Pengertian Taqwa
Taqwa (bahasa Arab) berasal dari kata waqa-yaqi-wiqayah yang artinya memelihara atau menjaga,
yang bermakna menjaga diri agar selamat dunia dan akhirat.
Dalam Al-Quran terdapat 208 ayat
yang berkaitan dengan taqwa, antara lain pada surat Al-Baqarah (2) ayat 3, 177
& 183; Ali Imran (3) ayat 17 & 134; dan Adz-Dzariat (51) ayat 17-19.
Sesuai Al-Qur’an,
taqwa itu adalah beriman kepada Allah, malaikat-malaikat,
nabi-nabi, kitab-kitab, kehidupan akhirat, mendirikan shalat, menunaikan zakat,
dan puasa, serta sabar (dalam menghadapi kesulitan), menahan amarah, memaafkan
(kesalahan orang lain), dan menepati janji.
Pengertian
taqwa menurut para ulama, yang tentu merujuk pada Al-Qur’an, hadis, dan
pendapat sahabat, mengarah pada satu konsep: yakni sikap memelihara keimanan kepada Allah
dengan menjadikan
Al-Quran sebagai pedoman dalam menjalani kehidupannya, yang diwujudkan
dengan melakukan perbuatan
yang ma’ruf (disukai
Allah), dan
menghindari hal-hal yang munkar
(tidak disukai oleh Allah).
Bagi orang yang bertaqwa, ia mempunyai
karakter yang baik (ma’ruf) yaitu: jujur,
adil, peduli, tanggung jawab, sederhana, ramah dsb. Dan tentu saja jauh dari sifat tercela
(munkar) seperti: sombong, apatis, kikir, dengki, serakah, dsb.
Taqwa merupakan ukuran keimanan (kedekatan) manusia terhadap Sang
Pencipta. Hanya dengan taqwa-lah seorang mukmin dapat
memperoleh kemuliaan di sisi Allah. Untuk mencapai
derajat taqwa, maka seorang hamba Allah
harus selalu melakukan
perbuatan yang ma’ruf (kebajikan)
dan menghindari perbuatan yang munkar (keburukan).
Untuk mencapai derajat taqwa, iman saja tidak cukup (dalam pengertian hanya
melaksanakan ibadah mahdhah (utama) saja, seperti shalat, zakat dan puasa, akan
tetapi harus disertai pula dengan banyak berbuat kebajikan kepada sesama
manusia (ibadah sosial).
Taqwallah juga
harus disertai dengan syukur, sabar dan ikhlas. Mensyukuri segala nikmat
yang telah diberikan kepada kita sekecil apapun. Sabar dalam menghadapi ujian
berupa musibah dan cobaan-cobaan lain. Ikhlas dalam melakukan ibadah tanpa
pamrih semata karena lillahi ta’ala.
Ciri-ciri
orang yang bertaqwa.
Dari keseluruhan
ayat-ayat taqwa dalam Al-Qur’an, terdapat ciri-ciri khusus bagi orang yang bertaqwa. Ciri-ciri ini bisa menjadi indikator bagi
diri kita sejauh mana tingkat ketaqwaan kita kepada Allah SWT. Empat ciri-ciri
khusus orang yang bertaqwa adalah:
1. Dermawan, yaitu suka berinfak baik dalam keadaan lapang maupun
susah. (QS. 2:3,177 ; 3:17,134 ; 51:19)
2. Sabar dalam
penderitaan dan kesempitan (QS.2: 177)
3. Menahan amarah & Mudah memaafkan. (QS. 3:134)
4. Suka Shalat Malam dan
banyak ber Istighfar. (QS.
51:18 *; 3:17)
Ketaqwaan adalah prestasi tertinggi yang diraih oleh seorang
mukmin dalam pengabdiannya kepada Allah SWT. Allah Swt
berfirman, “Inna akramakum ‘indallaahi atqaakum”, “Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara
kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu”. (QS Al
Hujurat (49) ayat 13). Dalam sebuah
hadis, Rasulullah Saw bersabda: “Akmalul mu’miniina imaanan ahsanuhum khuluqan“,
“Orang mukmin yang paling sempurna keimannya adalah orang yang sempurna
akhlaknya” (HR. Tarmidzi).
Hakekat
Taqwa
Taqwa bukan
sekedar patuh, tunduk, dan takut. Tetapi
taqwa mengandung makna cinta. Jika patuh, tunduk atau takut masih
mengandung unsur keterpaksaan, maka cinta adalah keikhlasan atau kerelaan dan
dilakukan dengan senang hati.
Jadi hakekat taqwa adalah cinta, yaitu
berbuat kebajikan dengan segenap cinta kepada Allah. Semakin cinta
seseorang kepada Allah Swt maka semakin bertaqwalah ia.
Sebuah analogi, apabila kita
mencintai seseorang tentu kita akan berusaha untuk membuat orang yang
dicintainya selalu merasa senang, gembira dan bahagia. Seorang hamba
yang mencintai Allah, maka ia akan berusaha untuk melakukan hal-hal yang membuat Allah senang. Ia akan selalu
berbuat hal-hal yang disukai Allah
(ma’ruf), serta menjauhi hal-hal yang tidak disukai oleh Allah (munkar).
Taqwa = Iman + Amal
Saleh
Beriman saja belum menjamin seseorang
akan memperoleh surga. Karena surga hanya dijanjikan untuk orang yang bertaqwa.
“Dan
bersegeralah kamu kepada ampunan Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas
langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (Qs. Ali
Imran (3): 133)
Itulah sebabnya, orang beriman masih
diperintahkan untuk meningkatkan keimanannya menjadi ketakwaan, sebagaimana
difirmankan Allah: “Hai orang-orang yang
ber-iman, ber-taqwa-lah kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali
kamu mati melainkan dalam keadaan berserah diri (muslimun).” (Qs. Ali
Imran: 102).
Keimanan adalah keyakinan yang
berpuncak pada komitmen untuk menjalankan ibadah dengan penuh penghayatan dan
dengan kualitas terbaik yang bisa kita lakukan. Akan tetapi, baru sekedar
“penghayatan”, “keyakinan” dan “komitmen”. Belum diamalkan.
Dengan kata lain, keimanan adalah kondisi internal di dalam jiwa kita
sendiri. Karena itu perlu dieksternalkan menjadi sebuah amalan saleh. Jadi keimanan
berbasis pada keyakinan yang bersifat internal, sedangkan ketakwaan berbasis pada amal perbuatan yang bersifat
eksternal.
Jadi, bila orang yang sudah beriman ingin
masuk surga maka ia harus mencapai tingkatan taqwa. Untuk bisa mencapai derajat
taqwa orang beriman harus melakukan amalan saleh. Karena sesungguhnya “iman +
amal saleh = taqwa”.
Terkait dengan ibadah puasa, Allah
juga menegaskan bahwa orang beriman diharuskan berpuasa supaya menjadi bertaqwa.
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan
atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar
kamu bertaqwa.” (Qs. Al Baqarah (2): 183). Ayat tersebut merupakan penegasan
bagi orang yang beriman agar bersungguh-sungguh dalam berproses menuju
ketakwaan.
Lagi-lagi, keimanan harus ditingkatkan
menjadi ketakwaan. Salah satu cara memproses keimanan agar menjadi ketaqwaan
itu adalah dengan cara berpuasa, yang dalamnya kita melatih diri untuk menjadi
lebih taat beribadah, lebih ikhlas menjalankannya, lebih sabar dalam menghadapi
berbagai ujian, lebih dermawan dan berempati kepada kaum dhu’afa, lebih banyak
membaca Al Qur’an dan berbagai kebajikan lainnya.
Jika kita berhasil meningkatkan
keimanan menjadi ketaqwaan, maka ganjarannya adalah kehidupan surgawi, di dunia
maupun di akhirat.
Beberapa ayat taqwa :
QS. Al Baqarah (2) ayat 2-5 : (mereka yang bertaqwa yaitu) mereka
yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan
sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka,
QS. Al Baqarah (2) ayat 177: Sesungguhnya
kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat,
kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan
orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya,
mendirikan salat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya
apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan
dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan
mereka itulah orang-orang yang bertakwa.
QS. Al Baqarah (2) ayat
183; Hai orang-orang yang beriman,
diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum
kalian agar kamu bertakwa.
QS. Ali Imran (3) ayat 17: (orang yang
bertaqwa yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap taat, yang
menafkahkan hartanya (di jalan Allah), dan yang memohon ampun di waktu sahur.
QS. Ali Imran (3) ayat
134: (orang yg bertaqwa yaitu) orang-orang yang menafkahkan
(hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan
amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang
berbuat kebajikan.
QS. Adz Dzariat (51) ayat
17-19: Mereka (orang yg bertaqwa) sedikit sekali tidur di waktu malam; Dan
di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah); Dan pada harta-harta
mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat
bahagian.
Taqwa
menurut para Sufi.
Para Sufi, yaitu golongan orang-orang
ahli tasawuf menafsirkan setiap huruf pada taqwa. Taqwa terdiri
dari 4 huruf, yaitu “ta” , “qaf” , “wawu” dan “ya”,
yang setiap huruf mencerminkan pribadi orang yang bertaqwa, yaitu:
Pertama adalah
huruf ”ta”, yang merupakan symbol dari sifat tawadhu, yang artinya “rendah hati”. Lawan dari sifat tawadhu adalah sombong.
Kedua adalah
huruf “qaf”, yang merupakan symbol dari sifat qanaah, yang artinya “merasa cukup”, yaitu kemampuan diri dalam menerima dan
mensyukuri setiap anugerah Illahi. Lawan dari
sifat qanaah adalah thama’ (tamak) atau rakus/serakah.
Ketiga adalah
huruf “wawu”, yang merupakan symbol dari sifat wara’, yang
artinya “terpelihara/kesucian diri” .
Lawan dari sifat wara’ adalah subhat atau haram.
Keempat adalah huruf “ya”, yang merupakan symbol dari
sifat yakin’, yang artinya “mempunyai keyakinan” . Lawan dari sifat yakin adalah ragu atau tidak mempercayai.
Penjelasan sederhana
mengenai tawadhu, qanaah, wara’ dan yakin adalah sebagai berikut:
a. Tawadhu. Tidaklah bisa dikatakan sebagai orang yang
bertaqwa jika di dalam dirinya masih ada sifat sombong, karena sombong adalah
salah satu sifat yang tidak disukai oleh Allah Swt. ”Maaf ya, saya bukannya sombong. Kalau untuk
menyumbang sepuluh juta saja sebenarnya saya bisa, tetapi saya khawatir nanti
dikatakan sombong. Jadi lebih baik ya
secukupnya sajalah, yang penting ikhlas”.
Orang yang menyatakan bahwa dirinya tidak sombong seperti ini
sesungguhnya dia adalah sombong.
Menyatakan ketidak sombongan, pada hakekatnya adalah kesombongan juga.
b. Qanaah. adalah
kemampuan diri dalam menerima dan mensyukuri setiap anugerah Illahi. Qona'ah
merupakan bentuk kekayaan dan kebahagiaan sejati, sebab kebahagiaan bukan
semata-mata karena kaya harta melainkan karena kaya hati. Sebaliknya, jika
sikap qona'ah lenyap dari seseorang
maka dia akan melangsa sepanjang hidupnya, sebab orang yang tidak mengenal qona'ah
dalam hidupnya maka dia tidak akan merasakan bahagia meskipun memiliki banyak
harta. Tidaklah bisa
dikatakan sebagai orang yang bertaqwa jika di dalam dirinya masih ada
keserakahan. Keserakahan adalah sikap
tidak pernah bersyukur dan tidak pernah merasa cukup dengan rizki yang telah
diperolehnya.
c. Wara’ artinya “terpelihara/kesucian diri” . Lawan dari sifat wara’ adalah subhat atau
haram.
.….Wara’, ialah meninggalkan syubhat ( sesuatu yang di
dalamnya ada keraguan).
d. Yakin. Kalau masih ada keraguan ...
-------
-------
Karakter Taqwa : Jujur, Adil, Bertanggungjawab,
Peduli, Sederhana, Ramah, Komitmen dan Disiplin (Jurdil- Tangli – Dermah-
Komplin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar