Ada
seorang lelaki, shalat rawatibnya biasa saja. Shalat tahajut dan dhuhanya pun
tidak rajin. Dzikirnya juga tidak nampak tekun.
Demikian pula dengan iktikaf dan puasa sunnahnya yang tidak kelihatan
istiqamah. Tetapi pemuda ini dikatakan
oleh Rasulullah sebagai Ahli Surga.
Kenapa demikian? Karena ia
melakukan tiga amalan sosial yang istimewa.
Kisah
ini sering diceritakan oleh para ustadz.
Tetapi rasanya masih sangat relevan dan penting untuk diceritakan
kembali. Karena masih banyak diantara kita yang tidak peka terhadap masalah
-masalah sosial (muamalah), yang merupakan inti dari ajaran Islam yaitu
akhlak. Kisahnya sebagai berikut:
Ketika Rasulullah SAW sedang duduk bersama para sahabat di
salah satu sudut masjid Nabawi, tiba-tiba beliau menatap ke langit seolah
mendengar bisikan malaikat. Kemudian Rasulullah kembali menatap para sahabat,
dan bersabda, "Sebentar lagi akan muncul di hadapan kalian seorang
lelaki penghuni surga."
Tak
lama berselang, tiba-tiba muncul seorang lelaki Anshar dengan janggut
masih basah oleh air wudu. Ia berjalan pelan-pelan sementara tangan kirinya
menjinjing sandalnya.
Keesokan
harinya, dalam kesempatan yang sama Rasulullah kembali berkata demikian, "Akan datang seorang lelaki penghuni surga." Tak
lama kemudian lelaki itu kembali muncul.
Hal
tersebut juga diucapkan oleh Rasulullah hingga pada kesempatan ketiga. Sehingga
para sahabat banyak yang penasaran terhadap lelaki
tersebut. Diketahui kemudian lelaki Anshar tersebut bernama Saad bin Abi Waqqash.
Tentu
dalam hati para sahabat bertanya - tanya tentang amalan yang dilakukan oleh
pemuda tadi, sehingga ia dikatakan oleh Rasulullah sebagai calon penghuni
surga. Demikian juga dengan sahabat Abdullah bin
Amr bin Al Ash. Karena rasa penasarannya ia kemudian mencoba mencari
alasan agar bisa tinggal di rumah lelaki tadi selama tiga hari.
Alasan
yang ia buat adalah ia sedang bertengkar dengan ayahnya. Ternyata Abdullah pun
di izinkan oleh lelaki itu untuk tinggal bersamanya selama tiga hari. Maka
selama tiga hari itu ia menyelidiki keistimewaan lelaki Anshar itu.
Di
malam pertama, Abdullah bangun untuk Tahajud, tapi ia mendapati pemuda
tadi ternyata masih tidur hingga datang waktu Subuh. Dan ketika
masuk waktu Dhuha, Abdullah bergegas menunaikan shalat Duha, sementara
pemuda itu tidak. Bahkan ketika Abdullah sedang berpuasa sunah, pemuda itu
ternyata malah tidak puasa sunah.
Hingga
hari ketiga Abdullah tinggal bersama Saad, ia belum menemukan keistimewaan dari
pemuda tersebut. Abdullah pun semakin
heran dengan ucapan Rasulullah Saw. yang menyebutnya sebagai pemuda ahli surga.
Akhirnya Abdullah memutuskan untuk bertanya langsung pada pemuda tadi.
"Wahai Saad saudaraku, sesungguhnya tidak pernah
terjadi pertengkaran antara aku dan ayahku. Tujuanku menginap di rumahmu adalah
karena aku ingin tahu amalan ibadah apa yang engkau lakukan sehingga Rasulullah menyebut-nyebut engkau sebagai pemuda ahli
surga.
Tetapi
setelah aku amati, tidak ada amalan istimewa yang engkau amalkan, Engkau tidak tahajud, pagi hari pun kau lalui tanpa shalat dhuha,
bahkan shaum sunah pun tidak," ucap
Abdullah.
Saad
bin Abi Waqqash menjawab, “Benar tidak ada amalan lain yang aku kerjakan
kecuali seperti apa yang engkau lihat”. Jawaban itu sungguh tak
memuaskan hati, dan Abdullah pun berpamitan untuk pulang.
Namun,
ketika Abdullah berpaling melangkah keluar dari rumah, laki-laki tersebut
memanggilnya dan berkata, “Amalan ibadahku memang hanya seperti apa yang
engkau lihat. Hanya saja ada hal yang tidak engkau lihat. Bahwa aku berusaha
untuk selalu jujur kepada siapapun. Aku juga berusaha
untuk tidak menyakiti hati orang lain. Selain itu aku selalu
menjaga tali silaturahim." terang Saad.
Mendengar
penjelasan lelaki itu Abdullah pun terkejut, dan berkata: “Demi Allah...,
engkau benar - benar ahli surga. Ketiga amalan itulah yang belum dapat kuamalkan
secara baik"
Dari
kisah diatas dapat ditarik kesimpulan, ternyata yang membuat Saad dikatakan
oleh Rasulullah sebagai ahli surga adalah BUKAN disebabkan karena ia tekun
shalat malam, rajin shalat dhuha, rajin iktikaf, dan sering puasa Sunnah.
Tetapi
Saad dikatakan oleh Rasulullah sebagai ahli surga disebabkan lantaran ia
istiqamah melakukan tiga hal yaitu: Ia
selalu (1) bersikap jujur, (2) tidak
menyakiti hati orang lain, dan (3) menjaga tali silaturahim. Sedangkan amalan ibadah mahdhahnya, seperti
shalat malam, shalat dhuha, puasa, dan iktikafnya ia lakukan biasa-biasa saja.
Lantas
bagaimana keistimewaan ketiga prilaku istimewa pemuda calon penghuni surga
tersebut?
Pertama, Jujur.
Jujur
merupakan salah satu sikap yang sangat terpuji. Salah satu sifat mulia
Rasulullah adalah sidiq (jujur). Jujur
adalah kesesuaian antara ucapan, sikap, tindakan dan juga niat
dengan keadaan yang sebenarnya. Sifat
jujur itu berupa prilaku yang berterus terang, tidak menutupi, tidak dusta,
tidak ingkar, tidak curang dan tidak riya’. Pemahaman “jujur” itu
meliputi: a) Berterus terang (tidak menutupi), yaitu adanya kesesuaian antara
informasi yang disampaikan dengan keadaan sesungguhnya; b) Tidak dusta, yaitu
adanya kesesuaian antara perkataan dan kenyataan; c) Tidak ingkar, yaitu
kesesuaian antara janji/niat dan perbuatan; d) Tidak curang, yaitu kesesuaian
antara komitmen dan perbuatan; dan e) Tidak Riya’, yaitu kesesuaian antara
perbuatan dan kematangan hati.
Kedua,
Tidak Menyakiti Orang Lain.
Maksudnya
adalah sikap dan perbuatannya tidak merugikan orang
lain, yang membuat orang lain menjadi sedih, sakit hati, kecewa, dan bahkan
menderita.
Rasulullah bersabda, bahwa seorang muslim adalah orang yang
orang-orang muslim lainnya menjadi selamat dari (perbuatan buruk) lisan dan
tangannya. Sedangkan orang yang beriman adalah orang di mana manusia lain
merasa aman darinya.
Dari hadits di atas
setidaknya kita dapat mengambil pemahaman, bahwa sebaik apa pun dia melakukan
ibadah mahdlah, namun jika dia selalu merugikan orang lain, mengecewakan
sesama, menyakiti oran-orang di sekitarnya, maka iman Islamnya seseorang tidaklah
sempurna. Sehebat apa pun orang beribadah, jika ia banyak merugikan orang lain
maka ia termasuk orang yang rugi alias bangkrut.
Dalam suatu riwayat, Nabi pernah menjelaskan kepada sahabat-sahabatnya
tentang orang yang bangkrut. Rasulullah
menjelaskan, sesungguhnya orang yang bangkrut adalah orang yang rajin mendapat pahala
dari shalat, puasa, zakat, puasa, dan dzikir, tetapi karena dia tidak memiliki
akhlak yang baik, dia sering menyakiti hati orang, sering berbuat zalim,
dsb. Maka ketika hari kiamat pahala amalnya habis berpindah
ke orang lain dan dosanya bertambah banyak lantaran dosa orang lain berpindah
kepadanya.
Rasulullah SAW bersabda, "Orang yang bangkrut dari umatku
adalah mereka yang datang pada Hari Kiamat dengan banyak pahala shalat, puasa,
zakat, dan haji. Tapi di sisi lain, ia juga mencaci orang, menyakiti orang,
memakan harta orang (secara bathil), menumpahkan darah, dan memukul orang lain.
Ia kemudian diadili dengan cara membagi-bagikan pahalanya kepada orang yang
pernah dizaliminya. Ketika telah habis pahalanya, sementara masih ada yang
menuntutnya maka dosa orang yang menuntutnya diberikan kepadanya. Akhirnya, ia
pun dilemparkan ke dalam neraka." (HR Muslim, Tirmidzi, dan Ahmad).
Ketiga, Menjaga
Silaturahim.
Pengertian
silaturahim disini bukan hanya sekedar menjalin komunikasi dan pertemuan fisik
antar kawan belaka, tetapi silaturahim yang mengandung unsur kepedulian, tolong menolong, empati, dan bersikap ramah
terhadap sesama.
Silaturahim adalah menyambung hubungan baik dengan keluarga, para
karib dan kerabat, dengan perbuatan amal soleh sesuai dengan keadaan orang yang
hendak dihubungi, terkadang berupa kebaikan dalam hal harta, atau memberi
bantuan tenaga, atau mengunjunginya, atau memberi salam, dan cara lainnya” (Syarh
Shahih Muslim, 2/201).
Esensi
dari silaturahim adalah hablum minan nas (berhubungan
baik dengan sesame manusia).
Demikianlah
tiga prilaku istimewa pemuda ahli surga yang membuat para sahabat nabi menjadi
penasaran. Ketiganya merupakan akhlak
mulia yang dicontohkan oleh Rasulullah.
Bukannya tugas utama
Nabi Muhammad diturunkan ke dunia adalah untuk memperbaiki akhlak. Rasulullah
bersabda : Innama Buits’tu Li Utammima Ma Karimal Akhlak (Sesungguhnya aku diutus oleh Allah
tidak lain adalah untuk menyempurnakan akhlak. HR. Ahmad & Baihaqi).
Akhlak mulia
Banyak hadis yang menyatakan bahwa untuk mengukur
keimanan seseorang itu adalah diukur dari akhlaknya (prilaku sosial), bukan
dari kesalehan individual (ibadah mahdhah).
Berikut 3 hadis tentang akhlak sosial.
a. Rasulullah
bersabda, khairunnas
anfa’uhum linnas , ”Manusia yang paling baik,
ialah manusia yang paling bermanfaat bagi manusia yang lain. (HR. Ibnu
Hajar Al-Asqalani)
b. Ketika
Rasulullah ditanya, ”Amal apa yang
paling utama?”. Nabi yang menjawab, ”Seutama-utama amal ialah memasukkan rasa bahagia pada hati orang yang beriman,
yaitu melepaskannya dari rasa lapar, membebaskannya dari kesulitan, dan
membayarkan hutang-hutangnya.” (HR. Ibnu Hajar Al-Asqalani)
c. Rasulullah bersabda, "Aku
berjalan bersama saudaraku untuk memenuhi kebutuhannya (kepedulian sosial), itu lebih aku
cintai daripada ber-i’tikaf di masjid Nabawi selama sebulan lamanya.” (HR. Ath Thabrani 6/139)