Ada 4 orang
pria berbicara tentang amal ibadah mereka & kesuksesan yang didapat.
Pria 1 :
Alhamdulillah,
sejak sering shalat
Dhuha rezeki
menjadi lancar. Bisnis sukses sebentar lagi anak saya lulus SMA rencananya akan
sekolah ke luar negeri._
Pria 2 :
Bukan main,
hebat sekali, sejak naik Haji/Umrah Ibadahku semakin rajin, Alhamdulillah anak juga sukses, rumahnya
harganya milyaran, aset bertambah, orang tua sangat bangga, berkat do'a saya.
Pria 3 :
Masha
Allah sungguh nikmat tak terkira sejak rajin puasa dan bersedekah rezeki bagaikan sungai
mengalir tidak ada putus-putusnya. Anak baru selesai kuliah diluar negeri dan
jadi staff khusus menteri.
Ketiga pria
tersebut kemudian melirik ke arah pria ke-4 sejak tadi hanya terdiam. Salah
satu bertanya kepada pria ke 4.
"...Bagaimana
dirimu? Kawan mengapa diam saja...?”
Pria 4 :
Saya tidak
sehebat kalian, jangankan kesuksesan bahkan saya tidak tahu apakah ibadah yang saya lakukan diterima
oleh Allah Ta'ala atau tidak.
Saya tahu
ibadah diterima dan sukses setelah saya meninggal nanti. Jadi saya merasa belum bisa menceritakan ibadah yang saya
lakukan dan balasan yang Allah berikan kepada saya.
Jangan
bersandar pada amal. Sebab dari ketertipuan ini adalah sikap bersandar kepada amal secara berlebih. Ini akan
melahirkan kepuasan, kebanggaan, dan akhlak buruk kepada Allah Ta’ala.
Orang yang
melakukan amal Ibadah _tidak tahu apakah Amalnya diterima atau tidak_
Mereka tidak
tahu betapa besar dosanya dan maksiatnya, juga mereka tidak tahu apakah amalnya
bernilai
keikhlasan atau
tidak.
Oleh karena
itu, mereka dianjurkan untuk meminta rahmat Allah dan senantiasa mengucapkan
istighfar karena Allah Maha Tau/Mengerti, Maha Pengampun dan Maha Penyayang.
Diriwayatkan
dari Abu Hurairah :
Sungguh
Amal seseorang tidak akan memasukannya ke dalam Surga.
Mereka
bertanya : "Tidak pula engkau ya Rasulullah?."
Beliau
menjawab : "Tidak pula saya, hanya saja Allah meliputiku dengan karunia
dan rahmatNYA. Karenanya berlakulah benar (beramal sesuai dengan sunnah) dan
berlakulah sedang (tidak berlebihan dalam ibadah dan tidak kendor atau
lemah)." (HR. Bukhari dan Muslim)
Sesungguhnya
seseorang tidak akan masuk surga kecuali dengan Rahmat Allah. Dan di antara RahmatNya adalah Dia
memberikan taufiq untuk beramal dan hidayah untuk taat kepadaNya.
Karenanya,
kita wajib bersyukur kepada Allah dan Merendahkan diri kepadaNya. Tidak layak
seorang hamba bersandar kepada amalnya.
Seorang
hamba tidak pantas membanggakan amal ibadahnya yang seolah-olah bisa terlaksana karena pilihan dan usahanya
semata, apalagi ada perasaan telah memberikan kebaikan untuk Allah.
Sesungguhnya
Allah tidak membutuhkan amal ibadah hamba-hamba-Nya. Dia Maha Kaya, tidak butuh
kepada makhluk-Nya. Kitalah yang butuh kepada-Nya.
Wallahu
a'lam bish shawwab...
Subhanallah...
Astaghfirullah...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar