Shalat merupakan aktivitas hati (jiwa),
bukan aktivitas pikiran.
Shalat hakikinya merupakan
komunikasi batin antara hamba dengan Tuhannya. Apabila hubungan batin (khusyu’)
tidak terbangun maka shalat yang dilakukan tidaklah sempurna bahkan sia-sia karena
komunikasi batin dengan Tuhan tidak terjalin.
Membangun khusyu’
dengan cara konsentrasi, menatap satu titik di tempat sujud, memahami arti
bacaan, menghadirkan Allah didalam hati, dan sebagainya ternyata tidaklah
mudah, bahkan sulit atau teramat sulit. Menatap titik ditempat sujud
memang membantu agar pandangan mata tidak kemana-mana, akan tetapi tidak
membantu mencegah pikiran untuk tidak kemana-mana.
Demikian pula dengan
konsentrasi, mempraktekkan konsentrasi dalam shalat seperti mengarahkan anak
panah dari busur menuju sasaran bidik rupanya juga kurang logis. Karena shalat
itu sesungguhnya adalah aktivitas hati (jiwa), bukan aktivitas pikiran. Padahal
konsentrasi adalah aktivitas pikiran. Ali bin Abi Thalib menjelaskan, “Khusyu tempatnya
ada di hati. Ia adalah perasaan di dalam jiwa yang nampak dari anggota badan
dalam bentuk ketenangan dan ketawadhukan. Khusyu merupakan buah dari kokohnya
keyakinan di dalam hati terhadap pertemuan dengan Allah.”
Khusyu’ adalah
kesadaran
Dalam QS Albaqaroh 45-46 disebutkan,
bahwa orang yang khusyu itu adalah orang yang senantiasa yakin akan
pertemuannya dengan Allah dan mereka akan kembali kepada-Nya. Keyakinan (akan
pertemuannya dengan Allah) adalah sebuah “kesadaran” dengan sepenuh hati yang
ada didalam jiwa.
Secara sederhana khusyu’ adalah sebuah “kesadaran”.
Sehingga shalat yang khusyu’ adalah shalat yang dilakukan dengan penuh
kesadaran bahwa setiap sikap dan gerakan merupakan komunikasi batin dengan
Allah SWT.
Empat hal untuk
mencapai khusyu’
Khusu’ adalah aktivitas hati yang
dapat dibangun dengan 3 hal, yang kesemuanya berkaitan dengan kesadaran batin
atau jiwa, yaitu: sadar, pasrah, dan nyambung. Karena khusu’ harus berlangsung
sepanjang aktivitas shalat, maka kesadaran batin itu harus dipertahankan dan
dibangun kembali di setiap sikap dalam rukun shalat, baik berdiri, duduk, ruku’
dan sujud. Aktivitas ini disebut tuma’ninah. Sehingga tuma’ninah sebenarnya
merupakan aktivitas untuk membangun kembali kesadaran batin dengan 3 hal itu.
Dengan demikian maka untuk mencapai
khusyu’ sepanjang shalat dapat dilakukan dengan empat hal, yaitu Sadar, Pasrah,
Nyambung, dan Tuma’ninah.
Pertama. Membangun kesadaran batin
(Sadar).
Membangun kesadaran batin adalah hal
yang dilakukan pada aktivitas paling awal dari pelaksanaan shalat. Dalam rukun
shalat kesadaran awal ini biasa dikenal sebagai “niat.” Rasulullah bersabda; “Innamal a’maalu bin
niyyah”, sesungguhnya amal itu tergantung dengan niatnya). Membangun kesadaran atau niat ini
bukanlah konsentrasi yang harus dilakukan dengan mengerahkan segenap pikiran,
tetapi justru mengosongkan atau melepaskan pikiran dari segala ikatan nafsu
dunia, lalu mengelola batin atau jiwa untuk menghadirkan “Aku”.
“Aku” disitu bukanlah fisik. Tubuh ini
bukanlah ''aku'', sama seperti ketika menyebutkan ''rumahku'' berarti
rumahku bukan ''aku''. Karena rumah dan aku adalah dua wujud yang berbeda dan terpisah.
Begitu pula tubuhku, tanganku, kepalaku. Semuanya terpisah dengan aku. Jadi
tubuh kita yang bergerak bukan ''aku''-nya kita. ''Aku'' adalah jiwa. Allah
berfirman ''wahai jiwa yang tenang kembalilah ke Rab-mu dengan hati yang puas
lagi diridhoi-Nya.” (Al-Fajr; 27-28).
Membangun kesadaran ini cukup
memerlukan waktu 1 sampai 3 detik saja, yaitu dengan mengucapkan kalimat, “Aku
akan berjumpa dengan Sang Khalik” dalam suasana hati yang tenang. Pengucapkan
kalimat itu boleh pula dilakukan secara lisan.
Kedua. Sikap pasrah
Setelah mengucapkan “niat”, hal yang
dilakukan berikutnya adalah “pasrah”. Dalam pemahaman yang sederhana, pasrah
adalah rela. Pasrah merupakan aktivitas untuk mengosongkan atau
melepaskan pikiran dari belenggu persoalan duniawi dan merelakan semuanya untuk
ditinggalkan, agar “sang aku” mudah bertemu Allah.
Pasrah dapat dilakukan dengan cara mengendorkan
otot-otot seluruh tubuh sehingga tidak ada anggota tubuh yang tegang kecuali
kedua kaki yang menopang berat badan. Saat pasrah tanpa disadari mata
akan terpejam, kepala akan tertunduk, urat-urat di wajah mengendor, kedua bahu
dan kedua tangan akan lemas terkulai. Pada saat inilah perasaan tenang dan
damai muncul.
Dengan perasaan pasrah maka pikiran
akan kosong, tidak ada lagi persoalan yang membebani pikiran, semua telah
lepaskan (direlakan), sehingga menghasilkan perasaan rileks, kemudian jiwa
menjadi tenang dan damai.
Ketiga. Nyambung (Shilatun).
Sayid
Qutb dalam Tafsir Fi Zhilalil Quran menyebutkan bahwa shalat adalah shilatun (nyambung) dan liqo’ (pertemuan) antara seorang hamba
dan Tuhannya. Nyambung (connect/ shilatun) adalah getaran jiwa
yang menghubungkan antara seorang hamba dengan Tuhannya.
Nyambung dilakukan setelah tercapai
perasaan tenang dan damai akibat dari pasrah, dengan mengucapkan “takbiratul
Ihram.” Nyambung adalah
aktivitas batin dimana sang aku seolah tengah terbang keatas meninggalkan raga
yang telah pasrah menuju kehadirat Sang Khalik. Mi’raj disertai dengan ucapan
kalimat “takbiratul Ihram.”
Saat takbiratul ihram dengan mengucapkan kalimat “Allahu Akbar”,
rasakan “sang aku” seolah terbang keatas
meninggalkan raga yang telah pasrah menuju kehadirat Sang Khalik. Sang aku terbang
keatas, berpisah dengan tubuh dan jiwa ini menyaksikan raga itu bukanlah “aku”.
Sengajakan sang aku pergi menuju
Allah, menyatu bersama seluruh alam semesta dengan Sang Khalik. Inilah yang
oleh para sufi disebut “wahdatul wujud”, yaitu menyatunya jiwa atau ruh yang berasal dari
nurullah bersama Sang Khalik sumber nurullah. Wahdatul wujud ini dalam khasanah
sufi jawa dikenal dengan istilah Manunggaling Kawula Gusti.
Proses “nyambung” ini bagi pemula membutuhkan waktu beberapa
saat antara 5 sampai 10 detik, namun setelah terbiasa proses ini bisa
berlangsung cukup singkat antara 1 sampai 2 detik saja. Setelah proses nyambung
ini dilalui barulah membaca doa-doa wajib (al-fatihah) dan bisa pula ditambah
doa sunah (doa iftitah dan ayat al quran).
Keempat, tuma’ninah
sebagai kesadaran disetiap sikap dalam shalat.
Tuma’ninah adalah sikap tenang sejenak
untuk membangun kesadaran ilahiyah, yang dilakukan di awal pada setiap sikap
dalam rukun shalat (berdiri, rukuk, duduk dan sujud).
Pada setiap setelah selesai melakukan
suatu gerakan shalat, yaitu pada awal setiap sikap tubuh dalam rukun shalat,
janganlah langsung membaca bacaan (sunah) shalat tetapi lakukan terlebih dahulu
tuma’ninah.
Pada saat rukuk kita harus mempunyai
kesadaran penuh bahwa kita sedang rukuk dalam rangka menyembah Sang Khalik.
Pada saat sujud kita juga harus sadar bahwa kita sedang sujud. Demikian pula
saat berdiri, duduk dan seterusnya.
Hakikinya tuma’ninah adalah sarana
untuk membangkitkan kesadaran batin dengan cara tenang sejenak untuk melakukan
3 hal yaitu sadar, pasrah, dan nyambung.
Di antara kesalahan besar yang terjadi
pada sebagian orang yang shalat adalah tidak
melaksanakan tuma’ninah ketika shalat. Padahal tuma’ninah adalah salah satu
rukun dalam shalat. Jika tidak melakukan tuma’ninah maka
shalatnya tidak sah.
Indikator ketidak
khusyu’an.
Esensi khusyu’ adalah “kesadaran”. Sehingga pemahaman shalat yang khusyu’
adalah shalat yang dilakukan dengan penuh kesadaran, sejak saat niat sebelum
takbiratul ihram, serta disetiap gerakan dan sikap shalat, hingga salam diakhir
shalat, bahwa sepanjang shalat adalah komunikasi batin dengan Allah SWT.
Empat hal yang harus dilakukan untuk menggapai kekhusyu’an adalah sadar,
pasrah, nyambung dan tuma’ninah.
Agar kita dapat
memelihara kekhusyu’an shalat, maka kita harus mengenali tanda-tanda ketidak
khusyu’an. Apabila kita mendapati indikator tersebut maka kita harus segera
mengembalikannya.
Dua indikator
sederhana yang bisa dijadikan sebagai alat kontrol yang menunjukkan shalat yang
kita lakukan tidak khusyu’ yaitu, pertama adalah apabila tubuh kita tidak
rileks, urat-urat di wajah tegang, atau kedua bahu kaku. Hal itu
mengindikasikan hilangnya kepasrahan karena ada sesuatu yang membebani pikiran.
Indikator kedua
adalah apabila kita melakukan gerakan dan bacaan shalat secara otomatis tanpa
melalui kesadaran jiwa, disebabkan karena rutinitas sehingga hafal seluruh gerakan
dan doanya. Hal itu mengindikasikan bahwa shalat yang kita lakukan tanpa tuma’ninah,
yang berarti tiadanya kesadaran.
Shalat adalah Mi’raj-nya Orang Mukmin.
Rasulullah SAW pernah
bersabda bahwa “Asshalatu
mi’rajul mu’minin”, sesungguhnya
shalat itu mi’raj-nya orang mukmin.
Mi’raj adalah naiknya jiwa
(nafs) seorang hamba menuju ke hadirat Sang Khalik dengan meninggalkan
segala ikatan nafsu yang terdapat dalam fisik manusia.
Jika Nabi Muhammad
SAW naik ke langit Sidratul Muntaha (mi’raj) dalam peristiwa Isra Mi’raj
untuk bertemu langsung dengan Allah SWT, maka seorang mukmin melakukan
mi’raj untuk bertemu dengan Allah SWT melalui sarana shalat.
Shalat adalah satu-satunya perintah
yang diterima langsung oleh Nabi Muhammad (tanpa perantara Malaikat Jibril)
saat beliau menghadap (mi’raj) kehadirat Allah SWT. Shalat
pada hakekatnya adalah sarana mi’raj rohani mukmin untuk menuju kehadirat Allah
SWT.
Demikianlah hasil perenungan
dari pengalaman dan pencarian untuk menggapai shalat khusyu’ sebagai tips
sederhana. Semoga bermanfaat.
-------------------------------------------------------------------------------------
SHALAT KHUSYU' ITU MUDAH
Selama ini kita diajari solat khusyu dengan cara: berkonsentrasi, memperhatikan
titik di tempat sujud, kita harus memahami bacaan bahasa Arab (menerjemahkan
bahasa Arab ke bahasa kita), menghadirkan Allah, dll. Cara-cara tersebut
terlihat meyakinkan, tetapi kenyataannya tidak memberi terlalu banyak manfaat.
Melihat tempat sujud membantu agar pandangan kita tidak melirik ke kanan/kiri, tapi tidak mampu menahan pikiran kita yang suka melompat kemana saja. Jika khusyu dapat diperoleh dengan mengerti arti bacaannya, ketika penulis pergi ke Makkah, ternyata orang-orang Arab pun terlihat tidak lebih khusyu daripada orang kita. Ada yang matanya melirik ke kiri dan ke kanan, ada yang sibuk merapikan tutup kepala, dll. Padahal mereka tentu mengerti arti bacaannya. Mencoba “menghadirkan” Allah malah menambah kebingungan. Apapun yang kita bayangkan mengenai wujud Allah, maka itu pasti salah.
ketika usaha khusyu dengan konsentrasi gagal, maka muncul persyaratan lain. Ada yang mengatakan bahwa untuk khusyu itu kita harus suci, bersih dari perbuatan dosa. Persyaratan ini membuat penulis pesimis, karena banyak ustad2 yang dia kenal secara pribadi sebagai orang soleh, bisa bahasa Arab, tinggi ilmu agama, ternyata mengalami masalah pula dengan solat khusyu. Kalau mereka saja yang tinggi ilmu agamanya, banyak berzikir, dan menjaga perbuatannya saja sering tidak khusyu? bagaimana dengan kita?
Mungkin telah banyak usaha dan cara untuk khusyu telah kita lakukan, tetapi tetap saja tidak berhasil. Anehnya, tiba2 kita bisa mendadak khusyu, ketika kita tertimpa musibah yang hebat, tiba2 saja kita bisa shalat dengan khusyu lalu berdoa sambil mengucurkan air mata. Padahal ketika itu, kita justru lupa dengan segala macam teori mengenai solat khusyu. Kita solat tanpa berkonsentrasi, lupa memperhatikan titik di tempat sujud, tapi hati dan pikiran kita tidak pernah lepas mengarah ke Allah.
Apakah yang menyebabkan hal demikian? ternyata salah satunya adalah sikap dalam menghadap kepada Allah. Ketika kita tertimpa musibah, maka kita datang kepada Allah dengan merendahkan diri, sungguh-sungguh mengharapkan pertolongan Allah. Kita sadar, hanya Allah lah yang dapat mengatasi masalah kita dan mengabulkan doa kita. Sebaliknya ketika kita sedang jaya, tidak kekurangan suatu apapun, sikap itu sudah tidak ada lagi. Biasanya kita solat dan doa hanya untuk menggugurkan kewajiban saja.
Duh.. panjang bener ya hihihihi.. mudah2an yang pengen solatnya khusyu mau baca. Setelah baca buku ini, rasanya senang sekali waktu denger kumandang adzan, dan pengen cepat2 menunaikan solat. O,ya.. kalau ada yang mau e-booknya, silahkan kirim email ke saya di: mommy.adit@gmail.com.
Mudah-mudahan bermanfaat.
Sumber: Shalat Khusyu Itu Mudah, oleh: Mardibros
Melihat tempat sujud membantu agar pandangan kita tidak melirik ke kanan/kiri, tapi tidak mampu menahan pikiran kita yang suka melompat kemana saja. Jika khusyu dapat diperoleh dengan mengerti arti bacaannya, ketika penulis pergi ke Makkah, ternyata orang-orang Arab pun terlihat tidak lebih khusyu daripada orang kita. Ada yang matanya melirik ke kiri dan ke kanan, ada yang sibuk merapikan tutup kepala, dll. Padahal mereka tentu mengerti arti bacaannya. Mencoba “menghadirkan” Allah malah menambah kebingungan. Apapun yang kita bayangkan mengenai wujud Allah, maka itu pasti salah.
ketika usaha khusyu dengan konsentrasi gagal, maka muncul persyaratan lain. Ada yang mengatakan bahwa untuk khusyu itu kita harus suci, bersih dari perbuatan dosa. Persyaratan ini membuat penulis pesimis, karena banyak ustad2 yang dia kenal secara pribadi sebagai orang soleh, bisa bahasa Arab, tinggi ilmu agama, ternyata mengalami masalah pula dengan solat khusyu. Kalau mereka saja yang tinggi ilmu agamanya, banyak berzikir, dan menjaga perbuatannya saja sering tidak khusyu? bagaimana dengan kita?
Mungkin telah banyak usaha dan cara untuk khusyu telah kita lakukan, tetapi tetap saja tidak berhasil. Anehnya, tiba2 kita bisa mendadak khusyu, ketika kita tertimpa musibah yang hebat, tiba2 saja kita bisa shalat dengan khusyu lalu berdoa sambil mengucurkan air mata. Padahal ketika itu, kita justru lupa dengan segala macam teori mengenai solat khusyu. Kita solat tanpa berkonsentrasi, lupa memperhatikan titik di tempat sujud, tapi hati dan pikiran kita tidak pernah lepas mengarah ke Allah.
Apakah yang menyebabkan hal demikian? ternyata salah satunya adalah sikap dalam menghadap kepada Allah. Ketika kita tertimpa musibah, maka kita datang kepada Allah dengan merendahkan diri, sungguh-sungguh mengharapkan pertolongan Allah. Kita sadar, hanya Allah lah yang dapat mengatasi masalah kita dan mengabulkan doa kita. Sebaliknya ketika kita sedang jaya, tidak kekurangan suatu apapun, sikap itu sudah tidak ada lagi. Biasanya kita solat dan doa hanya untuk menggugurkan kewajiban saja.
Duh.. panjang bener ya hihihihi.. mudah2an yang pengen solatnya khusyu mau baca. Setelah baca buku ini, rasanya senang sekali waktu denger kumandang adzan, dan pengen cepat2 menunaikan solat. O,ya.. kalau ada yang mau e-booknya, silahkan kirim email ke saya di: mommy.adit@gmail.com.
Mudah-mudahan bermanfaat.
Sumber: Shalat Khusyu Itu Mudah, oleh: Mardibros
-----------------------------------------------
Secara harfiah atau etimologi, khusyu’ berasal dari kata khasya’a--yakhsya’u--khusyuu’an yang artinya tunduk; takluk; merendahkan diri.
Sedangkan secara terminology (definisi), khusu’
mempunyai beberapa pengertian, yaitu :
1. Al Mujahid : Khusyu’ sebagai “sikap tenang, tunduk
dan kerendahan hati dalam melaksanakan shalat.”
2. Ibnu Taimiyah: ” Khusyu’ memiliki 2 makna: (a) menundukkan diri dan merasa hina; (b) tenang dan tumakninah. Semua itu menuntut
agar hati menjadi lembut dan menolak sifat keras .
3. Ali bin Abi Thalib :
“Khusyu
tempatnya ada di hati. Ia adalah perasaan di dalam jiwa yang nampak dari
anggota badan dalam bentuk ketenangan dan ketawadhukan. Khusyu merupakan buah
dari kokohnya keyakinan di dalam hati terhadap pertemuan dengan Allah.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar