Rabu, 14 Februari 2018

Akar Permasalahan Bangsa

Berbagai permasalahan tengah melanda masyarakat bangsa ini, mulai dari bencana banjir, pengannguran, kemiskinan, kriminalitas, genk motor, predator anak, penggusuran, narkoba, korupsi, konflik horisontal hingga terorisme.  

Para pakar dan ahli telah banyak mengupas masalah itu dengan sudut pandang yang beragam.  Hemat penulis, berbagai persoalan yang tengah dihadapi oleh bangsa saat ini disebabkan oleh lima akar permasalahan. Akar permasalahan tersebut harus segera dicarikan solusi oleh segenap komponen bangsa, agar tidak merembet pada berbagai permasalahan lain yang akan semakin sulit diatasi. 
 
Kelima akar permasalahan itu adalah sistem demokrasi, kesenjangan sosial, pemberantasan korupsi, sistem pendidikan dan pertumbuhan penduduk. 

1. Demokrasi berjalan sangat liberal.

Demokrasi kita berjalan sangat liberal dan tidak terarah untuk kepentingan masyarakat luas.  Sistem pemilihan secara langsung oleh rakyat cenderung menghasilkan wakil rakyat (parlemen) dan pemimpin pemerintahan  yang terpilih karena popularitasnya, bukan kompetensi dan kridibilitasnya.  Hasilnya, para anggota parlemen lebih sibuk mengurus kepentingan partai dan pribadi daripada kepentingan masyarakat luas. Banyak undang-undang yang diperlukan, diperbaiki atau diganti tidak mendapatkan prioritas pembahasan dan perhatian yang serius. Parlemen bergerak hanya sekedarnya atau setelah ada desakan yang kuat dari masyarakat melalui unjuk rasa dan opini yang berkembang di media massa.

Selain itu, hanya sedikit Kepala Daerah yang benar-benar bekerja untuk rakyat dan memajukan daerahnya, selebihnya hanya memikirkan pribadi dan golongannya. Bahkan sudah demikian banyak Kepala Daerah yang tersangkut masalah hukum khususnya kasus korupsi. Menurut data ICW, sejak KPK didirikan tahun 2003 hingga saat ini sudah 392 Kepala Daerah (dari 549 Prov/Kab/Kodya) telah menjadi terpidana dan terdakwa kasus korupsi. 

2. Ketidakadilan dan kesenjangan sosial yang semakin tajam.

Pembagian hasil pembangunan tidak dirasakan oleh sebagian besar masyarakat, tapi lebih banyak oleh sekelompok elit tertentu. Pembangunan infrastruktur lebih banyak dinikmati oleh masyarakat kelas menengah keatas, sementara masyarakat bawah sebagai penonton pembangunan. Akibatnya timbul ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial. Orang kaya semakin kaya, sementara orang miskin semakin sulit mendapatkan kehidupan yang layak.  Ketidakadilan dan kesenjangan sosial akan memicu terjadinya gejolak sosial dan konflik horizontal yang menjadi sumber kehancuran sebuah bangsa. 

Keadilan adalah kunci sukses sebuah negara-bangsa.  Ali bin Abi Thalib pernah berkata:  ”Dunia, kekuasaan, negara, bisa berdiri tegak dengan keadilan meskipun ma’a al-kufri (bersama orang kafir) dan negara itu akan hancur dengan kezaliman meskipun ma’a al-muslimin (bersama orang-orang muslimin)”. Dan Imam Al-Ghazali juga berkata: “Negara/kerajaan bisa bertahan langgeng meskipun dengan kekufuran, tapi tak bisa langgeng dengan kezaliman (ketidak adilan)

Ketimpangan kekayaan antara orang kaya dan miskin di Indonesia termasuk paling buruk di dunia. Bank Dunia mencatat, tingkat ketimpangan kesejahteraan hidup orang Indonesia semakin tinggi dalam 15 tahun terakhir. Laju tingkat ketimpangannya pun paling cepat di antara negara-negara di kawasan Asia Timur.  Melebarnya ketimpangan kesejahteraan tecermin dari terpusatnya akumulasi kekayaan pada minoritas penduduk Indonesia. Kondisi ini bisa menimbulkan dampak negatif berupa perlambatan pertumbuhan ekonomi dan potensi konflik sosial.

Berdasarkan survei lembaga keuangan Swiss, Credit Suisse, 10 persen orang kaya menguasai sekitar 77 persen dari seluruh kekayaan aset dan keuangan di negara ini. Kalau dipersempit lagi, 1 persen orang terkaya di Indonesia menguasai 49,3 persen kekayaan nasional .  Bisa dibayangkan,  segelintir (1 persen) orang terkaya di Indonesia menghimpun separuh total aset negara ini.

3. Pemberantasan Korupsi yang tidak serius

Kasus korupsi di negeri kita terus terjadi dan bahkan bertambah dari tahun ke tahun, seolah para pelaku tidak ada jeranya. Padahal korupsi bukan sekedar merugikan negara secara ekonomi, tetapi lebih parah lagi adalah merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Melihat kenyataan ini pemerintah dinilai tidak serius dalam memberantas korupsi. Meski memperkuat KPK, upaya itu dipandang tidak akan bisa optimal.

Sejauh ini KPK hanya berhasil menangkap tidak lebih dari 5 % pelaku korupsi, selebihnya dengan modus yang tidak dijangkau KPK mereka berhasil menikmati hasil korupsi. Buktinya, begitu banyak pejabat negara dan pegawai negeri kita yang mempunyai rekening gendut alias harta kekayaannya tidak sebanding dengan kemungkinan penghasilan dari jabatannya.

Kalau mau serius memberantas korupsi, semetinya negeri ini memberlakukan Asas Pembuktian Terbalik (Burden Shifting of Proof Principle) seperti yang telah dilakukan oleh Malaysia, Singapura dan Hongkong.  Sistem pembuktian terbalik dinilai sangat efektif mencegah korupsi, karena beban pembuktian tidak lagi berada pada aparat pengak hukum, tetapi beban pembuktian dibebankan kepada terlapor dalam hal ini para pejabat yang dilaporkan oleh masyarakat kepada aparat penegak hukum bahwa ia diduga telah melakukan tindak pidana korupsi.

Malaysia telah memberlakukan Sistem Pembuktian Terbalik terhadap semua pejabat negara dan pegawai negeri yang dicurigai harta kekayaannya jauh melampoi kemungkinan penghasilan dari jabatannya.  Meski Lembaga Anti Rasuah (KPK Malaysia) tidak pernah terdengar melakukan OTT (operasi tangkap tangan) terhadap terduga korupsi, namun negeri ini terbilang sukses menekan kejahan korupsi.   Menurut survei Lembaga Transparency International (TI)  tingkat  indeks persepsi korupsi Malaysia naik ke peringkat 49, jauh lebih baik ketimbang Indonesia yang berada di peringkat 90 dunia.

4. Kesalahan Sistem Pendidikan

Hasil survei yang dilakukan oleh  United Nations Development Programme (UNDP) bahwa  Indeks Pembangunan Manusia  (IPM) Indonesia masuk kategori sangat rendah di dunia, berada di peringkat 113 dari 188 negara di dunia, dengan nilai sebesar 0,689.  IPM merupakan indikator penting untuk mengukur keberhasilan sebuah negara dalam upaya membangun kualitas hidup manusia.  Ironis…, negara dengan sumber kekayaan alam melimpah didukung sumber daya manusia dengan intelektualitas tinggi namun kualitas hidup bangsanya begitu memprihatinkan. 

Menurut Munif Chatib, seorang praktisi pendidikan humanis, bahwa rendahnya kualitas hidup bangsa Indonesia disebabkan karena “kesalahan” sistem pendidikan kita.  Pola dan metode pendidikan yang tidak tepat, ditambah dengan kurikulum padat dan melelahkan menjadikan pelajar kita seperti robot. Kurikulum kita berorientasi pada kemampuan kognitif dan  mengabaikan kemampuan afektif maupun psikomotoris. Padahal negara2 maju telah menerapkan pola Multiple Intelligence (kecerdaan majemuk), yang lebih berorientasi pada aspek afektif dan psikomotoris. Salah satu contoh adalah Finlandia, sistem pendidikannya dinilai terbaik di dunia.

Sejak dari dulu (meskipun kurikulum sering berganti-ganti seiring dengan pergantian kebijakan menteri pendidikan), kurikulum pendidikan di Indonesia selalu berorientasi pada aspek kognitif (kemampuan berfikir dan mengingat), dengan mengecilkan aspek afektif (sikap mental, moralitas, dan nilai), dan aspek psikomotoris (ketrampilan, karya, produktifitas, dsb).   Hal ini berbeda dengan sistem pendidikan di negara-negara maju  yang titik berat kurikulumnya justru pada aspek afektif dan psikomotorik, bukan aspek kognitif.

Sistem pendidikan di Indonesia memaksa siswa belajar sesuai kurikulum yang begitu padat dan melelahkan,  sehingga menjadikan pelajar kita seperti robot. Padahal pelajar adalah manusia dengan potensi yang berbeda satu sama lain. Masing-masing mempunyai kelebihan di satu sisi, dan kekurangan di sisi yang lain.

Sejumlah materi pelajaran pada kurikulum SMP/SMA dinilai masih banyak yang tidak memberi manfaat dikemudian hari. Apalagi materi itu (matematika, fisika, kimia, biologi, dsb) cukup susah dan dianggap sebagai materi utama.  Apa tujuan dan manfaat belajar logaritma, integral, menghafal unsur kimia, dan nama sendi anatomi tubuh ?  90 persen lulusan pelajar kita merasa materi-materi tersebut tidak bermanfaat baginya, kecuali bagi sebagian kecil yang melanjutkan kuliah atau bekerja sesuai bidang yang spesifik.  

Penyusun kurikulum pendidikan kita terpaku pada Output (hasil keluaran), tetapi tidak memperhatikan Outcome (dampak jangka panjang berupa manfaat atau harapan yang diinginkan).  Anak didik kita tidak dibekali dengan ketrampilan yang memadai sehingga bisa berkarya dan produktif. Mereka kurang mendapat pembekalan nilai-nilai moralitas dan integritas. Maka tidak heran jika banyak pejabat kita yang korup.

5. Pertumbuhan Penduduk tak Terkendali.

Data dari BKKBN menunjukkan rata-rata Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) negeri kita masih tergolong tinggi mencapai 1,49% per tahun, yang berarti setiap tahunnya populasi penduduk Indonesia bertambah sekitar 4,5 juta (hampir sama dengan jumlah penduduk Singapura). Padahal idealnya pertumbuhan penduduk kita 0,5 – 1,0 persen. Hal ini mengindikasikan pemerintah tidak mampu mengendalikan pertumbuhan penduduk, yang berpotensi terjadi ledakan penduduk di masa mendatang.  Ledakan penduduk adalah salah satu ancaman paling serius bagi suatu bangsa.

Para ahli demografi mengemukakan bahwa peningkatan jumlah penduduk berpengaruh terhadap (1) berkurangnya lahan perumahan dan pertanian, (2) berkurangnya ketersediaan pangan, serta (3) meningkatnya jumlah pengangguran dan kemiskinan. Tingginya angka kemiskinan berpotensi menimbulkan terjadinya kriminalitas dan gejolak sosial.  Berbagai hasil pembangunan yang dicapai akan sia-sia apabila tidak dibarengi dengan keseimbangan populasi penduduk. Suatu wilayah yang mempunyai kepadatan penduduk tinggi selalu mempunyai berbagai permasalahan sosial yang membuat kenyamanan hidup masyarakat terganggu.


Kelima permasalahan tersebut yang menjadi akar dari berbagai permasalahan yang melanda bangsa ini harus segera dicarikan solusi oleh segenap komponen bangsa.  Kalau tidak, tentu akan menjalar pada berbagai permasalahan lain yang akan semakin sulit diatasi.  Semoga bangsa ini dapat mengatasi berbagai permasalahan yang ada. Amin


&&&&

Resume :


LIMA AKAR PERMASALAHAN BANGSA
 1.  Demokrasi berjalan sangat liberal.
·         Demokrasi tidak terarah untuk kepentingan masyarakat luas.  
·         Sistem pemilihan secara langsung cenderung menghasilkan parlemen dan pemimpin terpilih karena popularitasnya, bukan kompetensi dan kridibilitasnya.
·         Sedikit Kepala Daerah yang benar-benar bekerja untuk rakyat dan memajukan daerahnya
·         Data ICW, sejak KPK didirikan tahun 2003 hingga saat ini sudah 392 Kepala Daerah (dari 549 Prov/Kab/Kodya) telah menjadi terpidana dan terdakwa kasus korupsi.

2.  Ketidak-adilan dan kesenjangan sosial makin tajam
·         Pembagian hasil pembangunan tidak dirasakan oleh sebagian besar masyarakat
·         Pembangunan infrastruktur lebih banyak dinikmati oleh masyarakat kelas menengah keatas.
·         Ketimpangan kekayaan antara orang kaya dan miskin di Indonesia termasuk paling buruk di dunia.  BPS : Indek gini ratio Indonesia 0,397.
·         Survei lembaga keuangan Swiss, Credit Suisse, 1 persen orang terkaya di Indonesia menguasai 49,3 persen kekayaan nasional .  

3.  Pemberantasan korupsi tidak serius.
·         KPK hanya berhasil menangkap tidak lebih dari 5 % pelaku korupsi, selebihnya dengan modus yang tidak dijangkau KPK mereka berhasil menikmati hasil korupsi.
·         Pejabat negara dan pegawai negeri mempunyai rekening gendut
·         Pemberlakukan Asas Pembuktian Terbalik (Burden Shifting of Proof Principle) seperti yang telah dilakukan oleh Malaysia, Singapura dan Hongkong.  
·         Survei Lembaga Transparency International (TI)  : Tingkat  indeks persepsi korupsi Indonesia yang berada di peringkat 90 dunia.

4. Kesalahan Sistem Pendidikan
·         Survei UNDP : Indeks Pembangunan Manusia  (IPM) Indonesia masuk kategori sangat rendah di dunia, berada di peringkat 113 dari 188 negara di dunia. IPM mrpk indikator mengukur keberhasilan negara dalam membangun kualitas hidup manusia.
·         Rendahnya kualitas hidup bangsa Indonesia karena "kesalahan" sistem pendidikan kita.
·         Pola dan metode pendidikan tidak tepat, kurikulum padat dan melelahkan menjadikan pelajar kita seperti robot.
·         Kurikulum kita berorientasi pada kemampuan kognitif dan  mengabaikan kemampuan afektif maupun psikomotoris.
·         Negara2 maju menerapkan pola Multiple Intelligence (kecerdaan majemuk), yang lebih berorientasi pada aspek afektif dan psikomotoris (Finlandia, sistem pendidikannya dinilai terbaik di dunia).
·         Konten pada bbrp pelajaran dinilai masih banyak yang tidak memberi manfaat dikemudian hari (matematika, fisika, kimia, biologi, dsb).  
·         Apa tujuan dan manfaat belajar logaritma, integral, menghafal unsur kimia, dan nama sendi anatomi tubuh ?
·         Penyusun kurikulum terpaku pada Output , tetapi tidak memperhatikan Outcome .
·         Anak didik kita tidak dibekali dengan ketrampilan yang memadai sehingga bisa berkarya dan produktif. Mereka kurang mendapat pembekalan nilai-nilai moralitas dan integritas.

5. Pertumbuhan Penduduk tak Terkendali
·         BKKBN : Rata-rata LPP tergolong tinggi mencapai 1,49% per tahun (idealnya 0,5 persen)
·         Setiap tahun penduduk Indonesia bertambah sekitar 4,5 juta (= penduduk Singapura).
·         Pemerintah tak mampu kendalikan pertumbuhan penduduk, berpotensi terjadi ledakan penduduk.  Ledakan penduduk adalah salah satu ancaman paling serius bagi suatu bangsa.
·         Peningkatan jumlah penduduk berpengaruh : (1) berkurangnya lahan perumahan dan pertanian, (2) berkurangnya ketersediaan pangan, serta (3) meningkatnya jumlah pengangguran dan kemiskinan.
·         Tingginya angka kemiskinan berpotensi menimbulkan terjadinya kriminalitas dan gejolak sosial.

1 komentar: