Belum genap sebulan rakyat Indonesia
menikmati kemerdekaannya, pada pertengahan September 1945 tentara Sekutu (didalamnya
ada Inggris dan Belanda) mendarat di Jakarta dan kota-kota besar lainya di Indonesia.
Bung Karno berharap tentara Sekutu hanya
mengurus tahanan Jepang saja, dan tidak mengutak-atik status kemerdekaan RI.
Namun ternyata Sekutu meminta rakyat
Indonesia menyerahkan kedaulatannya kepada Sekutu.
Bung Karno tidak menginginkan perang,
karena rakyat Indonesia bakal kalah melawan Sekutu.
Atas saran Panglima Sudirman, Bung
Karno mengirimkan utusan khusus ke pimpinan NU (Nahdhatul Ulama) KH. Hasyim
Asyhari di Ponpes Tebuireng Jombang Jawa Timur untuk meminta fatwa.
22 oktober 1945 seluruh ketua2 NU dan para
Kyai se Jawa dan Madura berkumpul di Kantor Pusat Ansor di jalan Bubutan Surabaya.
Diskusi dan istiqoroh para kiyai utama
NU itu menghasilkan 3 rumusan penting, yg dikenal dengan RESOLUSI JIHAD. Tiga poin
resolusi Jihad:
1. Setiap Muslim wajib memerangi kafir
Sekutu yang merintangi kemerdekaan Indonesia.
2. Pejuang yang mati dalam perang
kemerdekaan adalah Syuhada.
3. Penduduk yang memihak Sekutu harus
dihukum mati.
Dokument Resolusi Jihad yg
ditandatangi oleh K.H Hasyim Azhari disebarluaskan ke seluruh jaringan
pesantren dan dimuat dalam sejumlah media masa.
Hanya berselang 3 hari pasca Resolusi
Jihad dicetuskan, 6000 tentara Sekutu yang dipimpin Inggris mendarat di
pelabuhan Tanjung Perak Surabaya dengan persenjataan lengkap.
Mendengar kedatangan pasukan Sekutu, ribuan
santri, mujahidin & para Kiyai se Jawa Timur bergerak menuju Surabaya.
Situasi pun terus memanas dan terjadinya
pertempuran hebat selama 3 hari di Surabaya (27 -29 oktober 1945). Tentara Inggris kewalahan menghadapi
perlawanan rakyat Jawa Timur.
Inggris lantas mendatangkan Soekarno
ke Surabaya untuk diajak berunding melakukan gencatan senjata.
Pagi hari tanggal 30 oktober gencatan
senjata ditandatangani pemerintah Indonesia & Inggris. Namun pada sore
harinya, terjadi insiden di Jembatan Merah Surabaya yg menewaskan orang no.1
tentara Inggris di surabaya yaitu JENDRAL MALABI. Gencatan senjata pun langsung
berakhir.
Pengganti Malabi yaitu Jendral Robert
Mansion mengultimatum laskar pejuang dan tentara Indonesia agar menyerahkan
senjata kepada inggris paling lambat 10 november 1945. Jika tidak Inggris mengancam akan MEMBUMI
HANGUSKAN SURABAYA dengan membombardir Surabaya dari 3 arah sekaligus laut,
darat dan udara.
Mendengar ancaman
itu, para rakyat Surabaya marah besar. Seorang pemuda bernama Soetomo (BUNG
TOMO) sowan kepada Kiyai Hasyim, ia meminta izin untuk menyebarluaskan resolusi jihad
melalui radio.
"Inggris mari kita berperang, kami
tidak takut. Kalo MATI kami syahid. Kalo
HIDUP kami akan menjadi bangsa yg merdeka.
ALLAHU AKBAR. Tekad itulah yg ditanamkan oleh RESOLUSI JIHAD"
Meletuslah PERTEMPURAN
HEROIK 10 NOVEMBER 1945 DI SURABAYA.
Target Inggris untuk
melumpuhkan Surabaya dalam waktu 3 hari tak terbukti. Bahkan di hari yg ke-2 Inggris
kehilangan Jendral Rober Manison, artinya dalam 1 bulan menghadapi arek arek Suroboyo,
Inggris telah kehilangan 2 jendral terbaiknya.
Perang Surabaya berlangsung selama 3
minggu, TAKBIR dan PEKIK MERDEKA menggema selama pertempuran berlangsung.
Meski pada akhirnya Inggris berhasil
menguasai Surabaya, namun Inggris mendapatkan kerugian yg besar. Ribuan serdadu
terlatih Inggris tewas termasuk 300 serdadu GURKA yg didatangkan Inggris dari India
& Pakistan ke Surabaya untuk membantu Inggris melawan Indonesia.
Tentara GURKHA MUSLIM dari India &
Pakistan malah membelot dan menyerang balik inggris, setelah mereka tahu bahwa yg mereka lawan adalah para Santri,
Kiyai, Mujahidin dan Rakyat Muslim Indonesia yg merupakan saudara seimanya
sndiri yg sedang berjihad membela tanah air.
Korban di pihak Indonesia sendiri
60.000 tentara, laskar, para santri, sukarelawan, dan rakyat surabaya gugur sebagai
SYUHADA.
TANPA RESOLUSI JIHAD TAKKAN ADA
PERISTIWA HEROIK 10 NOVEMBER 1945.
“Jangan dilupakan !!!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar