PELATIHAN AGEN KLANDESTIN
1.1. PEMBEKALAN HANDLER
Pada suatu malam yang dinginnya menusuk hingga tulang, di sebuah wisma peristirahatan yang luas di kawasan Puncak kota Bogor, seorang lelaki paruh baya berdiri di hadapan dua puluh orang berjaket hangat. Dia menyampaikan kata sambutan sekaligus pembekalan awal seorang handler kepada peserta pelatihan agen klandestin.
"Selamat malam, selamat datang di safe house kita yang indah ini. Trimakasih, saudara-saudara telah datang tepat waktu dalam keadaan sehat penuh semangat. Saya sangat bahagia bisa berjumpa dengan orang-orang terpilih, yang datang dari berbagai daerah,” pria paruh baya itu mengawali sambutan hangatnya. Kedua puluh orang itu menyimak penuh perhatian. Mereka baru datang dari berbagai daerah, atas rekomendasi pimpinan masing-masing.
· Tugas Rahasia
“Nama saya Sudirman, saudara-saudara bisa menyapa saya dengan panggilan singkat pak Dirman. Saya mendapat kepercayaan dari markas besar menjadi handler, untuk memimpin kalian dalam melaksanakan satu tugas yang amat penting.
Kita akan melaksanakan tugas yang penuh harapan dan tantangan. Tantangan bagi kita ada dua, pertama misi harus terlaksana dengan kondisi apapun. Dan kedua, gerakan kita harus senyap, tak terlacak oleh siapapun. Dengan begitu maka kita harus persiapkan diri dengan sungguh-sungguh. Kita akan laksanakan latihan intensif sebelum pelaksanaan eksekusi. Saya sudah mengkalkulasi tugas terhadap sasaran, dan saya merasa optimis, bahwa dengan potensi yang ada pada diri kalian maka misi ini bisa kita laksanakan dengan baik."
Pak Dirman diam sejenak, pandangannya menyapu ke seluruh peserta pelatihan yang tengah menyimak arahannya dengan seksama. Hati mereka berdebar, dalam benaknya terbayang tugas yang akan mereka terima, yang tidak jauh dari misi pembunuhan, penculikan, atau sabotase. Wauw… sungguh sangat menantang.
Handler Dirman melanjutkan arahannya, “Kita akan bersama-sama berada disini, di wilayah puncak ini selama kurang lebih dua pekan. Selama rentang waktu itu kita akan melakukan serangkaian latihan intensif secara tertutup dan rahasia. Mengingat misi ini mengandung konsekuensi yang cukup tinggi, maka kita harus menjalani latihan ini dengan serius, penuh semangat, dan disiplin yang tinggi. Tujuannya, tak lain adalah untuk meminimalisir risiko keamanan dan kegagalan tugas.”
Seluruh pandangan mata peserta calon agen klandestin tak bergeming tertuju pada sosok lelaki yang sebagian rambutnya telah berwarna putih. Mereka menyimak kata demi kata yang meluncur dari mulut seorang handler berwajah dingin itu dengan hati berdebar. Pak Dirman menyampaikan pembekalannya dengan suara agak lirih namun terdengar cukup lantang dengan gestur yang tenang penuh optimisme.
“Dalam penyelenggaraan pelatihan khusus ini,” lanjut pak Dirman, “Saya dibantu oleh beberapa instruktur. Beliau merupakan agen senior yang sudah cukup banyak makan asam
garam dalam tugas-tugas klandestin dengan risiko yang tinggi. Mereka adalah pak
Lukas Darwin, yang akan mendampingi dan mengarahankan kalian dalam bidang
teknis klandestin di lapangan. Kemudian ada pak Gripit Sudarta, agen senior
yang ekspert di bidang IT, teknologi informasi. Juga ada agen senior yang akan membekali
kalian bidang psikologi sosial, beliau adalah pak Kerot Tirtadi. Dan beberapa mentor
dan agen pembantu yang akan membersamai kita selama pelatihan persiapan
penugasan ini.”
Saat pak Dirman
memperkenalkan nama ketiga instruktur pendampingnya, secara bergantian, pak
Lukas, pak Gripit, dan pak Kerot segera berdiri dan tersenyum ramah sambil
melambaikan tangan kepada para agen yuniornya. Sementara lima belas orang personel
pendukung latihan lainnya turut serta bergabung dan menyimak sesi pembekalan handler
di belakang peserta pelatihan.
·
Sterilisasi Agen
"Dalam latihan
intensif ini, saya akan sampaikan beberapa hal penting untuk kalian laksanakan
dan patuhi dengan penuh rasa tanggung jawab," pak Dirman memberikan beberapa
perintah.
"Pertama.
Beberapa saat lagi kalian akan berganti identitas. Kalian akan menerima KTP
baru dengan identitas baru, sebagai cover document. KTP itu telah disiapkan
oleh perusahaan kita disini, dan segera akan dibagikan. Setelah itu kalian
harus menyerahkan seluruh kartu identitas yang kalian bawa kepada staf
perusahaan. Hafalkan dan hayati identitas baru kalian, yakni nama, alamat,
lahir, dan pekerjaan.
Kedua, kalian harus
segera menyiapkan cover story sesuai identitas baru. Buatlah riwayat karangan
sebagai cover story, bagaimana keadaan kalian dimasa lalu hingga saat ini. Riwayat
karangan itu harus berbeda sama sekali dengan riwayat asli. Cerita riwayat karangan
itu untuk antisipasi bila ada pertanyaan oposisi saat masuk ke wilayah target. Besok
pagi cover story yang kalian buat akan kita uji, untuk penyempurnaan dan menutupi
bila ada celah.
Ketiga, kumpulkan semua
alat komunikasi yang kalian bawa, dan serahkan kepada staf perusahaan disini. Dan
sebagai penggantinya, kalian akan menerima ponsel baru, dengan nomor kontak
baru. Kalian dilarang keras berkomunikasi dengan keluarga, saudara atau kerabat
manapun, baik melalui saluran komunikasi umum, apalagi dengan ponsel baru yang
akan kalian terima.” Perasaan seluruh peserta semakin menegang. Kendati mereka
sudah paham sesuai teori intelijen, tetapi ini adalah kali pertama mereka
menerima perintah klandestin semacam ini.
Pak Dirman menambahkan
penekanannya, “Ponsel baru itu hanya digunakan untuk komunikasi dengan akses-akses
baru dalam kaitan latihan dan pelaksanaan eksekusi nanti. Kemudian kalian akan
diberi satu nomer kontak agen senior di sini, untuk komunikasi penting saja. Ingat,
ponsel itu rawan kebocoran. Bila kalian gunakan kontak dengan keluarga, maka itu
berisiko bagi mereka, juga kerawanan terbongkarnya jaringan klandestin kita.
Pada jam sepuluh malam
nanti, seluruh alat komunikasi harus sudah diserahkan pada perusahaan. Dan
sebelum itu, kalian diberi kesempatan untuk menghubungi keluarga. Sampaikan
kepada mereka untuk sementara waktu kalian tidak bisa dihubungi. Berikan alasan
yang logis.”
Pak Dirman diam
sejenak, memberi kesempatan peserta untuk mencerna instruksinya. Tanpa menunggu
pertanyaan dari peserta yang masih terdiam, sang handler menarik nafas panjang
dan melanjutkan perhatiannya.
“Apabila ada berita
yang sangat urgen dari keluarga, perusahaan menyiapkan satu nomor kontak yang
bisa mereka hubungi. Tapi itu hanya untuk menyampaikan pesan yang sangat penting.
Sebaliknya, berikan dua nomor kontak keluarga, yang bisa dihubungi oleh
perusahaan bila dibutuhkan.”
Dua perintah pak
Dirman, yakni mengganti identitas lama dan memutus kontak komunikasi dengan
keluarga adalah bagian dari prosedur keamanan agen intelijen. Prosedur itu disebut
“proses sterilisasi.” Tujuan utama proses ini adalah sebagai perlindungan keamanan
keluarga dan jaminan kerahasiaan operasi.
Di sisi luar ruangan utama, dua orang agen klandestin Rio
dan Devis tengah asyik bermain catur, sambari menikmati asap rokok dan wedang
ronde hangat. Mengenakan jaket hangat dan krepus penutup kepala tebal, kedua
agen ini bertugas sebagai pengaman, mencegah adanya orang asing mendekat dan
mendengar pembicaraan di dalam ruangan. Di bawah cahaya lampu teras yang redup,
sejatinya mereka ingin membuat perapian dari kayu bakar untuk menghangatkan
badan dari sengatan dingin udara pegunungan. Tapi keinginan tak mereka lakukan,
karena akan mengundang perhatian masyarakat sekitar.
Dalam sesi pembekalan awal
malam itu, handler Dirman menyampaikan banyak hal berkaitan dengan misi khusus
yang akan mereka laksanakan. Setidaknya ada tiga perintah sebagai tugas awal kepada
peserta pelatihan, yakni identitas baru, cerita riwayat fiktif, dan memutus
kontak komunikasi keluarga. Pak Dirman menyampaikan pembekalannya dengan nada
suara yang datar, dan ekspresi wajah yang serius, namun sesekali beliau selingi
dengan jokes-jokes ringan yang segar.
·
Cerita Anekdot
Pada bagian akhir
pembekalan itu, pak Dirman menutupnya dengan sebuah cerita anekdot, membuat
suasana yang tegang itu menjadi cair penuh kehangatan.
“Di dalam kandungan
seorang ibu, ada tiga orang bayi kembar sedang berdialog” pak Dirman memulai
cerita anekdotnya. “Mereka berbincang tentang masa depan, tentang cita-cita.
Salah seorang dari
mereka berkata, ‘Kalau sudah besar nanti, aku ingin menjadi insinyur bangunan.’
‘Kenapa?’ tanya bayi yang lain. ‘Aku akan membuat rumah yang besaaar sekali,
tidak seperti rumah kita ini, sempiiit sekali,’ jawabnya. Sesaat kemudian bayi kedua
menyambungnya, ‘Kalau aku, kalau besar nanti aku ingin menjadi insinyur
listrik. Aku akan membuat rumah yang teraaang sekali, tidak seperti rumah kita
ini, gelaaap sekali.’
Bayi ketiga diam tak
segera menyambungnya, nampaknya dia tengah berfikir. ‘Kamu ingin jadi insinyur
apa?’ desak bayi kembarannya tak sabar. ‘Ohh, kalau besar nanti aku ingin
menjadi intelijen,’ jawabnya. ‘Loh kenapa?’ tanya kembarannya penasaran. ‘Aku
ingin menyelidiki, siapa itu orang gundul yang sering keluar masuk ke rumah
kita ini. Aku jengkeeel sekali. Sudah datang tak pernah permisi, pulang juga tak
pernah pamit.” Pak Dirman mengakhiri cerita anekdotnya, yang disambut dengan
riuh tawa seluruh peserta pelatihan.
Usai pembekalan
handler, seluruh peserta menerima pembagian dokumen KTP dan ponsel baru. Sambil
menikmati wedang ronde dan pisang goreng panas, mereka saling berkenalan satu
sama lain dengan identitas barunya. Di dalam ruang istirahat masing-masing, sebelum
tidur malam, mereka berputar otak membuat riwayat karangan sebagai cover
story, sesuai perintah handler.
1.2. PENGAMANAN SAFE HOUSE
Materi pertama sebagai tugas
awal bagi peserta pelatihan pagi itu adalah pengamanan safe house, yakni pengamanan
terhadap wisma yang saat ini menjadi tempat kegiatan tertutup mereka. Safe house, dalam istilah intelijen adalah
suatu tempat aman yang dipilih untuk dijadikan basis operasi bagi para agen
intelijen dalam pelaksanaan kegiatan rahasia.
Keberadaan safe house
menjadi hal penting pertama yang diupayakan dalam setiap operasi intelijen.
Keberhasilan suatu operasi intelijen sangat bergantung pada kemampuan untuk
menjaga kerahasiaan dan keamanan, maka memastikan keamanan sebuah safe house
adalah hal yang sangat krusial.
Konsep berfikir untuk
memastikan keamanan safe house adalah antisipasi ancaman atau bahaya. Ancaman
terhadap safe house dibagi menjadi dua kategori, yaitu ancaman fisik dan
ancaman non-fisik. Ancaman fisik dapat berupa pengrusakan, sabotase instalasi,
serangan personel, atau penculikan. Sedangkan ancaman non-fisik dapat berupa
pemantauan pihak lawan, penyadapan, gangguan, atau kebocoran informasi.
Tiga kegiatan yang harus dilakukan
sebagai materi pengamanan safe
house, adalah: sweeping ruangan, observasi lingkungan dan penggambaran sket.
·
Sweeping Ruangan
Keseluruhan peserta yang
berjumlah dua puluh orang dibagi menjadi empat tim, sehingga tiap tim terdiri
dari lima orang. Masing-masing tim menempati satu ruangan untuk akomodasi dan
ruang diskusi.
Kegiatan
pertama dalam pengamanan safe house adalah sweeping ruangan. Sweeping dimaksudkan
sebagai pembersihan area secara menyeluruh, terhadap potensi ancaman yang dapat
mengganggu atau menggagalkan operasi. Tujuannya adalah untuk mencegah kebocoran
informasi, dengan membebaskan ruangan dari segala jenis perangkat penyadapan
atau pengawasan yang tersembunyi.
Tiap tim
melakukan sweeping terhadap ruangan masing-masing. Mereka berbagi tugas, sebagian
melakukan sweeping ke seluruh permukaan dinding, kain-kain gorden, dan atap
ruangan. Sebagian lagi memeriksa kolong meja, kursi, buffet dan lemari. Dan sebagian
lainnya memeriksa tempat-tempat yang tidak terbiasa, seperti di langit-langit,
di balik lukisan, atau dalam perangkat elektronik. Mereka berusaha untuk
membebaskan ruangan dari perangkat penyadap atau perekam suara yang mungkin
dipasang pihak luar.
Gadung, salah
seorang peserta pelatihan berinisiatif membuka dan melepas kedua buah sarung pelapis
dari kasur dan bantalnya. Kemudian ia memeriksanya secara cermat, dengan cara
memijit-mijit bagian dalamnya. Tindakan itu dilakukan sebagai kewaspadaan, ia
tidak menghendaki ada sesuatu tersembunyi di dalamnya. Meskipun tak menemukan
apapun, setidaknya ia sudah merasa aman.
·
Observasi Lingkungan
Setelah menyelesaikan
tugas sweeping ruangan, kegiatan berikutnya adalah observasi lingkungan safe
house. Observasi ini meliputi seluruh areal dalam dan luar areal wisma. Mereka
berkeliling mengamati seluruh areal hingga ujung-ujung pagar perbatasan,
termasuk beberapa jalan setapak yang memungkinkan menjadi akses jalan ke lokasi
wisma. Mengamati ke-empat bangunan wisma dan peruntukannya, serta memasuki
ruang kantor wisma, dapur, dan gudang perbekalan.
Beberapa diantara mereka memeriksa
bagian-bagian vital dari instalasi wisma, seperti kabel listrik, box terminal
MCB, saluran pipa air, dan selokan saluran drainase. Bahkan salah seorang
diantaranya turun mengamati saluran drainase hingga ujung perbatasan luar. Kemudian
seorang lagi terlihat mencoba memati-nyalakan saklar listrik di box terminal
pusat.
Masing-masing peserta berusaha
mengenali dan memahami kondisi safe house dan lingkungannya secara maksimal.
Hal itu mereka lakukan sebagai bentuk antisipasi bila terjadi sesuatu yang
tidak diharapkan. Instruktur Lukas, pak Gripit, pak Kerot, dan beberapa agen
mentor mengawasi kegiatan itu dengan penuh tanggung jawab.
·
Sket Safe House: AOOT
Kegiatan terakhir dalam materi
tugas pengamanan safe house adalah pembuatan sket safe house. Setidaknya ada 4
aspek penting dalam penggambaran sket safe house. Untuk memudahkan mengingat
keempat aspek itu, pak Dirman membuatkan jembatan keledai dengan formula AOOT,
kependekan dari Akses, Oposisi, Obyek vital, dan Tetangga.
Aspek pertama akses, yaitu
penggambaran jalan akses keluar masuk safe house. Kedua oposisi, yakni
mengidentifikasi keberadaan oposisi dan lokasi di sekitar safe house yang memungkinkan
dijadikan tempat pantauan visual oposisi, ataupun ancaman sniper. Ketiga obyek
vital, yaitu keberadaan obyek dan instalasi vital yang dimiliki safe house. Dan
terakhir tetangga, yakni mengenali keberadaan tetangga yang ada di sekitar safe
house.
Penggambaran akses jalan keluar
masuk safe house diupayakan setidaknya memuat tiga jalur skenario, yaitu jalur umum,
cadangan, dan darurat. Ketiga jalur skenario itu mengacu pada konsep “RAE Plan”,
yakni reguler, alternatif, dan emergensi.
Konsep RAE Plan dijelaskan
oleh pak Dirman sebagai berikut: Rencana “R” (reguler) adalah jalur yang
bersifat rutin, yang digunakan secara umum oleh kebanyakan orang. Rencana “A” (alternatif)
adalah rencana cadangan yang disusun untuk menghadapi situasi yang tidak
terduga atau jika rencana reguler mengalami hambatan. Sedangkan rencana “E” (emergensi)
merupakan rencana yang disusun untuk menghadapi situasi darurat atau krisis
yang mengancam keamanan. Rencana E ini bersifat sangat spesifik dan terfokus
pada tindakan yang tidak biasa ditempuh kecuali dalam situasi darurat.
Terkait dengan penggambaran
sket, dalam dunia intelijen dikenal dengan konsep Sket ABC. Sket “A” merupakan
gambar sket yang menunjukkan lokasi obyek tempat atau bangunan dalam radius
yang luas. Contoh sket A, sering kita temui pada undangan pernikahan, yang mencantumkan
gambar denah lokasi tempat pernikahan. Sedangkan Sket “B” merupakan gambar sket
yang radiusnya lebih kecil, meliputi bangunan obyek, lingkungan sekitar obyek,
dan akses jalan keluar masuk wilayah obyek. Sementara Sket “C” merupakan gambar
sket yang menunjukkan lokasi atau posisi target, bisa manusia atau benda.
Setelah merampungkan tugas
pengamanan safe house, meliputi kegiatan sweeping, observasi dan penggambaran
sket, kegiatan berikutnya adalah evaluasi dan diskusi. Hasil penggambaran sket masing-masing peserta
diperiksa dan dievaluasi oleh instruktur dengan cara mendiskusikannya bersama
dengan seluruh peserta latihan. Diskusi ini dilakukan di ruangan utama wisma.
1.3. INFILTRASI
Setelah menuntaskan materi
pengamanan safe house, tugas materi kedua adalah infiltrasi. Seluruh peserta
mendapatkan tugas infiltrasi, yakni memasuki suatu wilayah dimana target operasi
berada di dalamnya. Dalam tugas ini agen akan menghadapi tantangan dan
rintangan dari oposisi, yakni pihak-pihak yang dapat menghambat atau
menggagalkan misi, bahkan keamanan dirinya.
Instruktur menekankan
tentang tiga hal yang harus diperhatikan oleh agen dalam tugas infiltrasi,
yaitu: sasaran, oposisi, dan kedok. Pertama sasaran, dimana agen harus mempelajari
dan pahami karakteristik sasaran secara detail. Kedua oposisi, agen harus
berasumsi bahwa di setiap ruang, di wilayah sasaran selalu ada pihak luar yang
sedang memantau, maka keamanan kegiatan dan komunikasi harus diperhatikan. Dan
ketiga kedok, agen harus persiapkan kedok penyamaran secara matang, baik kedok
dokumen, kedok riwayat, maupun kedok kegiatan.
·
Uji Cover
Sebelum meninggalkan safe
house menjelang pelaksanaan infiltrasi, seluruh agen peserta latihan melaksanakan
uji cover atau pengujian kedok. Kedok yang telah mereka persiapkan akan diuji terlebih
dulu oleh agen pembimbing. Tujuan kegiatan ini adalah untuk menguji kekuatan
kedok dan menyempurnakannya bila masih ada kelemahan.
Dalam dunia intelijen, kedok
adalah sesuatu yang digunakan oleh seorang agen untuk menyembunyikan identitas
asli, serta misinya dari pengetahuan oposisi. Kedok bisa berupa identitas
palsu, penyamaran penampilan fisik, atau bahkan perilaku. Fungsi lain dari
penggunaan kedok adalah memungkinkan agen untuk beroperasi di wilayah lawan secara
lebih leluasa tanpa kecurigaan.
Secara umum seluruh
peserta telah menguasai identitas baru sesuai dokumen ‘aspal’ yang diterimanya.
Bahkan rekan-rekan tim tidak mengenal nama asli, selain nama cover yang
diberikan handler. Selain kedok dokumen (cover document) dan kedok riwayat
(cover story), jenis kedok ketiga yang digunakan agen mendukung aktivitasnya di
wilayah sasaran adalah kedok kegiatan (cover action). Kedok ini dipergunakan
sebagai alasan yang logis untuk mempermudah akses mendekati sasaran.
Anggit, salah seorang
peserta pelatihan harus memperbaiki kedok aktivitasnya. Dalam uji cover oleh
mentor pembimbing, ia kurang bisa menjelaskan argumentasi kegiatan palsunya. Dalam
kegiatan uji cover itu, Anggit membuat karangan kegiatan sebagai mahasiswa yang
akan melakukan penelitian skripsi kuliahnya. Padahal di wilayah sasaran tidak tersedia
obyek yang bisa dijadikan materi penelitiannya.
Peserta lain yang harus
mengganti penampilannya adalah Ismail. Pakaian yang dikenakan pada tugas siang
itu kurang sesuai dengan situasi lingkungan sasaran. Penampilan menterengnya
akan membuat ia jadi perhatian masyarakat setempat, sehingga hal itu akan
menjadi penghambat keleluasaan aktivitas dirinya wilayah sasaran.
·
Mewaspadai Oposisi.
Di lapangan, pada sebuah
kafe yang berada di wilayah target operasi, Truman dan Faisal, dua orang agen pelatihan
duduk pada dua buah kursi yang bersebelahan. Meskipun tidak berada satu meja,
namun nampak mereka sedang berbicara cukup intens. Menyaksikan peristiwa itu,
Nunung, seorang agen mentor wanita selaku pengawas pelatihan datang mendekati
mereka. Setelah memesan segelas kopi late pada waiter, dia mengambil tempat
duduk yang cukup dekat dengan posisi duduk mereka berdua.
Nunung mengeluarkan ponsel
dari dalam tasnya, dan berpura-pura menelpon seseorang, padahal alat
komunikasinya tidak dalam posisi on-line. Dia bicara dengan suara pelan, namun
kata-katanya didengar jelas oleh kedua peserta pelatihan. Dengan berbisik ia
meminta kedua agen itu untuk menjaga kompartementasi, dan segera mengakhiri
pertemuan. Disampaikannya bahwa tindakan mereka berdua termonitor oleh CCTV.
Mendengar teguran dari pengawasnya, dengan perasaan bersalah Truman segera
meninggalkan tempat itu tanpa menengok dan bicara sepatahpun pada Faisal,
seolah mereka tidak saling mengenal.
Pada situasi yang lain, di
suatu tempat yang tidak terlalu ramai pengunjung, Imran nampak aktif menggunakan
ponselnya untuk mengambil gambar sudut-sudut gedung target. Tindakannya yang
tidak wajar itu tentu bisa mengundang perhatian dari pengunjung sekitarnya.
Selang waktu yang tidak terlalu lama, ponselnya bergetar dengan bunyi nada
panggilan dari nomor staf perusahaan. Terdengar suara pak Gripit yang mengingatkan
tindakannya, sesuai laporan dari agen pengawas di lapangan. Aksinya itu cukup
berisiko, karena menimbulkan kecurigaan orang-orang sekitar, apalagi bila
terpantau kamera pemantau cctv yang dipasang oleh oposisi.
Lain lagi dengan Asrul,
seorang peserta pelatihan yang terlalu lama berada di satu lokasi wilayah target.
Dia nampak mondar mandir melintasi satu titik lokasi lebih dari tiga kali
lintasan. Dia bermaksud mendapatkan detail obyek lebih banyak terhadap target
pengamatan untuk kesempurnaan laporannya. Seperti halnya kasus Imran, Pak
Gripit juga melakukan teguran kepada Asrul melalui cara yang sama.
Berbeda halnya dengan Aryo,
agen ini juga bermaksud mendapatkan detail gambar lebih banyak dari targetnya. Namun
ia melakukan dengan Teknik yang cukup baik. Aryo memerlukan waktu agak lama
untuk datang kembali ke lokasi pengamatan. Itupun dilakukan dengan penampilan berbeda,
ia mengenakan kacamata dan topi untuk datang ke lokasi yang sama. Hal itu
dimaksudkan agar orang sekitar tidak mudah mengenalinya.
·
Kompartementasi.
Sigit menghentikan mobil
angkot yang tengah meluncur melintas di depannya. Setelah mobil penumpang umum
itu menepi dia segera naik melalui pintu belakang. Di dalam angkot ada empat
orang penumpang, salah satunya adalah Panut, anggota tim lain yang sudah
dikenalnya. Karena seat yang kosong ada di sebelah Panut, maka iapun terpaksa duduk
disamping rekan agen klandestinnya itu. Tetapi di sepanjang perjalanan Panut terlihat
sibuk dengan ponselnya, sedikitpun tidak ada kata basa basi. Sigitpun bersikap
yang sama, seolah dia tak mengenal rekannya. Dua orang agen yang seakan tak
saling mengenal itu tengah memainkan konsep sekuriti klandestin, yaitu kompartementasi.
Pada tugas operasi klandestin,
sering terjadi antar agen dalam satu tim secara tak sengaja bertemu fisik di
suatu lokasi dalam wilayah target. Untuk menjaga kerahasiaan kegiatan dari
pantauan oposisi maka diberlakukan prinsip sekuriti klandestin yang disebut dengan
kompartementasi. Dalam prinsip kompartementasi, antar agen dilarang saling
berkomunikasi terbuka, baik verbal maupun dengan isyarat. Mereka harus mengesankan
seolah tidak saling mengenal satu sama lain. Bila dalam satu situasi mereka
terpaksa berada dalam satu ruang jarak yang sempit, seperti dalam ruang lift maka
mereka harus bersikap natural seperti masyarakat lain pada umumnya.
Meskipun dalam konteks latihan,
intruktur selalu mengingatkan para agen agar bisa mengendalikan diri untuk tidak
bercanda. Sering terjadi dalam latihan, dalam situasi tertentu yang dianggap
aman antar mereka saling meledek, “serius nih ye…” Menghadapi tugas penting
yang penuh risiko ini, peserta harus melatih pengendalian diri dengan
sungguh-sungguh.
Harus selalu diingat,
bahwa di zaman modern saat ini hampir seluruh ruangan tercover oleh pantauan
kamera pengawas cctv. Sehingga apabila terjadi masalah pada diri salah seorang
agen, kemudian dilakukan pengusutan oleh aparat keamanan lawan melalui rekaman
video cctv, maka besar kemungkinan jaringan klandestin akan terungkap.
● Teknik
Elisitasi
Di sudut kafe yang sepi,
Muladi duduk berhadapan dengan seorang karyawan
sebuah perusahaan teknologi. Dengan senyum tipis yang ramah, dia mencoba
mencairkan suasana dengan menawarkan rokok yang ujung bungkusnya sudah terbuka.
Yayan, nama karyawan itu merespons-nya dengan hangat. Selanjutnya terjadilah
komunikasi dengan begitu cair.
Muladi memulai percakapan
tentang pekerjaan surveinya, lalu berlanjut mengajukan pertanyaan ringan kepada
Yayan, “sudah berapa lama bekerja disini pak?” Yayanpun meresponnya dengan
penuh keakraban, bahkan ia bercerita tentang keadaan perusahaan dan para
karyawan yang kebanyakan masyarakat setempat. Muladi menyisipkan beberapa
pertanyaan yang terkesan tidak berkaitan, namun sebenarnya bertujuan untuk
menguji reaksi Yayan dan mencari celah informasi. "Bagaimana dengan gaji
karyawan di perusahaan ini? Apakah mereka cukup sejahtera?"
Perlahan-lahan, Muladi
mulai mengarahkan pembicaraan ke topik-topik yang lebih spesifik. "Saya
tertarik dengan perusahaan ini, suatu saat saya ingin berjumpa dengan GM-nya
untuk menjalin kerjasama. Bisakah bapak membantu saya nanti?" tanyanya.
Yayan merespon dengan antusias, yang tentu dengan sedikit harapan akan
mendapatkan sesuatu dari Muladi.
Setelah ngobrol sedikit
agak panjang, pertanyaan mulai mengarah pada target, yaitu tentang direktur
utama perusahaannya. Tanpa curiga Yayan menjelaskan apa yang ia ketahui tentang
direkturnya. Yayan tak menyadari bahwa informasi yang disampaikannya, walau
hanya sedikit tapi menjadi info yang cukup berharga bagi Muladi untuk melangkah
pada tahap berikutnya.
Kegiatan yang dilakukan
oleh Muladi adalah elisitasi. Dalam intelijen elisitasi adalah sebuah teknik
untuk memperoleh informasi dari seseorang melalui percakapan tanpa disadari bahwa mereka sedang memberikan
keterangan penting bagi agen intelijen. Muladi melakukan elisitasi dengan
teknik yang halus sesuai tahapan, diawali dengan membangun kepercayaan, dilanjutkan
dengan pertanyaan terbuka, lalu pengalihan topik, dan terakhir pertanyaan
inti.
Elisitasi merupakan kegiatan komunikasi verbal yang sangat berbeda dengan
kegiatan wawancara ataupun interogasi.
Pada elisitasi, agen sebagai elisitor akan berusaha menciptakan suasana
yang nyaman dan informal, agar sasaran elisitasi merasa terbuka untuk berbagi
informasi. Sementara pada wawancara
yang dilakukan oleh wartawan atau dokter, suasanyanya cenderung formal, dan pihak yang ditanya menyadari bahwa dirinya sedang memberi keterangan
yang sebenarnya sesuai kebutuhan. Sedangkan pada interogasi yang dilakukan oleh
aparat keamanan, suasana tanya jawab cenderung tegang. (Ket: pendalaman materi
tentang elisitasi dan interogasi akan dibahas dalam bab tersendiri)
1.4. SURVEILANS
Tugas materi ketiga bagi
agen peserta pelatihan di wilayah sasaran adalah surveilans. Surveilans adalah kegiatan pengawasan, pengamatan, atau pemantauan
terhadap suatu target, dengan tujuan pengumpulan informasi. Target yang
dimaksud bisa berupa individu, kelompok, kegiatan, atau instalasi.
Surveilans
dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah pengamatan,
penggambaran, penjejakan fisik, penyadapan percakapan telepon, foto, atau
pemantauan cctv. Dalam pelaksanaan surveilans, hal yang perlu diperhatikan
adalah menjaga kerahasiaan kegiatan. Informasi yang diperoleh melalui kegiatan surveilans
ini sangat penting untuk mengungkap berbagai hal terkait dengan potensi
ancaman.
·
Kegiatan Matbar
Di sebuah taman wisata
yang cukup ramai pengunjung, Ridwan nampak asyik tengah membaca dan merespons
whatsapp yang masuk pada ponselnya. Namun sesekali ia mengangkat ponselnya
untuk berswafoto. Tindakan itu nampak sebagai aktivitas yang umum dilakukan di
era saat ini. Tetapi sesungguhnya pada kegiatan selfie itu Ridwan punya maksud
tersembunyi, pada latar belakang gambar selfinya terdapat aktivitas yang
menjadi obyek targetnya. Ia dengan cermat memilih sudut pandang agar obyek
tersebut terekam dengan jelas dan aktivitasnya tidak terlalu mencolok.
Ridwan melakukan swafoto
dengan durasi waktu yang cepat. Tidak terlalu penting gambar wajah dirinya
miring atau hanya terkena sebagian, yang penting adalah gambar visual obyek
sasarannya. Setelah mendapatkan gambar targetnya, Ridwan segera mengirimkannya
pada nomor perusahaan dan menghapusnya dengan cepat. Ia tak ingin meninggalkan
jejak digital pada ponselnya.
Aktivitas pengumpulan
informasi intelijen yang dilakukan oleh Ridwan itu adalah pengamatan
penggambaran (Matbar), salah satu metode surveilans. Untuk menjaga kerahasiaan kegiatan, ia
melakukannya dengan cara swafoto sebagai teknik kamuflase untuk mengelabuhi
perhatian oposisi. Dalam istilah intelijen, tindakan swafoto Ridwan dikenal
dengan istilah cover action atau kegiatan pura-pura. Tujuan cover action adalah
untuk mengelabuhi aktivitas sebenarnya, sehingga nampak sebagai aktivitas yang
wajar tanpa mengundang kecurigaan.
Untuk menjaga keamanan dalam
aktivitas pengumpulan informasi, seorang agen klandestin harus punya kreativitas
dengan berbagai cara atau Teknik pengelabuhan, untuk menghindari kecurigaan
atau pantauan petugas keamanan.
Metode lain untuk menjaga
kerahasiaan kegiatan Matbar adalah dengan konselmentasi, suatu teknik penyembunyian
alat bantu intelijen dari pantauan oposisi. Contoh teknik konselmentasi, seperti
mengemas kamera ponsel sedemikian rupa di dalam tas sehingga kegiatan
pengambilan gambar video dapat tersamar. Sedangkan dalam kegiatan pengamatan
visual secara langsung, agen bisa juga memanfaatkan kacamata gelap untuk
menyamarkan pandangan mata dari perhatian oposisi.
·
Kontra Surveilans
Dalam perjalanan kembali
menuju safe house, Royan Priyanto menyempatkan waktu untuk singgah di sebuah mini
market. Dari dalam mini market, pandangan matanya keluar menembus kaca jendela
tertuju pada sosok mencurigakan yang berdiri di tempat parkiran motor. Dia
mengenakan jaket warna krem dan bertopi hitam dengan logo LA. Sosok dengan
ciri-ciri serupa itu rasanya juga pernah terlihat mondar mandir saat dirinya berada
di gedung targetnya.
Setelah membeli sebungkus permen
penyegar nafas, Royan meninggalkan mini market itu dengan menggunakan kendaraan
umum ke arah safe house. Di dalam angkot yang penuh sesak itu, sesekali ia
melirik kearah belakang, ternyata sosok mencurigakan itu masih mengikutinya.
Dia turun lagi dari moda transportasi umum itu dan masuk ke pusat perbelanjaan
yang cukup luas dan ramai pengunjung. Royan menuju ke bagian pakaian dan
berkeliling santai sambil mengamati situasi di sekitarnya.
Setelah beberapa lama
berputar-putar, Royan bermanuver keluar melalui pintu belakang dan segera naik
ojek. Tujuannya kali ini adalah Garden Valley, sebuah taman wisata yang berada
di arah berlawanan dengan safe house. Royan memilih Garden Valley sebagai
tempat singgahan untuk mengelabuhi pengikutnya. Dengan suasana yang ramai dan
banyaknya pengunjung, ia yakin akan sulit bagi sosok misterius itu untuk terus
memantaunya.
Sekitar tiga puluh menit
berada di taman, ia kembali melanjutkan perjalanannya menuju safe house melalui
rute yang berbeda, yakni rute alternatif seperti yang telah digambarkan pada
sket-B pengamanan safe house. Semua langkah yang diambil Royan ini merupakan
bagian dari prosedur kontra surveilans, yang telah diajarkan oleh Pak Dirman
saat pengarahan menjelang tugas infiltrasi. Pak Dirman selalu menekankan
pentingnya untuk selalu waspada, karena dalam dunia intelijen sekecil apapun
informasi, bisa menjadi petunjuk yang sangat berharga.
Dengan berhasil mengelabui
penguntitnya, Royan merasa lega. Namun, ia tetap tidak boleh lengah. Ancaman
bisa datang dari mana saja dan kapan saja. Ia harus selalu siap menghadapi
segala kemungkinan. Bila keberadaan safe house sampai terdeteksi oleh lawan
maka itu akan menjadi masalah besar, bukan hanya bagi pribadinya namun juga
bagi organisasi klandestinnya.
Langkah tindakan Royan untuk
menghindari pantauan pihak lawan adalah bagian dari teknik kontra penjejakan
atau counter surveillance. Ia melakukan tahapan kontra penjejakan sesuai
prosedur keamanan intelijen, yaitu deteksi, desepsi, escape, dan safety. Tahap kontra
pertama yang dilakukannya adalah deteksi terhadap keberadaan oposisi, yakni saat
singgah di mini market. Lalu desepsi, dengan cara memasuki pusat perbelanjaan
matahari dept store. Selanjutnya adalah escape menuju ke Garden Valley, yang
lokasinya berlawanan dengan arah menuju safe house. Dan langkah terakhir adalah
tindakan safety, dengan mengambil jalur alternatif untuk memasuki safe house.
·
Kode Isyarat dan Sandi
Saat kembali menuju safe
house, Manaf melangkahkan kaki dengan perlahan. Keringat dingin menetes di
pelipisnya, misi hari ini benar-benar menguras tenaga. Setibanya di depan safe
house, matanya melirik tertuju pada jendela. Kain korden yang biasanya tertutup
rapat kini terangkat setengah. Ia paham bahwa itu bukan tanda alarm bahaya, melainkan
hanya kode isyarat untuk menunda waktu. Ia mengurungkan niat untuk segera masuk
safe house.
Dengan sikap tenang
seperti tak terjadi sesuatu, Manaf meneruskan langkah kakinya melewati safe
house, lalu menyusuri jalan setapak yang familiar melambung mengitari beberapa
wisma lainnya. Ia tahu, harus menunggu sinyal berikutnya. Setengah jam berlalu,
ia kembali ke safe house. Kali ini, korden jendela sudah terbuka lebar, sebuah
isyarat jelas bahwa ia dapat masuk. Tanpa ragu, Manaf mendorong pintu dan
melangkah masuk ke dalam. Dia datang lebih awal mendahului rekan-rekan lainnya,
dan ia baru sadar bahwa kedatangannya lebih cepat beberapa menit dari waktu yang
telah ditentukan.
Dalam dunia intelijen, kode
isyarat merupakan salah satu teknik komunikasi non verbal untuk menjaga keamanan kegiatan. Isyarat
korden dengan aturan tertentu yang telah disepakati menjadikan komunikasi yang
sederhana namun efektif untuk menjamin keamanan kegiatan. Selain kode isyarat,
teknik komunikasi rahasia lain dapat dilakukan dengan sandi. Pengertian sandi adalah bentuk komunikasi verbal melalui
tulisan untuk menyembunyikan informasi dengan mengubah bentuknya menjadi kode rahasia
yang hanya dipahami oleh mereka yang memiliki kunci pembukanya.
1.5. DEBRIEFING
Debrifing
merupakan sesi terakhir dari suatu kegiatan intelijen sebagai evaluasi terhadap
pelaksanaan tugas. Apabila sebelum pelaksanaan tugas agen menerima briefing, sebagai
penjelasan detil tentang misi dan peran yang harus dilaksanakannya, maka
setelah pelaksanaan tugas mereka melaksanakan debriefing,
Tujuan
debriefing, selain sebagai evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan di
lapangan menyangkut keberhasilan dan kendala, juga sebagai umpan balik kepada seluruh
anggota tim untuk belajar dari pengalaman lapangan.
·
Belajar dari Kesalahan
Kelima orang anggota tim
anggrek kembali ke safe house, mereka telah menyelesaikan tugas klandestin di
lapangan dengan aman. Setelah rehat sejenak, mereka berkumpul di sebuah ruangan
untuk kegiatan debriefing. Kegiatan evaluasi tim Anggrek dibimbing oleh Abu
Fakih, seorang agen senior berpengalaman. Sementara tim lainnya, bougenvil,
cempaka, dan dahlia juga melakukan kegiatan debriefing secara terpisah di ruang
berbeda. Agen mentor Abu memberikan banyak penekanan pada aspek cctv. Pada
aspek ini banyak agen peserta Latihan sering lalai.
Sesi debriefing seluruh tim
berlangsung hangat dan produktif. Dibimbing oleh agen mentor dan seorang
pendamping tim, para peserta secara terbuka berbagi pengalaman mengenai tugas
di lapangan. Diskusi tim berlangsung mendalam, para peserta saling memberikan
masukan dan umpan balik. Meskipun muncul perbedaan pendapat, namun hal itu
justru memperkaya analisis terhadap berbagai situasi yang dihadapi.
Setelah sesi debriefing tim
kecil tuntas, dilanjutkan sesi debriefing menyeluruh dibimbing Pak Dirman
selaku handler operasi. Pada sesi ini, para agen pembimbing tim mengemukakan
hasil evaluasi timnya masing-masing. Sharing pengalaman dan pembahasan
berlangsung lebih seru dan mendalam. Hadler Dirman menyoroti beberapa poin
penting serta memberikan arahan dan penekanan khusus. Beliau mengingatkan
pentingnya belajar dari kesalahan selama latihan.
"Kesalahan dalam
latihan adalah pengalaman yang menjadi guru terbaik kita. Kalian boleh
melakukan kesalahan sebanyak-banyaknya dalam latihan, tetapi jangan sampai
terjadi satupun kesalahan dalam penugasan. Jadikan kesalahan itu sebagai
pelajaran berharga yang tak boleh terulang,” tegas handler Dirman.
·
Sop-Dok-Sekuter
Sebagai pengingat, Pak
Dirman mengulang kembali lima poin aspek sekuriti yang harus diingat saat
menjalankan misi di lapangan. Namun kali ini beliau menyampaikan dengan formula
jembatan keledai.
“Saat melaksanakan operasi
klandestin di lapangan, kalian harus selalu ingat pada ‘Sop-Dok-Sekuter.’ Para
peserta pelatihan mengerutkan dahi, mereka belum paham dengan istilah itu.
Kemudian handler segera menjelaskannya, “Sop-Dok-Sekuter adalah jembatan
keledai untuk membantu daya ingat. Sop, singkatan dari sasaran dan oposisi.
Dok, kependekan dari kedok atau cover. Dan sekuter, singkatan dari sekuriti dan
konter, maksudnya adalah counter surveillance.”
Sop-Dok-Sekuter adalah
lima aspek sekuriti agen klandestin. Kelima aspek sekuriti itu merupakan aspek
fundamental, yang harus selalu melekat pada diri agen dalam melaksanakan tugas
klandestin. Penjelasan singkat lima aspek sekuriti yang diuraikan pak Dirman itu
adalah sebagai berikut:
·
Sasaran: Agen harus mendapat informasi dasar yang cukup tentang profil sasaran, termasuk
misi apa yang dilakukan terhadap sasaran. Sasaran bisa berupa individu,
organisasi, kegiatan, atau instalasi.
·
Oposisi: Agen harus selalu waspada terhadap potensi
ancaman dari oposisi, termasuk kamera pemantau CCTV. Perangkat pantauan CCTV
merupakan hal yang sangat krusial bagi agen klandestin, karena mereka kerap
kali lalai mengantisipasi perangkat pantauan itu. Aparat keamanan lawan dengan
mudah melakukan identifikasi visual, pelacakan pergerakan, dan pengungkapan
identitas melalui rekaman CCTV.
·
Kedok: Agen harus menyiapkan kedok secara matang. Kedok
atau cover yang digunakan harus dirancang dengan matang dan dipertahankan
secara konsisten, mencakup identitas palsu, tindakan sehari-hari, serta cerita
latar belakang.
·
Sekuriti: Agen harus menerapkan prosedur keamanan
secara konsisten, seperti konselmentasi, kompartementasi, dan komunikasi. Aspek
keamanan komunikasi merupakan hal yang sangat penting, yang harus diterapkan
secara ketat untuk melindungi keamanan agen dan kerahasiaan operasi.
·
Kontra surveilans:
Setelah menyelesaikan setiap misi di lapangan, agen harus melaksanakan
prosedur kontra surveilans secara cermat untuk memastikan tidak diikuti oleh
pihak lawan saat kembali ke safe house. Keamanan safe house merupakan hal yang
sangat krusial dan harus dijaga kerahasiaannya dengan ketat.
Setelah sesi debriefing
berakhir, seluruh peserta pelatihan keluar ruangan dengan dada berdebar
dipenuhi berbagai perasaan. Mereka telah merasa mendapat banyak ilmu dan
pengalaman, dan bersyukur bisa bergabung dengan tim ini. Tim yang nantinya akan
mengukir sejarah dalam operasi klandestin.
Kegiatan selanjutnya
adalah acara bebas. Sebagian besar dari mereka memanfaatkan waktu untuk ngobrol
sambil minum kopi yang disediakan oleh pengurus wisma. Namun ada sebagian yang
masuk kamar tidur lalu istirahat, dan ada pula yang rebahan sambil evaluasi
diri atas kegiatan siang itu.
Bagi mereka ada satu istilah
jembatan keledai dari Pak Dirman yang terus terngiang-ngiang di telinga, yaitu
“Sop-Dok-Sekuter.” Istilah itu telah tertanam kuat dalam benak mereka. Lebih
dari sekedar kunci pengingat, jembatan keledai itu kini menjadi mantra yang
akan memandu setiap langkah mereka dalam menjalankan misi rahasia di lapangan.
·
Ibarat Tubuh Manusia
Dalam pembekalan handler
malam itu, pak Dirman menekankan pentingnya kerjasama tim, “Dalam operasi klandestin
seperti ini, setiap anggota mempunyai peran yang sama penting. Tim kecil ini
seperti sebuah rantai yang panjang, setiap mata rantai berpengaruh pada mata
rantai yang lain. Jika ada satu mata rantai yang rapuh, maka keseluruhan rantai
akan menjadi rapuh pula.”
Beliau mencontohkan
kisah sukses Eli Cohen, agen legendaris Israel. “Eli Cohen adalah agen spionase
Mossad yang sangat brilian. Meski begitu ia tidak bekerja sendirian. Eli berhasil
menembus lingkaran elit pemerintahan Suriah dan mengirimkan informasi-informasi
berharga ke Mossad adalah berkat kerjasama tim klandestin yang solid.
Berkat
sejumlah informasi berharga dari Eli Cohen, pesawat-pesawat tempur Angkatan
Udara Israel dengan mudah menghancurkan sebagian besar bunker Syria, sehingga
Israel meraih kemenangan telak pada perang melawan Syria hanya dalam waktu enam
hari.
Kesuksesan Eli Cohen
menjalankan misi rahasianya tak lain karena support dari tim klandestin yang hebat.
Timnya menyokong Eli dengan informasi dasar yang akurat, penyiapan kedok
penyamaran yang sempurna, dukungan teknologi yang memadai, serta logistik yang
cukup. Tanpa dukungan dari tim yang solid, mustahil Eli Cohen bisa sukses
menjalankan misi rahasianya.”
Dengan ekspresi serius,
beliau mengajak seluruh peserta untuk berkomitmen penuh, “Tim klandestin harus benar-benar
solid. Jika ada salah satu yang bermasalah, maka yang lain juga akan menghadapi
masalah. Tim yang solid itu ibarat tubuh manusia, jika ada salah satu bagian
tubuh mengalami sakit, maka bagian tubuh yang lain juga ikut merasakannya. Maka itu kita harus solid, yaitu saling
percayai, saling menjaga, saling mengingatkan dan saling membantu. Sebab
keberhasilan misi ini adalah keberhasilan bersama, dan kegagalannya adalah
kegagalan bersama.”
*****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar