Rabu, 04 Juli 2018

Islam Nusantara (DK)

Istilah “Islam Nusantara pertama kali disampaikan saat Muhtamar NU di Jombang, Jawa Timur, pada 2015. Selanjutnya konsep dan pengertian Islam Nusantara disepakati dalam Munas Alim Ulama Nahdlatul Ulama di Kota Banjar, Jawa Barat, tanggal 27 Februari 2019. Pada Munas tersebut para kiai NU sepakat bahwa Islam Nusantara bukan aliran baru.

Ditegaskan pula oleh Ketua Umum PBNU, KH. Said Aqil Siroj, bahwa Islam Nusantara bukanlah paham, aliran, sekte apalagi mazhab baru yang dikembangkan di Indonesia. Tetapi hanya tipologi Islam orang nusantara, yaitu Islam yang menghormati budaya, tradisi yang ada di Nusantara selama tidak bertentangan dengan syariat Islam.

Islam Nusantara dalam pengertian substansial adalah Islam Ahlisunnah Waljamaah yang diamalkan, didakwahkan, dan dikembangkan sesuai karakteristik masyarakat dan budaya di Nusantara oleh para pendakwahnya.

Tipologi atau corak masyarakat Nusantara adalah santun, ramah, toleran, berbudaya, berperadaban dan berakhlak.

Secara normatif doktrinal, 'Islam Nusantara' menganut Rukun Iman dan Rukun Islam yang sama dengan kaum Ahlus-Sunnah wal-Jama'ah (Sunnah atau Sunni) lain di bagian dunia Islam manapun seperti disepakati jumhur (mayoritas) ulama otoritatif.

Sebagai perbandingan, ortodoksi Islam Nusantara ini berbeda dengan ortodoksi Islam Arab Saudi.  Ortodoksi Islam Nusantara sederhananya memiliki tiga unsur utama, pertama, kalam (teologi) Asy'ariyah; kedua, fiqh Syafi'i (meski juga menerima tiga mazhab fiqh Sunni lain); ketiga, tasawuf al-Ghazali, baik dipraktikkan secara individual atau komunal maupun melalui tarekat Sufi yang lebih terorganisasi lengkap dengan mursyid, khalifah dan murid, dan tata cara zikir terentu.

Sedangkan ortodoksi Islam Arab Saudi mengandung hanya dua unsur, yaitu pertama, kalam (teologi) Salafi-Wahabi dengan pemahaman Islam literal dan penekanan pada Islam yang 'murni'.

Dengan pandangan kalam seperti itu, dalam perspektif doktrin ortodoksi Islam Arab Saudi, tidak heran jika banyak Muslimin lain dianggap sebagai pelaku bid'ah dhalalah (ritual tambahan sesat) yang bakal membawa mereka masuk neraka. Termasuk ke dalam bid'ah dhalalah itu adalah merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW yang ramai dirayakan kaum Muslimin Indonesia.

Unsur ortodoksi Islam Arab Saudi kedua adalah fiqh Hanbali yang merupakan mazhab paling ketat dalam yurisprudensi Islam. Ortodoksi Islam Arab Saudi tidak mencakup tasawuf, justru tasawuf ditolak karena dianggap mengandung banyak bid'ah dhalalah.

Islam Hanya Satu

Memang terdapat kalangan ulama dan intelektual Muslim yang menganggap Islam hanyalah satu entitas; sama bagi setiap wilayah dan bangsa. Profesor Abdel-Moneem Fouad, Dekan Dirasah Islamiyah untuk Mahasiswa Internasional Universitas al-Azhar, Kairo, dalam seminar pra-Muktamar NU-Kompas menyatakan ‘Islam hanya satu. Tidak ada Islam Nusantara, Islam Arab atau Islam Mesir’.

Pandangan Fouad ini berdasarkan kerangka idealistik. 
Pandangan ini tidak mempertimbangkan realitas historis empiris perjalanan Islam sepanjang sejarah di berbagai wilayah beragam yang memiliki realitas sosial, budaya, politik yang berbeda.

Islam satu hanya ada pada level Alquran. Tetapi al-Qur’an (beserta hadits) perlu rumusan rinci agar amar (perintah) al-Qur’an dapat dilaksanakan setiap dan seluruh umat Muslim. Pada tahap inilah ayat-ayat Alquran tertentu perlu ditafsirkan dan dijelaskan maksudnya. Hasilnya adalah kemunculan penafsiran dan penjelasan yang dalam batas tertentu berbeda satu sama lain, yang kemudian menjadi mazhab dan aliran.

Kaum Muslimin Nusantara mengikuti mazhab dan aliran tertentu yang kemudian menjadi ortodoksinya yang bisa berbeda dengan umat Islam di bagian lain Dunia Islam. Sekali lagi, 
ortodoksi Islam Nusantara adalah; kalam (teologi) Asy’ariyah, fiqh Syafi’i, dan tasawuf al-Ghazali.

Islam Nusantara Lindungi Islam dari Arabisasi?

Maraknya diskursus publik akhir-akhir ini tentang wacana Islam nusantara merupakan respon dari upaya arabisasi atau percampuran antara budaya Arab dengan ajaran Islam.

Wacana Islam nusantara itu untuk melindungi Islam dari Arabisasi, dengan memahaminya secara kontekstualSedangkan muamalah termasuk pada bagian dari ibadah ghoiru mahdloh atau ibadah yang diperbolehkan selama tidak ada dalil yang melarangnya secara jelas.

Budaya Islam beda dengan budaya Arab.

Jubah, gamis, sorban, dan sebagainya merupakan pakaian budaya Arab, bukan budaya Islam. Sedangkan budaya pakaian Islam adalah menutup aurat, bersih, rapih dan sopan (tdk harus bersorban dan bergamis), karena Abu Jahal dan Abu Lahab pun berjubah dan bersorban.

Islam itu adalah akhlak, norma atau nilai. Apapun corak dan budayanya kalau berakhlak Islam, maka sesungguhnya mereka itu satu.

Seandainya Nabi diturunkan di tanah Jawa, bisa jadi pakaian beliau adalah kaos, sarung dan blankonan. Tetapi karena nabi yang dilahirkan di tanah Arab tidak mau terkesan eksklusif dan ingin berbaur dengan masyarakat umum disana, maka beliau mengenakan pakaian khas Arab.

Disinyalir sekarang ini mulai banyak umat islam Indonesia yang ke arab2 an dengan dalih mengikuti sunah nabi, dan suka membid’ahkan kelompok lain. Faham mereka cukup ekstrem. Kelompok radikalisme mengambil dr kelompok perpaham seperti ini.

Menurut sejumlah data, agama Islam masuk ke wilayah nusantara ini sejak abad ke-13 dan ke-14 Masehi.  Agama Islam masuk ke Indonesia tak hanya dibawa oleh pedagang Gujarat dan Arab, tapi juga oleh pedagang Cina. Oleh karena itu, ia menyebutkan, Islam masuk ke Indonesia ini melalui tiga jalur, yakni Arab, Gujarat, dan Cina.

Islam Nusantara Mulai Diterima Dunia

Para ulama Afghanistan, Thailand, Malaysia, Filipina, dan sejumlah negara Timur Tengah juga mulai menyekolahkan anak-anak mereka ke Indonesia untuk belajar Islam ala Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja).

Kontra Terhadap Islam Nusantara di Twitter

Rangkuman beberapa kritikan mereka yang paling sering disuarakan. Pertama, Islam Nusantara dikritik terlalu 'Jawa', karena mengambil contoh Wali Songo sebagai ikon Islam Nusantara. Kedua, Tidak ada Islam Nusantara, Islam Arab, atau lainnya. Hanya ada satu Islam.  Ketiga, Islam Nusantara dianggap kreasi kaum 'liberal', yang disokong Amerika Serikat dan Negara-negara barat untuk memecah-belah Islam. Keempat, salah satu definisi Islam Nusantara dianggap sebagai 'Vickiisasi', karena bahasa yang digunakan cenderung tidak jelas dengan menggunakan kata serapan yang terlalu banyak. Terakhir, kelima, Islam Nusantara tidaklah murni berasal dari Indonesia, sebab juga didominasi elemen asing seperti unsur India dan China.

----

Apakah Islam Hanya Satu ?

Semua orang pasti setuju, ISLAM HANYA SATU. Semua adalah umat nabi Muhammad yang sama. Tapi itu pada tataran idealitas.

Pada tataran realitas tidak demikian, ada Islam Sunni, Syiah, Khawarij, Mu’tazilah, Salafiyah, dsb. Itu baru dari aspek golongan.


Sementara dari golongan Sunni saja ada beberapa mazhab: Hanafi, Maliki, Syafii, Hambali, dsb.

Perkembangan berikutnya, ada Wahabi, Jamaah Tabligh, Ahmadiyah, Bahai, dsb.


Menurut pandanga salah seorang tokoh … Islam satu itu hanya ada pada level Alqur’an.
Pada level Alhadits, mulai ada perbedaan. Maka timbullah penafsiran. Penafsiran yg dilatar belakangi perbedaan ilmu, pengalaman, wilayah, dan termasuk budaya. Disinilah mulai timbul golongan, mazhab, aliran, dsb. Nabi bersabda, Perbedaan pendapat diantara umatku adalah rahmat.

Tetapi celakanya…  perbedaan itu ada yang menafsirkan secara ekstreem. Sehingga timbul fanatisme sempit, membidahkan, intoleransi, dsb.  Di Timur Tengah terjadi pergolakan antar golongan (terutama sunni dan syiah) krn intoleransi.  Ditambah provokasi pihak luar (Yahudi) tentunya.


PBNU mewacanakan (sy bukan gol nahdliyin loh), Islam yg ramah, toleran, beradab,  tdk saling membid’ahkan, dan sebagainya yaitu Islam Nusantara, utk menangkal “faham” Islam yg bercorak (aliran) Arab atau Timur Tengah yg keras.

Menurut mereka, Islam Nusantara itu bukan Paham, bukan Aliran, apalagi Mazhab, tapi Tipologi, Mumazziyaat, Khashais. Islam yg santun, berbudaya, ramah, toleran, berakhlak dan berperadaban. Itu corak Nusantara.

NU dan Muhammadiyah dsb adalah corak Islam Nusantara. 


----- ----- -----

 

SESAMA MUSLIM JANGAN ADU DOMBA

Jangan mengadu domba antar umat Islam.    Hal spt ini yg membuat Islam terpecah dan lemah, shg membuat kaum kafir gembira.

*Islam Nusantara*

Islam Nusantara itu bukan agama baru, juga bukan paham atau mazhab baru.

Islam Nusantara diwacanakan oleh PBNU pd Muktamar ke-33 NU di Jombang th. 2015.

Tujuannya utk menangkal “faham” Islam yg bercorak (aliran) masyarakat Arab atau Timur Tengah yg keras. Corak masyarakat Nusantara terkenal sbg masyarakat yg santun, berbudaya, ramah, murah senyum, andap ashor, toleran, dan berperadaban.

Dalam penampilan, pakaian orang Islam di Nusantara adalah sarung dan kupiyah, sedangkan orang Islam Arab Saudi adalah gamis dan sorban.

Islam Nusantara itu juga Aswaja, yang: (1) teologinya Asy'ariyah; (2) fiqhnya Syafi'i (menerima tiga mazhab fiqh Sunni lain); dan (3) tasawufnya al-Ghazali

Gempuran thd Islam Nusantara makin gencar ketika ada peristiwa qariah dg langgam jawa. Padahal itu diakui oleh bbrp tokoh tdk masalah asalkan tdk menyalahi kaidah baca qur’an, bacaan tajwid dan makhraj nya benar.

Para tokoh/penggagas Islam Nusantara juga menganut Rukun Iman dan Rukun Islam yang sama kita (Ahlus-Sunnah wal-Jama'ah)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar