Istilah “Islam
Nusantara” pertama kali disampaikan saat Muhtamar NU di Jombang, Jawa
Timur, pada 2015. Selanjutnya konsep dan pengertian Islam Nusantara disepakati dalam Munas Alim
Ulama Nahdlatul Ulama di Kota Banjar, Jawa Barat, tanggal 27 Februari 2019. Pada Munas tersebut para
kiai NU sepakat bahwa Islam Nusantara bukan aliran baru.
Ditegaskan pula oleh Ketua
Umum PBNU, KH. Said
Aqil Siroj, bahwa Islam Nusantara bukanlah
paham, aliran, sekte
apalagi mazhab baru yang dikembangkan di Indonesia. Tetapi hanya tipologi Islam orang nusantara, yaitu Islam
yang menghormati budaya, tradisi yang ada di
Nusantara selama
tidak bertentangan dengan syariat Islam.
Islam Nusantara
dalam pengertian substansial adalah Islam Ahlisunnah Waljamaah yang diamalkan,
didakwahkan, dan dikembangkan sesuai karakteristik masyarakat dan budaya di
Nusantara oleh para pendakwahnya.
Tipologi atau
corak masyarakat Nusantara adalah santun, ramah, toleran, berbudaya,
berperadaban dan berakhlak.
Secara normatif doktrinal, 'Islam Nusantara' menganut Rukun Iman dan
Rukun Islam yang sama dengan kaum Ahlus-Sunnah wal-Jama'ah (Sunnah atau Sunni)
lain di bagian dunia Islam manapun seperti disepakati jumhur (mayoritas) ulama
otoritatif.
Sebagai perbandingan, ortodoksi Islam Nusantara ini berbeda dengan ortodoksi
Islam Arab Saudi. Ortodoksi
Islam Nusantara sederhananya memiliki tiga unsur
utama, pertama,
kalam (teologi) Asy'ariyah; kedua, fiqh Syafi'i (meski juga menerima tiga mazhab fiqh
Sunni lain); ketiga, tasawuf al-Ghazali, baik
dipraktikkan secara individual atau komunal maupun melalui tarekat Sufi yang
lebih terorganisasi lengkap dengan mursyid, khalifah dan murid, dan tata cara
zikir terentu.
Sedangkan ortodoksi Islam Arab Saudi mengandung hanya dua unsur, yaitu pertama, kalam (teologi)
Salafi-Wahabi dengan pemahaman Islam literal dan penekanan pada
Islam yang 'murni'.
Dengan pandangan kalam seperti itu, dalam perspektif doktrin ortodoksi
Islam Arab Saudi, tidak heran jika banyak Muslimin lain dianggap sebagai pelaku
bid'ah dhalalah (ritual tambahan sesat) yang bakal membawa mereka
masuk neraka. Termasuk ke dalam bid'ah dhalalah itu adalah merayakan Maulid
Nabi Muhammad SAW yang ramai dirayakan kaum Muslimin Indonesia.
Unsur ortodoksi Islam Arab Saudi kedua adalah fiqh Hanbali yang merupakan
mazhab paling ketat dalam yurisprudensi Islam. Ortodoksi Islam Arab Saudi tidak
mencakup tasawuf, justru tasawuf ditolak karena dianggap mengandung
banyak bid'ah dhalalah.
Islam Hanya Satu
Memang terdapat kalangan ulama dan intelektual Muslim yang menganggap Islam
hanyalah satu entitas; sama bagi setiap wilayah dan bangsa. Profesor
Abdel-Moneem Fouad, Dekan Dirasah Islamiyah untuk Mahasiswa Internasional
Universitas al-Azhar, Kairo, dalam seminar pra-Muktamar NU-Kompas
menyatakan ‘Islam
hanya satu. Tidak ada Islam Nusantara, Islam Arab atau Islam Mesir’.
Pandangan Fouad ini berdasarkan kerangka idealistik. Pandangan ini tidak
mempertimbangkan realitas historis empiris perjalanan Islam sepanjang sejarah
di berbagai wilayah beragam yang memiliki realitas sosial, budaya, politik yang
berbeda.
Islam
satu hanya ada pada level Alquran. Tetapi al-Qur’an (beserta hadits)
perlu rumusan rinci agar amar (perintah) al-Qur’an dapat dilaksanakan setiap
dan seluruh umat Muslim. Pada tahap inilah ayat-ayat Alquran tertentu perlu
ditafsirkan dan dijelaskan maksudnya. Hasilnya adalah kemunculan penafsiran dan
penjelasan yang dalam batas tertentu berbeda satu sama lain, yang kemudian
menjadi mazhab
dan aliran.
Kaum Muslimin Nusantara mengikuti mazhab dan aliran tertentu yang kemudian
menjadi ortodoksinya yang bisa berbeda dengan umat Islam di bagian lain Dunia
Islam. Sekali lagi, ortodoksi
Islam Nusantara adalah; kalam (teologi) Asy’ariyah, fiqh Syafi’i,
dan tasawuf al-Ghazali.
Islam Nusantara Lindungi Islam dari Arabisasi?
Maraknya diskursus publik akhir-akhir ini tentang wacana Islam nusantara
merupakan respon dari upaya arabisasi atau
percampuran antara budaya Arab dengan ajaran Islam.
Wacana Islam
nusantara itu untuk melindungi Islam dari Arabisasi, dengan memahaminya secara kontekstual. Sedangkan muamalah termasuk pada bagian dari ibadah ghoiru mahdloh
atau ibadah yang diperbolehkan selama tidak ada dalil yang melarangnya secara
jelas.
Budaya Islam beda dengan budaya Arab.
Jubah, gamis, sorban, dan sebagainya merupakan pakaian
budaya Arab, bukan budaya Islam. Sedangkan
budaya pakaian Islam adalah menutup aurat, bersih, rapih dan
sopan (tdk harus bersorban dan bergamis), karena Abu Jahal dan Abu Lahab pun
berjubah dan bersorban.
Islam itu adalah akhlak, norma atau nilai. Apapun corak dan budayanya kalau berakhlak Islam, maka sesungguhnya
mereka itu satu.
Seandainya Nabi diturunkan di tanah Jawa, bisa jadi pakaian
beliau adalah kaos,
sarung dan blankonan.
Tetapi karena nabi yang dilahirkan di
tanah Arab tidak mau terkesan eksklusif dan ingin berbaur dengan masyarakat umum disana, maka beliau mengenakan pakaian khas Arab.
Disinyalir sekarang
ini mulai banyak umat islam Indonesia yang ke arab2 an dengan dalih mengikuti sunah nabi,
dan suka membid’ahkan kelompok lain. Faham mereka cukup ekstrem. Kelompok
radikalisme mengambil dr kelompok perpaham seperti ini.
Menurut sejumlah data, agama Islam masuk ke wilayah nusantara ini sejak abad ke-13 dan ke-14 Masehi. Agama Islam
masuk ke Indonesia tak hanya dibawa oleh pedagang Gujarat dan Arab, tapi juga
oleh pedagang Cina. Oleh karena itu, ia menyebutkan, Islam masuk ke
Indonesia ini melalui tiga jalur, yakni Arab, Gujarat, dan Cina.
Islam Nusantara Mulai Diterima Dunia
Para ulama Afghanistan, Thailand, Malaysia,
Filipina, dan sejumlah negara Timur Tengah juga mulai menyekolahkan anak-anak
mereka ke Indonesia untuk belajar Islam ala Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja).
Kontra Terhadap Islam Nusantara di Twitter
Rangkuman beberapa
kritikan mereka yang paling sering disuarakan. Pertama, Islam
Nusantara dikritik terlalu 'Jawa',
karena mengambil contoh Wali Songo sebagai
ikon Islam Nusantara. Kedua, Tidak ada Islam
Nusantara, Islam Arab, atau lainnya. Hanya ada satu Islam. Ketiga,
Islam Nusantara dianggap kreasi kaum 'liberal',
yang disokong Amerika Serikat dan Negara-negara barat untuk memecah-belah
Islam. Keempat, salah satu definisi Islam Nusantara dianggap sebagai
'Vickiisasi', karena bahasa yang digunakan cenderung tidak jelas dengan
menggunakan kata serapan yang terlalu banyak. Terakhir, kelima, Islam
Nusantara tidaklah murni berasal dari Indonesia,
sebab juga didominasi elemen asing seperti unsur India dan China.
----
Apakah Islam Hanya Satu ?
Semua orang pasti setuju, ISLAM HANYA SATU.
Semua adalah umat nabi Muhammad yang sama. Tapi itu pada tataran
idealitas.
Pada tataran realitas tidak demikian, ada Islam Sunni, Syiah, Khawarij, Mu’tazilah,
Salafiyah, dsb. Itu baru dari aspek golongan.
Sementara dari golongan Sunni saja ada beberapa mazhab: Hanafi, Maliki, Syafii, Hambali, dsb.
Perkembangan berikutnya, ada Wahabi, Jamaah Tabligh, Ahmadiyah, Bahai, dsb.
Menurut pandanga salah seorang tokoh … Islam satu itu hanya ada pada
level Alqur’an. Pada level Alhadits, mulai ada perbedaan. Maka timbullah
penafsiran. Penafsiran yg dilatar belakangi perbedaan ilmu, pengalaman,
wilayah, dan termasuk budaya. Disinilah mulai timbul golongan,
mazhab, aliran, dsb. Nabi bersabda, Perbedaan pendapat diantara umatku adalah
rahmat.
Tetapi celakanya… perbedaan itu ada yang menafsirkan secara ekstreem. Sehingga timbul fanatisme sempit, membidahkan, intoleransi,
dsb. Di Timur Tengah terjadi pergolakan antar golongan (terutama sunni
dan syiah) krn intoleransi. Ditambah provokasi pihak luar (Yahudi) tentunya.
PBNU mewacanakan (sy bukan gol nahdliyin loh),
Islam yg ramah, toleran, beradab, tdk saling membid’ahkan, dan sebagainya yaitu Islam Nusantara, utk menangkal “faham” Islam yg bercorak (aliran) Arab
atau Timur Tengah yg keras.
Menurut mereka, Islam Nusantara itu bukan Paham, bukan
Aliran, apalagi Mazhab, tapi Tipologi, Mumazziyaat, Khashais. Islam yg santun,
berbudaya, ramah, toleran, berakhlak dan berperadaban. Itu corak Nusantara.
NU dan Muhammadiyah dsb adalah corak Islam Nusantara.
----- ----- -----
SESAMA MUSLIM JANGAN ADU DOMBA
Jangan mengadu domba antar umat Islam. Hal spt ini yg membuat Islam terpecah dan lemah, shg membuat kaum kafir gembira.
*Islam Nusantara*
Islam Nusantara itu bukan agama baru, juga bukan paham atau mazhab baru.
Islam Nusantara diwacanakan oleh PBNU pd Muktamar ke-33 NU di Jombang th. 2015.
Tujuannya utk menangkal “faham” Islam yg bercorak (aliran) masyarakat Arab atau Timur Tengah yg keras. Corak masyarakat Nusantara terkenal sbg masyarakat yg santun, berbudaya, ramah, murah senyum, andap ashor, toleran, dan berperadaban.
Dalam penampilan, pakaian orang Islam di Nusantara adalah sarung dan kupiyah, sedangkan orang Islam Arab Saudi adalah gamis dan sorban.
Islam Nusantara itu juga Aswaja, yang: (1) teologinya Asy'ariyah; (2) fiqhnya Syafi'i (menerima tiga mazhab fiqh Sunni lain); dan (3) tasawufnya al-Ghazali
Gempuran thd Islam Nusantara makin gencar ketika ada peristiwa qariah dg langgam jawa. Padahal itu diakui oleh bbrp tokoh tdk masalah asalkan tdk menyalahi kaidah baca qur’an, bacaan tajwid dan makhraj nya benar.
Para tokoh/penggagas Islam Nusantara juga menganut Rukun Iman dan Rukun Islam yang sama kita (Ahlus-Sunnah wal-Jama'ah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar