Jumat, 18 Oktober 2024

Pembekalan Handler

PELATIHAN AGEN KLANDESTIN

1.1.   PEMBEKALAN HANDLER

Pada suatu malam yang dinginnya menusuk hingga tulang, di sebuah wisma peristirahatan yang luas di kawasan Puncak kota Bogor, seorang lelaki paruh baya berdiri di hadapan dua puluh orang berjaket hangat. Dia menyampaikan kata sambutan sekaligus pembekalan awal seorang handler kepada peserta pelatihan agen klandestin.

"Selamat malam, selamat datang di safe house kita yang indah ini. Trimakasih, saudara-saudara telah datang tepat waktu dalam keadaan sehat penuh semangat. Saya sangat bahagia bisa berjumpa dengan orang-orang terpilih, yang datang dari berbagai daerah,” pria paruh baya itu mengawali sambutan hangatnya. Kedua puluh orang itu menyimak penuh perhatian. Mereka baru datang dari berbagai daerah, atas rekomendasi pimpinan masing-masing.

·               Tugas Rahasia         

“Nama saya Sudirman, saudara-saudara bisa menyapa saya dengan panggilan singkat pak Dirman. Saya mendapat kepercayaan dari markas besar menjadi handler, untuk memimpin kalian dalam melaksanakan satu tugas yang amat penting.

Kita akan melaksanakan tugas yang penuh harapan dan tantangan. Tantangan bagi kita ada dua, pertama misi harus terlaksana dengan kondisi apapun. Dan kedua, gerakan kita harus senyap, tak terlacak oleh siapapun. Dengan begitu maka kita harus persiapkan diri dengan sungguh-sungguh. Kita akan laksanakan latihan intensif sebelum pelaksanaan eksekusi. Saya sudah mengkalkulasi tugas terhadap sasaran, dan saya merasa optimis, bahwa dengan potensi yang ada pada diri kalian maka misi ini bisa kita laksanakan dengan baik."

Pak Dirman diam sejenak, pandangannya menyapu ke seluruh peserta pelatihan yang tengah menyimak arahannya dengan seksama. Hati mereka berdebar, dalam benaknya terbayang tugas yang akan mereka terima, yang tidak jauh dari misi pembunuhan, penculikan, atau sabotase. Wauw… sungguh sangat menantang.

Handler Dirman melanjutkan arahannya, “Kita akan bersama-sama berada disini, di wilayah puncak ini selama kurang lebih dua pekan. Selama rentang waktu itu kita akan melakukan serangkaian latihan intensif secara tertutup dan rahasia. Mengingat misi ini mengandung konsekuensi yang cukup tinggi, maka kita harus menjalani latihan ini dengan serius, penuh semangat, dan disiplin yang tinggi. Tujuannya, tak lain adalah untuk meminimalisir risiko keamanan dan kegagalan tugas.”

Seluruh pandangan mata peserta calon agen klandestin tak bergeming tertuju pada sosok lelaki yang sebagian rambutnya telah berwarna putih. Mereka menyimak kata demi kata yang meluncur dari mulut seorang handler berwajah dingin itu dengan hati berdebar. Pak Dirman menyampaikan pembekalannya dengan suara agak lirih namun terdengar cukup lantang dengan gestur yang tenang penuh optimisme.

“Dalam penyelenggaraan pelatihan khusus ini,” lanjut pak Dirman, “Saya dibantu oleh beberapa instruktur. Beliau merupakan agen senior yang sudah cukup banyak makan asam garam dalam tugas-tugas klandestin dengan risiko yang tinggi. Mereka adalah pak Lukas Darwin, yang akan mendampingi dan mengarahankan kalian dalam bidang teknis klandestin di lapangan. Kemudian ada pak Gripit Sudarta, agen senior yang ekspert di bidang IT, teknologi informasi. Juga ada agen senior yang akan membekali kalian bidang psikologi sosial, beliau adalah pak Kerot Tirtadi. Dan beberapa mentor dan agen pembantu yang akan membersamai kita selama pelatihan persiapan penugasan ini.”

Saat pak Dirman memperkenalkan nama ketiga instruktur pendampingnya, secara bergantian, pak Lukas, pak Gripit, dan pak Kerot segera berdiri dan tersenyum ramah sambil melambaikan tangan kepada para agen yuniornya. Sementara lima belas orang personel pendukung latihan lainnya turut serta bergabung dan menyimak sesi pembekalan handler di belakang peserta pelatihan.

·                Sterilisasi Agen

"Dalam latihan intensif ini, saya akan sampaikan beberapa hal penting untuk kalian laksanakan dan patuhi dengan penuh rasa tanggung jawab," pak Dirman memberikan beberapa perintah.

"Pertama. Beberapa saat lagi kalian akan berganti identitas. Kalian akan menerima KTP baru dengan identitas baru, sebagai cover document. KTP itu telah disiapkan oleh perusahaan kita disini, dan segera akan dibagikan. Setelah itu kalian harus menyerahkan seluruh kartu identitas yang kalian bawa kepada staf perusahaan. Hafalkan dan hayati identitas baru kalian, yakni nama, alamat, lahir, dan pekerjaan.

Kedua, kalian harus segera menyiapkan cover story sesuai identitas baru. Buatlah riwayat karangan sebagai cover story, bagaimana keadaan kalian dimasa lalu hingga saat ini. Riwayat karangan itu harus berbeda sama sekali dengan riwayat asli. Cerita riwayat karangan itu untuk antisipasi bila ada pertanyaan oposisi saat masuk ke wilayah target. Besok pagi cover story yang kalian buat akan kita uji, untuk penyempurnaan dan menutupi bila ada celah.

Ketiga, kumpulkan semua alat komunikasi yang kalian bawa, dan serahkan kepada staf perusahaan disini. Dan sebagai penggantinya, kalian akan menerima ponsel baru, dengan nomor kontak baru. Kalian dilarang keras berkomunikasi dengan keluarga, saudara atau kerabat manapun, baik melalui saluran komunikasi umum, apalagi dengan ponsel baru yang akan kalian terima.” Perasaan seluruh peserta semakin menegang. Kendati mereka sudah paham sesuai teori intelijen, tetapi ini adalah kali pertama mereka menerima perintah klandestin semacam ini.

Pak Dirman menambahkan penekanannya, “Ponsel baru itu hanya digunakan untuk komunikasi dengan akses-akses baru dalam kaitan latihan dan pelaksanaan eksekusi nanti. Kemudian kalian akan diberi satu nomer kontak agen senior di sini, untuk komunikasi penting saja. Ingat, ponsel itu rawan kebocoran. Bila kalian gunakan kontak dengan keluarga, maka itu berisiko bagi mereka, juga kerawanan terbongkarnya jaringan klandestin kita.

Pada jam sepuluh malam nanti, seluruh alat komunikasi harus sudah diserahkan pada perusahaan. Dan sebelum itu, kalian diberi kesempatan untuk menghubungi keluarga. Sampaikan kepada mereka untuk sementara waktu kalian tidak bisa dihubungi. Berikan alasan yang logis.”

Pak Dirman diam sejenak, memberi kesempatan peserta untuk mencerna instruksinya. Tanpa menunggu pertanyaan dari peserta yang masih terdiam, sang handler menarik nafas panjang dan melanjutkan perhatiannya.

“Apabila ada berita yang sangat urgen dari keluarga, perusahaan menyiapkan satu nomor kontak yang bisa mereka hubungi. Tapi itu hanya untuk menyampaikan pesan yang sangat penting. Sebaliknya, berikan dua nomor kontak keluarga, yang bisa dihubungi oleh perusahaan bila dibutuhkan.”

Dua perintah pak Dirman, yakni mengganti identitas lama dan memutus kontak komunikasi dengan keluarga adalah bagian dari prosedur keamanan agen intelijen. Prosedur itu disebut “proses sterilisasi.” Tujuan utama proses ini adalah sebagai perlindungan keamanan keluarga dan jaminan kerahasiaan operasi.

Di sisi luar ruangan utama, dua orang agen klandestin Rio dan Devis tengah asyik bermain catur, sambari menikmati asap rokok dan wedang ronde hangat. Mengenakan jaket hangat dan krepus penutup kepala tebal, kedua agen ini bertugas sebagai pengaman, mencegah adanya orang asing mendekat dan mendengar pembicaraan di dalam ruangan. Di bawah cahaya lampu teras yang redup, sejatinya mereka ingin membuat perapian dari kayu bakar untuk menghangatkan badan dari sengatan dingin udara pegunungan. Tapi keinginan tak mereka lakukan, karena akan mengundang perhatian masyarakat sekitar.

Dalam sesi pembekalan awal malam itu, handler Dirman menyampaikan banyak hal berkaitan dengan misi khusus yang akan mereka laksanakan. Setidaknya ada tiga perintah sebagai tugas awal kepada peserta pelatihan, yakni identitas baru, cerita riwayat fiktif, dan memutus kontak komunikasi keluarga. Pak Dirman menyampaikan pembekalannya dengan nada suara yang datar, dan ekspresi wajah yang serius, namun sesekali beliau selingi dengan jokes-jokes ringan yang segar.  

·                Cerita Anekdot

Pada bagian akhir pembekalan itu, pak Dirman menutupnya dengan sebuah cerita anekdot, membuat suasana yang tegang itu menjadi cair penuh kehangatan.

“Di dalam kandungan seorang ibu, ada tiga orang bayi kembar sedang berdialog” pak Dirman memulai cerita anekdotnya. “Mereka berbincang tentang masa depan, tentang cita-cita.

Salah seorang dari mereka berkata, ‘Kalau sudah besar nanti, aku ingin menjadi insinyur bangunan.’ ‘Kenapa?’ tanya bayi yang lain. ‘Aku akan membuat rumah yang besaaar sekali, tidak seperti rumah kita ini, sempiiit sekali,’ jawabnya. Sesaat kemudian bayi kedua menyambungnya, ‘Kalau aku, kalau besar nanti aku ingin menjadi insinyur listrik. Aku akan membuat rumah yang teraaang sekali, tidak seperti rumah kita ini, gelaaap sekali.’

Bayi ketiga diam tak segera menyambungnya, nampaknya dia tengah berfikir. ‘Kamu ingin jadi insinyur apa?’ desak bayi kembarannya tak sabar. ‘Ohh, kalau besar nanti aku ingin menjadi intelijen,’ jawabnya. ‘Loh kenapa?’ tanya kembarannya penasaran. ‘Aku ingin menyelidiki, siapa itu orang gundul yang sering keluar masuk ke rumah kita ini. Aku jengkeeel sekali. Sudah datang tak pernah permisi, pulang juga tak pernah pamit.” Pak Dirman mengakhiri cerita anekdotnya, yang disambut dengan riuh tawa seluruh peserta pelatihan.

Usai pembekalan handler, seluruh peserta menerima pembagian dokumen KTP dan ponsel baru. Sambil menikmati wedang ronde dan pisang goreng panas, mereka saling berkenalan satu sama lain dengan identitas barunya. Di dalam ruang istirahat masing-masing, sebelum tidur malam, mereka berputar otak membuat riwayat karangan sebagai cover story, sesuai perintah handler. 

1.2.   PENGAMANAN SAFE HOUSE

Materi pertama sebagai tugas awal bagi peserta pelatihan pagi itu adalah pengamanan safe house, yakni pengamanan terhadap wisma yang saat ini menjadi tempat kegiatan tertutup mereka.  Safe house, dalam istilah intelijen adalah suatu tempat aman yang dipilih untuk dijadikan basis operasi bagi para agen intelijen dalam pelaksanaan kegiatan rahasia.

Keberadaan safe house menjadi hal penting pertama yang diupayakan dalam setiap operasi intelijen. Keberhasilan suatu operasi intelijen sangat bergantung pada kemampuan untuk menjaga kerahasiaan dan keamanan, maka memastikan keamanan sebuah safe house adalah hal yang sangat krusial.

Konsep berfikir untuk memastikan keamanan safe house adalah antisipasi ancaman atau bahaya. Ancaman terhadap safe house dibagi menjadi dua kategori, yaitu ancaman fisik dan ancaman non-fisik. Ancaman fisik dapat berupa pengrusakan, sabotase instalasi, serangan personel, atau penculikan. Sedangkan ancaman non-fisik dapat berupa pemantauan pihak lawan, penyadapan, gangguan, atau kebocoran informasi.

Tiga kegiatan yang harus dilakukan sebagai materi pengamanan safe house, adalah: sweeping ruangan, observasi lingkungan dan penggambaran sket.

·                Sweeping Ruangan

Keseluruhan peserta yang berjumlah dua puluh orang dibagi menjadi empat tim, sehingga tiap tim terdiri dari lima orang. Masing-masing tim menempati satu ruangan untuk akomodasi dan ruang diskusi.

Kegiatan pertama dalam pengamanan safe house adalah sweeping ruangan. Sweeping dimaksudkan sebagai pembersihan area secara menyeluruh, terhadap potensi ancaman yang dapat mengganggu atau menggagalkan operasi. Tujuannya adalah untuk mencegah kebocoran informasi, dengan membebaskan ruangan dari segala jenis perangkat penyadapan atau pengawasan yang tersembunyi. 

Tiap tim melakukan sweeping terhadap ruangan masing-masing. Mereka berbagi tugas, sebagian melakukan sweeping ke seluruh permukaan dinding, kain-kain gorden, dan atap ruangan. Sebagian lagi memeriksa kolong meja, kursi, buffet dan lemari. Dan sebagian lainnya memeriksa tempat-tempat yang tidak terbiasa, seperti di langit-langit, di balik lukisan, atau dalam perangkat elektronik. Mereka berusaha untuk membebaskan ruangan dari perangkat penyadap atau perekam suara yang mungkin dipasang pihak luar.

Gadung, salah seorang peserta pelatihan berinisiatif membuka dan melepas kedua buah sarung pelapis dari kasur dan bantalnya. Kemudian ia memeriksanya secara cermat, dengan cara memijit-mijit bagian dalamnya. Tindakan itu dilakukan sebagai kewaspadaan, ia tidak menghendaki ada sesuatu tersembunyi di dalamnya. Meskipun tak menemukan apapun, setidaknya ia sudah merasa aman.

·                Observasi Lingkungan

Setelah menyelesaikan tugas sweeping ruangan, kegiatan berikutnya adalah observasi lingkungan safe house. Observasi ini meliputi seluruh areal dalam dan luar areal wisma. Mereka berkeliling mengamati seluruh areal hingga ujung-ujung pagar perbatasan, termasuk beberapa jalan setapak yang memungkinkan menjadi akses jalan ke lokasi wisma. Mengamati ke-empat bangunan wisma dan peruntukannya, serta memasuki ruang kantor wisma, dapur, dan gudang perbekalan.

Beberapa diantara mereka memeriksa bagian-bagian vital dari instalasi wisma, seperti kabel listrik, box terminal MCB, saluran pipa air, dan selokan saluran drainase. Bahkan salah seorang diantaranya turun mengamati saluran drainase hingga ujung perbatasan luar. Kemudian seorang lagi terlihat mencoba memati-nyalakan saklar listrik di box terminal pusat.

Masing-masing peserta berusaha mengenali dan memahami kondisi safe house dan lingkungannya secara maksimal. Hal itu mereka lakukan sebagai bentuk antisipasi bila terjadi sesuatu yang tidak diharapkan. Instruktur Lukas, pak Gripit, pak Kerot, dan beberapa agen mentor mengawasi kegiatan itu dengan penuh tanggung jawab.

·                Sket Safe House: AOOT

Kegiatan terakhir dalam materi tugas pengamanan safe house adalah pembuatan sket safe house. Setidaknya ada 4 aspek penting dalam penggambaran sket safe house. Untuk memudahkan mengingat keempat aspek itu, pak Dirman membuatkan jembatan keledai dengan formula AOOT, kependekan dari Akses, Oposisi, Obyek vital, dan Tetangga.

Aspek pertama akses, yaitu penggambaran jalan akses keluar masuk safe house. Kedua oposisi, yakni mengidentifikasi keberadaan oposisi dan lokasi di sekitar safe house yang memungkinkan dijadikan tempat pantauan visual oposisi, ataupun ancaman sniper. Ketiga obyek vital, yaitu keberadaan obyek dan instalasi vital yang dimiliki safe house. Dan terakhir tetangga, yakni mengenali keberadaan tetangga yang ada di sekitar safe house.

Penggambaran akses jalan keluar masuk safe house diupayakan setidaknya memuat tiga jalur skenario, yaitu jalur umum, cadangan, dan darurat. Ketiga jalur skenario itu mengacu pada konsep “RAE Plan”, yakni reguler, alternatif, dan emergensi.

Konsep RAE Plan dijelaskan oleh pak Dirman sebagai berikut: Rencana “R” (reguler) adalah jalur yang bersifat rutin, yang digunakan secara umum oleh kebanyakan orang. Rencana “A” (alternatif) adalah rencana cadangan yang disusun untuk menghadapi situasi yang tidak terduga atau jika rencana reguler mengalami hambatan. Sedangkan rencana “E” (emergensi) merupakan rencana yang disusun untuk menghadapi situasi darurat atau krisis yang mengancam keamanan. Rencana E ini bersifat sangat spesifik dan terfokus pada tindakan yang tidak biasa ditempuh kecuali dalam situasi darurat.

Terkait dengan penggambaran sket, dalam dunia intelijen dikenal dengan konsep Sket ABC. Sket “A” merupakan gambar sket yang menunjukkan lokasi obyek tempat atau bangunan dalam radius yang luas. Contoh sket A, sering kita temui pada undangan pernikahan, yang mencantumkan gambar denah lokasi tempat pernikahan. Sedangkan Sket “B” merupakan gambar sket yang radiusnya lebih kecil, meliputi bangunan obyek, lingkungan sekitar obyek, dan akses jalan keluar masuk wilayah obyek. Sementara Sket “C” merupakan gambar sket yang menunjukkan lokasi atau posisi target, bisa manusia atau benda.

Setelah merampungkan tugas pengamanan safe house, meliputi kegiatan sweeping, observasi dan penggambaran sket, kegiatan berikutnya adalah evaluasi dan diskusi.  Hasil penggambaran sket masing-masing peserta diperiksa dan dievaluasi oleh instruktur dengan cara mendiskusikannya bersama dengan seluruh peserta latihan. Diskusi ini dilakukan di ruangan utama wisma.

1.3.   INFILTRASI

Setelah menuntaskan materi pengamanan safe house, tugas materi kedua adalah infiltrasi. Seluruh peserta mendapatkan tugas infiltrasi, yakni memasuki suatu wilayah dimana target operasi berada di dalamnya. Dalam tugas ini agen akan menghadapi tantangan dan rintangan dari oposisi, yakni pihak-pihak yang dapat menghambat atau menggagalkan misi, bahkan keamanan dirinya.

Instruktur menekankan tentang tiga hal yang harus diperhatikan oleh agen dalam tugas infiltrasi, yaitu: sasaran, oposisi, dan kedok. Pertama sasaran, dimana agen harus mempelajari dan pahami karakteristik sasaran secara detail. Kedua oposisi, agen harus berasumsi bahwa di setiap ruang, di wilayah sasaran selalu ada pihak luar yang sedang memantau, maka keamanan kegiatan dan komunikasi harus diperhatikan. Dan ketiga kedok, agen harus persiapkan kedok penyamaran secara matang, baik kedok dokumen, kedok riwayat, maupun kedok kegiatan.

·                Uji Cover

Sebelum meninggalkan safe house menjelang pelaksanaan infiltrasi, seluruh agen peserta latihan melaksanakan uji cover atau pengujian kedok. Kedok yang telah mereka persiapkan akan diuji terlebih dulu oleh agen pembimbing. Tujuan kegiatan ini adalah untuk menguji kekuatan kedok dan menyempurnakannya bila masih ada kelemahan.

Dalam dunia intelijen, kedok adalah sesuatu yang digunakan oleh seorang agen untuk menyembunyikan identitas asli, serta misinya dari pengetahuan oposisi. Kedok bisa berupa identitas palsu, penyamaran penampilan fisik, atau bahkan perilaku. Fungsi lain dari penggunaan kedok adalah memungkinkan agen untuk beroperasi di wilayah lawan secara lebih leluasa tanpa kecurigaan.

Secara umum seluruh peserta telah menguasai identitas baru sesuai dokumen ‘aspal’ yang diterimanya. Bahkan rekan-rekan tim tidak mengenal nama asli, selain nama cover yang diberikan handler. Selain kedok dokumen (cover document) dan kedok riwayat (cover story), jenis kedok ketiga yang digunakan agen mendukung aktivitasnya di wilayah sasaran adalah kedok kegiatan (cover action). Kedok ini dipergunakan sebagai alasan yang logis untuk mempermudah akses mendekati sasaran.

Anggit, salah seorang peserta pelatihan harus memperbaiki kedok aktivitasnya. Dalam uji cover oleh mentor pembimbing, ia kurang bisa menjelaskan argumentasi kegiatan palsunya. Dalam kegiatan uji cover itu, Anggit membuat karangan kegiatan sebagai mahasiswa yang akan melakukan penelitian skripsi kuliahnya. Padahal di wilayah sasaran tidak tersedia obyek yang bisa dijadikan materi penelitiannya.

Peserta lain yang harus mengganti penampilannya adalah Ismail. Pakaian yang dikenakan pada tugas siang itu kurang sesuai dengan situasi lingkungan sasaran. Penampilan menterengnya akan membuat ia jadi perhatian masyarakat setempat, sehingga hal itu akan menjadi penghambat keleluasaan aktivitas dirinya wilayah sasaran.

·                Mewaspadai Oposisi.

Di lapangan, pada sebuah kafe yang berada di wilayah target operasi, Truman dan Faisal, dua orang agen pelatihan duduk pada dua buah kursi yang bersebelahan. Meskipun tidak berada satu meja, namun nampak mereka sedang berbicara cukup intens. Menyaksikan peristiwa itu, Nunung, seorang agen mentor wanita selaku pengawas pelatihan datang mendekati mereka. Setelah memesan segelas kopi late pada waiter, dia mengambil tempat duduk yang cukup dekat dengan posisi duduk mereka berdua.

Nunung mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya, dan berpura-pura menelpon seseorang, padahal alat komunikasinya tidak dalam posisi on-line. Dia bicara dengan suara pelan, namun kata-katanya didengar jelas oleh kedua peserta pelatihan. Dengan berbisik ia meminta kedua agen itu untuk menjaga kompartementasi, dan segera mengakhiri pertemuan. Disampaikannya bahwa tindakan mereka berdua termonitor oleh CCTV. Mendengar teguran dari pengawasnya, dengan perasaan bersalah Truman segera meninggalkan tempat itu tanpa menengok dan bicara sepatahpun pada Faisal, seolah mereka tidak saling mengenal.

Pada situasi yang lain, di suatu tempat yang tidak terlalu ramai pengunjung, Imran nampak aktif menggunakan ponselnya untuk mengambil gambar sudut-sudut gedung target. Tindakannya yang tidak wajar itu tentu bisa mengundang perhatian dari pengunjung sekitarnya. Selang waktu yang tidak terlalu lama, ponselnya bergetar dengan bunyi nada panggilan dari nomor staf perusahaan. Terdengar suara pak Gripit yang mengingatkan tindakannya, sesuai laporan dari agen pengawas di lapangan. Aksinya itu cukup berisiko, karena menimbulkan kecurigaan orang-orang sekitar, apalagi bila terpantau kamera pemantau cctv yang dipasang oleh oposisi.

Lain lagi dengan Asrul, seorang peserta pelatihan yang terlalu lama berada di satu lokasi wilayah target. Dia nampak mondar mandir melintasi satu titik lokasi lebih dari tiga kali lintasan. Dia bermaksud mendapatkan detail obyek lebih banyak terhadap target pengamatan untuk kesempurnaan laporannya. Seperti halnya kasus Imran, Pak Gripit juga melakukan teguran kepada Asrul melalui cara yang sama.

Berbeda halnya dengan Aryo, agen ini juga bermaksud mendapatkan detail gambar lebih banyak dari targetnya. Namun ia melakukan dengan Teknik yang cukup baik. Aryo memerlukan waktu agak lama untuk datang kembali ke lokasi pengamatan. Itupun dilakukan dengan penampilan berbeda, ia mengenakan kacamata dan topi untuk datang ke lokasi yang sama. Hal itu dimaksudkan agar orang sekitar tidak mudah mengenalinya.

·                Kompartementasi.

Sigit menghentikan mobil angkot yang tengah meluncur melintas di depannya. Setelah mobil penumpang umum itu menepi dia segera naik melalui pintu belakang. Di dalam angkot ada empat orang penumpang, salah satunya adalah Panut, anggota tim lain yang sudah dikenalnya. Karena seat yang kosong ada di sebelah Panut, maka iapun terpaksa duduk disamping rekan agen klandestinnya itu. Tetapi di sepanjang perjalanan Panut terlihat sibuk dengan ponselnya, sedikitpun tidak ada kata basa basi. Sigitpun bersikap yang sama, seolah dia tak mengenal rekannya. Dua orang agen yang seakan tak saling mengenal itu tengah memainkan konsep sekuriti klandestin, yaitu kompartementasi.

Pada tugas operasi klandestin, sering terjadi antar agen dalam satu tim secara tak sengaja bertemu fisik di suatu lokasi dalam wilayah target. Untuk menjaga kerahasiaan kegiatan dari pantauan oposisi maka diberlakukan prinsip sekuriti klandestin yang disebut dengan kompartementasi. Dalam prinsip kompartementasi, antar agen dilarang saling berkomunikasi terbuka, baik verbal maupun dengan isyarat. Mereka harus mengesankan seolah tidak saling mengenal satu sama lain. Bila dalam satu situasi mereka terpaksa berada dalam satu ruang jarak yang sempit, seperti dalam ruang lift maka mereka harus bersikap natural seperti masyarakat lain pada umumnya.

Meskipun dalam konteks latihan, intruktur selalu mengingatkan para agen agar bisa mengendalikan diri untuk tidak bercanda. Sering terjadi dalam latihan, dalam situasi tertentu yang dianggap aman antar mereka saling meledek, “serius nih ye…” Menghadapi tugas penting yang penuh risiko ini, peserta harus melatih pengendalian diri dengan sungguh-sungguh.

Harus selalu diingat, bahwa di zaman modern saat ini hampir seluruh ruangan tercover oleh pantauan kamera pengawas cctv. Sehingga apabila terjadi masalah pada diri salah seorang agen, kemudian dilakukan pengusutan oleh aparat keamanan lawan melalui rekaman video cctv, maka besar kemungkinan jaringan klandestin akan terungkap.

●       Teknik Elisitasi

Di sudut kafe yang sepi, Muladi duduk berhadapan dengan seorang karyawan  sebuah perusahaan teknologi. Dengan senyum tipis yang ramah, dia mencoba mencairkan suasana dengan menawarkan rokok yang ujung bungkusnya sudah terbuka. Yayan, nama karyawan itu merespons-nya dengan hangat. Selanjutnya terjadilah komunikasi dengan begitu cair.

Muladi memulai percakapan tentang pekerjaan surveinya, lalu berlanjut mengajukan pertanyaan ringan kepada Yayan, “sudah berapa lama bekerja disini pak?” Yayanpun meresponnya dengan penuh keakraban, bahkan ia bercerita tentang keadaan perusahaan dan para karyawan yang kebanyakan masyarakat setempat. Muladi menyisipkan beberapa pertanyaan yang terkesan tidak berkaitan, namun sebenarnya bertujuan untuk menguji reaksi Yayan dan mencari celah informasi. "Bagaimana dengan gaji karyawan di perusahaan ini? Apakah mereka cukup sejahtera?"

Perlahan-lahan, Muladi mulai mengarahkan pembicaraan ke topik-topik yang lebih spesifik. "Saya tertarik dengan perusahaan ini, suatu saat saya ingin berjumpa dengan GM-nya untuk menjalin kerjasama. Bisakah bapak membantu saya nanti?" tanyanya. Yayan merespon dengan antusias, yang tentu dengan sedikit harapan akan mendapatkan sesuatu dari Muladi.

Setelah ngobrol sedikit agak panjang, pertanyaan mulai mengarah pada target, yaitu tentang direktur utama perusahaannya. Tanpa curiga Yayan menjelaskan apa yang ia ketahui tentang direkturnya. Yayan tak menyadari bahwa informasi yang disampaikannya, walau hanya sedikit tapi menjadi info yang cukup berharga bagi Muladi untuk melangkah pada tahap berikutnya.

Kegiatan yang dilakukan oleh Muladi adalah elisitasi. Dalam intelijen elisitasi adalah sebuah teknik untuk memperoleh informasi dari seseorang melalui percakapan tanpa disadari bahwa mereka sedang memberikan keterangan penting bagi agen intelijen. Muladi melakukan elisitasi dengan teknik yang halus sesuai tahapan, diawali dengan membangun kepercayaan, dilanjutkan dengan pertanyaan terbuka, lalu  pengalihan topik, dan terakhir pertanyaan inti.

Elisitasi merupakan kegiatan komunikasi verbal yang sangat berbeda dengan kegiatan wawancara ataupun interogasi.  Pada elisitasi, agen sebagai elisitor akan berusaha menciptakan suasana yang nyaman dan informal, agar sasaran elisitasi merasa terbuka untuk berbagi informasi. Sementara pada wawancara yang dilakukan oleh wartawan atau dokter, suasanyanya cenderung formal, dan pihak yang ditanya menyadari bahwa dirinya sedang memberi keterangan yang sebenarnya sesuai kebutuhan.  Sedangkan pada interogasi yang dilakukan oleh aparat keamanan, suasana tanya jawab cenderung tegang. (Ket: pendalaman materi tentang elisitasi dan interogasi akan dibahas dalam bab tersendiri)

1.4.   SURVEILANS

Tugas materi ketiga bagi agen peserta pelatihan di wilayah sasaran adalah surveilans. Surveilans adalah kegiatan pengawasan, pengamatan, atau pemantauan terhadap suatu target, dengan tujuan pengumpulan informasi. Target yang dimaksud bisa berupa individu, kelompok, kegiatan, atau instalasi.

Surveilans dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah pengamatan, penggambaran, penjejakan fisik, penyadapan percakapan telepon, foto, atau pemantauan cctv. Dalam pelaksanaan surveilans, hal yang perlu diperhatikan adalah menjaga kerahasiaan kegiatan. Informasi yang diperoleh melalui kegiatan surveilans ini sangat penting untuk mengungkap berbagai hal terkait dengan potensi ancaman.

·                Kegiatan Matbar

Di sebuah taman wisata yang cukup ramai pengunjung, Ridwan nampak asyik tengah membaca dan merespons whatsapp yang masuk pada ponselnya. Namun sesekali ia mengangkat ponselnya untuk berswafoto. Tindakan itu nampak sebagai aktivitas yang umum dilakukan di era saat ini. Tetapi sesungguhnya pada kegiatan selfie itu Ridwan punya maksud tersembunyi, pada latar belakang gambar selfinya terdapat aktivitas yang menjadi obyek targetnya. Ia dengan cermat memilih sudut pandang agar obyek tersebut terekam dengan jelas dan aktivitasnya tidak terlalu mencolok.

Ridwan melakukan swafoto dengan durasi waktu yang cepat. Tidak terlalu penting gambar wajah dirinya miring atau hanya terkena sebagian, yang penting adalah gambar visual obyek sasarannya. Setelah mendapatkan gambar targetnya, Ridwan segera mengirimkannya pada nomor perusahaan dan menghapusnya dengan cepat. Ia tak ingin meninggalkan jejak digital pada ponselnya.

Aktivitas pengumpulan informasi intelijen yang dilakukan oleh Ridwan itu adalah pengamatan penggambaran (Matbar), salah satu metode surveilans.  Untuk menjaga kerahasiaan kegiatan, ia melakukannya dengan cara swafoto sebagai teknik kamuflase untuk mengelabuhi perhatian oposisi. Dalam istilah intelijen, tindakan swafoto Ridwan dikenal dengan istilah cover action atau kegiatan pura-pura. Tujuan cover action adalah untuk mengelabuhi aktivitas sebenarnya, sehingga nampak sebagai aktivitas yang wajar tanpa mengundang kecurigaan.

Untuk menjaga keamanan dalam aktivitas pengumpulan informasi, seorang agen klandestin harus punya kreativitas dengan berbagai cara atau Teknik pengelabuhan, untuk menghindari kecurigaan atau pantauan petugas keamanan.

Metode lain untuk menjaga kerahasiaan kegiatan Matbar adalah dengan konselmentasi, suatu teknik penyembunyian alat bantu intelijen dari pantauan oposisi. Contoh teknik konselmentasi, seperti mengemas kamera ponsel sedemikian rupa di dalam tas sehingga kegiatan pengambilan gambar video dapat tersamar. Sedangkan dalam kegiatan pengamatan visual secara langsung, agen bisa juga memanfaatkan kacamata gelap untuk menyamarkan pandangan mata dari perhatian oposisi.

·                Kontra Surveilans

Dalam perjalanan kembali menuju safe house, Royan Priyanto menyempatkan waktu untuk singgah di sebuah mini market. Dari dalam mini market, pandangan matanya keluar menembus kaca jendela tertuju pada sosok mencurigakan yang berdiri di tempat parkiran motor. Dia mengenakan jaket warna krem dan bertopi hitam dengan logo LA. Sosok dengan ciri-ciri serupa itu rasanya juga pernah terlihat mondar mandir saat dirinya berada di gedung targetnya.

Setelah membeli sebungkus permen penyegar nafas, Royan meninggalkan mini market itu dengan menggunakan kendaraan umum ke arah safe house. Di dalam angkot yang penuh sesak itu, sesekali ia melirik kearah belakang, ternyata sosok mencurigakan itu masih mengikutinya. Dia turun lagi dari moda transportasi umum itu dan masuk ke pusat perbelanjaan yang cukup luas dan ramai pengunjung. Royan menuju ke bagian pakaian dan berkeliling santai sambil mengamati situasi di sekitarnya.

Setelah beberapa lama berputar-putar, Royan bermanuver keluar melalui pintu belakang dan segera naik ojek. Tujuannya kali ini adalah Garden Valley, sebuah taman wisata yang berada di arah berlawanan dengan safe house. Royan memilih Garden Valley sebagai tempat singgahan untuk mengelabuhi pengikutnya. Dengan suasana yang ramai dan banyaknya pengunjung, ia yakin akan sulit bagi sosok misterius itu untuk terus memantaunya.

Sekitar tiga puluh menit berada di taman, ia kembali melanjutkan perjalanannya menuju safe house melalui rute yang berbeda, yakni rute alternatif seperti yang telah digambarkan pada sket-B pengamanan safe house. Semua langkah yang diambil Royan ini merupakan bagian dari prosedur kontra surveilans, yang telah diajarkan oleh Pak Dirman saat pengarahan menjelang tugas infiltrasi. Pak Dirman selalu menekankan pentingnya untuk selalu waspada, karena dalam dunia intelijen sekecil apapun informasi, bisa menjadi petunjuk yang sangat berharga.

Dengan berhasil mengelabui penguntitnya, Royan merasa lega. Namun, ia tetap tidak boleh lengah. Ancaman bisa datang dari mana saja dan kapan saja. Ia harus selalu siap menghadapi segala kemungkinan. Bila keberadaan safe house sampai terdeteksi oleh lawan maka itu akan menjadi masalah besar, bukan hanya bagi pribadinya namun juga bagi organisasi klandestinnya.

Langkah tindakan Royan untuk menghindari pantauan pihak lawan adalah bagian dari teknik kontra penjejakan atau counter surveillance. Ia melakukan tahapan kontra penjejakan sesuai prosedur keamanan intelijen, yaitu deteksi, desepsi, escape, dan safety. Tahap kontra pertama yang dilakukannya adalah deteksi terhadap keberadaan oposisi, yakni saat singgah di mini market. Lalu desepsi, dengan cara memasuki pusat perbelanjaan matahari dept store. Selanjutnya adalah escape menuju ke Garden Valley, yang lokasinya berlawanan dengan arah menuju safe house. Dan langkah terakhir adalah tindakan safety, dengan mengambil jalur alternatif untuk memasuki safe house.

·                Kode Isyarat dan Sandi

Saat kembali menuju safe house, Manaf melangkahkan kaki dengan perlahan. Keringat dingin menetes di pelipisnya, misi hari ini benar-benar menguras tenaga. Setibanya di depan safe house, matanya melirik tertuju pada jendela. Kain korden yang biasanya tertutup rapat kini terangkat setengah. Ia paham bahwa itu bukan tanda alarm bahaya, melainkan hanya kode isyarat untuk menunda waktu. Ia mengurungkan niat untuk segera masuk safe house.

Dengan sikap tenang seperti tak terjadi sesuatu, Manaf meneruskan langkah kakinya melewati safe house, lalu menyusuri jalan setapak yang familiar melambung mengitari beberapa wisma lainnya. Ia tahu, harus menunggu sinyal berikutnya. Setengah jam berlalu, ia kembali ke safe house. Kali ini, korden jendela sudah terbuka lebar, sebuah isyarat jelas bahwa ia dapat masuk. Tanpa ragu, Manaf mendorong pintu dan melangkah masuk ke dalam. Dia datang lebih awal mendahului rekan-rekan lainnya, dan ia baru sadar bahwa kedatangannya lebih cepat beberapa menit dari waktu yang telah ditentukan.

Dalam dunia intelijen, kode isyarat merupakan salah satu teknik komunikasi non verbal  untuk menjaga keamanan kegiatan. Isyarat korden dengan aturan tertentu yang telah disepakati menjadikan komunikasi yang sederhana namun efektif untuk menjamin keamanan kegiatan. Selain kode isyarat, teknik komunikasi rahasia lain dapat dilakukan dengan sandi. Pengertian sandi adalah bentuk komunikasi verbal melalui tulisan untuk menyembunyikan informasi dengan mengubah bentuknya menjadi kode rahasia yang hanya dipahami oleh mereka yang memiliki kunci pembukanya.

1.5.   DEBRIEFING

Debrifing merupakan sesi terakhir dari suatu kegiatan intelijen sebagai evaluasi terhadap pelaksanaan tugas. Apabila sebelum pelaksanaan tugas agen menerima briefing, sebagai penjelasan detil tentang misi dan peran yang harus dilaksanakannya, maka setelah pelaksanaan tugas mereka melaksanakan debriefing,

Tujuan debriefing, selain sebagai evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan di lapangan menyangkut keberhasilan dan kendala, juga sebagai umpan balik kepada seluruh anggota tim untuk belajar dari pengalaman lapangan.

·                Belajar dari Kesalahan

Kelima orang anggota tim anggrek kembali ke safe house, mereka telah menyelesaikan tugas klandestin di lapangan dengan aman. Setelah rehat sejenak, mereka berkumpul di sebuah ruangan untuk kegiatan debriefing. Kegiatan evaluasi tim Anggrek dibimbing oleh Abu Fakih, seorang agen senior berpengalaman. Sementara tim lainnya, bougenvil, cempaka, dan dahlia juga melakukan kegiatan debriefing secara terpisah di ruang berbeda. Agen mentor Abu memberikan banyak penekanan pada aspek cctv. Pada aspek ini banyak agen peserta Latihan sering lalai.

Sesi debriefing seluruh tim berlangsung hangat dan produktif. Dibimbing oleh agen mentor dan seorang pendamping tim, para peserta secara terbuka berbagi pengalaman mengenai tugas di lapangan. Diskusi tim berlangsung mendalam, para peserta saling memberikan masukan dan umpan balik. Meskipun muncul perbedaan pendapat, namun hal itu justru memperkaya analisis terhadap berbagai situasi yang dihadapi.

Setelah sesi debriefing tim kecil tuntas, dilanjutkan sesi debriefing menyeluruh dibimbing Pak Dirman selaku handler operasi. Pada sesi ini, para agen pembimbing tim mengemukakan hasil evaluasi timnya masing-masing. Sharing pengalaman dan pembahasan berlangsung lebih seru dan mendalam. Hadler Dirman menyoroti beberapa poin penting serta memberikan arahan dan penekanan khusus. Beliau mengingatkan pentingnya belajar dari kesalahan selama latihan.

"Kesalahan dalam latihan adalah pengalaman yang menjadi guru terbaik kita. Kalian boleh melakukan kesalahan sebanyak-banyaknya dalam latihan, tetapi jangan sampai terjadi satupun kesalahan dalam penugasan. Jadikan kesalahan itu sebagai pelajaran berharga yang tak boleh terulang,” tegas handler Dirman.

·                Sop-Dok-Sekuter

Sebagai pengingat, Pak Dirman mengulang kembali lima poin aspek sekuriti yang harus diingat saat menjalankan misi di lapangan. Namun kali ini beliau menyampaikan dengan formula jembatan keledai.

“Saat melaksanakan operasi klandestin di lapangan, kalian harus selalu ingat pada ‘Sop-Dok-Sekuter.’ Para peserta pelatihan mengerutkan dahi, mereka belum paham dengan istilah itu. Kemudian handler segera menjelaskannya, “Sop-Dok-Sekuter adalah jembatan keledai untuk membantu daya ingat. Sop, singkatan dari sasaran dan oposisi. Dok, kependekan dari kedok atau cover. Dan sekuter, singkatan dari sekuriti dan konter, maksudnya adalah counter surveillance.”

Sop-Dok-Sekuter adalah lima aspek sekuriti agen klandestin. Kelima aspek sekuriti itu merupakan aspek fundamental, yang harus selalu melekat pada diri agen dalam melaksanakan tugas klandestin. Penjelasan singkat lima aspek sekuriti yang diuraikan pak Dirman itu adalah sebagai berikut:

·                Sasaran: Agen harus mendapat informasi dasar yang cukup tentang profil sasaran, termasuk misi apa yang dilakukan terhadap sasaran. Sasaran bisa berupa individu, organisasi, kegiatan, atau instalasi.

·                Oposisi: Agen harus selalu waspada terhadap potensi ancaman dari oposisi, termasuk kamera pemantau CCTV. Perangkat pantauan CCTV merupakan hal yang sangat krusial bagi agen klandestin, karena mereka kerap kali lalai mengantisipasi perangkat pantauan itu. Aparat keamanan lawan dengan mudah melakukan identifikasi visual, pelacakan pergerakan, dan pengungkapan identitas melalui rekaman CCTV.

·                Kedok: Agen harus menyiapkan kedok secara matang. Kedok atau cover yang digunakan harus dirancang dengan matang dan dipertahankan secara konsisten, mencakup identitas palsu, tindakan sehari-hari, serta cerita latar belakang.

·                Sekuriti: Agen harus menerapkan prosedur keamanan secara konsisten, seperti konselmentasi, kompartementasi, dan komunikasi. Aspek keamanan komunikasi merupakan hal yang sangat penting, yang harus diterapkan secara ketat untuk melindungi keamanan agen dan kerahasiaan operasi.

·                Kontra surveilans:  Setelah menyelesaikan setiap misi di lapangan, agen harus melaksanakan prosedur kontra surveilans secara cermat untuk memastikan tidak diikuti oleh pihak lawan saat kembali ke safe house. Keamanan safe house merupakan hal yang sangat krusial dan harus dijaga kerahasiaannya dengan ketat.

Setelah sesi debriefing berakhir, seluruh peserta pelatihan keluar ruangan dengan dada berdebar dipenuhi berbagai perasaan. Mereka telah merasa mendapat banyak ilmu dan pengalaman, dan bersyukur bisa bergabung dengan tim ini. Tim yang nantinya akan mengukir sejarah dalam operasi klandestin.

Kegiatan selanjutnya adalah acara bebas. Sebagian besar dari mereka memanfaatkan waktu untuk ngobrol sambil minum kopi yang disediakan oleh pengurus wisma. Namun ada sebagian yang masuk kamar tidur lalu istirahat, dan ada pula yang rebahan sambil evaluasi diri atas kegiatan siang itu.

Bagi mereka ada satu istilah jembatan keledai dari Pak Dirman yang terus terngiang-ngiang di telinga, yaitu “Sop-Dok-Sekuter.” Istilah itu telah tertanam kuat dalam benak mereka. Lebih dari sekedar kunci pengingat, jembatan keledai itu kini menjadi mantra yang akan memandu setiap langkah mereka dalam menjalankan misi rahasia di lapangan.

·                Ibarat Tubuh Manusia

Dalam pembekalan handler malam itu, pak Dirman menekankan pentingnya kerjasama tim, “Dalam operasi klandestin seperti ini, setiap anggota mempunyai peran yang sama penting. Tim kecil ini seperti sebuah rantai yang panjang, setiap mata rantai berpengaruh pada mata rantai yang lain. Jika ada satu mata rantai yang rapuh, maka keseluruhan rantai akan menjadi rapuh pula.”

Beliau mencontohkan kisah sukses Eli Cohen, agen legendaris Israel. “Eli Cohen adalah agen spionase Mossad yang sangat brilian. Meski begitu ia tidak bekerja sendirian. Eli berhasil menembus lingkaran elit pemerintahan Suriah dan mengirimkan informasi-informasi berharga ke Mossad adalah berkat kerjasama tim klandestin yang solid.

Berkat sejumlah informasi berharga dari Eli Cohen, pesawat-pesawat tempur Angkatan Udara Israel dengan mudah menghancurkan sebagian besar bunker Syria, sehingga Israel meraih kemenangan telak pada perang melawan Syria hanya dalam waktu enam hari. 

Kesuksesan Eli Cohen menjalankan misi rahasianya tak lain karena support dari tim klandestin yang hebat. Timnya menyokong Eli dengan informasi dasar yang akurat, penyiapan kedok penyamaran yang sempurna, dukungan teknologi yang memadai, serta logistik yang cukup. Tanpa dukungan dari tim yang solid, mustahil Eli Cohen bisa sukses menjalankan misi rahasianya.”  

Dengan ekspresi serius, beliau mengajak seluruh peserta untuk berkomitmen penuh, “Tim klandestin harus benar-benar solid. Jika ada salah satu yang bermasalah, maka yang lain juga akan menghadapi masalah. Tim yang solid itu ibarat tubuh manusia, jika ada salah satu bagian tubuh mengalami sakit, maka bagian tubuh yang lain juga ikut merasakannya.  Maka itu kita harus solid, yaitu saling percayai, saling menjaga, saling mengingatkan dan saling membantu. Sebab keberhasilan misi ini adalah keberhasilan bersama, dan kegagalannya adalah kegagalan bersama.”

 

*****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar