Kamis, 22 Juni 2017

Dompet Haram

Mengikuti nasehat seorang karib, saya telah mempraktekkan beramal sedekah dengan metode “DOMPET HARAM”. Dengan metode itu, saya merasa amat ringan dan menyenangkan dalam mengeluarkan zakat, infak maupun sedekah. Bukan itu saja, muncul pula adanya keajaiban dalam kehidupan keluarga maupun di kantor.  

DOMPET HARAM bukanlah dompet berisi uang yang diperoleh secara tidak halal, tetapi berisi uang yang bukan hak kami, yang haram hukumnya bila kami belanjakan.  

“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapatkan bahagian” (QS. Adz-Dzariyat: 19).

Hak kaum dhuafa itu tidak banyak, hanya 2,5%, dan Allah SWT menjamin harta tidak akan berkurang karena dikeluarkan zakatnya, justru akan bertambah keberkahannya.

Setiap menerima gaji tiap bulan atau setiap menerima rizki dari manapun, maka saya harus memotongnya (sebagai zakat) minimal 2,5% dan memasukkannya ke dalam DOMPET HARAM itu. Karena uang itu sesungguhnya bukanlah hak kami, tetapi hak kaum dhuafa, termasuk hak fakir miskin.

Dari DOMPET HARAM itulah kami sekeluarga bisa membantu kaum dhuafa dan fakir miskin, termasuk keluarga dan famili yang tergolong miskin dengan rasa yang “amat ringan” dan membahagiakan. Terasa amat ringan karena kami merasa uang itu sudah bukan hak kami lagi. Bayangkan kalau tidak dimasukkan kedalam DOMPET HARAM, tentu kami merasa agak eman (sayang) kalau harus mengeluarkan dari dompet pribadi sejumlah uang yang terbilang cukup besar.

Apalagi setelah saya meningkatkan zakat dari 2,5% menjadi 5%, keajaiban semakin bertambah. Karir di kantor secara tak terduga melonjak. Karena isi DOMPET HARAM semakin besar sehingga sedekah kami juga semakin besar.

Dengan bersedekah melalui DOMPET HARAM, orang-orang yang kami bantu, termasuk keluarga sendiri yang tergolong dhuafa banyak yang mendoakan kehidupan kami. Mereka begitu menyayangi kami sekeluarga. Mereka menganggap keluarga kami orang kaya (alhamdulillah). Padahal dibandingkan rekan-rekan sekantor, ekonomi kami tidak setinggi mereka.

Saya tidak harus menunggu selama satu tahun untuk mencapai nisab dalam mengeluarkan zakat. Karena tentu akan kesulitan dalam menghitungnya.  Apalagi kalau memperdebatkan apakah menghitung dari penghasilan bersih atau kotor. Kalau penghasilan bersih, betapa kecil sisanya setelah setahun dikurangi pengeluaran untuk berbagai keperluan, seperti renovasi rumah, cicilan mobil, pajak, arisan, biaya kuliah anak-anak, kursus, asesoris rumah, rekreasi, pesta ulang tahun, dan sebagainya.

Zakat adalah kewajiban bagi kita semua. Tidak memandang apa pun itu profesinya (zakat profesi), apabila rizki yang diterimanya sudah mencapai nisab meski satu bulan, ia wajib mengeluarkan zakatnya sebesar 2,5 persen.  Nisab zakat profesi ialah senilai dengan 520 kg beras (setara dengan Rp. 4.420.000,-)

Zakat profesi merupakan ijtihad para ulama di masa kini yang berangkat dari ijtihad yang cukup memiliki alasan dan dasar yang kuat. Di antara ulama yang berpendapat adanya zakat profesi ialah Syaikh Yusuf Qaradhawi, yang berpendapat bahwa semua penghasilan melalui kegiatan profesi seperti dokter, konsultan, seniman, akuntan, notaris, dan sebagainya, apabila telah mencapai nisab, wajib dikenakan zakatnya.

Firman Allah SWT: "Hai orang-orang yang beriman, keluarkanlah/nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu." (QS. Al-Baqarah: 267).

Dalam ayat tersebut, Allah menegaskan bahwa segala hasil usaha yang baik-baik wajib dikeluarkan zakatnya. Dalam hal ini termasuk juga penghasilan (gaji) dari profesi sebagai dokter, konsultan, seniman, akunting, notaris, dan sebagainya.

Rekan sekantor yang nampak gemar bersedekah merasa kaget dengan pertanyaan saya. Pengakuannya, selama ini ia merasa sebagai orang yang rajin bersedekah.  Ia sering berbagi sedekah kepada para cleaning service di kantor, tukang parkir, dan peminta-minta di lampu merah.  Setelah saya tanya kira-kira berapa besar yang telah ia sedekahkan kepada kaum dhuafa dalam sebulan. Apakah sudah mencapai 2,5%?  Setelah ia hitung ternyata, astaga kurang dari 1% dari penghasilannya yang 25 juta sebulan.

Lalu iapun meniru metode saya bersedekah melalui DOMPET HARAM. Dan kemudian ia mengaku dapat bersedekah dengan amat ringan dan menyenangkan. Bahkan sampai-sampai ia kesulitan mencari obyek sasaran bersedekah, hingga ia harus mengunjungi panti-panti asuhan dan dhuafa bersama dengan anak istrinya.


Terlebih lagi setelah menaikkan zakatnya menjadi 5%, karirnya semakin bersinar. Alhamdulillah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar