Puasa
tidak hanya dilakukan oleh umat muslim saja, tetapi juga dilakukan oleh pemeluk
agama lain. Puasa yang dilakukan umat Muslim adalah tidak makan dan minum serta
tidak melepaskan syahwat sejak pagi (subuh) hingga malam (maghrib). Waktu
pelaksanaan puasa pun telah ditentukan yaitu selama sebulan penuh di bulan
Ramadhan.
Berbeda
dengan umat Muslim, maka pelaksanaan puasa yang dilakukan oleh umat Yahudi,
Kristen, Katolik, Hindu dan Budha mempunyai pola yang berbeda satu sama lain.
1. Yahudi. Orang Yahudi diwajibkan berpuasa setiap
tahunnya selama 6 hari. Pelaksanaannya dilakukan pada hari-hari penting,
seperti Yom Kippur.
2. Kristen.
Bagi umat Kristen berpuasa lebih ditekankan pada menahan diri dari keinginan
duniawi. Puasa ini biasa dikenal dengan istilah puasa daging (pertobatan
melawan keinginan duniawi). Waktu
pelaksanaan puasa tidak tertentu dan dirahasiakan. Umat ini mengajarkan, berpuasa sebisa mungkin
tidak memberitahukan, waktunya di rahasiakan, jadi tidak tentu kapan akan di
lakukan atau kapan akan memulai. Para penganut puasa ini menyamarkan agar tidak
terlihat berpuasa terhadap orang lain.
3. Kristen
Protestan. Sedangkan umat Kristen
Protestan berpuasa menghindari kebiasaan apa saja yang disukai, seperti puasa nonton
tv, atau puasa mendengarkan lagu selama 1 minggu, atau 1 bulan, atau dalam
waktu tertentu. Dengan demikian puasa ini merupakan puasa dalam segala hal,
kemudian juga menjadi rutinitas para pemeluk alirannya. Puasa dilaksanakan selama seminggu atau
sebulan. Sedangkan waktu pelaksanaan puasa
agama Kristen Protestan secara resmi tidak ada pengumuman resminya
sehingga hanya di atur oleh pendeta masing masing Gereja sebagai
penggembalanya.
4.
Katolik. Bagi pemeluk Katolik
berpuasa dengan makan kenyang sekali dalam sehari (24 jam) tetapi boleh minum (tidak termasuk dalam
rangkaian puasa), dan
hanya diwajibkan bagi yang berumur 18-59 tahun. Puasa bagi umat katolik, kini lebih
menekankan dalam soal menahan hal-hal dari keinginan duniawi, yaitu daging,
seperti halnya puasa umat kristen di atas. Lebih sepesifik umat katolik puasa
ini pantang tidak makan dan tidak minum, menahan nafsu, dan hal lain yang amat
di sukai selama 40 hari menjelang paskah atau di kenal masa pra paskah.
5. Hindu.
Umat Hindu berpuasa pada hari-hari tertentu yang tiap daerah berbeda. Bisa jadi waktu puasa umat hindi di India dan
Indonesia tidak sama, bahkan masing-masing desa di Balipun juga berbeda.
6. Budha.
Sementara bagi umat Budha berpuasa dengan tidak makan setelah siang hari sampai
esok pagi. Waktu pelaksanaan tidak
terikat, biasanya sesuai kebiasaan para biksu dan bikuni. Puasa yang
dilakukan oleh para biksu dan bikuni ini akhirnya dikembangkan menjadi beberapa
pola makan dan diet. Dalam dunia kesehatan, puasa ini dikembangkan menjadi intermittent fasting di
mana seseorang dibatasi waktu makannya untuk memaksimalkan kesehatan tubuh
secara menyeluruh.
Kalau
kita mengacu pada Alqur’an, maka puasa diperintahkan bagi orang-orang yang
beriman. QS. Al-Baqarah: 183, “Yaa ayuhal ladziina
aamanuu, kutiba ’alaikumush
shiyaam - Kamaa kutiba ’alal ladzina min qablikum
- La’allakum tattaquun” , artinya ”Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa.”
Ayat tadi menjelaskan bahwa bukan
hanya kita, umat Nabi Muhammad saja yang diperintahkan berpuasa, tetapi umat
Nabi lainpun (sebelum kedatangan Rasulullah Saw) juga diperintahkan berpuasa. Bahkan pelaksanaan puasa bagi umat sebelum
nabi Muhammad lebih berat bila dibandingkan dengan puasa kita sekarang.
Nabi
Daud melaksanakan
puasa yang paling berat, yaitu sehari berpuasa dan sehari berbuka dalam satu
tahun.
Nabi
Musa bersama kaumnya diwajibkan
berpuasa empat puluh hari setiap tahun.
Nabi
Isa menjalankan puasa
wajib tiga hari setiap bulannya.
Sedangkan Nabi Adam diperintahkan untuk tidak mendekati (dan memakan) buah
khuldi selamanya, yang ditafsirkan sebagai bentuk puasa pada masa itu. Puasa semacam ini jangan dianggap enteng,
karena kita belum tahu apa itu buah khuldi, seberapa besar menggodanya, apalagi
jangka waktunya tak terbatas (selamanya).
Sampai-sampai seorang nabipun jatuh tergoda.
Ibnu Katsir dalam tafsirnya
mengatakan, sejak Nabi Sulaiman hingga
Nabi Isa diperintahkan Allah untuk
berpuasa tiga hari setiap bulannya. Nabi
Muhammad saw. sebelum diangkat menjadi Rasul telah mengamalkan puasa tiga hari
setiap bulan. Nabi Muhammad juga
mengamalkan puasa Asyura (yang jatuh pada hari ke 10 bulan Muharram) bersama
masyarakat Quraisy yang lain.
MELAKSANAKAN PUASA
DENGAN BENAR
MANFAAT PUASA
Tujuan utama diperintahkan manusia untuk puasa adalah agar mencapai derajat
taqwa. Namun selain memperoleh derajat taqwa, puasa mempunyai manfaat lain,
yaitu kesehatan badan dan kesehatan jiwa (kepribadian)
(1) Manfaat puasa bagi Kesehatan badan.
Menurut statistik ilmu kesehatan, 60% penyakit berasal dari
perut. Apabila perut tidak dikendalikan,
maka banyak penyakit akan muncul. Makanan
yang berlebihan gizi belum tentu baik bagi kesehatan seseorang. Kelebihan gizi (overnutrisi) dapat
menimbulkan penyakit seperti kolesterol, hipertensi, asam urat, jantung koroner,
dan kencing manis (diabetes mellitus).
Berbagai penelitian ilmiah dan terperinci terhadap organ
tubuh manusia, puasa bisa membantu dalam membuang sel-sel yang rusak, sekaligus
membuang hormon ataupun zat-zat yang melebihi jumlah yang dibutuhkan tubuh
(detoksifikasi). Dengan puasa maka
berbagai jenis penyakit dapat dikendalikan, seperti diabetes, hipertensi,
kolesterol tinggi, maag hingga kegemukan.
Puasa, sebagaimana dituntunkan oleh Islam adalah
rata-rata 14 jam, kemudian makan untuk durasi
waktu beberapa jam, hal itu
merupakan metode yang bagus untuk membangun kembali sel-sel baru. Sehingga puasa merupakan cara yang baik
untuk menjaga kesehatan tubuh, dengan cara peremajaan terhadap sel-sel yang
tua. Rasulullah SAW bersabda, ”Berpuasalah,
niscaya kalian akan sehat.”
Di Jerman ada lembaga yang bernama Fasten Institut (Lembaga
Puasa), yang menggunakan puasa sebagai terapi untuk menyembuhkan
penyakit-penyakit tertentu yang menurut pengobatan moderen belum dapat
disembuhkan.
(2) Manfaat puasa
terhadap kesehatan jiwa / kepribadian,
Bila dikaji secara mendalam, inti dari puasa adalah pengendalian diri (self
control). Pengendalian diri terhadap hawa nafsu. Nabi Muhammad SAW
bersabda, ”Puasa itu bukanlah sekadar menahan diri dari makan dan minum,
akan tetapi sesungguhnya puasa itu adalah meninggalkan segala perbuatan sia-sia
serta menjauhi perbuatan yang kotor dan keji.” (HR. Al-Hakim). Dalam hadis lain, Rasulullah SAW
menyebutkan pengendalian hawa nafsu ini sebagai peperangan besar. Nabi SAW bersabda, ”Sesungguhnya
peperangan terbesar (di muka bumi) adalah peperangan melawan hawa nafsu dirinya
sendiri .” (HR.Thabrani al Baihaqi).
Pengendalian diri ketika berhadapan dengan orang-orang
yang berbeda pendapat dengan kita. Nabi
SAW bersabda, “Jika ada seseorang yang menghinamu (menantangmu),
membodoh-bodohkanmu, maka katakanlah bahwa, aku sedang berpuasa, aku sedang
berpuasa (tiga kali).”
Pengendalian diri ketika menyintai dan membenci sesuatu
supaya tidak berlebih lebihan.
Rasulullah bersabda, ”Batasi kecintaanmu terhadap sesuatu, karena boleh
jadi engkau akan membencinya suatu ketika. Dan batasi kebencianmu terhadap
sesuatu, karena boleh jadi engkau akan membutuhkannya (mencintainya) suatu
ketika.” (HR. Imam Tarmidzi)
Dengan berpuasa kita dilatih untuk mampu menguasai dan
mengendalikan diri terhadap dorongan-dorongan yang datang dari dalam diri maupun
dari luar, yaitu: Pengendalian diri untuk
tidak marah, untuk tidak bicara kotor, juga pengendalian diri untuk
bersabar. Puasa merupakan sarana untuk membentuk
pribadi berakhlak mulia.
Selain itu puasa juga dapat menumbuhkan rasa empati. Puasa mengajarkan pada seseorang untuk
merasakan betapa beratnya lapar dan haus itu, sebagaimana yang dialami
oleh orang-orang miskin setiap hari. Puasa menempa jiwa
supaya memiliki kekuatan dan daya tahan menanggung penderitaan, mengurangi hawa nafsu
keduniawian serta menggerakkan hati
orang-orang kaya supaya menyantuni kaum dhuafa.
Setelah kita mengetahui hakekat dan filosofi dari puasa, maka kita bisa
merasakan ternyata puasa itu sangat komprehensif. Puasa bisa dikatakan berat bila kita tidak
mempunyai ilmu yang cukup tentangnya,
dan sebaliknya, puasa akan dirasakan ringan dan menyenangkan bila kita
mempunyai pengetahuan dan kesadaran akan makna puasa itu sendiri.
Selain berpengaruh positif terhadap aspek
ruhaniah yaitu taqwa, ternyata ada hikmah lain (efek positif) yang
terkandung dari puasa itu sendiri, yaitu untuk kesehatan badan dan kesehatan
jiwa.
MELAKSANAKAN PUASA
DENGAN BENAR
Melaksanakan puasa bukanlah sekedar tidak makan dan tidak minum, puasa
tidaklah sekedar menahan lapar dan dahaga saja,
akan tetapi puasa yang sesungguhnya adalah menahan hawa nafsu. Nabi Muhammad SAW bersabda, ”Puasa
itu bukanlah sekadar menahan diri dari makan dan minum, akan tetapi
sesungguhnya puasa itu adalah mencegah diri dari segala perbuatan sia-sia serta
menjauhi perbuatan yang kotor dan keji.” (HR. Al-Hakim)
Rasulullah juga menjelaskan, ”Kam Min Shaa-Imin Laisa Lahu Min
Shiyaamihi Illal Ju-’U
Wal ’Athasyu” , Betapa banyak orang yang puasa akan tetapi tidak
mendapatkan apa-apa dari puasanya, kecuali lapar dan dahaga. (HR. An Nasa’I dan
Ibnu Majjah)
Agar kita mendapatkan apa yang menjadi tujuan puasa, yaitu taqwa, maka
puasa hendaklah dilakukan secara benar. Imam Al-Ghazali mengingatkan agar kita menjaga empat
hal untuk memenuhi syarat berpuasa, agar puasa kita diterima oleh Allah SWT,
yaitu menjaga lisan, menjaga pendengaran, menjaga perbuatan, dan menjaga
penglihatan.
(1) Menjaga lisan. Yaitu menjaga lisan dari perkataan dusta,
fitnah, mengunjing, berkata kotor, dsb.
(2) Menjaga pendengaran. Apa saja yang dilarang diucapkan, Allah
juga melarang kita untuk mendengarkannya.
(3) Menjaga perbuatan
dari kegiatan sia-sia, serta dari perbuatan yang keji dan kotor (melamun, bergunjing, main judi, dsb)
(4) Menjaga penglihatan. Menjaga penglihatan agar tidak melihat
sesuatu yang tidak disukai Allah.
Apa saja yang dilarang untuk dikerjakan, seperti judi, mabok, dsb, maka
kita dilarang pula melihatnya.
Bila kita mampu melaksanakan keempat syarat ini, kata Al-Ghazali, puasa kita tidak akan sia-sia, bahkan
bermanfaat bagi kehidupan kita dan akan mengantar kita kepada derajat taqwa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar