SANGKAN PARANING DUMADI ; Telah menjelajahi kehidupan lebih dari 50 tahun, saatnya merenungi dan mempersiapkan segala sesuatunya untuk "hari kemudian"
Rabu, 31 Mei 2017
Bacaan Pembukaan Khutbah / Ceramah
Sabtu, 27 Mei 2017
Puasa Yang Sia-Sia (MT)
Hakekat Puasa
Suatu ketika di
bulan Ramadhan, Rasulullah SAW melihat seorang wanita sedang memaki-maki
budaknya (pembantunya). Melihat kejadia itu, Nabi meminta
salah seorang sahabatnya untuk mengambilkan makanan dan menghampiri wanita
tadi.
Lalu Nabi mengulurkan makanan kepada wanita itu dan
berkata, ”kuliy”, makanlah. Wanita itu menjawab, ”Inni shaa’imah (saya
sedang berpuasa)”.
Nabi berkata lagi, ”ayo makanlah”. Wanita itu
menjawab lagi , ”ya Nabi, saya sedang berpuasa”. ”Bagaimana
mungkin engkau berpuasa, kalau engkau berkata buruk seperti itu?”, sergah
nabi.
Kemudian nabi bersabda kepada sahabatnya : ”Kam
Min Sho-Imin Laisa Lahu - Min Shiyaamihi Illal Ju-’u Wal ’Athsyu”, Betapa
banyak orang yang puasa akan tetapi tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya,
kecuali lapar dan dahaga. (HR. An Nasa’i dan Ibnu Majjah)
Pernyataan nabi tersebut tentu penting untuk
menjadi renungan kita semua, ”Betapa banyak orang yang puasa akan tetapi tidak
mendapatkan apa-apa dari puasanya, kecuali lapar dan dahaga”.
Artinya bahwa banyak diantara kita, umat nabi Muhammad yang
puasanya sia-sia, yang tidak mendapatkan pahala dari puasa tetapi hanya
merasakan lapar dan dahaga. Kenapa?
Karena sesungguhnya hakekat
puasa adalah pengendalian diri (self control) dari
perbuatan sia-sia dan perbuatan munkar.
Nabi Muhammad SAW bersabda, “Laisash Shiyaamu Minal Akli wasy Syarb - Fainnamash Shiyaamu Minal Lagwi war Rafats.” Puasa itu bukanlah sekadar menahan diri dari makan dan minum, akan tetapi sesungguhnya puasa itu adalah mencegah diri dari segala perbuatan sia-sia (lagwi) serta menjauhi perbuatan yang kotor (rafats). (HR. Ibnu Khuzaimah)
Tiga Golongan Orang Berpuasa
Berkenaan dengan
pelaksanaan ibadah puasa, imam Al-Ghazali membagi orang yang berpuasa itu dalam
tiga golongan, yaitu :
1. Golongan
pertama disebut SHAUMUL ’AWAAM yaitu puasanya
orang awam.
Golongan
ini melaksanakan puasa berupa tidak makan, tidak
minum dan tidak melakukan hubungan suami istri (dan
yang serupa) sejak subuh hingga maghrib. Hanya itu saja.
Kalau puasa hanya
tidak makan, tidak minum dan tidak berhubungan suami istri di siang
hari, sementara anggota tubuh lainnya melakukan hal
yang buruk. Lisannya berdusta, memfitnah, berghibah, menyakiti hati.
Telinganya suka mendengarkan fitnah dan ghibah. Juga matanya melihat sesuatu
yang tidak baik, serta anggota tubuh lainnya melakukan hal-hal yang buruk. Maka
puasanya akan sia-sia belaka. Mereka itulah yang oleh nabi dijelaskan
bahwa berpuasa tetapi tidak mendapatkan pahala kecuali
hanya lapar dan dahaga.
Celakanya
golongan ini justru banyak ada pada kita. ”Kam
Min Sho-Imin Laisa Lahu - Min Shiyaamihi Illal Ju-’u Wal ’Athsyu”, Betapa
banyak orang yang puasa akan tetapi tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya,
kecuali lapar dan dahaga.
2. Golongan kedua disebut SHAUMUL KHAWAASH, yaitu puasa orang khusus yang sempurna.
Golongan
melaksanakan ibadah puasa bukan sekedar tidak makan, tidak minum dan tidak
melakukan kegiatan hubungan suami istri (seperti golongan pertama), namun
juga mempuasakan seluruh anggota tubuhnya. Mata,
telinga, lidah, tangan, kaki dan semua anggota badan yang lain berpuasa dari
perbuatan yang tidak baik. Inilah puasa yang paripurna.
Nabi Muhammad SAW
bersabda, “Laisash Shiyaamu Minal Akli wasy Syarb,
Innamash Shiyaamu Minal Lagwi war Rafats.” Puasa
itu bukanlah sekadar menahan diri dari lapar dan haus, akan tetapi sesungguhnya
puasa itu adalah mencegah diri dari segala perbuatan sia-sia (lagw) serta
menjauhi perbuatan yang kotor (rafats). (HR. Ibnu
Khuzaimah)
Sesungguhnya
yang menarik dari sabda nabi tersebut adalah "Shiyaamu
Minal Lagw",
”mencegah diri dari
segala perbuatan yang sia-sia”. Perbuatan sia-sia adalah perbuatan yang
tidak mengandung manfaat atau faedah. Jadi dalam berpuasa hendaknya kita menghindari
perbuatan yang tidak bermanfaat. Sehingga puasa seharusnya diisi dengan
kegiatan yang bermanfaat, seperti membaca Al Quran, membaca buku, menulis,
menonton tv yang bermanfaat, bersih-bersih rumah, dsb.
Apabila
tidak ada kegiatan bermanfaat yang bisa dilakukan ketika berpuasa lebih baik
tidur. Karena tidurnya orang berpuasa dinilai ibadah. Berbincang-bincang
dengan tetangga (terutama ibu-ibu) lebih baik dihindari, karena cenderung
menggosip atau ghibah. Acara-acara televisi yang banyak menayangkan gosip,
ghibah dsb lebih baik tidak ditonton.
3. Golongan ketiga disebut SHAUMUL KAWAASHIL KHAWAASH, yaitu puasa yang paripurna atau istimewa.
Golongan ini dalam menjalankan ibadah
puasa seperti golongan kedua, ditambah lagi pikiran dan hatinya juga ikut
berpuasa. Pikiran senantiasa berdzikir mengingat Allah, tidak diberi
kesempatan berpikir yang negatif. Hatinya senantiasa bersyukur,
menjauhi dari perasaan dongkol, tidak ikhlas, dan sebagainya
Inilah puasanya para ambiyaa wal
mursaliin dan orang-orang saleh. Inilah ibadah puasa yang ideal karena mencakup
puasa lahir batin. Inilah puasa yang sangat sempurna.
Ketentuan Puasa
Dalam hal pelaksanaan ibadah puasa maka kita perlu
perhatikan tiga hal, yaitu: (1) Perakara yang dapat membatalkan
puasa, (2) Perkara yang dapat membatalkan
pahala puasa, dan (3) Perkara yang perlu dijaga
untuk kesempurnaan puasa.
a. Perkara
Yang Membatalkan Puasa.
Berdasarkan
surat Al Baqarah ayat 187, terdapat tiga indikasi yang membatalkan puasa
yaitu, makan, minum, dan bersenggama. Ketiganya dilarang untuk dilakukan mereka
yang berpuasa mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari.
b. Perkara
Yang Membatalkan Pahala Puasa.
Rasulullah
SAW bersabda, ”Ada lima hal yang dapat membatalkan pahala puasa
seseorang, yaitu 1) berdusta, 2) mengumpat, 3) menyebar
desas desus, 4) bersumpah palsu, dan 5) memandang penuh nafsu.” (HR. Anas).
c. Perkara
Yang Harus Dijaga Dalam Berpuasa.
Untuk
menjaga kekhusukan ibadah puasa, Imam Al-Ghazali mengingatkan agar kita menjaga
limat hal untuk memenuhi syarat berpuasa,
agar puasa kita diterima oleh Allah SWT dan akan mengantarkan kita kepada
tujuan diwajibkannya puasa, yaitu taqwa kepada Allah SWT. Empat
hal yang harus dijaga adalah
:
1)
Menjaga lisan.
Menjaga lisan dari perkataan dusta, fitnah, mengunjing, berkata kotor,
dsb. Dalam berpuasa ini kita diharapkan untuk mengurangi bicara,
tujuannya untuk menghindari hal-hal yang dapat mengurangi pahala puasa.
Oleh karena itu, daripada berkata sia-sia apalagi mengandung dosa lebih baik
diam, karena diamnya orang berpuasa itu adalah ibadah.
2)
Menjaga pendengaran.
Imam Al-Ghazali menjelaskan, apa saja yang dilarang diucapkan, Allah juga
melarang kita untuk mendengarkannya. Bila ada seseorang yang
mengajak kita berbicara dengan nuansa ghibah apalagi fitnah, maka katakanlah
”maaf saya sedang berpuasa”.
3)
Menjaga seluruh anggota badan dari
perbuatan sia-sia, serta dari perbuatan yang keji dan kotor.
Apabila kita berkumpul bersama rekan sejawad, maka hendaknya mengarahkan
kegiatan itu untuk kegiatan yang bermanfaat, misal diskusi dsb. Tetapi
apabila tidak bisa, maka lebih baik tinggalkan dan lakukan kegiatan yang
bermanfaat, seperti membaca, berzikir, dsb atau mungkin tidur.
Karena forum berkumpul yang tak mempunyai tujuan akan cenderung kepada ghibah,
bergunjing, dsb.
4)
Menjaga penglihatan. Menjaga penglihatan agar tidak melihat sesuatu yang tidak disukai
Allah. Apa saja yang dilarang untuk
dikerjakan, seperti judi, mabok, dsb, maka kita dilarang pula
melihatnya. Tayangan TV Infotainment, seperti
Gossip, Cros check, Intip, bibir plus, dsb, seyogyanya kita hindari daripada
membatalkan pahala puasa. Karena tayangan itu lebih banyak mengandung unsur ghibah. Memang apa yang ditampilkan itu sesuai fakta, karena apabila tidak sesuai fakta
maka hal itu merupakan fitnah, itu jelas perbuatan dosa.
Meski sesuai fakta, namun apabila yang ditampilkan itu mengungkap aib
seseorang, atau membuat sakit hati bagi orang yang dijadikan obyek pemberitaan,
karena menyangkut prifasi, maka itu adalah ghibah. Ghibah dan fitnah sama-sama dilarang oleh agama dan hukumnya haram, dan haram
pula untuk ditonton. Hal ini sesuai dengan fatwa MUI DKI Jakarta, bahwa
acara infotainment hukumnya haram.
Bila kita mampu melaksanakan keempat syarat ini,
kata Al-Ghazali, puasa kita tidak akan sia-sia, bahkan bermanfaat bagi
kehidupan kita dan akan mengantar kita kepada derajat taqwa.
Rabu, 24 Mei 2017
Tanggung Jawab dan Kesetiaan
Suami : Halo?
S : Iya, ini siapa?
W : Ini aku, Marissa…
S : Ooh! Wah, ada apa nih tiba- tiba telepon?
W : Kamu bisa keluar sebentar gak? Sekarang aku udah di depan rumahmu.
Dibawah ini Marissa akan disingkat menjadi 'M', dan Tommy menjadi 'T'.
T : Ada masalah apa? Omongin sekarang aja. Udah malem nih, gak mungkin saya tinggalin istri di rumah sendirian, dia takut gelap.
T : Wah, kenapa? Bukannya suamimu sayang banget sama kamu?
M : Gak, dia brengsek! Bisa- bisanya dia selingkuh dibelakang…*sambil menangis*
T : Udah… udah…. Jangan sedih lagi, kamu masih muda kok, masih bisa cari yang lebih baik!
M : Kamu benci aku gak?
T : Tidak, semua masa lalu sudah dilupakan...
M : Serius?
T : Serius! Emang saya pernah bohong sama kamu?
M :Kamu masih cinta sama aku gak?
T : … Cinta…
M : Kalo gitu kita nikah aja! Aku janji kita bakal jadi suami istri yang baik dan saling menyayangi!
T : Marissa, saya sudah menikah…
M : Kenapa? Bukannya kamu cintanya sama aku?
T : Gak bisa, istri saya sangat mencintai saya, saya gak mungkin melukai dia…
M : Kalau kamu gak berani ngomong, biar aku yang ngomong!
T : Gak bisa!
M : Memangnya kenapa?
T : Karena saya adalah seorang pria.
M : Kasih aku alasan yang jelas! Jelas- jelas kamu masih cinta sama aku, aku juga cinta sama kamu, kenapa kita gak bisa bersama?
T : Kamu beneran ingin tahu alasannya?
M : Iya…
1. Saya tahu mencintai seseorang itu tidak mudah, bahkan saya lebih mengerti bagaimana sakitnya dikhianati! Karena itu saya tidak ingin mengkhianati istri saya..
2. Yang memutuskan memilih dia sebagai pasangan hidup adalah saya, yang mengambil keputusan untuk menikahi dia juga saya. Saya sudah berjanji pada diri saya sendiri untuk memfokuskan hidup saya pada dia, saya tidak boleh melakukan hal- hal yang membuat dia sedih. Apapun masalah yang akan menimpa keluarga kami kedepannya, saya pasti tetap akan berdiri disampingnya dan melindunginya.
3. Dia sangat mencintai saya, dia sangat polos dan sangat baik. Ia melakukan dan memikirkan segala hal untuk saya. Sekarang saya bisa berada di hadapan kamu, juga karena dia yang menyuruh saya menemuimu. Dia tahu saya tidak akan meninggalkan dia, makanya dia pun setuju untuk menikah dan menyerahkan sepenuh hidupnya kepada saya. Kehidupan seorang wanita yang sudah menyerahkan diri, sama sekali tidak boleh diinjak!
M : Iya, ngerti… Kalo gitu, kita jadi teman baik aja gimana?
T : Gak perlu, saya gak perlu teman wanita lain lagi selain istri saya!
M : Kenapa? Jelasin alasannya!
Pertama, ketertarikan kita gak sama. Saya suka ini, kamu suka itu…
Kedua, kamu tidak akan bisa memberikan kepuasan seperti yang sudah istri saya berikan.
Ketiga, saya tidak punya waktu untuk menemani kamu belanja atau makan, karena saya akan melakukan semua hal itu dengan istri saya.
Keempat, istri saya bisa cemburu.
Jadi buat apa berteman sama kamu?
Hal yang paling membanggakan untuk wanita bukan soal memiliki berapa banyak pria, melainkan berapa banyak wanita yang bisa ditolak oleh pasangannya.
Sedangkan wanita, harus bisa bersabar terhadap rasa kesepian.
Jadi, kalau saya jahat pada istri, bagaimana saya bisa mempertanggungjawabkan pengorbanan istri yang sangat besar itu?