Manusia
diciptakan oleh Allah Swt sebagai mahluk yang paling sempurna diantara
mahluk-mahluk ciptaan Allah lainnya. Selain berupa jasmani, manusia
dilengkapi pula dengan tiga unsur ruhaniah yaitu akal, nafsu dan perasaan/qalbu.
Dengan ketiga unsur ruhani itulah manusia menjadi sempurna, karena ia bisa
berubah hakekat menjadi apa saja sebagaimana mahluk lainnya.
Jasmani dapat melakukan
suatu perbuatan atas kendali atau perintah dari otak sebagai pusat
gerak.
Otak akan menggerakkan jasmani bila ia didorong oleh nafsu, dorongan ini
bisa kearah perbuatan positif atau negatif.
Nafsu akan dibimbing oleh qalbu, sebagai instrumen
penyimpan nilai ilahiyah (kemuliaan) untuk menuju ke arah kebajikan. Namun
apabila qalbunya kotor atau rusak, maka ia tak dapat berfungsi sebagai
pembimbing kebajikan.
Hakikat Qalbu.
Seorang ahli
ilmu kejiwaan, Prof. Dr. Naya Diyarkara, menyatakan: ”Semua manusia memiliki
getaran hati yang sama, yang selalu menyuarakan nilai-nilai
kebenaran, itulah fitrah. Fitrah adalah bisikan
Tuhan yang terekam dalam jiwa manusia”.
Dengan potensi
yang menyimpan nilai ilahiyah maka qalbu akan memancarkan cahaya
nilai-nilai kemuliaan ilahiyah agar dapat ditangkap oleh nafsu.
Namun apabila
qalbu dalam keadaan kotor atau keras berkerak maka ia tidak
dapat memancarkan cahaya ilahiyah dengan baik. Akibatnya nafsu tidak dapat
menerima sinar ilahiyah.
Karena sifat
nafsu yang cenderung mendorong ke arah keburukan, apabila tidak menerima pancaran cahaya ilahiyah dari qalbu maka ia
akan mendorong jasmani untuk melakukan perbuatan buruk.
Tetapi apabila qalbu dalam keadaan bersih (qalbun salim), maka ia
akan memancarkan cahaya ilahiyah sehingga dapat diterima oleh nafsu. Dan tentu
nafsu akan mendorong jasmani untuk melakukan perbuatan kebajikan.
Qalbu Ibarat Bola Lampu
Qalbu atau hati
itu ibarat bohlam
(bola lampu), apabila kaca bohlam bersih maka ia dapat
memancarkan sinar cahaya dengan baik. Namun apabila kaca bohlam itu ditutupi
oleh kotoran-kotoran yang menempel di kacanya, maka sinar cahaya akan terhambat.
Semakin banyak kotoran yang menempel pada kaca bohlam maka semakin sedikit pula
pancaran sinarnya.
Pada mulanya
hati itu bersih tanpa noda seditkpun, itulah hati seorang anak bayi.
Namun kemudian hati itu dinodai oleh perbuatan-perbuatan buruk seperti maksiat,
kufur, zalim, serakah, egois, dengki, dan sebagainya.
Setelah
noda-noda itu menumpuk semakin banyak, maka hati akan tertutupi dan tidak lagi
bisa memancarkan nilai-nilai Ilahiyah. Kalau sudah demikian maka hati
menjadi beku atau mati. Hati yang telah mati tidak dapat
berfungsi lagi untuk mengendalikan nafsu, sehingga mengakibatkan rusaknya
prilaku manusia.
Rasulullah SAW
bersabda: ”Alaa wa inna fil jasadi mudh ghah, Idzaa sholuhat
sholuhal jasadu kulluhu, Waidzaa hasadat fasadal jasadu kulluhu, Alaa wahiyal
qalbu.”
Artinya, Ketahuilah
bahwa di dalam jasad ini ada mughdah, bila ia sehat/baik maka sehatlah
seluruhnya, dan bila ia buruk/rusak maka rusaklah seluruh tubuhnya. Ketahuilah
bahwa itu adalah qalbu (HR. Bukhari Muslim)
Fungsi Qalbu
Qalbu mempunyai
fungsi sebagai sumber nilai ilahiyah, alat indera ruhaniah, dan pusat perasaan.
1) Qalbu sebagai
sumber
nilai ilahiyah karena ia menyimpan nilai-nilai ilahiyah, yang dipancarkan agar ditangkap oleh nafsu,
sebagai pendorong jasmani untuk melakukan
suatu perbuatan. Pancaran nilai-nilai ilahiyah itulah yang disebut suara hati.
2) Qalbu sebagai alat indera
ruhaniah, karena ia mempunyai kemampuan untuk melihat,
berkata dan mendengar secara ruhaniah.
> Hati punya
mata yang disebut mata hati, yang selalu dapat melihat
kebenaran.
> Hati juga
punya mulut yang selalu membisikkan kebenaran, sehingga ucapannya dikenal
sebagai kata
hati.
> Hati juga
punya telinga yang menangkap suara-suara kebenaran.
3) Qalbu merupakan pusat perasaan, yakni
sebagai pusat rasa yang membuat
manusia menjadi sedih atau gembira, menderita atau bahagia, tenang atau
gelisah, ikhlas atau marah. Orang menjadi bahagia atau
menderita bukan disebabkan oleh harta atau tahta, melainkan ditentukan oleh
hati.
Cara
Menghidupkan Qalbu
Hati merupakan karunia terbesar
yang diberikan Allah SWT kepada manusia, karena ia berperan sebagai pembimbing jiwa. Tidak semua mahluk Allah dikaruniai dengan hati, kecuali
jin dan manusia. Dan bagi kedua mahluk itu (yaitu jin dan manusia)
disediakan surga dan neraka sebagai konsekuensinya.
Walaupun pada
dasarnya semua orang mempunyai hati, namun dalam kenyataannya tidak semua orang
mengelola hatinya dengan baik. Akibatnya, kebanyakan orang kehilangan
manfaat atau fungsi hatinya, yang sebenarnya sangat ia butuhkan untuk mengatasi
persoalan dalam hidupnya.
Allah SWT
berfirman: ”Walaqod dzara’na li jahannamma kasyiiran minal jinni wal insi
- Lahum kullu bullayaf kohunna bihaa.” Artinya, ”Dan sesungguhnya Kami jadikan isi
neraka jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi
tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah)” (QS. Al-Araf: 179)
Bahwa hati yang mampu
memancarkan nilai-nilai ilahiyah adalah hati yang hidup.
Sedangkan hati yang sudah tidak bisa menjalankan fungsi-fungsinya, bisa
dikatakan hatinya telah mati atau telah beku. Agar hati yang telah mati
atau beku bisa berfungsi kembali sebagaimana mestinya, maka ia harus
dibersihkan dan dihidupkan kembali.
Cara untuk
membersihkan atau menghidupkan kembali hati adalah dengan melakukan lima macam
amalan, yaitu (1) puasa, (2) hidup sederhana, (3) sedekah, (4) mendekati
dhuafa, (dan (5) dzikir. ”Jembatan keledai” lima macam menghidupkan qalbu adalah PSSDD, yaitu singkatan dari : Puasa, Sedekah, Sederhana, Dzikir, dan Dhuafa.
1) Puasa.
Pada dasarnya
puasa itu bukan sekedar menahan lapar dan dahaga, tetapi hakekat puasa adalah
menahan hawa nafsu, atau pengendalian diri (self control).
Pengendalian diri
atas ucapan (mulut), pendengaran (telinga) dan penglihatan
(mata), serta perasaan
(hati). Yaitu menahan
diri untuk tidak berghibah, tidak bicara kasar dan kotor yang menyakiti hati.
Menahan diri untuk tidak mendengarkan ghibah serta kata-kata jorok dan kotor.
Menahan diri untuk tidak melihat sesuatu yang dilarang agama. Mengendalikan
diri untuk tidak berprasangka buruk (su’udzan).
Apabila dikaji secara mendalam sesungguhnya banyak manfaat yang
terkandung dalam aktifitas puasa. Salah satu aktifitas puasa adalah
menahan rasa lapar dan haus, aktifitas ini sesungguhnya mengajarkan pada
seseorang untuk mempunyai rasa empati, yaiu ikut merasakan betapa beratnya menahan lapar dan haus sebagaimana
yang dialami oleh orang-orang miskin setiap hari.
Dengan sering melaksanakan puasa maka seseorang akan semakin peka
terhadap penderitaan yang dialami kaum dhuafa, dan hal ini akan membuat qalbu menjadi hidup.
2) Hidup
Sederhana (Zuhud).
Nabi SAW bersabda
bahwa hal yang dapat menyelamatkan diri dari siksa api neraka, di
Nabi SAW bersabda bahwa hal yang dapat menyelamatkan diri dari siksa
api neraka di antaranya adalah hidup sederhana, baik dalam keadaan fakir maupun
di saat kaya raya.
Hidup sederhana
merupakan konsep dari tasawuf yaitu zuhud. Zuhud bukanlah sikap
hidup yang anti dunia, atau menghindari kenikmatan duniawi, sehingga
seseorang harus menjalani kehidupan layaknya orang yang miskin.
Zuhud terhadap dunia bukan berarti
tidak mempunyai hal-hal yang bersifat duniawi, melainkan harta benda bukan
menjadi kebanggaan apalagi tujuan. Zuhud juga bukan menghindari
kenikmatan duniawi, tetapi tidak meletakkan nilai yang tinggi padanya. zuhud bertujuan
untuk memerangi hawa nafsu.
Zuhud adalah
sikap atau upaya untuk membebaskan diri dari pengaruh dan godaan duniawi
berbentuk kemewahan, yang cenderung mendorong seseorang menjadi sombong dan
membanggakan diri.
3) Mendekati
Kaum Dhuafa.
Kaum dhuafa
adalah para fakir miskin, yaitu mereka yang sehari-hari mengalami kesulitan
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka sudah bekerja keras
tetapi hasil kerjanya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan
dan papan, apalagi untuk pendidikan yang baik. Mereka adalah para
buruh di pabrik, buruh tani, buruh nelayan, kuli bangunan, kuli pasar, pedagang
asongan, dsb.
Dengan banyak
atau sering mendekati kaum dhuafa yang hidupnya sangat memprihatinkan itu, maka
akan membuat hati menjadi lebih hidup dan berfungsi sebagaimana mestinya.
Rasulullah
bersabda: ”Duduklah kalian dengan orang-orang miskin,
pasti kalian akan terbebas dari kesombongan, dan menjadi orang besar disisi
Allah” (HR.Abu Mu’aim)
Dalam suatu kisah, kepada
Nabiyullah Musa As. Allah Swt berfirman: “Kalau engkau ingin mendekati-Ku,
maka dekatilah mereka yang kehausan, yang kelaparan, dan yang kelelahan.
Karena sesungguhnya Aku bersamanya.”
4) Sedekah.
Bersedekah
merupakan bentuk kepedulian terhadap nasib fakir miskin. Bersedekah akan
menghapus dosa-dosa dan membersihkan kotoran hati. Mereka yang
enggan bersedekah berarti mereka sudah tidak punya kepedulian terhadap nasib
fakir miskin, dan itu pertanda bahwa hatinya telah beku. Dan mereka ini
oleh Allah Swt digolongkan sebagai pendusta agama.
Allah Swt berfirman: “Ara-Aitalladzii
Yukadzdzibubiddiin. Fadzaalikalladzi yadu’ ’ulyatiim. Walaa yahudhdhu
’alaa tha’aamill Miskin.” Artinya, Tahukah kamu orang yang mendustakan
agama?. Mereka adalah orang yang menelantarkan anak yatim dan tidak peduli
terhadap nasib orang miskin (QS. Al-Ma’un ayat 1-2)
Pada surat Ali
Imran, Allah Swt juga memperingatkan: ”Lan tanaalul birra hatta -
tunfiquu mimma tuhibbuuna. Wamaa tunfiquu min syai’in faa innallaha
bihii aliim.” Artinya, Kamu sekali-kali tidak sampai pada kebajikan (yang
sempurna), sebelum menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan
apapun yang kamu infakkan, sungguh Allah maha Mengetahui. (S. Ali
Imran (3): 92).
Agama kita menegaskan
bahwa pada harta kita ada hak untuk fakir miskin, sebesar 2,5%. Bagi orang
kikir yang tidak mau bersedekah 2,5% hartanya kepada fakir miskin maka ia
tergolong sebagai manusia pendusta agama.
Sedekah, selain
sebagai sarana untuk menyucikan harta dan memperoleh pahala besar, yaitu pahala
jariyah, sedekah juga bertujuan untuk mengendalikan nafsu duniawi. Semakin besar
nilai sedekah maka semakin besar pula kekuatan pengendalian nafsu.
5) Dzikir
Dzikir untuk
mengingat Allah (dzikurllah) dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu (1)
dzikir qalbi (dzikir dengan hati), (2) dzikir lisan (dzikir dengan cara
diucapkan) dan (3) dzikir amali (dzikir dengan perbuatan).
Biasanya orang
mengenal dzikir adalah dzikir lisan, yaitu aktifitas ibadah dengan mengucapkan
kalimah toyibah dan menyanjung asma Allah secara berulang-ulang.
Aktifitas berdzikir dapat melembutkan hati. Karena dengan mengingat Allah, maka hati
pun menjadi tenang. Sebagaimana Allah firmankan dalam surah Ar-Ra’d ayat 28
yang artinya, “Ketahuilah bahwa hanya dengan mengingat Allah, hati akan
menjadi tenang.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar