Jumat, 12 Mei 2017

Sangkan Paraning Dumadi (DK)

Sangkan Paraning Dumadi, merupakan falsafah kepercayaan Kejawen (Jawa Kuno) yang mendalam tentang bagaimana cara manusia menyikapi kehidupan. Sangkan Paraning Dumadi merupakan falsafah utama yang menjadi konsep dasar bagi falsafah lainnya dalam kepercayaan Kejawen.

Dalam bahasa Jawa kuno, “sangkan“ berarti asal muasal, “paran“ adalah tujuan, dan “dumadi“ artinya menjadi, yang menjadikan atau pencipta. Dengan begitu bahwa yang dimaksud Sangkan Paraning Dumadi adalah pengetahuan tentang “Dari mana manusia berasal dan akan kemana ia akan kembali.“

Keberadaan manusia dan alam semesta merupakan ciptaan Sang Hyang Widhi, yaitu Tuhan Pencipta Alam Semesta. Kelak pada akhirnya seluruh alam semesta akan kembali kepada-Nya.

Karena itu, sebagian orang yang mengidentikkan konsep Sangkan Paraning Dumadi dengan ajaran Islam "Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Rojii’un", yang artinya "Sesungguhnya kita adalah milik Allah dan kita akan kembali pula kepada-Nya." Kalimat tersebut biasa diucapka oleh umat Islam apabila mendengar kabar duka cita kematian atau musibah.

Bahwa tujuan hidup manusia adalah memperoleh kehidupan yang bahagia, yaitu kondisi kehidupan yang tenang, tenteram dan damai. Untuk dapat memperoleh kondisi kehidupan yang bahagia itu maka kepercayaan Kejawen mengajarkan agar kita menyatukan atau menyelaraskan jiwa kita dengan "kehendak" Sang Maha Pencipta. Konsep ini dikenal dengan "Manunggaling Kawula Gusti" yang arti harfiahnya adalah "menyatunya jiwa dengan kehendak Tuhan".

Sebagian orang mengatakan konsep manunggaling kawulo Gusti itu dalam khasanah Islam sama dengan Makrifat. Untuk dapat mencapai tingkat Makrifat maka Kejawen mengajarkan berbagai macam "laku", yaitu praktik spiritual yang dilakukan oleh penganut Kejawen. Laku spiritual ajaran kejawen, dalam istilah umum disebut ibadah meliputi: Sembahyang, Semedi, Tirakat, dan Sedekah.

Praktik laku spiritual itu nantinya akan membuahkan hasil yaitu jiwa atau pribadi luhur sesuai kehendak Tuhan, yaitu pribadi yang mempunyai karakter dan sifat-sifat luhur ilahiyah, antara lain: jujur, adil, tanggung-jawab, ikhlas, toleran, peduli, sabar dan syukur.

Pribadi luhur merupakan syarat untuk mencapai kesempurnaan dan kebahagiaan hidup, baik secara lahiriah maupun batiniah. Secara lahiriah, laku ajaran Kejawen dapat membantu manusia untuk mencapai kesehatan, kebahagiaan, dan kemakmuran. Sedangkan secara batiniah, laku ajaran Kejawen dapat membantu manusia untuk mencapai kesucian, pencerahan, dan kebijaksanaan. 

***** 

Filosofi Sangkan Paraning Dumadi

Tubuh manusia terdiri dari dua unsur, yaitu jasmaniah berupa badan tubuh dan ruhaniah sebagai isinya.

a. Jasmani sebagai materi benda diciptakan dari unsur alam, yaitu tanah, air, udara dan api (panas). Karena asalnya dari bahan sari pati alam, maka kelak jasmani akan kembali ke alam lagi. Yang tanah kembali kepada tanah, yang udara kembali kepada udara, yang api kembali kepada api, dan yang air akan menyatu kembali kepada air.

b. Ruh yang didalamnya terkandung Jiwa, merupakan sesuatu yang tidak berwujud materi, terdiri dari tiga unsur ruhaniah yaitu akal, nafsu dan hati/perasaan. Dari unsur2 itulah diri manusia bisa melihat, mendengar, sedih, gembira, marah, benci, cinta, iba, kasih sayang, berfikir dan sebagainya.

Dalam kitab suci Al-Qur’an, Allah berfirman: “Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ruh (ciptaan) Nya ke dalam (tubuh)nya dan Dia menjadikan pendengaran, penglihatan dan hati bagi kamu”.(Q.S. As-Sajdah, 32: 9).

Ruh atau jiwa tidak akan bisa hancur seperti jasmani. Ia akan tetap utuh sampai kapanpun. Lantas kemana kembalinya ruh apabila seseorang telah meninggal dunia? Ilmu Jawa Kuno mempercayai bahwa bila manusia telah meninggalkan kehidupan dunia maka ruhnya akan kembali lagi kepada Sang Hyang Widhi, yaitu Tuhan YMK.

Ruh dan jiwa memang sejatinya hanya milik Allah semata dan Dia-lah yang menjaganya. Hal ini bisa kita lihat pada kondisi tertidur. Dalam tidur jiwa kita pergi mengembara meninggalkan jasad, sementara ruh tetap tinggal bersama jasad untuk menghidupinya. Kemudian jiwa kembali lagi saat kita terbangun.

Jiwa bisa menjadi kuat dan sehat jika dilatih dan dirawat dengan baik, namun ia juga bisa menjadi rusak, sakit dan lemah jika tidak dirawat dengan baik. Jiwa bisa mencapai derajat yang tinggi dan mulia, bisa juga jatuh kederajat yang amat hina, lemah tidak berdaya.

***** 

Sepuluh Filosofi Kejawen.

Dalam ajaran ilmu falsafah tradisional Jawa kuno, falsafah Sangkan Paraning Dumadi disertai dengan falsafah hidup lainnya, antara lain :

1. Memayu Hayuning Bawana, Ambrasta dur Hangkara

Artinya, menebar kebaikan untuk kemakmuran dunia, memberantas kemungkaran. Maknanya, dalam kehidupan dunia manusia harus menebarkan kemakmuran (kedamaian dan kesejahteraan) bagi alam semesta; serta memberantas sifat angkara murka, serakah dan tamak. Dalam agama Islam, dikenal dengan "Rahmatan lil alamin" dan "Amar makruf nahi munkar".

2. Urip Iku Urup

Hidup itu nyala, maksudnya adalah hidup itu haruslah menjadi penerang bagaikan lentera. Maknanya dalam hidup orang hendaknya memberi manfaat bagi orang lain disekitar kita, semakin besar manfaat yang bisa kita berikan tentu akan lebih baik. Dalam agama Islam, Rasulullah bersabda, "khairunnas anfa'uhum linnas", artinya manusia yang paling baik ialah manusia yang paling bermanfaat bagi manusia yang lain.

3. Ngunduh Wohing Pakarti

Artinya, menuai hasil dari setiap perbuatan, maksudnya bahwa setiap perbuatan (baik atau buruk) pasti akan mendapat balasan. Maknanya semua orang akan mendapatkan akibat dari setiap prilakunya sendiri (kebaikan maupun keburukan). Jadi, kita tidak perlu menyalahkan dan mencari kesalahan orang lain karena bisa saja itu adalah akibat dari apa yang kita lakukan sendiri. Jadi, kita harus ingat untuk berhati-hati dalam betindak. Allah SWT berfirman: "Faman ya'mal mitsqaala dzarratin khairan yarah - Wa man Ya'mal mitsqaala dzarratin syarran yarah" artinya barangsiapa yang mengerjakan kebaikan atau keburukan, meski sebesar zahrah (debu/atom) niscaya akan memperoleh balasan (QS. Al-Zalzalah: 7-8)

4. Sugih Tanpa Bandha, Sekti Tanpa Aji-Aji

Terjemahan literalnya adalah "kaya tanpa harta kekayaan, sakti/kuat tanpa ajian mistis". Maknanya bahwa kekayaan batin itu lebih berharga daripada harta benda, dan kekuatan karakter lebih penting daripada kekuatan fisik. Makna lain adalah orang kaya itu bukanlah orang yang banyak harta tetapi orang yang kaya hati atau besar jiwanya. Sedangkan orang bisa menjadi hebat dan kuat itu tidaklah dengan mantra tetapi dengan ilmu.

5. Ajining raga saka busana, Ajining diri saka lathi lan budi

Arti literalnya adalah "Kehormatan raga berasal dari busana, sedangkan kehormatan diri berasal dari lisan dan prilaku". Maknanya, kehormatan luar seseorang bisa dilihat dari cara berpakaiannya. Sedangkan kehormatan diri (marwah) dilihat dari cara berkomunikasi dan moral prilakunya. Cara berpakaian itu menentukan kehormatan raga dan cara berbicara menunjukkan kehormatan diri seseorang. Penampilan dan ucapan kita mempengaruhi bagaimana orang bereaksi dan menghargai kita. Sedangkan kehormatan diri ditentukan oleh bagaimana seseorang berucap dan budi pekertinya. Dalam agama Islam, Rasulullah bersabda, "Hiyaa Rukum 'Akhaa Sinukum Akhlaaq", Sebaik-baik orang diantara kalian ialah orang yg baik akhlaknya. (HR. Bukhari & Muslim).

6. Lembah Manah lan Andhap Asor (tawadhu')

Dalam bahasa jawa pengertian "lembah manah" dan "andhap asor" mempunyai pengertian yang mirip, yaitu bersikap rendah hati dan sopan santun. Filosofi ini bagai pepatah: "Seperti ilmu padi, kian berisi kian merunduk" artinya: semakin tinggi ilmunya semakin rendah hatinya; kalau sudah pandai jangan sombong, selalulah rendah hati. Dalam Islam sikap luhur seperti itu dikenal dengan istilah "tawadhu".

7. Mulat Sarira Hangrasa Wani

Arti mulat berarti melihat dan sarira berarti badan, maknanya "introspeksi diri atau merenungkan diri sendiri". Sedangkan hangrasa berarti merasa, dan wani berarti berani., maknanya "berani dengan penuh kesadaran". Makna keseluruhan adalah "berani dengan kesungguhan hati melihat kekurangan diri". Jadi harus ada keberanian, artinya kesungguhan hati untuk melihat kekurangan diri. Dalam Bahasa Arab atau khasanah Islam dikenal dengan frase: muhasabah atau tafakur.

8. Becik ketitik - Ala ketara

Secara harfiah dapat diterjemahkan "perbuatan baik akan nampak, dan perbuatan buruk akan terungkap". Maknanya bahwa perbuatan baik yang meskipun tidak diperlihatkan atau diketahui orang lain, pada akhirnya pasti akan tampak atau diketahui orang. Sebaliknya bahwa perbuatan buruk meskipun ditutup-tutupi pada akhirnya pasti akan tercium atau terungkap. Pesan moralnya adalah tidak usah pamrih dan jangan berbuat curang, karena semua perbuatan baik atau buruk pada akhirnya akan ada balasannya.

9. Ngluruk Tanpa Bala, Menang Tanpa Ngasorake, Landhep tanpa natoni.

Arti literalnya adalah "Menyerbu tanpa bala bantuan, Memenangkan tanpa merendahkan, dan Tajam tapi tak melukai". Maknanya, dalam menghadapi lawan, manusia yang baik adalah yang mampu mengalahkan dengan cara luhur penuh kebajikan. Mereka mampu melawan sendiri tanpa bantuan kawan atau membawa massa. Dan mampu memenangkan peperangan tanpa merendahkan atau mempermalukan lawan, bahkan lawanpun kalah secara terhormat merasa tak terluka.

10. Datan Serik Lamun Ketaman, Datan Susah Lamun Kelangan

Arti literalnya adalah "Jangan sakit hati bila tertimpa musibah, dan jangan bersedih bila kehilangan". Maknanya adalah kita harus senantiasa bersabar dan tegar menghadapi segala macam musibah, dan pasrahkan segala sesuatunya kepada Allah karena Tuhan yang mengatutr segala sesuatunya.

.

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar