Rabu, 25 Januari 2017

Piagam Madinah; Toleransi Dalam Islam

Toleransi, dalam bahasa Arab “tasamuh” mempunyai pengertian: "sama-sama berlaku baik, lemah lembut dan saling pemaaf."   Dalam pengertian istilah umum tasamuh   berarti "sikap akhlak terpuji dalam pergaulan, di mana terdapat rasa saling menghargai antara sesama manusia dalam batas-batas yang digariskan oleh ajaran Islam."
Toleransi atau tasamuh (seperti yang dipraktekkan oleh Nabi SAW pada Piagam Madinah) didasarkan atas prinsip-prinsip : bertetangga baik; saling menghargai hak-hak selaku manusia; saling membantu dalam menghadapi musuh bersama; membela mereka yang teraniaya; saling menasehati, dan menghormati kebebasan beragama. 

Piagam Madinah; Praktek Toleransi Islam 
Dalam ajaran Islam toleransi bukan hanya teori, tapi telah dipraktekkan dan dicontohkan oleh nabi Muhammad melalui "Piagam Madinah" tahun 622 Masehi, jauh sebelum PBB mencanangkan Declaration of Human Rights tahun 1948 di Paris.
Ahli hukum Islam Inggris berdarah India, Muhammad Hamidullah menyebut Piagam Madinah sebagai konstitusi demokratis modern pertama di dunia.
Mc. Donald menyebut Madinah sebagai negara Islam pertama yang memiliki dasar-dasar politik dan perundang-undangan. Muhammad SAW sebagai kepala negara kala itu telah menetapkan dasar-dasar dan sendi-sendi pemerintahan, dan berhasil menyatukan semua golongan (Ridha, 2003).
“Piagam Madinah” atau “Perjanjian Madinah” adalah sebuah dokumen formal yang disusun oleh Nabi Muhammad SAW berisi peraturan-peraturan tentang berkehidupan secara adil dan bermartabat antar penduduk di kota Madinah yang terdiri dari berbagai suku, ras, dan agama.
Piagam Madinah terdiri daripada 47 pasal, dimana 23 pasal membicarakan tentang hubungan antara umat Islam yaitu; antara kaum Anshar dan kaum Muhajirin, dan 24 pasal lain membicarakan tentang hubungan umat Islam dengan umat lain, termasuk Yahudi.
Kandungan Piagam Madinah berisi hal Mukadimah, dilanjutkan oleh hal-hal seputar Pembentukan umat, Persatuan seagama, Persatuan segenap warga negara, Golongan minoritas, Tugas Warga Negara, Perlindungan Negara, Pimpinan Negara, Politik Perdamaian dan Penutup. 
Bentuk toleransi "Antar Umat Beragama" dalam Piagam Madinah ini tertulis dalam Pasal 24 yang berisi: "Kaum Yahudi dari Bani ‘Awf adalah satu umat dengan mukminin. Juga (kebebasan ini berlaku) bagi sekutu-sekutu dan diri mereka sendiri, kecuali bagi yang zalim dan jahat. Hal demikian akan merusak diri dan keluarga".
Dengan Piagam Madinah itu penduduk Madinah yang terdiri dari berbagai suku, ras dan agama hidup berdampingan secara rukun dan damai. Piagam Madinah merupakan sebuah konstitusi tertulis pertama di dunia.  Kehadiran Piagam Madinah nyaris 6 abad mendahului Magna Charta, dan hampir 12 abad mendahului Konstitusi Amerika Serikat ataupun Prancis.
Melalui Piagam Madinah inilah bisa dilihat bagaimana peran dan fungsi dari seorang manusia yang bernama: Muhammad, dalam meletakkan dasar-dasar toleransi antar umat manusia.
Piagam Madinah (konstitusi Madinah) dapat juga disebut sebagai konstitusi suatu negara, sebab piagam madina telah memuat prinsip-prinsip minimal suatu  pemberintahan yang bersifat fundamental. 

Prinsip Toleransi dalam Islam.
Prinsip toleransi dalam hubungan antar umat beragama diatur dalam Islam melalui ayat-ayat kitab suci Al Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad. Setidaknya ada lima poin ketentuan toleransi, yakni : 
PertamaTidak ada paksaan dalam agama. Q.S. Al-Baqarah 256: "Tidak ada paksaan dalam agama (karena) sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang salah.
KeduaMengakui eksistensi agama lain serta menjamin adanya kebebasan beragama.  Q.S. Al-Kafirun 1-6: “Katakanlah : Wahai orang-orang kafir! Aku tidak akan menyembah apa yang kalian sembah dan kalian bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kalian sembah, dan kalian tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untuk kalian agama kalian dan untukku agamaku.
Ketiga, Tidak boleh mencela atau memaki sesembahan mereka. Q.S. Al-An'am : 108:  “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.
KeempatTetap berbuat baik dan berlaku adil selama mereka tidak memusuhi.  Q.S. Al-Mumtahanah 8-9: “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.  Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” Dan Q.S. Fushshilat : 34: “Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.”   
KelimaMemberi perlindungan atau jaminan keselamatan. Sabda Nabi (diriwayatkan oleh Imam Thabrani):  " Barangsiapa yang menyakiti orang dzimmi (non muslim yang berinteraksi secara baik), berarti dia telah menyakiti diriku dan barangsiapa menyakiti diriku berarti dia menyakiti Allah’"

Dari ayat-ayat Al qur’an dan hadits Nabi di atas, jelaslah bahwa toleransi yang diajarkan Islam bukanlah toleransi yang pasif, yang sekedar "menenggang, lapang dada dan hidup berdampingan secara damai", tetapi lebih luas lagi; bersifat aktif dan positif, yakni untuk berbuat baik dan berlaku adil.

Agama Islam juga mengakui adanya orang-orang ahli kitab yang baik dan perlunya perlindungan tempat-tempat ibadah agama lain (Q.S. Al-Ma'idah: 82; Q.S. Al-Hajj : 40).



Tidak ada komentar:

Posting Komentar