(1)
Agaknya tidak berlebihan belakangan ini, Institusi Polri dan Kapolri
serta jajaran perwira di bawahnya mendapat sorotan tajam terkait *diskriminasi*
perlakuan yang mereka perbuat. Untuk
pendukung Ahok, segala larangan dan aturan undang-undang Unjuk rasa diterabas
dan dibiarkan. Larangan demo lewat jam 18.00 WIB, atau tidak boleh unjuk rasa
di Hari Libur Nasional, dan tidak diperbolehkan melakukan perusakan fasilitas
umum, diabaikan pendukung Ahok dan Polri membiarkan secara sengaja!
(2)
Bahkan Polri mengizinkan massa
ramai-ramai membawa senjata tajam ke
Bandara saat penolakan kedatangan wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah beberapa hari
lalu. Padahal UU membawa Senjata tajam bisa diancam kurungan 6 tahun penjara. Justeru Polri membiarkan dengan seribu alibi
palsunya. Ini jelas tindakan inskonstitusional, dan dimana logika hukum Polri
dalam menindak kelompok kriminal diatas?
(3)
Semua potret dari ragam aksi unjuk rasa dari *barisan pendukung Ahok*,
Polri sepertinya tiarap. Setali tiga uang, Kapolri yang dulunya wajahnya selalu
menghiasai layar kaca dan selalu tampil
garang mengingatkan peserta aksi 411, 212 dan aksi berikutnya untuk
tertib, serta menghimbau agar umat islam mengikuti aturan undang-undang, belakangan
justeru hilang dari depan kamera. Tidak
ketinggaan Kapolda Metro Jaya M.
Iriawan, tidak kelihatan batang hidungnya!
(4)
Bahkan saking sangat
bersemangatnya tahun lalu Polri *mengembosi
aksi umat islam* yang terlihat dari berbagai cara dan dengan alasan yang
dibuat-buat Polri untuk menghambat lajunya pergerakan peserta aksi dari
daerah-daerah. Alasan jembatan rusak, orang
daerah tidak perlu ke Jakarta dan alasan-alasan hantu lainnya!
(5)
Tebang pilih Polri kian menggangga pasca Ahok dihukum 2 tahun penjara. *Barisan pendukung Ahok* terasa amat istimewa
dimata Polri. Mereka boleh melakukan apa saja, dan boleh melanggar hukum
sesukanya tanpa diproses. Teranyar, kasus *Minahasa Merdeka* dari barisan pendukung Ahok sebagai protes
terhadap putusan Hakim. Polri pun
seenaknya mengatakan hal demikian sebagai reaksi spontanitas masyarakat.
Sungguh keterlaluan saat kategori Makar begitu nyata dengan bendera yang berbeda
telah berkibar di Minahasa. Itulah yang makar sebenarnya !
(6)
Seandainya yang melakukan hal serupa adalah umat islam, barangkali, 100
peleton Brimob sudah menyisir pelaku pengibaran dan deklarasi tersebut . Padahal ini jelas sejelas-jelasnya sebagai *tindakan
makar nyata*. Sayangnya Polri diam membisu seribu bahasa. Sungguh memalukan!
(7)
Bandingkan pula ketika sederetan aktivitis 212 yang *ditangkap disubuh
buta*, tanpa mendeklarasikan missal ”Jakarta Merdeka sebagaimana Minahasa
Merdeka”, hanya cuap-cuap kritis dimedia sosial atau Youtube, langsung dituduh
Makar oleh aparat Polri. Sungguh, kasihan, dan betapa lebaynya Polisi India Kita !
(8)
Setelah melalui perenungan dan penerawangan melalui chatting Whatsapp
entah siapa yang membuat, screenshoot ilusi, akhirnya penulis mendapat
inspirasi ilusi sontoloyo, bahwasanya, kerusakan negeri ini karena *berawal
dari Mr P yang mengangkat MR TK menjadi
Kapolri* dengan mekanisme yang tidak semestinya. Ada *kudeta dari istana untuk jabatan Kapolri sekarang!*
(9)
Dapat dikatakan sama, bahwa
tindakan Mr P adalah tindakan tidak
lazim ditubuh Polri. Sepertinya ada niat jahat dan niat busuk sekelompok orang
untuk merusak aparat penegak hukum kita dengan merusak institusi Polri terlebih
dahulu. Akibat dari kudeta Transisi
Jabatan Polri yang tidak lazim itu, berbagai persoalan membahayakan bangsa
bermunculan belakangan. *Polri bermain api* dan nyaris membakar negeri ini
karena ulah tangan sendiri.
(10)
Banyak kasus tidak tertanggani dengan baik bahkan hilang begitu saja.
Kasus yang sedianya dituntaskan Polri pun raib entah kemana. Kasus *mobil terano Aktivis Adian Napitupulu*
di dekat rumah SBY, tidak diproses. Kasus *Iwan Bopeng* yang ingin memenggal kepala TNI, juga raib.
Kasus *Penyiraman air keras ke wajah penyidik KPK*, Novel Baswedan, Polri
sepertinya main petak umpet dan kucing-kucingan. ” Udah belum--udah belum” begitu tuntutan
publik pada aparat baju coklat!
Termasuk yang paling parah, laporan
penistaan yang diperbuat *Nathan warga etnis Thiongha di Surabaya* yang
dilaporkan seseorang, bisa hilang begitu
saja berkasnya. Belum lagi kasus *penyerangan
Tengku Zulkarnain*, wasekjen MUI yang
tidak diproses. Kasus *pembawa Senjata tajam di bandara* menolak wakil
ketua DPR RI, Fahri Hamzah tempo hari juga hilang.
(11)
Kini yang menghebohkan kasus Penghinaan pada ulama dan tindakan Rasis
serta berbau Sara dari *Gubernur kalbar, Cornelis*, Polisi diam saja, padahal
pernyataan provokator sang gubernur dari PDIP itu sangat membahayakan keutuhan
bangsa ! Dimanakah Engkau POLRI kami, kok kalian pada rada sakit gigi semuanya ?!
(12)
Sungguh tidak adil dan tidak bijaksana. Jika sebaliknya kalau ada pelaku
anti pemerintah, langsung kalian tangkap seperti kisah suram TNI dimasa Orde baru dahulu. Misal, *Kasus Bambang Tri*, yang menulis
“Jokowi Under Cover “ juga tidak jelas kemana arahnya. Dia ditahan tanpa proses
hukum yang jelas. *Kasus Muhammad
Khattath*, juga ditangkap, lenyap pula kasusnya.
(13)
Dapat dipahami bahwa rekam jejak buruk Polri menandakan bahwa Polri
bukan lagi sebagai institusi negara yang dapat diharapkan perannya sebagai
penjaga keamanan NKRI, melainkan Polri
telah berubah bermetamersfosis menjadi *eksekutor
penguasa* dan itu sesuai selera penguasa. Tindakan ini jika dibiarkan sangat membahayakan NKRI tercinta.
(14)
Inilah biang dari perpecahan ditengah anak bangsa kalau aparat
keamanannya mulai main mata dengan penista agama atau dengan pelanggar UU. Akibatnya
akan serta merta runtuhlah
wibawa reputasi dan moral aparat kepolisian sebagai aparat penegak kemananan. Orang tidak
percaya pada Polri yang kini semakin menggejala. Bahkan sudah ada tuntutan gerakan 7 Juta
status Fesbuk *“Tidak Percaya Pada
Polri”* sebagaimana gerakan 7 juta
Status Dukungan Untuk HRS.
(15)
Efek dari robohnya harga diri lembaga Polri, akan melahirkan hukum rimba
ditengah masyarakat, dan ini pasti Polri tidak mampu mengantisipasinya. Sangat
berbahaya kedepannya jika itu terjadi. Betapa tidak, jika seluruh daerah bergejolak mendemo kantor
Polres setempat sebagai tanda protes!
Ibarat kebakaran, jika yang terbakar itu hanyalah 10 rumah, bisa
dipadamkan dalam hitungan jam. Bagaimana kalau yang terbakar itu *emosi dari
150 juta umat islam* yang selama ini lebih banyak mengalah, tiba-tiba batas
sabar mereka habis. Ini berbahaya!
(16)
Seandainya 7 juta jiwa peserta aksi 212 itu benar-benar mengamuk akhir
tahun lalu, boleh jadi Jakarta telah rata
dengan tanah! Sebagai pembanding,
kelompok pro Ahok saja jumlahnya lebih kurang 1000 melakukan hal yang sama,
Polri sudah kewalahan menghadapinya ?
(17)
Bersyukur dan berterima kasihlah, aparat POLRI pada umat islam dan pada ulamanya karena
mereka telah ikut menjaga Jakarta tanpa harus ikut berslogan Bhinneka dan
menjaga Pancasila ! Berbeda dengan kelompok sebelah, yang teriaknya kencang
sebagai pembela Pancasila, tetapi omongannya dusta !
(18)
Umat islam sesungguhnya yang terdepan menjaga kebhinnekaan dan terdepan menjaga Pancasila. Tetapi ada yang lempar batu sembunyi tangan
dengan menuduh umat islam intoleran! Sungguh biadab kalian wahai para
pengkhianat bangsa !
(19)
Yang memalukan, mereka yang *mengaku reformis tapi bermental komunis*. Sok pula menuntut merdeka
dari Indonesia setelah sebelumnya kampanye karangan bunga, hingga bakar lilin
sebagai bukti cinta NKRI. dan penjaga Pancasila katanya. Faktanya semuanya
adalah ilusi. Mereka pula yang *merusak nama baik Indonesia di luar negeri*
dengan membawa slogan spanduk pujaan kepada Ahok, bak manusia Setengah Dewa!
(20)
Berkaca dengan keruntuhan moril
dan harga diri Polri, dapat disimpulkan bahwa penyebabnya adalah bermuara pada
peristiwa pengganti Kapolri Badroddin
Haiti yang alumni Akpol 82, seharusnya
digantikan oleh alumni angkatan dibawah
beliau, yakni Akpol 83, *bukan alumni Akpol 87 sekarang*.
(21)
Seharusnya yang jadi Kapolri sekarang itu bukanlah MR TK, melainkan *MR
DP ( Dwi Prayitno)*, ini jebolan Akpol angkatan 1982 dengan Jabatan terakhir
Inspektur pengawasan umum Polri dengan pangkat Komjen. Sedangkan MR TK, alumni
jebolan Akpol 1987, hampir 5 tahun terpaut jaraknya dari MR DP.
(22)
Dibawah MR DP, adalagi, yakni *MR BG(Budi Gunawan)*, yang tempo hari
sempat digadang-gadangkan sebagai Kapolri, akhirnya kandas karena isu tak
sedap. Imbal jasa, MR BG tetap ditunjuk menjabat sebagai kepala BIN. MR BG
sendiri akpol 1983. Artinya terpaut 4 tahun dengan MR TK.
(23)
Dibawah MR BG, adalagi, *MR PEBS ( Putut Eko Bayu Seno)*, dengan jabatan
Kepala Baharkam Polri dengan jabatan Komjen. Ini lulusan Akpol 1984. Lagi-lagi,
3 tahun diatas MR. TK. Dibawahnya lagi,
ada *MR.SA ( Suhardi Alius)*, lulusan Akpol 1985 dengan jabatan sekretaris
utama Lembahas dengan pangkat Komjen. Hanya terpaut 2 tahun diatas MR TK.
Adalagi, *MR. S (Syafrudin)*, sekarang sebagai Wakapolri dan lulusan Akpol
1985. Jabatan sebelum wakapolri adalah sebagai kepala lemdikpol dengan pangkat
Komjen.Terakhir, 2 tahun diatas MR TK, adalah *MR. ADS (Ari Dono Sukmanto)*,
yang menjabat sebagai kabareskrim Polri dengan pangkat terakhir Komjen. Dia
lulusan Akpol 1985.
(24)
Transisi Kapolri dari Badroddin Haiti, lulusan Akpol 82 ke MR TK lulusan
87, telah melompat dan melangkahi 5 tingkat generasi dibawahnya. Artinya *MR TK
melompati 5 tingkat seniornya* ke atas jika berdasarkan angkatan!
(25)
Dari sinilah dapat dinilai bahwa ini merupakan sebuah operasi senyap
yang telah diperhitungkan masak-masak oleh sekelompok orang yang ingin merusak
dan menguasai negeri ini. Hal ini tidak lazim dan membahayakan institusi Polri
yang tadinya memiliki wibawa akhirnya rusak dimata publik karena pemimpinnya
kurang cakap dan tidak berpengalaman.
(26)
Seharusnya Polri menjadi wasit
pertandingan sebuah sepak bola, bukan ikut serta menggiring bola ke gawang lawan dan bersekongkol dengan
kesebelasan lain. Faktanya, POlri
berpihak pada satu kesebelasan dan
menindas kesebelasan lain kalau dilihat berbagai pernyataan dan komentar Mr TK,
selama *menghadapi aksi Umat islam sangat merusak logika dan menyinggung
perasaan umat islam itu sendiri*.
(27)
Tidak satupun komentar MR TK yang memposisikan dirinya sebagai aparat
penegak hukum yang netral. Bahkan kian hancur reputasinya terutama saat
videonya yang *meminta dukungan legitimasi sosial kepada sekelompok orang (mata
sipit) yang katanya Silent Mayority* untuk mendukung aksi kriminaslisasi ulama
ala Polri. Saya sendiri sebagai anak bangsa, sangat geram dengan
tindakan MR TK yang terang-terangan
menjadi *provokator pemecah belah bangsa !*
(28)
Video itu pun memviral di dunia
maya. Sangat memalukan dan memilukan.
Tindakan MR TK ini kian membuat *masyarakat muak kepada institusi POLRI*.
Inilah barangkali kudeta tersukses
ditubuh Polri yang tidak kita sadari dan akhirnya membuka luka demokrasi kita
yang dahulunya sudah dibangun dengan elok di masa SBY dan dimasa presiden sebelumnya
akhirnya hancur berantakan di era Jokowi yang beberapa waktu hilang entah
kemana. Inilah buah dari *satu keputusan
yang salah yang dibuat Mr P dalam memilih MR TK*
(29)
Akibat salah memilih orang dan menyalahi prosedural, akhirnya seseorang yang belum matang dipaksa kan untuk memimpin
institusi Polri. Beginilah hasilnya.
Keputusan MR P dengan menunjuk *perwira yang masak karbitan* ini sama halnya dengan seorang Presiden Mahasiswa
sebuah kampus yang terpilih dengan mengangkat komandan Menwa dari Mahasiswa
Tingkat 2 atau semester 3, Padahal seniornya tahun 4 masih banyak yang layak
dan berpengalaman. Atau sama halnya memilih ketua OSIS di sebuah SMA dari siswa
kelas X atau siswa baru! Sungguh lucu, karena siswa tadi pasti minim pengalaman
dan kurang kematangan dirinya.
(30)
Hemat penulis, penunjukkan MR TK, bukan tanpa alasan, boleh jadi *ada
alasan ideologis dan historis dengan sebuah kelompok tertentu yang hendak
merusak NKRI melalui tangan kekuasan presiden*. Dan itu terbukti. Aparat penegak hukum
berseragam coklatlah yang menjadi musuh demokrasi, musuh massa dan musuh umat
islam. Mereka menterjemahkan UU dan Hukum secara serampangan dan sembarangan! Sekarang, semuanya terbongkar, dan tuduhan
pengamat, MR TK tidak cukup umur untuk memimpin institusi Polri terbukti.
(31)
Wajah Polri sekarang adalah wajah institusi anti konstitusi dan anti
hukum serta institusi “seenak gue” ala MR TK. Kejadian ini kian membuat amarah
massa bisa meledak sejak kasus *rekayasa chat Firza Husen dan HRS* ditambah
dengan *pembubaran HTI* oleh pemerintah.
(32)
Kudeta transisi jabatan Kapolri non tradisi telah berjalan dengan
hasilnya melukai hati anak bangsa. Polri
sebagai penegak hukum yang harus berdiri ditengah, dan netral justeru ikut *memback
up kelompok perusak kebhinnekaan dari kalangan Ahoker*. Polri bahkan memback up
kelompok ini dari belakang dengan berbagai cara dan dengan segala cara.
(33)
Polri kerap pula menjadi Jubir
sekelompok orang sebagaimana gelar perkara Ahok yang dibuat Polri, terlihat
posisi *Kapolri lebih tepat sebagai sebagai jubir atau kuasa hukum Ahok* dengan
argumentasi pembelaan berlebihan seorang aparatur penegak hukum terhadap
seorang tersangka penista Agama! Untuk
kasus Ahok, seorang Kapolri mati-matian berkomentar membela tersangka!?
(34)
Saat Ahok dikiim ke LP Cipinang, pasca putusan Hakim, Polri sepertinya
membiarkan demonstran merusaak pagar dan kemudian *menyusun skenario pemindahan
Ahok ke Mako Brimob*. Sungguh terlalu sandiwara abal-abal Polri ini demi menipu
bangsanya! Polri bahkan bersekongkol dengan ahoker dengan tidak melakukan
apa-apa untuk pelanggar ketertiban umum tersebut.
(35)
Sekarang, kita hendak bertanya, kenapa harus MR TK yang jadi Kapolri
wahai MR P? Kenapa tidak senior MR TK yang jauh lebih matang dan dewasa serta
berpengalaman. Apakah ini kisah suksesi revolusi (kaum kiri) Indonesia dimulai dari Revolusi Jabatan
Kapolri untuk merusak NKRI dan untuk menyingkirkan umat islam serta ada upaya
memecah belah bangsa ?!
(36)
Apakah ini jangan-jangan merupakan *agenda terselubung sebuah kelompok
komunis* yang ikut bermain untuk menguasai Indonesia secara nyata kalau dilihat
dengan sikap anti ulama dan anti umat islam selama ini yang dipertontonkan
Polri?
(37)
Atau Polri telah berubah menjadi lembaga *pengaman kepentingan ASENG* di
republik ini? Atau juga telah menjadi budak dan kaki tangan partai politik
tertentu dengan ambisi karir pribadi dengan mengorbankan nasionalismenya.
(38)
Polri juga disinyalir *tidak berbuat saat lambang palu arit atau komunis
berkeliaran di negeri ini*. Hanya TNI yang pro aktif menangkap pelaku dari
kader-kader komunis gaya baru.
(39)
Polri sepertinya tidak bisa belajar dan bercermin dengan aparat TNI.
Melalui pribadi panglima TNI GN, *nama baik TNI terpatri di dada anak bangsa*.
Tidak ada komentar panglima yang melukai perasaan 7 juta jiwa peserta aksi
damai 212. Tidak ada instruksi aneh, atau tindakan yang melanggar konstitusi.
(40)
Sebaliknya Polri sendiri bahkan melanggar UU unjuk rasa, membatasi hak
berpendapat, menghalang-halangi proses penyampaian aspirasi warga yang hendak
bertandang ke rumah mereka di DPR. Sungguh aneh, Polri ikut terlibat dalam
proses politik penguasa dan merusak demokrasi itu sendiri!
(41)
Kudeta transisi non tradisi sesungguhnya telah merusak institusi Polri
dari dalam dan tentunya Mr P sebagai pihak yang bertanggungjawab akan hal itu. Dengan alasan konstitusi pula kami juga
berhak bertanya, *apakah sekarang ideologi Polri masih Pancasila ?* kalau masih
Pancasila, kenapa Polri justeru sangat anti kepada umat islam ? kenapa Polri sudah seperti kelompok Komunis
yang suka *mencari-cari kesalahan umat islam dan kesalahan ulama?!*
(42)
Atau apakah jangan-jangan Polri telah menjadi pasukan cakrabirawa dengan
ideologinya komunisnya ? Jika Polri
menjadi bagian dari tangan-tangan Komunis, kami pun siap untuk berhadapan
dengan komunis ! Melihat tindakan Polri
yang *paranoid dan islamophobia* menadakan Polri telah keracunan ideologi
komunis.
(43)
Bahkan di salah satu provinsi di Sumatera, seorang perwira POLRI
tega-teganya mengatakan diforum
pertemuan Kementrian Agama bahwa kalau bendera palu arit berkeliaran, tidak
dapat ditindak. Sebaliknya jika bendera Islam
Al Liwa atau Rahyyah yang berrtuliskan kalimat tauhid langsung dirampas
dan dituduh teroris.
(44)
Saking kurang ajarnya, si perwira Polisi tadi seenaknya melarang para
ulama bertakbir dalam forum itu. Ini aparat apaan namanya kalau bukan aparat
berdieologi komunis! Kamipun jadi tahu kemana kiblat Polri dalam bernegara,
yang *condong kepada anti ulama dan agama*. Ingat anti agama dan ulama itu sama
halnya dengan gerakan Komunis , walaupun
Polri sendiri membantah.
(45)
Dan Anda, MR P, harus menjelaskan kepada publik karena *rusaknya negeri
ini, berangkat dari rusaknya POLRI, dan Rusaknya Polri karena ulah MR TK*, yang
menjabat secara tidak lazim. dan otomatis itu ulah anda sendiri yang memilihnya?
Wahai Kompolnas kenapa kalian Diam
dengan transisi non tradisi yang tidak lazim ini ditubuh Polri ? berbicaralah
jangan diam, dengan kesewenang-wenangan Kapolri...atau juga kalian juga
bagian dari rezim pro pendukung PKI ?
> 45 catatan ringan seorang mantan demonstran
*************
Tidak ada komentar:
Posting Komentar