Pernyataan bahwa inti
ajaran islam itu adalah akhlak, bukanlah tanpa dalil/rujukan yang dapat
dipertanggungjawabkan, karena biasanya pernyataan tersebut disandarkan pada
hadits-hadits berikut:
Pertama, Hadits dengan Redaksi Makârim al-Akhlâq:
Hadits dari Abu Hurairah
R.A., ia berkata: Rasulullah –shallallâhu ‘alayhi wa sallam– bersabda: “Sesungguhnya aku diutus
hanya untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.” (HR. Al-Bayhaqi
dalam al-Sunan
al-Kubrâ’ (no. 20782), al-Bazzar dalam Musnad-nya
(no. 8949) Imam Bukhari dalam Al Adaab Al Mufraad hal 42, Ahmad 2/381, Al Hakim
2/613, Ibnu Saad dalam Thabaqaatul Kubra (1/192), Al Qudhaa’iy
dalam Musnad
Asysyihaab No.1165)
Al-Hafizh Ibnu Abd al-Barr
al-Andalusi, sebagaimana dinukil oleh al-Zurqani: “Dan ini adalah hadits shahih
muttashil dari banyak jalurnya, shahih dari Abi Hurairah dan selainnya.” [1]
Kedua, Hadits dengan redaksi Shâlih al-Akhlâq. Hadits
dari Abu Hurairah R.A., ia berkata: Rasulullah –shallallâhu ‘alayhi wa sallam–
bersabda: “Sesungguhnya
aku diutus hanya untuk menyempurnakan keshalihan akhlak.” (HR.
Ahmad dalam Musnad-nya
(no. 8952), Al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad (no. 273), al-Bayhaqi
dalam Syu’ab
al-Îmân (no. 7609), al-Khara’ith dalam Makârim al-Akhlâq (no.
1), dan lainnya)
Mengomentari hadits dari
Imam Ahmad di atas, Imam al-Haitsami (w. 807 H) menjelaskan: “Imam Ahmad meriwayatkannya, dan para
perawinya adalah para perawi shahih” [2]
Setelah menukil perkataan
Ibn Abd al-Barr, al-Sakhawi (w. 902 H) merinci bahwa di antaranya apa yang
dikeluarkan oleh Ahmad dalam Musnad-nya, dan al-Khara’ithi di awal kitab al-Makârim-nya,
dari hadits Muhammad bin ‘Ajlan, dari al-Qa’qa’ bin Hakim, dari Abi Shalih,
dari Abu Hurairah R.A. secara marfu’, dengan lafazh shâlih al-akhlâq, dan
para perawinya adalah perawi shahih. (Syamsuddin al-Sakhawi, al-Maqâshid al-Hasanah fî
Bayân Katsîr Min al-Ahâdîts al-Musytahirah ‘Alâ Alsinah, Beirut:
Dar al-Kitab al-‘Arabi, cet. I, 1405 H, hlm. 180)
Makna Akhlak Menurut
Para Ulama Bahasa
Sebelum kita melihat apa
yang dimaksud dengan makna aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia, perlu
kiranya kita melihat pengertian akhlak itu sendiri ditinjau dari segi bahasa
Akhlak (الأخلاق) adalah
jamak dari khuluq (الخُلُقُ). Khuluq itu sendiri sebagaimana dijelaskan para
ulama ahli bahasa adalah sebagai berikut:
Menurut Muhammad bin Ahmad
al-Azhariy (w. 370 H): “Al-Khuluq: dien,
dan al-khuluq:
muru’ah.” [3]
Menurut Al-Qadhi ‘Iyadh (w.
544 H) yang menukil perkataan Ibnu al-‘Arabi: “Ibnu al-‘Arabi menuturkan: al-khuluq yakni
tabiat, al-khuluq yakni al-dîn, al-khuluq yakni
muru’ah.” [4]
Al-Hafizh Ibnu al-Atsir (w.
606 H) pun menegaskan hal senada dalam Al-Nihâyah fî Gharîb al-Hadîts. (Majduddin Abu
al-Sa’adat Ibnu al-Atsir, Al-Nihâyah fî Gharîb al-Hadîts wa al-Atsar, Beirut:
Al-Maktabah al-‘Ilmiyyah, 1399 H, juz II, hlm. 70)
Ibn Manzhur (w. 711 H)
dalam Lisân
al-‘Arab pun menjelaskan: “Al-Khuluq: yakni dien (agama), tabi’at dan watak
alami” [5]
Makna Aku Diutus untuk
Menyempurnakan Akhlak
Berdasarkan penjelasan yang
telah diambil dari beberapa pendapat para ulama terpercaya tersebut, maka dapat
diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan akhlak adalah Ad-dien, tabiat dan
adab. dengan demikian makna dari hadits tersebut berarti: Sesungguhnya aku
(Muhammad S.A.W) diutus untuk menyempurnakan dien (Islam), tabiat dan adab yang
mulia, menyempurnakan dien, tabiat dan adab yang telah diturunkan kepada nabi
dan rasul sebelumnya yang merupakan rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil’alamin). Jadi inti dari ajaran Islam itu adalah Ad-dien yang
tidak bisa terlepas dari aturan, hukum dan syariat, bukan hanya terbatas kepada
budi pekerti/tata krama dalam kehidupan sosial terhadap sesama mahluk saja.
Penjelasan Para Imam
Imam Abu Ja’far al-Thahawiy
(w. 321 H) meriwayatkan hadits ini no. 4432 dan menjelaskan maknanya: “Dan makna hadits ini menurut kami –wallâhu a’lam- bahwa
Allah ‘Azza wa Jalla mengutusnya –shallallâhu ‘alayhi wa sallam– untuk menyempurnakan bagi manusia Dien mereka,
dan Allah menurunkan kepadanya dari apa yang masuk dalam pemaknaan ini, yakni
firman-Nya ‘Azza wa Jalla: “Pada hari ini telah Aku
sempurnakan bagi kamu Dien-mu” (QS. Al-Mâ’idah [5]: 3)
Maka pengutusannya oleh
Allah ‘Azza wa Jalla adalah untuk menyempurnakan bagi manusia syari’at-syari’at
beragama mereka dimana sungguh telah ada syari’at beribadah nabi sebelum
Rasulullah –shallallâhu
‘alayhi wa sallam– dari para nabi dengan syari’at peribadahannya,
kemudian Allah ‘Azza wa Jalla menyempurnakannya berdasarkan informasi
firman-Nya: “Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagi kamu
Dien-mu” (QS. Al-Mâ’idah [5]: 3)
Dan kata al-ikmâl semakna
dengan al-itmâm, dan
ini menjadi makna dari sabda Rasulullah –shallallâhu ‘alayhi wa sallam-: “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan keshalihan
akhlak.”
Frase (shâlih al-akhlâq)
yakni shâlih
al-adyân, yakni Dienul Islam, wa billâhi al-tawfîq.” [6]
Imam al-Baji, sebagaimana
dinukil oleh Imam Abdul Baqi al-Zurqani (w. 1122 H) menuturkan: “Dahulu orang Arab dikenal sebagai
sebaik-baiknya manusia dari akhlaknya karena apa yang tersisa di sisi mereka
dari syari’at ajaran Nabi Ibrahim a.s., mereka pun tersesat dari sebagian besar
di antaranya maka diutus Rasulullahh –shallallâhu ‘alayhi wa sallam– untuk
menyempurnakan mahâsin al-akhlâq dengan menjelaskan kesesatannya
dan dengan pengkhususan dalam syari’atnya.” [7]
Al-Hafizh Ibnu Abdil Barr
al-Andalusi sebagaimana dinukil oleh al-Zurqani menjelaskan bahwa masuk
didalamnya keshalihan, dan kebaikan seluruhnya, Dien ini, keutamaan,
kehormatan, kebajikan (al-ihsân) dan keadilan, dan oleh karena itulah
diutusnya Rasulullah –shallallâhu ‘alayhi wa sallam– untuk menyempurnakannya. [8]
Akhlak Rasulullah Menurut Aisyah R.A.
Hisyam bin Amir pernah
bertanya kepada Aisyah R.A. tentang akhlak Rasulullah SAW. Aisyah menjawab, “Akhlak beliau (Nabi S.A.W) adalah (melaksanakan
seluruh yang ada dalam) Al-Quran.”. Hadits Shahih diriwayatkan oleh Muslim, Syarah Shahih
Muslim Lin Nawawi (6/25) , Abu Daud dalam Sunan-nya(2/40), An Nasaa’I dalam
Sunan-nya (3/199), Ad Darimiy dalam Sunan-nya (1/345)
Karakter budi pekerti
Rasulullah adalah budi pekerti yang dibentuk oleh Al-Quran, bukan karakter
alamiah yang terpisah dari al-Quran. Dengan kata lain, budi pekerti (adab)
Rasulullah S.A.W adalah Islam dan syariat-Nya (hukum-hukum Allah S.W.T).
Karakter (akhlak) Rasulullah S.A.W merupakan wujud dari ketaatan beliau
terhadap perintah dan larangan Allah S.W.T. Beliau senantiasa mengerjakan apa
yang diperintahkan Allah, dan meninggalkan apa yang dilarang oleh-Nya
Penjelasan tersebut diatas juga dapat diperoleh dalam tafsir ibnu Katsir surat
Al-Qalam ayat 4 (untuk detil tafsirnya, silahkan dibuka dan dibaca
sendiri tafsir ibnu Katsir) “Dan sesungguhnya engkau benar-benar memiliki khuluq yang agung.” (QS. Al-Qalam [68]: 4)
Kesimpulan Makna Aku
Diutus untuk Menyempurnakan Akhlak
Dengan demikian maka
jelaslah sudah bahwa yang dimaksud dengan aku
diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia/shaleh itu
adalah aku diutus dengan
membawa Al-Quran untuk menyempurnakan dien Islam (hukum-hukum/ketentuan Allah
S.W.T) yang telah diturunkan kepada nabi dan rasul sebelumnya. Rasulullah
terus melakukan tugasnya sebagai rahmatan lil’alamin sampai dien Islam sempurna
sebagaimana surat Al-Maidah ayat 3 dan kemudian Rasulullah Muhammad S.A.W wafat
di Madinah
Diharamkan bagimu
(memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama
selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan
diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan
(diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga)
mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah
kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan)
agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah
kepada-Ku. Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa
terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Almaidah:3)
Hubungan Akhlak dan
Aqidah
Maka bisa disimpulkan bahwa
memahami makna akhlak dalam hadits di atas tak bisa dilepaskan
dari Al-Quran dan konotasi Dienul Islam itu sendiri. Akhlak yang baik sebagai
bukti dari keimanan dan akhlak yang buruk sebagai bukti atas lemahnya iman,
semakin sempurna akhlak seorang Muslim berarti semakin kuat imannya. Akhlak
yang baik adalah bagian dari amal shalih yang dapat menambah keimanan dan
memiliki bobot yang berat dalam timbangan. Akhlak itu bukan hanya sebatas
hubungan manusia dengan manusia, tetapi hubungan manusia dengan khaliqnya
(penciptanya), akhlak terikat dengan perintah dan larangan Allah karena akhlak
Rasulullah itu adalah Al-Quran itu sendiri. Dengan demikian akhlak tidak bisa
dipisahkan dari aqidah
Itulah makna dari hadits
yang menyatakan bahwa aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia/shalih.
Semoga kita semua mendapatkan manfaat dari pembahasan makna aku diutus untuk
menyempurnakan akhlak yang mulia/menyempurnakan kemuliaan akhlak. Mudah-mudahan
pada kesempatan berikutnya kami dapat mengkaji, apa sebetulnya yang dimaksud
dengan Dien Islam
Footnotes
Muhammad bin ‘Abdul Baqi
al-Zurqani, Syarh
al-Zurqaniy ‘Alâ Muwaththa’ al-Imâm Mâlik, Kairo: Maktabah
al-Tsaqafah al-Diniyyah, cet. I, 1424 H, juz IV, hlm. 404. ↩
Nuruddin ‘Ali al-Haitsami, Majma’ al-Zawâ’id wa
Manba’ al-Fawâ’id, Beirut: Dar al-Fikr, 1412 H, juz VIII, hlm.
343. ↩
Muhammad bin Ahmad al-Azhariy, Tahdzîb al-Lughah, Beirut:
Dar Ihya’ al-Turats al-‘Arabi, cet. I, 2001, juz VII, hlm. 18. ↩
‘Iyadh bin Musa bin ‘Iyadh, Masyâriq al-Anwâr ‘Alâ
Shihâh al-Âtsâr, Dar al-Turats, juz I, hlm. 239. ↩
Ibnu Manzhur, Lisân al-’Arab, Kairo:
Dar al-Ma’arif, juz II, hlm. 1245. ↩
Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad
al-Thahawi, Syarh
Musykil al-Âtsâr, Beirut: Mu’assasat al-Risalah, cet. I, 1415
H, juz XI, hlm. 262. ↩
Muhammad bin ‘Abdul Baqi
al-Zurqani, Syarh
al-Zurqaniy ‘Alâ Muwaththa’ al-Imâm Mâlik, Kairo: Maktabah
al-Tsaqafah al-Diniyyah, cet. I, 1424 H, juz IV, hlm. 404. ↩
Muhammad bin ‘Abdul Baqi
al-Zurqani, Syarh
al-Zurqaniy ‘Alâ Muwaththa’ al-Imâm Mâlik, juz IV, hlm.
404. ↩
http://bacasitus.com/agama/inilah-maksud-aku-diutus-menyempurnakan-akhlak.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar