Senin, 23 November 2020

Nafsu

Pengertian Nafsu

Para ahli dan pakar ilmu kejiwaan sepakat bahwa dalam setiap diri manusia terdapat suatu kekuatan yang disebut dengan motiveatau dalam istilah psikologi adalah drive.  

Motive atau drive ini merupakan suatu kekuatan ruhaniah yang mendorong manusia untuk berbuat sesuatu.   Tanpa adanya drive manusia tidak mempunyai kemauan untuk berbuat sesuatu.   Dalam istilah umum, kekuatan tersebut kita kenal dengan nafsu.  

Nafsu adalah suatu kekuatan ruhaniah yang berfungsi sebagai pendorong jasmani untuk melakukan suatu perbuatan.  Tanpa adanya nafsu manusia tidak dapat hidup, karena tanpa nafsu manusia tidak akan mempunyai kemauan, hasrat atau gairah untuk melakukan suatu perbuatan.   

Dorongan nafsu bisa bersifat positif atau negatif, karena nafsu mempunyai dua sisi yang bertolak belakang yaitu sisi positif dan negatif. Nafsu positif akan mendorong ke arah kebajikan, sedangkan nafsu negatif akan mendorong kearah keburukan.  

 

Dua kekuatan Nafsu

Nafsu merupakan kekuatan yang akan mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan ke salah satu dari dua arah yang bertolak belakang, yaitu kearah kebajikan atau kearah keburukan. Nafsu yang mendorong kearah kebaikan disebut nafsu positif, sedangkan fafsu yang mendorong kearah kearah keburukan disebut nafsu negatif

Dalam khasanah Islam, nafsu positif ini disebut dengan quwwah rabbaniyah (nafsu ketuhanan), yaitu adalah nafsu yang cenderung mendorong kearah kebajikan.  Sedangkan nafsu negatif disebut dengan Quwwah syaitaniah (nafsu setan), yaitu nafsu yang cenderung mendorong kearah kesesatan.  

Dua potensi nafsu itu, positif dan negatif akan saling beradu kekuatan untuk mempengaruhi seseorang ketika akan melakukan suatu perbuatan. Dari dua potensi nafsu itu mana yang lebih kuat? Dari banyak penelitian menunjukkan bahwa nafsu negatif lebih kuat pengaruhnya dibanding nafsu positif, karena nafsu negatif cenderung mengarahkan ke perbuatan yang lebih mudah dan lebih menguntungkan.

Dalam al-Qur’an Allah Swt berfirman, ”inna nafsa la ammaratum bissu’i -  illa maa rahimma rabbiartinya, sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhan (QS. Yusuf : 53).

 

Nafsu Ibarat Api

Nafsu merupakan suatu kekuatan yang sangat bermanfaat, karena ia berfungsi sebagai pendorong semangat hidup.    Namun, di sisi lain  nafsu akan sangat berbahaya dan dapat mencelakakan manusia apabila ia tidak dikendalikan dengan baik.

Maka bisa digambarkan bahwa nafsu itu ibarat api.  Ia sangat berguna manakala kita dapat menguasainya (dimanfaatkan sebagai penerang, untuk memasak, dsb).  Namun api akan sangat berbahaya dan bisa menjadi malapetaka apabila kita tidak dapat mengendalikannya (karena ia dapat membakar apa saja yang bisa ia bakar dan kemudian menyebabkan kebakaran yang sangat hebat).

Jadi sesungguhnya nafsu akan sangat bermanfaat bila ia dapat dikendalikan dengan baik, namun akan sangat berbahaya dan mencelakakan apabila kita tidak mampu mengendalikannya.  

Apabila kita membiarkan apa adanya nafsu yang ada pada diri kita dan kita tidak mengelolanya dengan baik, maka kita akan dikuasai oleh nafsu.   Namun apabila kita dapat mengendalikan nafsu secara baik, maka kita termasuk orang yang beruntung.

Allah berfirman, ”Fa alhamahaa fujuurahaa wa taqwahaa - qad aflaha man zakhaa haa waqad khaaba man dassaa haa” artinya ”Maka (Dia) mengilhamkan kepada jiwa kita, (jalan) kejahatan dan ketaqwaan. Sungguh beruntung orang-orang yang mensucikannya (yaitu yang mampu mengendalikannya).   Dan sungguh merugi orang-orang yang mengotorinya.” (QS. Asy-syams, ayat 8-10)

 

Empat Macam Nafsu

Dalam khasanah Islam nafsu terbagi menjadi 4 macam, yaitu: nafsu lawwamah (biologis); nafsu sufiah (duniawi); nafsu amarah (emosional); dan nafsu mutmainah (kebajikan).

(1) Nafsu amarah disebut juga ego adalah nafsu yang paling rendah, paling buruk dan paling jahat.  Nafsu ini muncul akibat beberapa sebab, antara lain perasaan tersinggung, cemburu, iri dengki dan kekalahan yang menyebabkan hilangnya daya nalar sehat sehingga melakukan Tindakan yang merugikan.

(2) Nafsu sufiah merupakan nafsu cinta terhadap masalah-masalah keduniawian (hubbud dun’ya) seperti kekayaan, jabatan, dan kecantikan, yang menyebabkan seseorang cenderung bersikap pamer, kikir dan rakus, sehingga mendorong untuk melakukan kecurangan, manipulasi dan korupsi.

(3) Nafsu lawwamah mengarah pada dorongan syahwat biologis, seperti makan, minum, seksual, dsb. Nafsu ini yang dominan pada hewan. 

Berbeda dari ketiga macam nafsu tersebut, (4) Nafsu Mutmainah merupakan nafsu mulia, ia mendorong seseorang untuk berbuat kebajikan, seperti peduli, empati, menolong, ibadah dan sebagainya. Nafsu ini membuat seseorang menjadi tenang, ramah dan bijaksana.

Nafsu mutmainah inilah yang senantiasa berperang melawan ketiga nafsu lainnya. Bila mutmainah menang, selamatlah sang hamba Tuhan. Tetapi bila pada akhirnya ketiga nafsu duniawi yang lebih dipentingkan , maka orang tersebut akan tersungkur dalam kesengsaraan.

 

Nafsu adalah Musuh Nyata

Nafsu adalah kekuatan yang berasal dari dalam diri kita.   Ia berpotensi menjadi musuh nyata yang dapat menghancurkan diri kita.   

Usai pasukan umat Islam memenangkan perang Badar yang sangat fenomenal, Rasulullah bersabda:  “Raja’na min jihadil asghar - ila  jihadil akbar. Wahiya jihadun nafs  (Kita telah kembali dari peperangan yang kecil, menuju peperangan besar, yakni perang melawan hawa nafsu.)     

Nabi Muhammad memperingatkan, bahwa melawan kekuatan dari dalam (nafsu) ternyata lebih sulit dan berat bila dibandingkan melawan kekuatan luar.  Musuh dari luar dapat dideteksi dan diukur, tetapi musuh yang bersembunyi di dalam diri susah dideteksi, dan seringkali kita mengikutinya tanpa sadar.

Nafsu adalah musuh dari dalam. Apabila nafsu duniawi telah menguasai seseorang, maka ia tidak akan pernah merasa puas dengan apa yang telah diperolehnya.

Rasulullah SAW bersabda: ''Seandainya anak cucu Adam (manusia) mendapatkan dua lembah yang berisi emas, niscaya ia masih menginginkan lembah emas yang ketiga. Tidak akan pernah penuh perut anak Adam, kecuali ditutup dalam tanah (mati). Dan Allah akan mengampuni orang yang bertaubat.'' (HR Ahmad).

 

Orang Kuat Bila Mampu Kendalikan Nafsu

Orang yang mampu menguasai nafsunya dan kuat menahan amarahnya itu bermakna pula orang yang sabar. Orang sabar adalah orang yang “memberi maaf ketika marah.” (QS.42:37), dan yang mengucapkan kata-kata baik tatkala orang-orang jahil menghinanya (QS.25:63). Dan bagi orang-orang yang sabar, sesungguhnya Allah akan selalu menyertainya (Innallaha ma’a shabiriin).

Salah satu contoh orang yang mampu mengendalikan nafsunya dengan sangat luar biasa adalah Ali bin Abi Thalib RA

Pada suatu peperangan, ketika Ali telah berhasil menjatuhkan lawannya dan ketika hendak memenggal kepala lawannya yang telah jatuh tak berdaya, tiba-tiba orang itu meludahi wajahnya. Seketika itu Ali pergi meninggalkan orang tersebut dan mengurungkan niat membunuhnya.

Sewaktu ditanya kenapa tak jadi membunuh musuhnya itu, Ali menjawab, ”Ia telah meludahi mukaku, maka aku khawatir nanti aku membunuhnya karena dilandasi kemarahan atas perbuatannya itu.   Sedangkan aku tak mau membunuh karena marah  kecuali karena ikhlas untuk Allah SWT.”

Kesanggupan Ali mengendalikan kemarahan membuatnya pantas menyandang gelar ”orang kuat”.   Rasulullah bersabda:  Bukannya yang dikatakan kuat itu orang yang kuat bergulat.  Sebenarnya yang dikatakan kuat itu yang dapat mengendalikan nafsunya tatkala marah. (HR. Bukhari-Muslim).

Atas dasar hadis itu, berarti orang yang kuat bukannya pegulat, bukannya petinju yang mampu meng-KO lawannya hingga terkapar, bukan pula jagoan yang sanggup membuat lawannya tak berdaya lalu menghabisinya.  Orang yang kuat adalah orang yang dapat mengendalikan nafsunya, yang sabar, dan yang mampu menguasai amarahnya, sebagaimana yang di contohkan oleh shayidina Ali RA.

Dan bagi orang yang dapat menguasai nafsunya, yaitu orang yang mampu menahan amarahnya, yang sabar dalam menerima musibah, dan yang sanggup memberi maaf kepada orang yang menyakitinya, maka Allah telah menyediakan baginya surga di akhirat kelak.

Allah berfirman dalam Al-Quran surat An-Nazi’at ayat 40 : ”Wa ammaa man khaafa maqaama rabbihii - wa nahan nafsa ‘anil hawaa.    Fa innal jannata hiyal ma’waa.” Dan adapun orang yang takut akan kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari hawa nafsunya,  maka sesungguhnya surga itulah tempat tinggal (nya).         

 

Empat Cara Mengendalikan Nafsunya

Untuk dapat menguasai atau mengelola nafsu yang ada pada diri kita, para ulama menganjurkan agar kita senantiasa berlatih (riyadhah) dengan melakukan hal-hal secara terus menerus, yaitu: (1) Berpuasa, (2) Bersedekah, dan (3) Hidup sederhana, dan (4) Beristighfar.

Untuk mempermudah mengingat empat kiat atau cara mengendalikan nafsu itu, para salik (murid yang sedang belajar dan menjalani tarekat tasawuf) membuat ”jembatan keledai” dengan kalimat singkatan PSSI, yaitu: Puasa, Sedekah, Sederhana, dan Istighfar.

(1) Puasa.

Rasulullah bersabda ; ”Perangilah nafsumu dengan puasa”.       Pada dasarnya puasa itu bukan sekedar menahan lapar dan dahaga, tetapi hakekat puasa adalah menahan hawa nafsu, atau pengendalian diri (self control).

Pengendalian diri atas ucapan (mulut), pendengaran (telinga) dan penglihatan (mata), serta perasaan (hati). Yaitu menahan diri untuk tidak berghibah, tidak bicara kasar dan kotor yang menyakiti hati. Menahan diri untuk tidak mendengarkan ghibah serta kata-kata jorok dan kotor. Menahan diri untuk tidak melihat sesuatu yang dilarang agama. Mengendalikan diri untuk tidak berprasangka buruk (su’udzan).

Dengan berpuasa kita dilatih untuk mampu menguasai dan mengendalikan diri terhadap dorongan-dorongan yang datang dari dalam diri maupun dari luar.

(2) Hidup Sederhana (Zuhud).

Hidup sederhana merupakan konsep dari tasawuf yaitu zuhudZuhud bukanlah sikap hidup yang anti dunia, atau menghindari kenikmatan duniawi, sehingga seseorang harus menjalani kehidupan layaknya orang yang miskin.

Zuhud adalah sikap atau upaya untuk membebaskan diri dari pengaruh dan godaan duniawi berbentuk kemewahan, yang cenderung mendorong seseorang menjadi sombong dan membanggakan diri.

Zuhud terhadap dunia bukan pula berarti tidak mempunyai hal-hal yang bersifat duniawi, melainkan harta benda bukan menjadi kebanggaan apalagi tujuan. Dengan begitu maka zuhud merupakan cara untuk memerangi hawa nafsu.

Nabi SAW bersabda bahwa  hal yang dapat menyelamatkan diri dari siksa api neraka diantaranya adalah hidup sederhana, baik dalam keadaan fakir maupun di saat kaya raya.     

(3) Sedekah.

Salah satu sifat nafsu adalah menyeru kepada hal-hal yang buruk, antara lain adalah sifat tamak, rakus dan tidak berempati. 

Nafsu lauwamah adalah nafsu duniawi yang cenderung menumpuk harta sebanyak-banyaknya, dengan pengeluaran sekecil-kecilnya. Dengan nafsu ini maka seseorang akan cenderung rakus dan kikir.

Agama kita menegaskan bahwa pada harta kita ada hak untuk fakir miskin, sebesar 2,5%. Bagi orang kikir yang tidak mau bersedekah 2,5% hartanya kepada fakir miskin maka ia tergolong sebagai manusia pendusta agama.

Sedekah, selain sebagai sarana untuk menyucikan harta dan memperoleh pahala besar, yaitu pahala jariyah, sedekah juga bertujuan untuk mengendalikan nafsu duniawi. Semakin besar nilai sedekah maka semakin besar pula kekuatan pengendalian nafsu.

(4) Istighfar

Istighfar adalah ungkapan permohonan ampunan kepada Allah atas kesalahan dan dosa yang dilakukan.  Istighfar dilakukan segera setiap kita menyadari melakukan kesalahan, dengan kesadaran dalam hati dan diucapkan dengan lisan.

Namun istighfar juga sangat baik bila dilakukan secara rutin dalam dzikir, meskipun kita tidak merasa melakukan kesalahan. Istighfar sangat baik dilafalkan secara berulang-ulang dalam satu kegiatan dzikir, yang dilakukan sehabis shalat atau pada saat-saat tertentu di malam hari.

Dalam hadis riwayat Bukhari dikatakan bahwa Rasulullah senantiasa beristighfar minimal tujuh puluh kali dalam sehari, meskipun beliau manusia yang terbebas dari kesalahan dan dosa (ma’shum).

Dalam satu Riwayat disebutkan bahwa Allah Ta’ala menyukai gemuruhnya suara orang berdzikir, namun Allah lebih menyukai rintihan penyesalan (istighfar) para pendosa.

Manfaat lain dari dzikir istighfar adalah menghilangkan kesedihan dan mendatangkan rizki. Rasulullah saw bersabda: ”Barangsiapa yang senantiasa beristighfar, maka Allah akan memberikan kegembiraan dari setiap kesedihannya, dan kelapangan bagi setiap kesempitannya dan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangka ,”(HR.Abu Daud, Ibnu Majah dan Ahmad).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar