Minggu, 29 November 2020

Menghidupkan Qalbu (Jum - Tasmod)

1. Kesempurnaan Manusia

Manusia diciptakan oleh Allah Swt sebagai mahluk yang paling sempurna diantara mahluk-mahluk ciptaan Allah lainnya. Selain berupa jasmani, manusia dilengkapi pula dengan tiga unsur ruhaniah yaitu akal, nafsu dan perasaan/qalbu.

Dengan ketiga unsur ruhani itulah manusia menjadi sempurna, karena ia bisa berubah hakekat menjadi apa saja sebagaimana mahluk lainnya.

Manusia bisa menjadi jahat seperti setan. Bisa menjadi hina seperti hewan. Namun juga bisa menjadi mulia seperti malaikat.

Ketika manusia menjadikan AKAL sebagai panglima, maka ia bisa berubah menjadi iblis atau syetan. Karena dengan akal ia bisa bertindak jahat, keji dan kejam seperti iblis.

Perampok atau penjahat yang profesional adalah manusia yang mempunyai otak cerdas. Mustahil seorang idiot bisa melakukan kejahatan besar dan keji. Mereka bisa melakukan kejahatan besar, tidak lain karena adanya kecerdasan akal yang disalah gunakan.

Dan apabila manusia mengumbar NAFSU-nya, maka ia tidak ubahnya seperti hewan, bahkan lebih hina lagi. Bila manusia sudah dikuasai oleh nafsu maka ia bisa menjadi rakus, egois, apatis, licik, tidak punya malu, dan sebagainya.

Tamak, rakus, egois, tak punya malu, tak punya empati adalah sifat- sifat binatang.

Maka manusia yang tak bisa mengendalikan hasrat nafsunya dikatakan sebagai manusia binatang karena ia berperilaku seperti binatang.

Namun ketika manusia mempunyai hati yang bersih (QALBUN SALIM), maka ia dapat menjadi mahluk yang mulia seperti malaikat. Karena hati yang bersih dapat mempengaruhi nafsu dan akal untuk bertintdak kebajikan.

Dengan ketiga unsur ruhani itulah menjadikan manusia sebagai mahluk yang unik (sempurna), karena ia bisa lebih jahat dari syetan, bisa lebih hina dari binatang, tetapi juga bisa lebih mulia dari malaikat. Manusia sendirilah yang memilih status kehidupannya dihadapan Allah SWT, karena ia adalah mahluk yang sempurna, yang diberi kebebasan untuk memilih.

Allah berfirman: Laqod kholaqnal insaana fii ahsani taqwiin. Tsumma radadnaahu asfala saafilin. Illal laadziina aamanuu wa ’amilush shaalihat Artinya, Sesungguhnya Allah telah menciptakan manusia dalam sebaik-baiknya kejadian. Kemudian Allah mengembalikannya kepada yang serendah-rendahnya. Kecuali bagi orang yang beriman dan beramal shalih. (QS. At-Tiin ; 4-6)

 

2. Peran & Korelasi Antar Akal, Nafsu dan Qalbu

a. Otak atau Akal

Otak atau akal adalah salah satu instrumen manusia yang berfungsi untuk berfikir atau memecahkan suatu masalah. Otak juga berfungsi untuk mengingat dan memahami suatu peristiwa atau kejadian.

Lebih dari itu otak adalah sebagai pusat gerak, yaitu instrumen yang berperan menggerakkan jasmani untuk melakukan suatu kegiatan.

Kaki bisa berjalan, tangan memegang, mulut bicara, mata melihat , telinga mendengar adalah karena diperintahkan oleh otak.

Jadi jasmani hanya akan melakukan suatu kegiatan apabila diperintah oleh otak.

Namun demikian, otak tak hendak memerintahkan jasmani untuk melakukan suatu kegiatan apabila manusia tidak mempunyai kemauan atau keinginan. Keinginan atau kemauan ini disebut dengan Nafsu.

.

b. Nafsu

Nafsu adalah suatu kekuatan ruhaniah yang berfungsi sebagai pendorong sehingga untuk melakukan suatu perbuatan.

Tanpa adanya nafsu manusia tidak dapat hidup, karena tanpa nafsu manusia tidak akan mempunyai kemauan, hasrat atau gairah untuk melakukan suatu perbuatan.

Dengan demikian maka peran nafsu adalah mendorong otak agar memerintahkan anggota tubuh untuk bergerak sehingga jasmani dapat melakukan suatu perbuatan.

Namun nafsu mempunyai dua sisi yang bertolak belakang yaitu sisi positif dan negatif. Nafsu positif akan mendorong ke arah kebajikan, sedangkan nafsu negatif akan mendorong kearah keburukan.

Dalam khasanah Islam nafsu positif disebut sebagai Quwah Rabbaniyah, dan nafsu negatif disebut Quwwah Syaitaniyah.

Setiap kali menghadapi suatu persoalan, nafsu positif dan negatif selalu adu kuat. Dari banyak penelitian menunjukkan bahwa nafsu negatif lebih kuat pengaruhnya dibanding nafsu positif.

Dalam al-Qur’an Allah Swt berfirman: ”inna nafsa la ammaratum bissu’i - illa maa rahimma rabbi” artinya, sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhan (QS. Yusuf : 53).

Maka nafsu bisa diibaratkan seperti api. Ia akan sangat bermanfaat bisa dikendalikan dengan baik, namun akan menjadi bencana dan malapetaka bila tidak dapat dikendalikan.

Demikian halnya dengan nafsu, ia akan sangat bermanfaat bila dapat dikendalikan dengan baik, dan akan menjerumuskan bila tidak tidak dikendalikan dengan baik. Lantas siapa yang berperan mengendalikan nafsu? Ia adalah qalbu.

.

c. Hati atau Qalbu

Hati atau qalbu adalah instrumen ruhaniah yang menyimpan nilai-nilai ilahiyah, yang akan dipancarkan untuk mengendalikan nafsu.

Nilai-nilai ilahiyah itu adalah ketenangan, ketentraman, kedamaian, kejujuran, kasih sayang, keindahan, keadilan, dsb. (ttdj-cia). Nilai-nilai mulia itu dikenal sebagai suara hati.

Namun qalbu dibungkus oleh sebuah selimut semacam kaca. Bila selimutnya bersih maka qalbu akan memancarkan nilai ilahiyah dengan baik. Tetapi bila selimutnya kotor maka pancaran akan terhambat.

Bila selimutnya bersih maka hatinya akan bersih, disebut Qalbun Salim. Dan bila selimutnya kotor maka hatinya kotor disebut Qalbun Maridh.

Karena sifat nafsu yang cenderung mendorong ke arah keburukan, apabila tidak menerima pancaran cahaya ilahiyah dari qalbu maka ia akan mendorong jasmani untuk melakukan perbuatan buruk.

Tetapi apabila qalbu dalam keadaan bersih (qalbun salim), maka ia akan memancarkan cahaya ilahiyah sehingga dapat diterima oleh nafsu. Dan tentu nafsu akan mendorong jasmani untuk melakukan perbuatan kebajikan.

Jadi inti dari manusia adalah qalbu. Qalbu menentukan manusia menjadi mulia atau hina, dan yang membuat manusia menjadi sedih atau gembira, menderita atau bahagia, tenang atau gelisah.

Rasulullah bersabda, "Alaa wa inna fil jasadi mudghah, idza shalahat, shalahat jasadu kulluh. Wa idza fasadat, fasadal jasadu kulluh. Alaa wa hiyal qalbu.

Sesungguhnya dalam tubuh manusia ada segumpal darah. Apabila ia baik maka akan baik pula seluruh tubuhnya, dan apabila ia buruk maka buruk pula seluruh tubuh. Ketahuilah ia itu adalah hati atau qalbu. (HR. Bukhari dan Muslim)

.

3. Cara Membersihkan Qalbu

Agar hati kita bersih (qalbun salin) sehingga dapat memancarkan nilai-nilai ilahiyah dengan baik maka harus selalu dijaga kebersihannya dari kotoran yang menyelimutinya.

Cara menjaga kebersihan hati atau membersihkan hati yang kotor adalah dengan melakukan 5 amalan, yaitu: (1) puasa, (2) bersedekah, (3) hidup sederhana/zuhud, (4) mendekati dhuafa, dan (5) senantiasa dzikir.

 

”Jembatan keledai” lima cara membersihkan hati adalah PSSDD, yaitu singkatan dari: Puasa, Sedekah, Sederhana, Istighfar, dan Dhuafa.

a. Puasa

Pada dasarnya puasa adalah pengendalian diri (self control). Rasulullah bersbda, kendalikanlah nafsumu dengan berpuasa.

Puasa bukan hanya menahan diri dari makan dan minum saja, tetapi puasa juga mengendalikan diri atas ucapan (mulut), pendengaran (telinga), penglihatan (mata), dan perasaan/pikiran (hati).

Puasa adalah pengendalian diri terhadap nafsu.

b. Sedekah

Selain memperoleh pahala besar, sedekah juga sebagai sarana untuk menyucikan harta, dan membersihkan kotoran hati.

Karena sedekah membentuk karakter kasih sayang terhadap sesama.

c. Hidup Sederhana (Zuhud).

Pola hidup sederhana dalam Islam disebut zuhud, yaitu prilaku hidup sederhana yang tidak materialistik.

Zuhud bukanlah sikap hidup yang menghindari kenikmatan duniawi, tetapi zuhud adalah sikap untuk membebaskan diri dari pengaruh dan godaan duniawi berbentuk kemewahan dunia.

Zuhud akan membebaskan diri dari sifat serakah, sombong dan iri dengki.

Dengan hidup sederhana maka qalbu akan menjadi semakin bersih.

d. Mendekati Dhuafa.

Kaum dhuafa adalah para fakir miskin, yaitu mereka yang sehari-hari mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Dengan banyak atau sering mendekati kaum dhuafa akan membuat hati menjadi lembut dan terbebas dari kesombongan.

Rasulullah bersabda: ”Duduklah kalian dengan orang-orang miskin, pasti kalian akan terbebas dari kesombongan, dan menjadi orang besar disisi Allah” (HR.Abu Mu’aim).

e. Dzikir.

Dzikir adalah kegiatan mengingat Allah. Mengingat Allah (berdzikir) bisa dilakukan dengan lisan, perbuatan atau hati.

Dengan sering berdzikir, mengingat Allah akan membuat hati menjadi tenang dan bersih.

****

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar