Rabu, 04 September 2019

Mengapa dalam islam berhubungan intim dengan budak di"izin"kan?

MuslimNetizen.com - Pertanyaan diatas sering kali digunakan para non-Muslim untuk menistakan agama Allah Subhanahu Wa Ta’ala ini. Mereka beranggapan Berhubungan Seks dengan Budak(hamba sahaya) di-"HALAL"-kan dalam Islam, bahkan termasuk dalam Syariat Islam.
Perlu diketahui sebelumnya, bahwa Perbudakan terjadi diseluruh dunia dan di sepanjang masa, termasuk juga di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan berabad-abad setelahnya, Perbudakan menjadi salah satu isu pemicu perang Saudara di Amerika Serikat.
PERBUDAKANn dan KHAMR merupakan tradisi orang-orang ARAB, yang merupakan wilayah terburuk di zaman jahiliyyah. Mereka beranggapan bahwa budak adalah properti, merupakan sumber kekuatan ekonomi yang dapat diperjual belikan dan dapat diperlakukan seenaknya, termasuk dalam berhubungan seks.
Di masa itu, perzinahan (dengan siapapun tak hanya budak), khamr, menyembah berhala dan kegiatan maksiat lainnya merupakan hal umum yang biasa terjadi dan sudah menjadi tradisi.
Sebagian Ulama berpendapat, itulah alasan mengapa Allah Subhanahu Wa Ta’ala kerap menurunkan para Rasul dan Nabi-Nya di daerah tersebut (jazirah Arab).
Hal ini dimaksudkan untuk memperbaiki akhlak dan iman manusia di zaman jahiliyyah itu. Islam pada akhirnya diturunkan untuk memperbaiki kemaksiatan-kemaksiatan yang terjadi. Dilakukan secara bertahap agar dapat dipahami oleh para kaum jahiliyyah tersebut.
Pahami melalui Sejarah Islam, perbaikan demi perbaikan diturunkan Allah Subhanahu Wa Ta’alakepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sesuai dengan peristiwa maupun kejadian tertentu agar lebih melekat untuk diingat dan di imani. Pernah dikisahkan; setelah Perang Badar, para pejuang merayakan kemenangan dengan meminum Khamr yang merupakan tradisi Arab dimasa itu.
Di saat itulah Allah Subhanahu Wa Ta’ala menurunkan ayat tentang Khamr dimulai secara perlahan melalui QS. Al-Baqarah : 219 sampai akhirnya diturunkan pelarangan total / Haramnya Khamr yang terdapat pada QS. Al-Maidah : 90-91.
Kembali pada topik pembicaraan diatas, mari Kita simak penjelasan berikut ini agar lebih detail lagi.
.: ARGUMEN non-MUSLIM :.
"Dalam Qur’an, tuhannya Muhammad menghalalkan untuk berhubungan seks dengan budak-budak wanita."
QS 23: 5-6; dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.
QS 4:24; dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu.
QS 33:50; Hai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu isteri-isterimu yang telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu
QS 4:3; Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.
Pertanyaan Pertama; Kata kunci nya adalah BUDAK. Kenapa Tuhan memperbolehkan umat Islam menggauli BUDAK, padahal budak tersebut belum menjadi istri?
Pertanyaan Kedua; Bukankah Islam melarang perzinahan? Kan menyetubuhi budak termasuk berzina?
.: JAWABAN PERTANYAAN PERTAMA :.
Memang sekilas agak rancu, manakala kita melihat 2 pertanyaan diatas. Agak terasa ambigu, soalnya di satu sisi Islam menentang perbudakan, tapi di sisi lain, kok malah dihalalkan 'menikmati' budak?
Tapi kalau kita dekati masalahnya, mungkin bisa akan semakin jelas. Ada beberapa hal yang perlu kita jadikan bahan pemikiran dalam masalah ini.
Pertama; bahwa perbudakan bukan produk agama Islam. Sebaliknya, ketika Islam diturunkan pertama kali, perbudakan sudah menjadi pola hidup seluruh umat manusia. Bukan hanya di tanah Arab saja, tetapi nyaris di semua peradaban manusia, pasti ada perbudakan.
Kedua; perbudakan bukan semata-mata penindasan manusia atas manusia, tapi di sisi lain, perbudakan adalah bagian utuh dari dari sendi dasar perekonomian suatu bangsa. Sehingga menghilangkan perbudakan berarti meruntuhkan sendi-sendi dasar perekonomian.
Ketiga; perbudakan juga sudah diakui oleh hukum yang positif dan dibenarkan oleh undang-undang semua peradaban manusia. Memiliki budak, menjual, menukar dan mempertaruhkannya, adalah tindakan yang sesuai dengan hukum yang berlaku secara universal.
Maka budak yang melarikan diri dari tuannya, tidak bisa begitu saja dibebaskan oleh orang lain. Secara hukum, mengambil budak yang lari dari tuannya adalah tindakan melawan hukum. Membebaskan budak dengan tebusan adalah satu-satunya jalan yang dibenarkan saat itu.
Keempat; adanya hukum positif semua bangsa tentang budak termasuk juga keabsahan untuk menyetubuhi budak perempuan. Ini merupakan bagian dari aturan yang diakui oleh semua bangsa yang hidup di masa itu. Bukan hal yang aneh atau melanggar hukum.
Islam Diturunkan untuk Menghilangkan Perbudakan
"Tetapi dia tiada menempuh jalan yang mendaki lagi sukar. Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (yaitu) MELEPASKAN PERBUDAKAN (hamba sahaya)."
[QS. Al Balad (90) : 11-13]
Nah, di tengah kondisi nyata seperti inilah Islam diturunkan di negeri Arab pertama kali. Karena tujuan akhir memang menghilangkan sistem perbudakan di muka bumi, maka Islam secara khas memang memiliki ciri, yaitu melakukan perubahan secara berangsur-angsur tapi pasti.
Misalnya tentang penghapusan khamr, awal ayat yang pertama kali turun sama sekali tidak mengharamkan khamr, ayat yang kedua juga sama sekali tidak mengharamkannya. Baru pada ayat yang ketiga, ada sedikit larangan, yaitu saat menjelang Sholat. Akhirnya pada ayat ke empat, khamr diharamkan sama sekali.
Demikian juga dengan proses penghapusan perbudakan, adalah sah bila juga ada proses yang harus dilalui. Apalagi perbudakan itu terkait dengan sendi-sendi ekonomi suatu bangsa, tentu waktu yang dibutuhkan jauh lebih lama.
Bayangkan bila harga seorang budak 100 dinar, sebagaimana salah satu riwayat menyebutkan tentang harga Bilal saat dibebaskan. Padahal kita tahu bahwa satu dinar emas itu senilai dengan harga seekor kambing.
Kalau seekor kambing seharga sejuta rupiah, berarti seorang budak seharga 100 juta rupiah. Bayangkan kalau satu orang tuan di Mekkah memiliki 100 budak, maka nilai assetnya 10 milyar.
Kalau tiba-tiba budak dihapuskan dalam satu ketukan palu, maka jelas sekali ekonomi akan goncang dan runtuh. Tentu saja Islam tidak akan meruntuhkan sendi-sendi ekonomi suatu bangsa. Yang dilakukan adalah penghapusan budak secara bertahap. 

Ada banyak pintu untuk membebaskan budak, antara lain:
Pintu Pertama; lewat hukuman atau kaffarah atau denda. Seseorang yang melakukan suatu dosa tertentu, ada pilihan denda yaitu membebaskan budak. Misalnya, melakukan hubungan suami isteri siang hari di bulan Ramadhan.
Pintu Kedua; adalah lewat mukatab, yaitu seorang budak harus diberi hak untuk membebaskan dirinya dengan angsuran, di mana uangnya didapat dari 8 ashnaf zakat.
Pintu Ketiga; lewat sedekah atau tabarru'. Seseorang tidak melakukan dosa, tapi dia ingin punya amal ibadah yang sangat bernilai di sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala, maka dia pun membebaskan budak miliknya, atau membeli budak milik orang lain untuk dibebaskan / merdeka-kan.
Pintu Keempat; Islam menetapkan bahwa semua budak yang dinikahi oleh orang merdeka (bukan budak), maka anaknya pasti menjadi orang merdeka. Sehingga secara nashab, perbudakan akan hilang dengan sendirinya.
Itulah salah satu rahasia mengapa menikahi atau menyetubuhi budak sendiri dibenarkan dalam Islam, jawabnya karena anak yang akan lahir dari rahim wanita itu akan menjadi orang yang merdeka. Tanpa harus kehilangan hak atas nilai asset yang dimiliki secara langsung.
Dan masih banyak lagi pintu-pintu lain yang bisa dimanfaatkan untuk mengantarkan para budak menemui kebebasannya.
Pada intinya, perbudakan bisa dihapuskan secara sistematis, namun tidak ada orang yang dirugikan secara finansial. Dan sendi-sendi ekonomi tidak akan rusak atau runtuh.
Dalam banyak ayatnya, Al-Qur'an memang memperbolehkan laki-laki untuk menyetubuhi budaknya sendiri. Tetapi bukan budak orang lain, dengan tujuan untuk menghilangkan perbudakan dari muka bumi ini. Dan budak / hamba sahaya bukan merupakan seseorang yang hina melainkan dimuliakan dan dilindungi.
"Dan orang-orang yang tidak mampu menikah hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sampai Allah memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya.

Dan jika hamba sahaya yang kamu miliki menginginkan perjanjian (kebebasan), hendaklah kamu buat perjanjian kepada mereka[1] jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu.

Dan janganlah kamu paksa hamba sahaya perempuanmu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri menginginkan kesucian,[2] karena kamu hendak mencari keuntungan kehidupan duniawi. Barangsiapa memaksa mereka, maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang (kepada mereka) setelah mereka dipaksa." [QS.An-Nur (24) : 33]
[1] maksudnya adalah salah satu cara dalam agama Islam untuk menghilangkan perbudakan, yaitu seorang hamba boleh meminta pada tuannya untuk dimerdekakan, dengan perjanjian bahwa budak itu akan membayar sejumlah uang yang telah ditentukan.Pemilik budak itu hendaklah menerima perjanjian itu kalau budak itu menurut penglihatannya sanggup melunasi perjanjian itu dengan harta yang halal. Bahkan dianjurkan untuk berbagi harta / bersedekah kepada budak (hamba sahaya).
[2] sangat dilarang untuk memaksa hamba sahaya (budak) berzina dalam pelacuran, dan bahkan Allah mengampuni perbuatan zina tersebut bila mereka (budak) telah dipaksa oleh majikannya.
 "Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu.[3]

Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu.

Mereka mengajak ke Neraka, sedangkan Allah mengajak ke Surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran." [QS. Al-Baqarah (2) : 221]
[3] maksudnya adalah sebaik-baiknya pasangan hidup adalah mereka yang beriman kepada Allah, walaupun ia seorang budak (hamba sahaya). Dibandingkan dengan seseorang yang merdeka namun musyrik, tidak beriman kepada Allah Subhanahu Wa Ta’alaDengan menikah dan memiliki keturunan maka status budak itu akan menghilang dengan sendirinya sampai kepada generasi keturunan selanjutnya.
 "Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, (yaitu) orang yang khusyuk dalam Sholatnya, dan orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna, dan orang yang menunaikan zakat,
dan orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki[4]; maka sesungguhnya mereka tidak tercela.
Tetapi barang siapa mencari di balik itu (zina, dsb)[4], maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas." [QS. Al-Mu'minun (23) : 1-7]
[4] maksudnya adalah seorang lelaki diperbolehkan untuk bersetubuh dengan hamba sahaya (budak-nya) selain dengan isterinya; dengan catatan bila mendapat keturunan dari budak tersebut maka status budak itu akan hilang termasuk seluruh generasi keturunan berikutnya.Seperti penjelasan sebelumnya, hal ini semata-mata untuk menghilangkan perbudakan di muka bumi. Dan itu (bersetubuh dengan budak) lebih baik daripada berzina dengan orang lain ataupun sesama jenis (LGBT saat ini).Harap diingat bahwa di masa itu masih merupakan zaman jahiliyah dimana perbuatan-perbuatan maksiat tersebut masih di anggap biasa dan telah menjadi tradisi.
 "Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki maka sesungguhnya mereka tidak tercela." [QS. Al-Ma`arij (70) : 29-30]
 "Wahai Nabi! Sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu istri-istrimu yang telah engkau berikan mas kawin-nya dan hamba sahaya yang engkau miliki, termasuk apa yang engkau peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu..." [QS. Al-'Ahzab (33) : 50]
 "Dan barangsiapa di antara kamu tidak mempunyai biaya untuk menikahi perempuan merdeka yang beriman, maka (dihalalkan menikahi perempuan) yang beriman dari hamba sahaya yang kamu miliki. Allah mengetahui keimananmu.

Sebagian dari kamu adalah dari sebagian yang lain (sama-sama keturunan Adam-Hawa), karena itu nikahilah mereka dengan izin tuannya dan berilah mereka mas kawin yang pantas, karena mereka adalah perempuan-perempuan yang memelihara diri, bukan pezina dan bukan (pula) perempuan yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya..." [QS. An-Nisa' (4) : 25]
Sesuai dengan ruh Islam yang datang dengan tujuan kebaikan bagi seluruh alam, salah satunya, membebaskan perbudakan di atas bumi ini. Dengan menganjurkan kepada para tuan untuk mengawini budaknya sehingga secara otomatis terbebas dari perbudakan.
Akan menjadi suatu kesalahan yang besar apabila kita hanya membaca beberapa ayat dan bahkan sepotong-sepotong tanpa memperhatikan apakah ada ayat lain yang merujuk pada penjelasan tentang hal dimaksud terlebih lagi tidak melihat penjelasan dari beberapa Hadits.
Kembali pada argumen, selain mengutip [QS. Al-Mu'minun (23) : 5-6] dan [QS. An-Nisa' (4) : 24], coba anda perhatikan ayat lainnya yang menjelaskan tentang hal ini seperti dikutip diatas, [QS. An-Nisa'(4) : 25].
Perhatikan bahwa dalam ayat tersebut memuat sebuah pernyataan bahwa diharamkan menggauli budak-budak tersebut tanpa ada ikatan perkawinan / pernikahan. Selanjutnya bisa anda maknai sendiri.
Kemudian ditegaskan lagi dalam [QS.An-Nur (24) : 33] seperti dikutip diatas; jangankan melakukan perzinahan, mau mengawini-nya pun tetap saja kita harus menghargai dan menjaga kehormatan mereka, ketika mereka menginginkan sebuah perjanjian kita harus menerima perjanjian itu, dan selain itu kita juga diharamkan memaksa mereka untuk melakukan pelacuran.
Jadi, jelas sudah semuanya, bahwa tidak ada unsur perzinahan dalam hal ini. dan ketika budak tersebut menginginkan perjanjian atas perkawinan yang kita inginkan, disini menjelaskan bahwa tidak ada unsur pemaksaan pula dalam hal itu.
Menyetubuhi Hamba Sahaya (Budak) adalah Sebuah Kerendahan. Mungkin sebagian orang berpikir, "Wah enak juga ya punya budak, bisa menyetubuhi tanpa dinikahi.."
Bila memang seperti itu, berarti Islam itu tidak adil, di satu sisi menyatakan mau membebaskan perbudakan, akan tetapi di ayat Al-Qur'an kok malah dibolehkan menyetubuhi budak..?!
Padahal sesungguhnya yang terjadi tidak demikian. Terutama untuk bangsa Arab di masa lalu yang sangat menjunjung tinggi nilai dari seorang isteri.
Sudah menjadi adat dan tradisi bagi bangsa itu untuk menikah dengan wanita terhormat. Dan untuk itu, secara finansial mereka punya level bargainingyang tinggi. Laki-laki arab tidak segan-segan untuk menggelontorkan seluruh hartanya demi untuk membayar mahar (mas kawin) yang sedemikian mahal.
Semakin tinggi nilai dan derajat seorang wanita yang akan dinikahi, maka semakin mahal nilai maharnya. Dan semakin naik pula gengsi si laki-laki yang menikahinya. Dan urusan gengsi ini menjadi ukuran status sosial yang punya kedudukan tersendiri.
Mereka yang menikah dengan wanita bermahar murah, biasanya langsung mengalami penurunan IHD (Indeks Harga Diri). Minimal sedikit terkucil dari pergaulan. Hanya karena menikah dengan wanita yang nilai maharnya agak rendah.
Sebab kemurahan nilai mahar sedikit banyak menggambarkan status dan derajat keluarga si wanita. Dan buat bangsa arab saat itu, menikahi wanita yang maharnya murah akan sangat menjatuhkan gengsi dan wibawa. Apalagi kalau sampai menikahi budaknya sendiri, maka 'indeks harga diri' akan langsung melorot jatuh. Dia akan kehilangan 'muka' di hadapan teman-temannya, karena bersetubuh atau menikah dengan budak. Sama sekali tidak ada yang bisa dibanggakan, bahkan memalukan.
Maka meski ada ayat yang menghalalkan menyetubuhi budak wanita milik sendiri, bukan berarti orang Arab lantas senang. Sebab buat mereka, menikah dengan wanita yang berderajat tinggi adalah sebuah prestige tersendiri. Dan menikah dengan budak adalah sebuah 'catatan tersendiri' meski dihalalkan.
Maka di akhir ayat, Allah Subhanahu Wa Ta’alamenegaskan bahwa hal itu tidak tercela. Sebab memang buat bangsa Arab saat itu, menyetubuhi dan menikahi budak memang agak membuat mereka terhina.
.: JAWABAN PERTANYAAN KEDUA :.
Apa yang disebutkan dalam QS. Al-Mu‘minun seperti disebutkan diatas, adalah sebuah pernyataan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebagai salah satu sumber hukum Islam dalam hal perbudakan.
Dalam ayat itu Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah membuat ketentuan bahwa setiap Muslim wajib menjaga kemaluannya (tidak sembarangan melakukan hubungan seksual) dengan siapa pun kecuali dengan dua orang : 
Pertama, dengan istri yang dinikahi. 
Kedua, dengan budak wanitanya yang dimiliki.
Sehingga hanya kepada kedua golongan wanita inilah seorang laki-laki Muslim boleh melakukan hubungan seksual. Tentu saja melakukan hubungan seksual dengan budak wanita yang dimiliki bukan termasuk zina yang dilarang AllahSubhanahu Wa Ta’ala, tentunya dengan syarat dan ketentuan berlaku.
Dan perlu dicermati lebih jauh bahwa di abad 7 dimana Syariat Islam diturunkan, fenomena perbudakan adalah sesuatu yang bersifat bagian utama dari sistem masyarakat manapun, bukan hanya milik jazirah arab saja melainkan seluruh dunia dalam bentuknya masing-masing.
Perbudakan telah ada bahkan ribuan tahun sebelum masa turunnya Syariat Islam. Perbudakan telah dikenal sejak zaman Romawi dan Yunani Kuno, Mesir kuno, Sumeria, Babylonia dan peradaban-peradaban kuno lainnya. 
Semua menyepakati sistem perbudakan dimana mereka memang bisa melakukan hubungan seksual dengan para budak. Juga jual beli budak diakui secara aklamasi di semua peradaban manusia.
Sehingga budak adalah salah satu komoditi masyarakat yang telah dikenal ribuan tahun lamanya di setiap belahan dunia. Sama halnya dengan perdagangan menggunakan mata uang di zaman sekarang.
Ketika Islam datang, perbudakan tentunya tidak bisa dihapuskan dalam sehari, tetapi butuh proses panjang selama puluhan bahkan ratusan tahun. Selama proses itu berlangsung, Islam telah secara intensif menutup semua pintu perbudakan dan membuka lebar pintu ke arah pembebasannya.
Namun biar bagaimana pun Islam tidak bisa tiba-tiba secara frontal tidak mengakui perbudakan karena perbudakan di masa itu adalah realitas sosial. Sehingga beberapa hukum yang sebelumnya berlaku secara umum, pada kondisi tertentu masih bisa diterima dalam Islam.
Termasuk diantaranya menjual atau membeli budak dan juga melakukan hubungan seksual. Meski hari ini perbudakan praktis tidak ada lagi, bukan berarti hukumnya menjadi tidak berlaku. Karena tidak ada seorang pun yang bisa menjamin bahwa suatu peradaban akan mengalami set back ke belakang meski sudah pernah mengalami kemajuan.
Sehingga bila suatu saat nanti, Allah Subhanahu Wa Ta’ala menghendaki terjadi perbudakan lagi, Islam telah memiliki hukum yang mengatur mengenai perbudakan itu.
Berakhirnya Era Perbudakan
Dengan sudah berakhirnya era perbudakan manusia oleh sebab turunnya agama Islam, maka otomatis urusan kebolehan menyetubuhi budak pun tidak perlu dibicarakan lagi. Sebab perbudakannya sendiri sudah dileyapkan oleh Syariat Islam.
Mungkin ada yang bertanya, kalau perbudakan sudah lenyap, mengapa Al-Qur'an masih saja bicara tentang perbudakan..?!
Untuk menjawab itu kita perlu melihat lebih luas. Marilah kita membuat pengandaian sederhana. Seandainya suatu ketika nanti entah kapan, terjadi perang dunia yang melumat semua kehidupan dunia. Lalu pasca perang itu peradaban umat manusia hancur lebur, mungkin juga peradaban manusia kembali lagi menjadi peradaban purba, lantas umat manusia yang jahiliyah kembali jatuh ke jurang perbudakan manusia, maka agama Islam masih punya hukum-hukum suci yang mengatur masalah perbudakan.
Dan harap dipahami, bahwa perbudakan tidak lantas lenyap begitu saja di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup. Proses penyesuaian dalam menghilangkan perbudakan membutuhkan usaha keras dan waktu yang begitu panjang agar seluruh manusia dapat mengadaptasi secara perlahan-lahan.
Dan Al-Qur'an diturunkan melalui Rasulullah semasa hidup beliau. Ini membuktikan bahwa Al-Qur'an tidak diubah-ubah menyesuaikan perkembangan zaman layaknya beberapa Kitab Suci lainnya. Melainkan diturunkan untuk seluruh zaman.
Zaman dimana syair menjadi trend pada saat itu, dan zaman dimana sains merupakan trend di masa kini. Sampai dengan zaman di masa akan datang yang kita tidak mengetahui apakah trend yang akan terjadi berikutnya.
Apakah trend yang lebih modern dari masa sekarang ini atau malah kembalinya trend zaman jahiliyah di masa Akhir Zaman pra-Kiamat. Dimana sebelum kemunculan Dajjal akan ada bencana alam diseluruh dunia yang mengakibatkan kehancuran dan kelaparan dimana-mana. Bahkan makanan seorang Muslim hanyalah berupa Dzikir..Subhanallah.
Apa yang akan terjadi selanjutnya tidak ada yang tahu. Mengapa Allah berjanji akan menjaga Al-Qur'an sampai dengan Akhir Zaman pastilah ada hikmah di balik semua itu. Wallahu a'lam bishawab..
Demikian penjelasan mengenai Berhubungan Intim Dengan Budak (Hamba Sahaya) Dalam Islam. Semoga bermanfaat.
Jazakumullah Khairan Katsiran Wa Jazakumullah Ahsanal Jaza.
sumber : lampuIslam.org | Muslim-menjawab.com |answeringkristen.wordpress.com | MuslimNetizen .com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar