Toleransi, dalam bahasa Arab “tasamuh” mempunyai pengertian: "sama-sama
berlaku baik, lemah lembut dan saling pemaaf." Dalam
pengertian istilah umum “tasamuh” berarti
"sikap akhlak terpuji dalam pergaulan, di mana terdapat rasa saling
menghargai antara sesama manusia dalam batas-batas yang digariskan oleh ajaran
Islam."
Ahli hukum Islam Inggris berdarah India, Muhammad Hamidullah menyebut Piagam Madinah sebagai konstitusi demokratis modern pertama di dunia.
Toleransi atau tasamuh (seperti yang
dipraktekkan oleh Nabi SAW pada Piagam Madinah) didasarkan atas prinsip-prinsip : bertetangga baik; saling menghargai
hak-hak selaku manusia; saling membantu dalam menghadapi musuh bersama; membela
mereka yang teraniaya; saling menasehati, dan menghormati kebebasan
beragama.
Piagam Madinah; Praktek
Toleransi Islam
Dalam ajaran Islam toleransi bukan
hanya teori, tapi telah dipraktekkan dan dicontohkan oleh nabi Muhammad melalui
"Piagam Madinah" tahun 622 Masehi, jauh sebelum PBB mencanangkan Declaration of Human Rights tahun 1948 di Paris.
Mc. Donald menyebut Madinah sebagai negara Islam pertama yang memiliki dasar-dasar politik dan perundang-undangan. Muhammad SAW sebagai kepala negara kala itu telah menetapkan dasar-dasar dan sendi-sendi pemerintahan, dan berhasil menyatukan semua golongan (Ridha, 2003).
“Piagam Madinah” atau “Perjanjian
Madinah” adalah sebuah dokumen formal yang disusun oleh Nabi Muhammad SAW berisi peraturan-peraturan tentang berkehidupan
secara adil dan bermartabat antar penduduk di kota Madinah yang
terdiri dari berbagai suku, ras, dan agama.
Piagam Madinah terdiri daripada 47
pasal, dimana 23 pasal membicarakan tentang hubungan antara umat Islam yaitu;
antara kaum Anshar dan kaum
Muhajirin, dan 24 pasal lain membicarakan tentang hubungan umat Islam dengan umat lain,
termasuk Yahudi.
Kandungan Piagam Madinah
berisi hal Mukadimah, dilanjutkan oleh hal-hal seputar Pembentukan umat,
Persatuan seagama, Persatuan segenap warga negara, Golongan minoritas, Tugas
Warga Negara, Perlindungan Negara, Pimpinan Negara, Politik Perdamaian dan
Penutup.
Bentuk toleransi
"Antar Umat Beragama" dalam Piagam Madinah ini tertulis dalam Pasal
24 yang berisi: "Kaum Yahudi dari Bani ‘Awf adalah
satu umat dengan mukminin. Juga (kebebasan ini berlaku) bagi
sekutu-sekutu dan diri mereka sendiri, kecuali bagi yang zalim dan jahat. Hal
demikian akan merusak diri dan keluarga".
Dengan Piagam Madinah
itu penduduk Madinah yang terdiri dari berbagai suku, ras dan agama hidup berdampingan secara rukun dan damai. Piagam Madinah
merupakan sebuah konstitusi
tertulis pertama di dunia. Kehadiran Piagam Madinah nyaris 6 abad mendahului Magna Charta, dan hampir 12 abad mendahului Konstitusi Amerika Serikat ataupun Prancis.
Melalui Piagam
Madinah inilah bisa dilihat bagaimana peran dan fungsi dari seorang manusia
yang bernama: Muhammad, dalam meletakkan dasar-dasar toleransi antar umat
manusia.
Piagam Madinah (konstitusi Madinah) dapat juga disebut sebagai konstitusi suatu negara, sebab piagam madina telah memuat prinsip-prinsip minimal suatu pemberintahan yang bersifat fundamental.
Prinsip Toleransi dalam
Islam.
Prinsip toleransi dalam hubungan antar
umat beragama diatur dalam Islam melalui ayat-ayat kitab suci Al Qur’an dan
Hadits Nabi Muhammad. Setidaknya ada lima poin ketentuan toleransi, yakni
:
Pertama, Tidak
ada paksaan dalam agama. Q.S. Al-Baqarah 256: "Tidak ada
paksaan dalam agama (karena) sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari
jalan yang salah."
Kedua, Mengakui
eksistensi agama lain serta menjamin adanya kebebasan beragama.
Q.S. Al-Kafirun 1-6: “Katakanlah : Wahai orang-orang kafir! Aku tidak akan
menyembah apa yang kalian sembah dan kalian bukan penyembah Tuhan yang aku
sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kalian sembah, dan
kalian tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untuk
kalian agama kalian dan untukku agamaku."
Ketiga, Tidak boleh
mencela atau memaki sesembahan mereka. Q.S. Al-An'am : 108: “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang
mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan
melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat
menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali
mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.”
Keempat, Tetap
berbuat baik dan berlaku adil selama mereka tidak memusuhi. Q.S.
Al-Mumtahanah 8-9: “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku
adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula)
mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai
kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari
negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa
menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”
Dan Q.S. Fushshilat : 34: “Dan tidaklah sama
kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik,
maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah
telah menjadi teman yang sangat setia.”
Kelima. Memberi
perlindungan atau jaminan keselamatan. Sabda Nabi (diriwayatkan oleh Imam
Thabrani): " Barangsiapa yang
menyakiti orang dzimmi (non muslim yang berinteraksi secara baik), berarti dia
telah menyakiti diriku dan barangsiapa menyakiti diriku berarti dia menyakiti
Allah’"
Dari ayat-ayat Al qur’an dan hadits
Nabi di atas, jelaslah bahwa toleransi yang diajarkan Islam bukanlah toleransi
yang pasif, yang sekedar "menenggang, lapang dada dan hidup berdampingan
secara damai", tetapi lebih luas lagi; bersifat aktif dan positif, yakni
untuk berbuat baik dan berlaku adil.
Agama Islam juga mengakui adanya
orang-orang ahli kitab yang baik dan perlunya perlindungan tempat-tempat ibadah
agama lain (Q.S. Al-Ma'idah: 82; Q.S. Al-Hajj : 40).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar