Ibadah. Secara
etomologis kata ibadah diambil dari kata ‘abada, ya’budu, ‘abdan, fahuwa
‘aabidun yang berarti hamba atau budak. Jadi ibadah berarti penghambaan, yakni aktivitas penghambaan untuk
memperoleh keridhaan dari Allah SWT.
Ibadah mahdhah (dalam arti sempit)
yaitu ibadah yang murni (mahdhah) sebagai
ibadah, yaitu aktivitas yang sudah ditentukan syarat dan rukunnya. Maksud dari
syarat adalah hal-hal yang perlu dipenuhi sebelum suatu kegiatan ibadah itu
dilakukan. Sedangkan maksud dari rukun adalah hal-hal, cara, tahapan atau
urutan yang harus dilakukan dalam melaksanakan ibadah itu. Contoh ibadah
mahdhah adalah shalat, puasa dan haji.
Sedangkan ibadah ghairu mahdhah yaitu ibadah yang tidak murni sebagai ibadah, yaitu
segala aktivitas yang di samping sebagai hubungan hamba dengan Allah juga
merupakan hubungan atau interaksi antara hamba dengan makhluk
lainnya. Niat ibadah ghairu mahdhah bisa karena mencari ridha Allah, atau
bisa juga niatnya adalah untuk sosial misalnya bekerja mencari nafkah niatnya
untuk menghidupi keluarga.A. Pengertian Ibadah
Secara etomologis ibadah diambil dari kata ‘abada,
ya’budu, ‘abdan, fahuwa ‘aabidun. ‘Abid,berarti hamba atau budak, yakni
seseorang yang tidak memiliki apa-apa, hatta dirinya sendiri milik tuannya,
sehingga karenanya seluruh aktifitas hidup hamba hanya untuk memperoleh
keridhaan tuannya dan menghindarkan murkanya.
Manusia adalah hamba Allah “‘Ibaadullaah”
jiwa raga haya milik Allah, hidup matinya di tangan Allah, rizki miskin kayanya
ketentuan Allah, dan diciptakan hanya untuk ibadah atau menghamba
kepada-Nya: “Tidak Aku ciptakan Jin dan Manusia kecuali hanya untuk
beribadah kepadaKu” (QS. 51(al-Dzariyat ): 56).
B. Jenis ‘Ibadah
Ditinjau dari jenisnya, ibadah dalam
Islam terbagi menjadi dua jenis, dengan bentuk dan sifat yang berbeda antara
satu dengan lainnya;
1. ‘Ibadah Mahdhah, artinya penghambaan yang
murni hanya merupakan hubung an antara hamba dengan Allah secara langsung.
‘Ibadah bentuk ini memiliki 4 prinsip:
a. Keberadaannya harus berdasarkan
adanya dalil perintah,baik dari al-Quran maupun al- Sunnah, jadi merupakan
otoritas wahyu, tidak boleh ditetapkan oleh akal atau logika keberadaannya.
b. Tatacaranya harus berpola kepada
contoh Rasul saw. Salah satu tujuan diutus rasul oleh Allah adalah untuk
memberi contoh:
“Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul
kecuali untuk ditaati dengan izin Allah…”(QS. 4: 64).
“Dan apa saja yang dibawakan Rasul kepada kamu maka ambillah, dan apa yang dilarang, maka tinggalkanlah…”( QS. 59: 7).
“Dan apa saja yang dibawakan Rasul kepada kamu maka ambillah, dan apa yang dilarang, maka tinggalkanlah…”( QS. 59: 7).
Shalat dan haji adalah ibadah mahdhah,
maka tatacaranya, Nabi bersabda: “Shalatlah kamu seperti kamu melihat aku
shalat. Ambillah dari padaku tatacara haji kamu”
Jika melakukan ibadah bentuk ini tanpa
dalil perintah atau tidak sesuai dengan praktek Rasul saw., maka dikategorikan
“Muhdatsatul umur” perkara meng-ada-ada, yang populer disebut bid’ah:
Sabda Nabi saw.: “Salah satu penyebab
hancurnya agama-agama yang dibawa sebelum Muhammad saw. adalah karena
kebanyakan kaumnya bertanya dan menyalahi perintah Rasul-rasul mereka”
c. Bersifat supra rasional (di atas
jangkauan akal) artinya ibadah bentuk ini bukan ukuran logika, karena
bukan wilayah akal, melainkan wilayah wahyu, akal hanya berfungsi memahami
rahasia di baliknya yang disebut hikmah tasyri’. Shalat, adzan,
tilawatul Quran, dan ibadah mahdhah lainnya, keabsahannnya bukan ditentukan
oleh mengerti atau tidak, melainkan ditentukan apakah sesuai dengan ketentuan
syari’at, atau tidak. Atas dasar ini, maka ditetapkan oleh syarat dan rukun
yang ketat.
d. Azasnya “taat”, yang dituntut dari
hamba dalam melaksanakan ibadah ini adalah kepatuhan atau ketaatan. Hamba wajib
meyakini bahwa apa yang diperintahkan Allah kepadanya, semata-mata untuk
kepentingan dan kebahagiaan hamba, bukan untuk Allah, dan salah satu misi utama
diutus Rasul adalah untuk dipatuhi
Jenis ibadah yang termasuk mahdhah,
adalah :
1. Wudhu,
2. Tayammum
3. Mandi hadats
4. Adzan
5. Iqamat
6. Shalat
7. Membaca al-Quran
8. I’tikaf
9. Shiyam ( Puasa )
10. Haji
11. Umrah
12. Tajhiz al- Janazah
1. Wudhu,
2. Tayammum
3. Mandi hadats
4. Adzan
5. Iqamat
6. Shalat
7. Membaca al-Quran
8. I’tikaf
9. Shiyam ( Puasa )
10. Haji
11. Umrah
12. Tajhiz al- Janazah
Rumusan Ibadah Mahdhah adalah : “KA +
SS” (Karena Allah + Sesuai Syari’at)
2. Ibadah Ghairu Mahdhah, (tidak murni semata hubungan dengan
Allah) yaitu ibadah yang di samping sebagai hubungan hamba dengan
Allah juga merupakan hubungan atau interaksi antara hamba dengan makhluk
lainnya .
Prinsip-prinsip dalam ibadah ini, ada
4:
a. Keberadaannya didasarkan atas tidak
adanya dalil yang melarang. Selama Allah dan Rasul-Nya tidak melarang maka
ibadah bentuk ini boleh diseleng garakan.
b. Tatalaksananya tidak perlu berpola
kepada contoh Rasul, karenanya dalam ibadah bentuk ini tidak dikenal istilah
“bid’ah” , atau jika ada yang menyebut nya, segala hal yang tidak dikerjakan
rasul bid’ah, maka bid’ahnya disebut bid’ah
hasanah, sedangkan dalam ibadah mahdhah
disebut bid’ah dhalalah.
c. Bersifat rasional, ibadah
bentuk ini baik-buruknya, atau untung-ruginya, manfaat atau madharatnya,
dapat ditentukan oleh akal atau logika. Sehingga jika menurut logika
sehat, buruk, merugikan, dan madharat, maka tidak boleh
dilaksanakan.
d. Azasnya “Manfaat”, selama itu
bermanfaat, maka selama itu boleh dilakukan.
Rumusan Ibadah Ghairu Mahdhah: “BB +
KA” (Berbuat Baik + Karena Allah)
3. Hikmah Ibadah Mahdhah
Pokok dari semua ajaran Islam adalah “Tawhiedul ilaah” (KeEsaan Allah),
dan ibadah mahdhah itu salah satu sasarannya adalah untuk
mengekpresikan ke Esaan Allah itu, sehingga dalam pelaksanaannya diwujudkan
dengan:
a. Tawhiedul wijhah (menyatukan arah pandang).
Shalat semuanya harus menghadap ke arah ka’bah, itu bukan menyembah Ka’bah, dia
adalah batu tidak memberi manfaat dan tidak pula memberi madharat, tetapi
syarat sah shalat menghadap ke sana untuk menyatukan arah pandang,
sebagai perwujudan Allah yang diibadati itu Esa. Di mana pun orang shalat ke
arah sanalah kiblatnya (QS. 2: 144).
b. Tawhiedul harakah (Kesatuan gerak). Semua orang
yang shalat gerakan pokoknya sama, terdiri dari berdiri, membungkuk (ruku’),
sujud dan duduk. Demikian halnya ketika thawaf dan sa’i,
arah putaran dan gerakannya sama, sebagai perwujudan Allah yang diibadati hanya
satu.
c. Tawhiedul lughah (Kesatuan ungkapan atau bahasa).
Karena Allah yang disembah (diibadati) itu satu maka bahasa yang dipakai
mengungkapkan ibadah kepadanya hanya satu yakni bacaan shalat, tak peduli
bahasa ibunya apa, apakah dia mengerti atau tidak, harus satu bahasa, demikian
juga membaca al-Quran, dari sejak turunnya hingga kini al-Quran adalah bahasa
al-Quran yang membaca terjemahannya bukan membaca al-Quran.
* Umay M. Dja’far Shiddieq
Tidak ada komentar:
Posting Komentar