Manusia
diciptakan oleh Allah Swt sebagai mahluk yang paling sempurna diantara
mahluk-mahluk ciptaan Allah lainnya. Selain berupa jasmani, manusia
dilengkapi pula dengan tiga unsur ruhaniah yaitu akal, nafsu dan perasaan/qalbu.
Dengan ketiga unsur ruhani itulah manusia menjadi sempurna, karena ia bisa
berubah hakekat menjadi apa saja sebagaimana mahluk lainnya.
Ketika manusia
menjadikan akal sebagai panglima, maka ia bisa berubah menjadi
iblis atau syetan. Karena dengan akal ia bisa bertindak jahat, keji dan kejam
seperti iblis. Perampok atau penjahat yang profesional
adalah manusia yang mempunyai otak cerdas. Mustahil seorang idiot bisa
melakukan kejahatan besar dan keji. Mereka bisa melakukan kejahatan
besar, tidak lain karena adanya kecerdasan akal yang disalah gunakan.
Dan apabila
manusia mengumbar nafsu-nya, maka ia tidak ubahnya seperti hewan,
bahkan lebih hina lagi. Bila manusia sudah dikuasai oleh nafsu maka
hilanglah akal sehatnya. Bila manusia sudah dikuasai oleh nafsu maka ia bisa
menjadi tamak, rakus, egois, tidak punya malu, tidak,punya empati, tidak
tolerans dan sebagainya. Tamak, rakus, egois, tak punya malu, tak punya
empati adalah sifat-sifat binatang. Maka manusia yang tak bisa mengendalikan
hasrat nafsunya dikatakan sebagai manusia binatang karena ia berperilaku
seperti binatang.
Namun ketika
manusia mempunyai hati yang bersih (qalbus saliim), maka ia dapat menjadi
mahluk yang mulia seperti malaikat. Karena hati yang bersih dapat
mempengaruhi akal dan nafsu untuk menjalankan fungsinya secara baik.
Dengan ketiga
unsur ruhani itulah menjadikan manusia sebagai mahluk yang unik, karena ia bisa
lebih jahat dari syetan, bisa lebih hina dari binatang, tetapi juga bisa
lebih mulia dari malaikat. Manusia sendirilah yang memilih status
kehidupannya dihadapan Allah SWT, karena ia adalah mahluk yang sempurna, yang
diberi kebebasan untuk memilih.
Laqod kholaqnal insaana fii ahsani taqwiin. Tsumma radadnaahu asfala saafilin. Illal laadziina aamanuu wa ’amilush shaalihat.
(Sesungguhnya Allah telah menciptakan manusia dalam sebaik-baiknya kejadian. Kemudian Allah mengembalikannya kepada yang serendah-rendahnya. Kecuali bagi orang yang beriman dan beramal shalih.) (QS. At-Tiin ; 4-6)
Peran, fungsi
dan hubungan ketiga unsur ruhaniah.
(1).
Pertama adalah otak atau akal.
Otak atau akal
adalah salah satu instrumen manusia yang berfungsi untuk berfikir atau
memecahkan suatu masalah. Otak juga berfungsi untuk mengingat dan
memahami suatu peristiwa atau kejadian. Lebih dari itu otak adalah
sebagai pusat gerak, yaitu instrumen yang berperan menggerakkan
jasmani untuk melakukan suatu kegiatan. Kaki bisa berjalan, tangan memegang,
mulut bicara, mata melihat , telinga mendengar adalah karena diperintahkan oleh
otak. Jadi jasmani hanya akan melakukan suatu kegiatan apabila
diperintah oleh otak. Namun demikian, otak tak hendak memerintahkan
jasmani untuk melakukan suatu kegiatan apabila ia tidak didorong oleh suatu
keinginan yaitu nafsu.
(2).
Yang ke-dua adalah tentang nafsu.
Para ahli dan
pakar ilmu kejiwaan sepakat bahwa dalam setiap diri manusia terdapat apa yang
disebut sebagai motive, atau dalam istilah psikologi
adalah drive.
Motive atau
drive ini merupakan suatu kekuatan ruhaniah yang mendorong manusia untuk
berbuat sesuatu. Tanpa adanya motive atau drive, manusia tidak
mempunyai kemauan untuk berbuat sesuatu. Dalam istilah umum,
kekuatan tersebut kita kenal dengan nafsu atau hawa nafsu.
Dengan demikian
maka nafsu merupakan suatu kekuatan yang sangat bermanfaat, karena ia berfungsi
sebagai pendorong semangat hidup. Namun, di sisi lain
nafsu akan sangat berbahaya dan dapat mencelakakan manusia apabila ia
tidak dikendalikan dengan baik. Jadi sesungguhnya nafsu
mempunyai dua sisi yaitu positif dan negatif.
Dalam khasanah
Islam, nafsu positif ini disebut dengan quwwah rabbaniyah (nafsu
ketuhanan) adalah nafsu yang cenderung mendorong kearah
kebajikan.
Sedangkan nafsu negatif disebut dengan Quwwah syaitaniah (nafsu
setan) adalah nafsu yang cenderung mendorong kearah kesesatan.
Diantara keduanya yang mempunyai potensi lebih besar adalah nafsu syaitaniah
(nafsu negatif)
Allah Swt
berfirman : Inna Nafsa La Ammaratum Bissu’i - Illa Maa
Rahimma Rabbi
Sesungguhnya nafsu itu
selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhan (QS. Yusuf : 53).
Maka bisa
digambarkan bahwa nafsu itu ibarat api. Ia cenderung membakar apa saja
sehingga bisa menjadi sebuah malapetaka, namun ia akan sangat berguna apabila
dapat dikendalikan dengan baik.
Demikian halnya
dengan nafsu, ia akan sangat bermanfaat bila dikendalikan dengan baik.
Siapa yang
berperan mengendalikan nafsu? --- Ia adalah qalbu
(3).
Tentang hati atau qalbu.
Hati atau qalbu
adalah instrumen ruhaniah yang menyimpan nilai-nilai ilahiyah,
yaitu nilai-nilai mulia yang berasal dari Allah Swt. Nilai-nilai
ilahiyah itu adalah kejujuran, keadilan, kepedulian, tanggung
jawab, kasih sayang, empati, syukur, sabar, ikhlas, dsb. Nilai-nilai mulia
itu dikenal sebagai suara hati.
Seorang ahli
ilmu kejiwaan, Prof. Dr. Naya Diyarkara, menyatakan : ”Semua
manusia memiliki getaran hati yang sama, yang selalu menyuarakan nilai-nilai
kebenaran, itulah fitrah. Fitrah itu adalah bisikan Tuhan yang terekam
dalam jiwa manusia”.
Dengan potensi
yang memancarkan nilai ilahiyah itu, maka hati berfungsi sebagai penyaring
keinginan, dan berperan memberi pertimbangan kepada otak
tentang apa yang sepatutnya dilakukan.
Demikianlah
hubungan antara ketiga unsur ruhani yaitu akal, nafsu dan qalbu.
Selanjutnya, bagaimanakah peran jasmani ?
(4)
Peran jasmani.
Jasmani hanyalah
menjalankan apa yang diperintahkan oleh otak, sebagai perwujudan
dari apa yang dikehendaki oleh nafsu, yang telah mendapatkan bimbingan
dari qalbu.
Dari ketiga
unsur ruhaniah tersebut, yang paling dominan dalam
mempengaruhi aktivitas kehidupan manusia adalah nafsu.
Apabila nafsu tidak dikendalikan oleh qalbu, maka yang muncul adalah quwwah
syaitaniah, yang cenderung mendorong ke arah kemungkaran.
QALBU
Lebih jauh kita
membahas mengenai instrumen ruhaniah yang paling penting yaitu hati/qalbu.
Hati merupakan
karunia terbesar yang diberikan Allah SWT kepada manusia. Ia
menyimpan potensi ilahiyah, yang memancarkan nilai-nilai mulia yang
berasal dari Tuhan, yang berfungsi sebagai pembimbing jiwa.
Kalau hati seseorang
bersih tentu ia dapat berfungsi sebagai pembimbing yang baik untuk
melakukan perbuatan kebajikan. Tetapi kalau hatinya kotor, maka peran
hati sebagai pembimbing tidak berfungsi dengan baik, karena tertahan oleh
kotoran-kotoran yang menyelimutinya.
Hati
ibarat bohlam lampu, apabila kaca bohlam bersih maka ia dapat
memancarkan sinar cahaya dengan baik. Namun apabila kaca bohlam itu ditutupi
oleh kotoran-kotoran yang menempel di kacanya, maka sinar cahaya akan
terhambat. Semakin banyak kotoran yang menempel pada kaca bohlam maka
semakin sedikit pula pancaran sinarnya.
Pada mulanya
hati itu bersih tanpa noda seditkpun, itulah hati seorang anak bayi.
Namun kemudian hati itu dinodai oleh perbuatan-perbuatan buruk seperti maksiat,
kufur, zalim, serakah, egois, dengki, dan sebagainya.
Setelah
noda-noda itu menumpuk semakin banyak, maka hati akan tertutupi dan tidak lagi
bisa memancarkan nilai-nilai Ilahiyah. Kalau sudah demikian maka hati
menjadi beku atau mati. Hati yang telah mati tidak dapat berfungsi
lagi untuk mengendalikan nafsu, sehingga mengakibatkan rusaknya prilaku
manusia.
Rasulullah SAW
bersabda :
Alaa wa inna fil
jasadi mudh ghah - Idzaa sholuhat sholuhal jasadu kulluhu.
Waidzaa hasadat
fasadal jasadu kulluhu - Alaa wahiyal qalbu
Ketahuilah bahwa
di dalam jasad ini ada mughdah, bila ia sehat/baik maka sehatlah seluruhnya,
dan bila ia buruk/rusak maka rusaklah seluruh tubuhnya. Ketahuilah bahwa itu
adalah qalbu (HR. Bukhari Muslim).
Selain
memancarkan potensi ilahiyah, hati juga sebagai alat indera ruhaniah,
karena ia mempunyai kemampuan untuk melihat, berkata dan mendengar secara
ruhaniah.
·
Hati punya mata yang disebut mata hati, yang selalu
dapat melihat kebenaran.
·
Hati juga punya mulut yang selalu membisikkan
kebenaran, sehingga ucapannya dikenal sebagai kata hati.
·
Hati juga punya telinga yang menangkap suara-suara
kebenaran.
Disamping sebagai
alat indera ruhaniah, hati juga merupakan pusat perasaan, yakni
sebagai pusat rasa yang membuat manusia menjadi
sedih atau gembira, menderita atau bahagia, tenang atau gelisah, ikhlas atau
marah. Orang menjadi bahagia atau menderita bukan
disebabkan oleh harta atau tahta, melainkan ditentukan oleh hati.
Harta dan tahta
hanya merupakan sarana pendukung menuju kebahagiaan. Dengan
harta seseorang memperoleh kemudahan dalam mengatasi kebutuhan ekonomi.
Dengan tahta atau kedudukan seseorang memperoleh kehormatan dari
masyarakat. Namun apabila harta dan tahta
tidak dikelola secara baik dan benar maka bisa jadi akan menimbulkan masalah
bahkan bencana.
Tidak sedikit
orang yang karena harta dan tahta hidupnya menjadi terbelenggu, kebebasannya
terbatas, terikat oleh etika dan formalitas, cemas, stres dan bahkan tidak
sedikit yang kemudian bunuh diri. A’udzubillahi mindzalik.
Rasulullah SAW
bersabda :
Berbahagialah
engkau apabila mempunyai hati yang selalu bersyukur, lidah yang selalu
berzikir, dan keluarga (lingkungan) yang baik yang selalu membantu dalam urusan
ibadah.
Walaupun pada
dasarnya semua orang mempunyai hati, namun dalam kenyataannya tidak semua orang
mengelola hatinya dengan baik. Akibatnya, kebanyakan orang kehilangan
manfaat hatinya, yang sebenarnya sangat ia butuhkan untuk mengatasi persoalan
dalam hidupnya.
Allah SWT
berfirman :
Walaqod Dzara’na Li
Jahannamma Kasyiiran Minal Jinni Wal Insi - Lahum Kullu Bullayaf Kohunna
Bihaa
Dan sesungguhnya
Kami jadikan isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka
mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) (QS.
Al-Araf: 179):
Bahwa hati yang
mampu memancarkan nilai-nilai ilahiyah adalah hati yang hidup. Sedangkan
hati yang sudah tidak bisa menjalankan fungsi-fungsinya, bisa dikatakan hatinya
telah mati atau telah beku. Agar hati yang telah mati atau beku bisa
berfungsi kembali sebagaimana mestinya, maka ia harus dibersihkan dan dihidupkan
kembali.
Cara untuk
membersihkan atau menghidupkan kembali hati adalah dengan dzikrullah (mengingat
Allah). Dzikir untuk mengingat Allah dapat dilakukan dengan 3 cara,
yaitu (1) dzikir qalbi (dzikir dengan hati), (2) dzikir lisan (dzikir dengan
cara diucapkan) dan (3) dzikir amali (dzikir dengan perbuatan).
Disini akan
diuraikan sedikit tentang dzikir amali, antara lain adalah:
(1) Banyak mendekati
kaum dhuafa.
Kaum dhuafa
adalah para fakir miskin, yaitu mereka yang sehari-hari mengalami kesulitan dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka sudah bekerja keras tetapi
hasil kerjanya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan
papan, apalagi untuk pendidikan yang baik. Mereka adalah para buruh
di pabrik, buruh tani, buruh nelayan, kuli bangunan, kuli pasar, pedagang
asongan, dsb.
Dengan banyak
atau sering mendekati kaum dhuafa yang hidupnya sangat memprihatinkan itu, maka
akan membuat hati menjadi lebih hidup dan berfungsi sebagaimana mestinya.
Rasulullah
bersabda :
”Duduklah kalian
dengan orang-orang miskin, pasti kalian akan terbebas dari
kesombongan, dan menjadi orang besar disisi Allah” (HR.Abu Mu’aim)
Dalam suatu kisah, kepada
Nabiyullah Musa As. Allah Swt berfirman:
“Kalau engkau ingin
mendekati-Ku, maka dekatilah mereka yang kehausan, yang kelaparan, dan yang
kelelahan. Karena sesungguhnya Aku bersamanya.”
Orang yang dalam
hidupnya hanya mengenal kemewahan, tentu kemewahan itu dirasakan sebagai
sesuatu yang biasa, bukan lagi sebagai kenikmatan dan keindahan. Hidup
akan terasa nikmat apabila ia pernah merasakan hidup susah. Sesuatu bisa
dirasakan manis apabila kita pernah merasakan yang pahit.
Ada satu
ungkapan hikmah yang mengatakan bahwa, ”Kalau engkau biasa minum teh manis
dengan 3 sendok gula, maka dengan 2 sendok gula engkau tidak merasakan manis”.
(2) Banyak
bersedekah.
Bersedekah
merupakan bentuk kepedulian terhadap nasib fakir miskin. Bersedekah akan
menghapus dosa-dosa dan membersihkan kotoran hati. Mereka yang
enggan bersedekah berarti mereka sudah tidak punya kepedulian terhadap nasib
fakir miskin, dan itu pertanda bahwa hatinya telah beku. Dan mereka ini
oleh Allah Swt digolongkan sebagai pendusta agama.
Allah Swt berfirman :
Ara-aitalladzii
yukadzdzibubiddiin fadzaalikalladzi yadu’ –
’ulyatiim walaa yahudhdhu ’alaa tha’aamill
miskin.
Tahukah kamu orang yang
mendustakan agama?. Mereka adalah orang yang menelantarkan anak yatim dan tidak
peduli terhadap nasib orang miskin
(QS.
Al-Ma’un : 1-2)
Pada surat Ali
Imran, Allah Swt juga memperingatkan :
Lan tanaalul birra
hatta - tunfiquu mimma tuhibbuuna. Wamaa tunfiquu min
syai’in faa innallaha bihii aliim.
Kamu sekali-kali
tidak sampai pada kebajikan (yang sempurna), sebelum menafkahkan sebagian
harta yang kamu cintai. Dan apapun yang kamu infakkan, sungguh
Allah maha Mengetahui. (S. Ali Imran (3): 92).
(3)
Banyak berpuasa.
Apabila dikaji
secara mendalam sesungguhnya banyak manfaat yang terkandung dalam aktifitas
puasa. Salah satu aktifitas puasa adalah menahan rasa lapar dan haus,
aktifitas ini sesungguhnya mengajarkan pada seseorang untuk ikut
merasakan betapa beratnya menahan lapar dan haus sebagaimana yang dialami oleh
orang-orang miskin setiap hari.
Dengan sering
melaksanakan puasa maka seseorang akan semakin peka terhadap penderitaan yang
dialami kaum dhuafa, dan hal ini akan membuat qalbu menjadi hidup.
Hati merupakan
karunia terbesar yang diberikan Allah SWT kepada manusia, karena ia berperan
sebagai pembimbing jiwa.
Tidak semua
mahluk Allah dikaruniai dengan hati, kecuali jin dan manusia. Dan bagi
kedua mahluk itu (yaitu jin dan manusia) disediakan surga dan neraka sebagai
konsekuensinya.
Apabila ia mampu
menjaga kebersihan hati, maka Allah SWT menyediakan surga baginya.
Dan bagi manusia yang mengotori hatinya, ia akan diancam dengan api neraka.
Fa alhamahaa fujuurahaa
wa taqwahaa. - Qad aflaha man zakhaa haa.
Waqad khaaba man
dassaa haa.
(Maka Allah
mengilhamkan kepada jiwa, (dua potensi yaitu) kejahatan dan ketaqwaan.
Sungguh
beruntung orang-orang yang mensucikan (hati)nya. Dan sungguh merugi orang-orang
yang mengotori (hati) nya. (QS. Asy-syams: 8-10)
Resume
Dalam ilmu psikologi
modern, diketahui bahwa kecerdasan manusia tidak terbatas pada kecerdasan
intelektual saja, akan tetapi dikenal kecerdasan lain yang berpengaruh langsung
pada kehidupan manusia.
Kalau dahulu
kecerdasan hanya pada intelektualitas, yang dikenal sebagai IQ (intelegentia
quotient), maka kini dikenal kecerdasan lain yaitu EQ (emotional
quotient) atau kecerdasan emosional, dan SQ (spiritual
quotient) atau kecerdasan spiritual. Jadi sesungguhnya ada tiga
kecerdasan utama pada diri manusia, yaitu IQ, EQ dan SQ.
Dikaitkan dengan
tiga unsur ruhaniah manusia, maka IQ berkaitan dengan akal, EQ berkaitan dengan
nafsu, dan SQ berkaitan dengan qalbu.
Hasil penelitian
para ahli menunjukkan bahwa sekitar 80% prilaku kehidupan manusia dipengaruhi
secara langsung oleh EQ (emosional), sedangkan IQ hanya berperan maksimal hanya
20% saja. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian besar aktifitas
kehidupan manusia dipengaruhi oleh emosional atau nafsu.
Agar nafsu yang
berperan sangat besar itu dapat berpengaruh baik pada kehidupan manusia, maka
ia harus dikendalikan secara baik oleh qalbu. Dan agar qalbu dapat
berperan sebagai pengendali nafsu secara maksimal, maka qalbu/hati harus selalu
dibersihkan.
Jadi inti dari
manusia yang hidup dan berkehidupan sesungguhnya ada pada hati. Hati
adalah potensi yang menentukan manusia menjadi mulia atau hina, dan yang
membuat manusia menjadi sedih atau gembira, menderita atau bahagia, tenang atau
gelisah.
Antara berfikir dan ber aqal sangat jauh berbeda.. Otak yg substasinya berfikir, akan selalu membuat manusia menolak kebenaran Allah.. Sementara aqal, bukan saja mampu menangkap kebenaran Allah, tetapi aqal jg mampu berhadapan dan jauh melampaui kemampuan otak (fikir)...
BalasHapus