dalam logika akal manusia, seorang wanita cantik tentu akan memilih dan dengan mudah mendapatkan suami seorang pria yang tampan, kaya, berpangkat atau kedudukan tinggi, bukan pria yang buruk rupa dan miskin harta. Logika akal manusia menyatakan bahwa harta, pangkat dan jabatan tinggi itu akan membawa kebahagiaan. Logika seperti itu adalah wajar dan logis.
Namun ”logika akal manusia” tidak selalu benar dan bahkan bisa keliru. Dan ternyata harta, pangkat dan kedudukan bukan jaminan kebahagiaan. Bahkan tidak sedikit orang, yang karena harta, pangkat dan kedudukan, hidupnya menjadi terbelenggu, kebebasannya terbatas, terikat oleh etika dan formalitas, dihantui kecemasan, stres, dan bahkan ada yang sampai bunuh diri.
Dalam Al-Qur’an
dijelaskan, apa yang nampaknya buruk atau tidak menyenangkan, bisa jadi itu
baik bagi kita, dan begitu pula sebaliknya.
Allah SWT berfirman
dalam surat Al-Baqarah (2) ayat 216 :
Wa’asaa anta krahu syai’an
Wahuwa khairullakum
Wa’asaa antu hibbu syai’an Wahuwa syarrullakum
Wallahu ya’lamu wa antum laa ta’lamuun
Boleh jadi kamu
membenci sesuatu padahal ia baik bagimu, dan boleh jadi pula kamu menyukai
sesuatu padahal ia buruk bagimu. Dan
Allah maha mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahuinya.
3. Logika Yang Terkesan Aneh
Logika Al-Quran terkadang
terasa aneh bagi kita yang awam. Dan terkadang justru berbanding
terbalik dengan logika akal manusia.
Bagi manusia, apabila ia mencintai sesuatu atau seseorang pasti dia akan
berbuat sesuatu untuk menyenangkan hati orang yang dicintainya, yaitu dengan
memberi fasilitas, kemudahan,
kenyamanan, melindungi, dan sebagainya. Namun tidak demikian dengan Allah
SWT. Jika Allah mencintai hambanya, justru Allah akan memberi cobaan
atau ujian terlebih dahulu.
Allah SWT berfirman,
”Apakah kamu mengira bahwa kamu akan
masuk sorga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya
orang-orang terdahulu sebelum kamu?. Mereka ditimpa kesengsaraan, kemelaratan
dan mereka digoncangkan (dengan berbagai cobaan)”. QS. Al-Baqarah (2) : 214
Jadi, musibah atau cobaan adalah cara Allah dalam mencintai hambanya. Tujuannya adalah sebagai peringatan agar hambanya tidak sombong, agar tidak melupakan-Nya. Itulah logika Al-Qur’an.
Dalam sebuah hadis,
Rasulullah bersabda:
Allah menurunkan ujian kepada seorang hamba yang salih
dari hamba-hamba-Nya. Dan kepada para malaikat Dia berkata : “agar Aku
mendengar suaranya (Do’a dan permintaannya)”.
4. Ujian Meningkatkan Derajat Keimanan
Dengan musibah pula sesungguhnya Allah SWT hendak menguji hambaNya. Dan ketika ujian dapat dilalui dengan baik, maka Allah akan menaikkan derajat dan kebaikan bagi si penerima ujian itu. Sebagaimana anak-anak kita ketika akan naik kelas, dia perlu diuji terlebih dahulu.
Kisah penyakit nabi Ayyub misalnya. Nabi Ayub diuji oleh
Allah dengan penyakit kulit yang begitu parah, hingga sekujur tubuhnya melepuh,
bernanah dan bau busuk. Selama 18 tahun nabi Ayub bertarung melawan
penyakit ini. Sampai sampai orang-orang
dekat dan para tetangga menjauh, bahkan mengusirnya. Padahal sebelumnya Nabi Ayub adalah orang
kaya yang sangat dermawan sehingga banyak orang yang datang mendekat
padanya.
Ketika istri nabi
Ayub menyarankan, ” Wahai suamiku, engkau adalah seorang nabi. Mohonlah kepada Allah agar penyakitmu segera
disembuhkan”. Nabi Ayub menjawab, ”Wahai
istriku, puluhan tahun sudah kita menikmati karunia Allah dengan kebahagiaan.
Dan baru tiga tahun kita diuji oleh
Allah dengan penyakit ini. Malu rasanya
aku minta segera disembuhkan dari penyakit ini.
Tidak sebanding antara nikmat dan ujian yang diberikan Allah.”
Dengan kesabaran
dalam menerima penyakit itu, maka Allah meluluskan Nabi Ayyub dari ujian itu,
dan memerintahkan kepada malaikat Jibril untuk memberikan buah delima kepada Nabi Ayyub sebagai obat. Dengan memberi penyakit itu, sesungguh-nya Allah menghendaki agar Nabi
Ayub tidak takabur atas kekayaan dan kedermawanannya. Dan dengan kesabaran dalam menerima ujian
berupa penyakit itu, Allah meningkatkan derajat keimanan Nabi Ayub ke tingkat
yang lebih tinggi.
5. Cara Unik Allah
Sesungguhnya Allah
yang maha Pengasih dan Penyayang itu mempunyai CARA YANG UNIK dalam memberikan cinta kepada hambanya. ”Cara Unik” itulah ”Logika Al-Qur’an”
·
Jika kita memohon kekuatan, maka Allah memberi kita
kesulitan-kesulitan untuk diatasi, yang membuat kita tegar.
·
Jika kita memohon keteguhan hati (kesabaran), maka Allah
memberi bencana dan musibah untuk diatasi. --- (Tidak bisa dikatakan sabar
bila tidak pernah mengalami cobaan.
Innallaha ma’a shabirin)
·
Jika kita memohon kasih sayang, maka Allah memberi kita orang-orang
bermasalah untuk diselamatkan dan dicintai
·
Jika kita memohon kenikmatan / kedamaian hidup, maka
Allah memberi kita kesederhanaan bukan kemewahan
·
Jika kita menginginkan kebahagiaan, maka Allah memerintahkan
kita untuk memberi, bukan menerima.
·
Jika kita meninginkan kekayaan, maka Allah memerintahkan
kita untuk bersedekah, bukan menumpuk harta, apalagi korupsi. --- (Pada hakekatnya orang yg tdk pernah
bersedekah adl org yang tdk berkecukupan)
Begitulah cara
Allah membimbing kita.
Perjuangan
adalah suatu yang kita perlukan dalam hidup.
jika Allah membiarkan kita hidup tanpa hambatan perjuangan, itu mungkin justru akan melumpuhkan kita.
Apabila kita
berdoa memohon sesuatu kepada Allah, kadang Allah tidak memberikan yang kita minta, tapi dengan
pasti Allah memberikan yang terbaik untuk kita. Itulah logika Al-Quran
Kebanyakan kita tidak mengerti, bahkan tidak mau menerima rencana Allah. Padahal justru itulah yang terbaik untuk kita
Wa’asaa anta krahu syai’an Wahuwa khairullakum
Wa’asaa antu hibbu syai’an Wahuwa syarrullakum
Wallahu ya’lamu wa antum laa ta’lamuun
Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia baik bagimu, dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu padahal ia buruk bagimu. Dan Allah maha mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahuinya.
Seorang hamba Allah yang dilahirkan
dengan cacat fisik, misalnya buta mata
atau karena suatu musibah yang menyebabkan matanya buta, hal itu janganlah dipandang sebagai azab atau siksa,
melainkan sebagai bentuk kasih sayang
Allah. Dengan cara itu Allah ingin
menjaga matanya agar tidak digunakan untuk maksiat, agar ia tidak sombong, agar
ia lebih banyak mendekat kepada Allah.
Itulah logika Al-Quran
Jadi dibalik
musibah itu, sesungguhnya Allah mempunyai rencana untuk kebaikan hambanya. Rasulullah Muhammad SAW bersabda,
Barang siapa
yang Allah inginkan kebaikan baginya, maka Allah akan menimpakan musibah
(ujian) kepadanya terlebih dahulu. (HR. Bukhari Muslim)
Ketika ada seorang anak yg mengalami keterbelakangan mental, misalnya idiot, maka kebanyakan orang menaruh kasihan kepadanya. Itu wajar karena menggunakan logika akal biasa. Tetapi apabila kita menggunakan logika AQ, maka bisa jadi anak idiot itu justru merasa nyaman. Anak idiot biasanya tidak pernah merasa sombong, tidak iri dengki, tidak mempunyai rasa cemas, bahkan bisa jadi ia selalu bahagia.
Meskipun
banyak orang yang menertawakannya, ia tak merasa ditertawakan atau dihina. Ia selalu ikhlas. Jadi bisa salah bila kita menaruh rasa
kasihan kepada anak idiot, karena bisa jadi ia lebih baik dan lebih beruntung daripada kita yang normal. Bisa jadi
ia tak pernah punya dosa. Itulah
jika kita menggunakan logika AQ.
Apabila dalam menjalani hidup ini,
kita mengalami kegagalan dalam meraih cita-cita, atau mengalami musibah, atau bencana, maka jangan buru-buru kita su’udzan
(berprasangka buruk) kepada Allah SWT.
Bisa jadi itu adalah yang terbaik bagi kita.
Demikian pula
sebaliknya, apabila selama ini, kita lalui kehidupan ini dengan lancar, dengan
mudah, tanpa rintangan, tanpa kendala, tanpa bencana, Maka kita perlu waspada. Jangan-jangan Allah
telah melupakan kita. Jangan-jangan
Allah sudah tak mempedulikan kita lagi.
Jangan-jangan kita termasuk orang yang tidak dalam cinta-Nya. Maka segeralah kita untuk bertobat. Karena bisa jadi selama ini kita tidak pernah
bersyukur, kita tidak pernah berterima kasih atas karunia rizki-Nya.. Kita telah meninggalkan Allah.
La In Syakartum La Azii Dannakum Wa La In Kafartum Inna Adzaabii La Syadiid Sungguh jika kamu bersyukur, niscaya Kami akan menambah (ni’mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkarinya (nikmat-Ku), sungguh azab-Ku sangat keras. (QS. Ibrahim (14) : 7)
Berkaitan dengan cobaan dan kesulitan hidup, Nabi
SAW bersabda, ”Surga dipagari dengan
kesulitan-kesulitan, sedangkan neraka dipagari oleh kesenangan-kesenangan.”
Dalam Al-Quran juga dijelaskan, Wamaa Alhayawaa Tuddun-Yaa Illa Mataa’ul Ghuruur. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan (QS. Ali Imran (3): 185).
****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar