Sangkan Paraning Dumadi, merupakan falsafah kepercayaan Kejawen (Jawa Kuno) yang mendalam tentang bagaimana cara manusia menyikapi kehidupan. Sangkan Paraning Dumadi merupakan falsafah utama yang menjadi konsep dasar bagi falsafah lainnya dalam kepercayaan Kejawen.
Dalam bahasa Jawa
kuno, “sangkan“ berarti asal muasal, “paran“ adalah tujuan, dan “dumadi“
artinya menjadi, yang menjadikan atau pencipta. Dengan begitu bahwa yang
dimaksud Sangkan Paraning Dumadi adalah pengetahuan tentang “Dari mana manusia
berasal dan akan kemana ia akan kembali.“
Keberadaan manusia
dan alam semesta merupakan ciptaan Sang Hyang Widhi, yaitu Tuhan Pencipta Alam
Semesta. Kelak pada akhirnya seluruh alam semesta akan kembali kepada-Nya.
Karena itu, sebagian
orang yang mengidentikkan konsep Sangkan Paraning Dumadi dengan ajaran Islam "Inna
Lillahi wa Inna Ilaihi Rojii’un", yang artinya "Sesungguhnya
kita adalah milik Allah dan kita akan kembali pula kepada-Nya." Kalimat
tersebut biasa diucapka oleh umat Islam apabila mendengar kabar duka cita
kematian atau musibah.
Bahwa tujuan hidup
manusia adalah memperoleh kehidupan yang bahagia, yaitu kondisi
kehidupan yang tenang,
tenteram dan damai. Untuk dapat memperoleh kondisi kehidupan yang bahagia itu maka kepercayaan
Kejawen mengajarkan agar kita menyatukan atau menyelaraskan jiwa kita dengan "kehendak" Sang Maha Pencipta.
Konsep ini dikenal dengan "Manunggaling Kawula
Gusti" yang arti harfiahnya adalah "menyatunya jiwa dengan kehendak Tuhan".
Sebagian orang
mengatakan konsep manunggaling kawulo Gusti itu dalam khasanah Islam sama
dengan Makrifat. Untuk dapat mencapai tingkat Makrifat maka Kejawen
mengajarkan berbagai macam "laku", yaitu praktik spiritual yang
dilakukan oleh penganut Kejawen. Laku spiritual ajaran kejawen, dalam istilah umum disebut ibadah meliputi: Sembahyang, Semedi, Tirakat,
dan Sedekah.
Praktik laku spiritual
itu nantinya akan membuahkan hasil yaitu jiwa atau pribadi luhur sesuai
kehendak Tuhan, yaitu pribadi yang mempunyai karakter dan
sifat-sifat luhur ilahiyah, antara lain: jujur, adil, tanggung-jawab, ikhlas,
toleran, peduli, sabar dan syukur.
Pribadi luhur merupakan syarat untuk mencapai kesempurnaan dan kebahagiaan hidup, baik secara lahiriah maupun batiniah. Secara lahiriah, laku ajaran Kejawen dapat membantu manusia untuk mencapai kesehatan, kebahagiaan, dan kemakmuran. Sedangkan secara batiniah, laku ajaran Kejawen dapat membantu manusia untuk mencapai kesucian, pencerahan, dan kebijaksanaan.
*****
Filosofi Sangkan Paraning Dumadi
Tubuh manusia
terdiri dari dua unsur, yaitu jasmaniah berupa badan tubuh dan ruhaniah sebagai
isinya.
a. Jasmani sebagai materi
benda diciptakan dari unsur alam, yaitu tanah, air, udara dan api (panas).
Karena asalnya dari bahan sari pati alam, maka kelak jasmani akan kembali ke
alam lagi. Yang tanah kembali kepada tanah, yang udara kembali kepada udara,
yang api kembali kepada api, dan yang air akan menyatu kembali kepada air.
b. Ruh yang didalamnya
terkandung Jiwa, merupakan sesuatu yang tidak berwujud materi, terdiri dari
tiga unsur ruhaniah yaitu akal, nafsu dan hati/perasaan. Dari unsur2 itulah
diri manusia bisa melihat, mendengar, sedih, gembira, marah, benci, cinta, iba,
kasih sayang, berfikir dan sebagainya.
Dalam kitab suci
Al-Qur’an, Allah berfirman: “Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ruh
(ciptaan) Nya ke dalam (tubuh)nya dan Dia menjadikan pendengaran, penglihatan
dan hati bagi kamu”.(Q.S. As-Sajdah, 32: 9).
Ruh atau jiwa tidak
akan bisa hancur seperti jasmani. Ia akan tetap utuh sampai kapanpun. Lantas
kemana kembalinya ruh apabila seseorang telah meninggal dunia? Ilmu Jawa Kuno
mempercayai bahwa bila manusia telah meninggalkan kehidupan dunia maka ruhnya
akan kembali lagi kepada Sang Hyang Widhi, yaitu Tuhan YMK.
Ruh dan jiwa memang
sejatinya hanya milik Allah semata dan Dia-lah yang menjaganya. Hal ini bisa
kita lihat pada kondisi tertidur. Dalam tidur jiwa kita pergi mengembara
meninggalkan jasad, sementara ruh tetap tinggal bersama jasad untuk
menghidupinya. Kemudian jiwa kembali lagi saat kita terbangun.
Jiwa bisa menjadi
kuat dan sehat jika dilatih dan dirawat dengan baik, namun ia juga bisa menjadi
rusak, sakit dan lemah jika tidak dirawat dengan baik. Jiwa bisa mencapai derajat
yang tinggi dan mulia, bisa juga jatuh kederajat yang amat hina, lemah tidak
berdaya.
*****
Sepuluh Filosofi Kejawen.
Dalam ajaran ilmu
falsafah tradisional Jawa kuno, falsafah Sangkan Paraning Dumadi disertai
dengan falsafah hidup lainnya, antara lain :
1. Memayu Hayuning
Bawana, Ambrasta dur Hangkara
Artinya, menebar
kebaikan untuk kemakmuran dunia, memberantas kemungkaran. Maknanya, dalam
kehidupan dunia manusia harus menebarkan kemakmuran (kedamaian dan
kesejahteraan) bagi alam semesta; serta memberantas sifat angkara murka,
serakah dan tamak. Dalam agama Islam, dikenal dengan "Rahmatan lil
alamin" dan "Amar makruf nahi munkar".
2. Urip Iku Urup
Hidup itu nyala,
maksudnya adalah hidup itu haruslah menjadi penerang bagaikan lentera. Maknanya
dalam hidup orang hendaknya memberi manfaat bagi orang lain disekitar kita,
semakin besar manfaat yang bisa kita berikan tentu akan lebih baik. Dalam agama
Islam, Rasulullah bersabda, "khairunnas anfa'uhum linnas", artinya
manusia yang paling baik ialah manusia yang paling bermanfaat bagi manusia yang
lain.
3. Ngunduh Wohing
Pakarti
Artinya, menuai
hasil dari setiap perbuatan, maksudnya bahwa setiap perbuatan (baik atau buruk)
pasti akan mendapat balasan. Maknanya semua orang akan mendapatkan akibat dari
setiap prilakunya sendiri (kebaikan maupun keburukan). Jadi, kita tidak perlu
menyalahkan dan mencari kesalahan orang lain karena bisa saja itu adalah akibat
dari apa yang kita lakukan sendiri. Jadi, kita harus ingat untuk berhati-hati
dalam betindak. Allah SWT berfirman: "Faman ya'mal mitsqaala dzarratin
khairan yarah - Wa man Ya'mal mitsqaala dzarratin syarran yarah" artinya
barangsiapa yang mengerjakan kebaikan atau keburukan, meski sebesar zahrah
(debu/atom) niscaya akan memperoleh balasan (QS. Al-Zalzalah: 7-8)
4. Sugih Tanpa
Bandha, Sekti Tanpa Aji-Aji
Terjemahan
literalnya adalah "kaya tanpa harta kekayaan, sakti/kuat tanpa ajian
mistis". Maknanya bahwa kekayaan batin itu lebih berharga daripada harta
benda, dan kekuatan karakter lebih penting daripada kekuatan fisik. Makna lain
adalah orang kaya itu bukanlah orang yang banyak harta tetapi orang yang kaya
hati atau besar jiwanya. Sedangkan orang bisa menjadi hebat dan kuat itu
tidaklah dengan mantra tetapi dengan ilmu.
5. Ajining raga
saka busana, Ajining diri saka lathi lan budi
Arti literalnya
adalah "Kehormatan raga berasal dari busana, sedangkan kehormatan diri
berasal dari lisan dan prilaku". Maknanya, kehormatan luar seseorang bisa
dilihat dari cara berpakaiannya. Sedangkan kehormatan diri (marwah) dilihat
dari cara berkomunikasi dan moral prilakunya. Cara berpakaian itu menentukan
kehormatan raga dan cara berbicara menunjukkan kehormatan diri seseorang.
Penampilan dan ucapan kita mempengaruhi bagaimana orang bereaksi dan menghargai
kita. Sedangkan kehormatan diri ditentukan oleh bagaimana seseorang berucap dan
budi pekertinya. Dalam agama Islam, Rasulullah bersabda, "Hiyaa Rukum
'Akhaa Sinukum Akhlaaq", Sebaik-baik orang diantara kalian ialah orang yg
baik akhlaknya. (HR. Bukhari & Muslim).
6. Lembah Manah lan
Andhap Asor (tawadhu')
Dalam bahasa jawa
pengertian "lembah manah" dan "andhap asor" mempunyai
pengertian yang mirip, yaitu bersikap rendah hati dan sopan santun. Filosofi
ini bagai pepatah: "Seperti ilmu padi, kian berisi kian merunduk"
artinya: semakin tinggi ilmunya semakin rendah hatinya; kalau sudah pandai
jangan sombong, selalulah rendah hati. Dalam Islam sikap luhur seperti itu
dikenal dengan istilah "tawadhu".
7. Mulat Sarira
Hangrasa Wani
Arti mulat berarti
melihat dan sarira berarti badan, maknanya "introspeksi diri atau
merenungkan diri sendiri". Sedangkan hangrasa berarti merasa, dan wani
berarti berani., maknanya "berani dengan penuh kesadaran". Makna
keseluruhan adalah "berani dengan kesungguhan hati melihat kekurangan
diri". Jadi harus ada keberanian, artinya kesungguhan hati untuk melihat
kekurangan diri. Dalam Bahasa Arab atau khasanah Islam dikenal dengan frase:
muhasabah atau tafakur.
8. Becik ketitik -
Ala ketara
Secara harfiah
dapat diterjemahkan "perbuatan baik akan nampak, dan perbuatan buruk akan
terungkap". Maknanya bahwa perbuatan baik yang meskipun tidak
diperlihatkan atau diketahui orang lain, pada akhirnya pasti akan tampak atau
diketahui orang. Sebaliknya bahwa perbuatan buruk meskipun ditutup-tutupi pada
akhirnya pasti akan tercium atau terungkap. Pesan moralnya adalah tidak usah
pamrih dan jangan berbuat curang, karena semua perbuatan baik atau buruk pada
akhirnya akan ada balasannya.
9. Ngluruk Tanpa
Bala, Menang Tanpa Ngasorake, Landhep tanpa natoni.
Arti literalnya
adalah "Menyerbu tanpa bala bantuan, Memenangkan tanpa merendahkan, dan
Tajam tapi tak melukai". Maknanya, dalam menghadapi lawan, manusia yang
baik adalah yang mampu mengalahkan dengan cara luhur penuh kebajikan. Mereka
mampu melawan sendiri tanpa bantuan kawan atau membawa massa. Dan mampu
memenangkan peperangan tanpa merendahkan atau mempermalukan lawan, bahkan
lawanpun kalah secara terhormat merasa tak terluka.
10. Datan Serik
Lamun Ketaman, Datan Susah Lamun Kelangan
Arti literalnya
adalah "Jangan sakit hati bila tertimpa musibah, dan jangan bersedih bila
kehilangan". Maknanya adalah kita harus senantiasa bersabar dan tegar
menghadapi segala macam musibah, dan pasrahkan segala sesuatunya kepada Allah
karena Tuhan yang mengatutr segala sesuatunya.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar