Jumat, 04 Oktober 2024

Go Food oh... Go Food (Rentenir jaman now)

*BAGAIMANA USAHA MODAL RAKSASA MENGUASAI UMKM*
Teman2, saya ingin mengajak kalian membedah Gofood (dan berlaku juga untuk GrabFood).
Saya menggunakan data dari warung kecil UMKM yang saya miliki. Warung kecil saya ini melayani Dine-In dan juga Delivery menggunakan jasa Gofood dan GrabFood.
Kenapa kami menggunakan jasa GoFood dan GrabFood? Apakah lebih menguntungkan?
TIDAK! Pada dasarnya sama saja..
Warung saya sudah ada sebelum GoFood hadir. Dan ketika GoFood muncul dan mulai meng-gurita, kami terpaksa ikut masuk gerbong.
Seperti pepatah, "Jaman wes edan. Nek ora melu edan, ora keduman!".
Tp percaya atau tidak, itulah yang terjadi. Pilihannya, naik gerbong atau lapak kami mati tergilas roda besi GoFood. Dan ketika saya katakan mati, itulah yang benar2 bisa terjadi. Karena berdasarkan hitungan dan jg pengalaman, tidak mungkin melawan kekuatan usaha modal raksasa seperti GoFood.
Loh, kenapa kok sepertinya menganggap GoFood lawan? Bukan kah GoFood kawan?
Oke..
Bayangkan seperti ini..
Sebelum ada GoFood, transaksi makan hanyalah antara pedagang dan pembeli. Langsung. Mau delivery ataupun Dine-In, langsung!
Sebagai Pedagang, sy tidak memiliki masalah apapun. Normal saja. Biasa saja.
Tapi tiba2, muncul GoFood di antara pedagang dan pembeli menjadi perantara.
Dan itulah yang sesungguhnya terjadi, GoFood adalah anak baru yg tiba2 muncul antara pedagang dan pembeli. Mirip seperti ormas pungli yg muncul antara kontraktor dan kliennya.
Tp tentu saja dgn wajah ramah, mulut manis dan tampilan menawan.
GoFood mengenalkan teknologi baru dan bla bla bla.. Tapi intinya tetap sama. Ada pihak ketiga yg tiba2 muncul diantara pedagang dan pembeli. Dan seketika, rantai ekonomi bertambah satu.
Dan..
Sudah hukum alam, bertambahnya rantai ekonomi, akan bertambah pula biaya ekonomi. Akan ada satu pihak lagi yg memasang margin keuntungan.
Pertanyaannya, biaya ekonomi tambahan ini dibebankan ke siapa?
Idealnya, tentu dibebankan kepada pembeli karena sesungguhnya pembeli lah yang paling mendapatkan manfaat munculnya GoFood yaitu; kemudahan, kenyaman, gaya hidup, dan lain2.
Tapi kenyataannya, GoFood meminta 20% (18%) dari tiap nilai transaksi kepada pedagang!
Ya, ya..
Kalian akan bilang, kan GoFood tidak memaksa. Pedagang kan bisa saja menolak!
Dan di sinilah pepatah di awal tadi berlaku, "Jaman wes edan. Nek ora melu edan, ora keduman!".
Mari kita runut pola-nya dan percaya atau tidak, mirip VOC ketika menguasai perdagangan Nusantara.
*TAHAP 1*
Ketika GoFood pertama kali muncul, tentu tidak ada satu pembeli pun yg terpikirkan untuk menggunakan jasa delivery GoFood. Pikiran pertama yg muncul adalah, "Ngapain juga bayar tambahan biaya delivery yg mahal?"
Namun pembeli salah!
GoFood adalah USAHA MODAL BESAR. Modalnya bisa di-"bakar" sampai pembeli sakaw. Dan tahap pertama adalah, diskon besar2an hingga di-level yg tidak masuk akal!
Hingga pembeli berfikir, "Gila! Ngapain capek2 beli ke warung kalo pake Gofood bisa dapat diskon makanan dan biaya antarnya gratis?"
Di tahap ini, GoFood mulai memasukkan semua warung2 UMKM di segala penjuru ke dalam database aplikasinya tanpa sepengetahuan pedagang. Dan Pedagang jg tidak peduli.
Dan beberapa periode kemudian, muncul antrian jaket hijau di-warung2 memesan makanan delivery. GoFood menjadi viral karena banyak diskon.
Apakah ini artinya tambahan Omset bagi pedagang?
TIDAK!
Omset tetap sama. Hanya pembelinya saja berubah cara belinya.
*TAHAP 2*
Ketika GoFood sudah viral dan sudah menjadi hal umum di kalangan pembeli, maka GoFood pun mulai bergerilya ke pedagang2.
Mereka menawarkan kerja-sama dgn menjadi Partner Resmi GoFood dgn biaya 20% komisi untuk GoFood.
Tentu saja para pedagang menolak mentah2. Ngapain harus ngeluarin 20%? Tanpa GoFood aja Omset kita baik2 aja!
Namun Pedagang salah!
GoFood adalah USAHA MODAL BESAR. Modalnya bisa di-"bakar" sampai pembeli sakaw.
Di Tahap 2 ini, GoFood mengubah cara diskonnya. Diskon gila2an hanya diberikan untuk warung2 yg menjadi Partner Resmi GoFood.
Pembeli yg sudah mabuk diskon, tidak lagi fanatik pada merek warung. Mereka fanatik pada diskon.
Dan tak lama kemudian, antrian jaket hijau di warung2 yg menolak kerjasama GoFood tiba2 menghilang. Dan otomatis, Omset turun drastis!
Pada akhirnya, bisa ditebak! Persis seperti sebuah kerajaan di Nusantara yg menandatangani perjanjian dgn VOC, para pedagang UMKM akhirnya menandatangani kerjasama dgn GoFood.
Dan antiran jaket hijau kembali muncul. Omset kembali normal.
*TAHAP 3*
Apakah sudah selesai? Tentu belum! Operasi baru akan dimulai..
Setelah banyak warung2 yg menjadi Partner GoFood dgn komisi 20%, GoFood pun mulai bergerilya lagi ke para pedagang.
Mereka menawarkan layanan iklan dan promo di Aplikasi GoFood sehingga warung akan lebih "terlihat" pembeli.
Tentu saja para pedagang menolak mentah2. Ngapain ngeluarin duit lagi buat iklan dan promo? Tanpa iklan dan promo aja omset udah kembali normal!
Namun Pedagang salah!
GoFood adalah USAHA MODAL BESAR. Modalnya bisa di-"bakar" sampai pembeli sakaw.
*Di tahap 3,* GoFood mengubah cara diskonnya lagi. Kali ini, *diskon gila2an diberikan kepada partner GoFood yang beriklan dan promo!*
Pembeli yang mabuk diskon, sudah pasti membeli warung2 yg beriklan dan promo.
Dan sekali lagi, antrian jaket hijau menghilang dan Omset sekali lagi merosot drastis.
Dan seperti DeJaVu, pedagang pun terpaksa beriklan dan ikut promo. Persis raja2 Nusantara yg cuma bisa diam dgn semua aturan2 VOC.
*TAHAP 4*
Dan ketika GoFood sudah mencengkeramkan cakarnya di ekonomi masyarakat. Ketika pedagang sudah terbelenggu dan pembeli sudah mabuk kepayang, diskon pun dicabut pelan2.
Bakar Modal mulai dikurangi.
Dan ketika ada pedagang ada yang ingin "memberontak", cukup bakar modal sekali lagi, dan pedagang itu pun mati.
Dan itulah kisah bagaimana Warung kecil UMKM sy pun harus melompat naik ke gerbong GoFood dan terbelenggu diam saja mengikuti arah yg dipilih lokomotif kereta; GoFood.
Dan itulah bagaimana USAHA MODAL RAKSASA menguasai UMKM.
---
Masih pengin ikut gofood?????
Rentenir jaman now

By Ustad Dwi Condro 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar