Kamis, 04 Oktober 2018

Bumi Gonjang-ganjing

Dalam pagelaran wayang kulit, sang dalang biasanya melantunkan suluk ini. “Bumi gonjang-ganjing langit kelap-kelap katon lir kincanging alis, risang maweh gandrung, sabarang kadulu wukir moyag-mayig saking tyas baliwur ong. (Bumi berguncang, langit berkilat, terlihat seperti orang yang cinta melihat segala kehormatan dan keindahan dunia, gunung pun berantakan).”

Bumi gonjang-ganjing, harafiahnya gempa bumi yang kini sering terjadi. Terbaru, Sabtu (16/4/2016), gempa dahsyat mengguncang pantai Pasifik Ekuador. Korban tewas lebih dari 500 orang dan 1.700 lainnya hilang. Tiga hari kemudian, giliran Jepang, tepatnya di kota Mashiki, dan menewaskan 42 orang. Sebelumnya di Indonesia pun diguncang gempa, antara lain kawasan Sumatera Barat pada 2 Maret lalu, tapi tak sedahsyat Ekuador dan Jepang.

Mengkhawatirkan jika gempa terus menguncang Planet Bumi. Demikian pula jika kian banyak gunung meletus.Namun, suluk itu bukan sebatas bikin takut. Suluk bumi gonjang-ganjing juga bisa dikemas dalam lagu dan enak didengar. Sujiwo Tejo, misalnya. Dalang, penulis, pelukis, dan pemusik ini pernah membawakan lagu bumi gonjang-ganjing dalam acara Java Jazz Festival 2012, dan seuai acara Sujiwo panen pujian.

Panulis Adi Toha sepertinya juga terinspirasi oleh suluk tersebut dalam karyanya berjudul Valharad. Buku ini mengisahkan sebuah negeri (VarchLand) yang telah mengalami masa-masa damai selama beratus-ratus tahun, tiba-tiba terancam mengalami kehancuran oleh sebuah kekuatan kegelapan yang datang dari bangsa Vomorian.
Untuk mencegahnya. petinggi istana mengembara ke pelosok negeri untuk menemukan 12 Ksatria Talismandala pemegang kunci rahasia. Pesan dari kisah fiksi ini antara lain tentang menjaga keseimbangan sebuah negeri, labih luasnya tentang keseimbangan alam

Suluk bumi gonjang-ganjing juga sebagai pengingat agar manusia senantiasa mematuhi hukum demi menjaga kehormatan. Semacam tuturan buat para pemimpin, baik di eksekutif, legislatif, maupun yudikatif agar tidak korupsi sehingga menjadi teladan rakyat. Agar roda pemerintahan dan tatanegara berjalan seimbang, tidak gonjang-ganjing. Sayangnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini masih sibuk melakukan operasi tangkap tangak (OTT) terhadap para oknum pejabat.

Tepat jika dalang melantunkan suluk bumi gonjang-ganjing setiap hendak mengeluarkan atau memainkan Gatotkaca. Di Indonesia, Gatotkaca menjadi tokoh pewayangan yang sangat populer. Kesaktiannya dikisahkan luar biasa, antara lain mampu terbang di angkasa tanpa menggunakan sayap mirip Superman, serta terkenal dengan julukan "otot kawat tulang besi. Tokoh pewayangan yang hidup di kayangan ini juga digambarkan sebagai orang-orang yang hidup di atas, yaitu para penguasa.

Gatotkaca juga dikenal dengan nama Arimbiatmaja, Bimasiwi, Guritna, Gurudaya, Kacanegara ( teladan cintanya terhadap negara), Purbaya, Kancingjaya (kunci kemenangan). Sifat perwatakan; berani, teguh, tangguh, cerdik pandai, waspada, gesit, tangkas, tabah dan mempunyai rasa tanggung jawab yang besar. Begitulah idealnya para pemimpin, penguasa, di Bumi (*)


Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Bumi Gonjang-ganjing, http://jateng.tribunnews.com/2016/04/22/bumi-gonjang-ganjing.

Penulis: sujarwo
Editor: Catur waskito Edy

Tidak ada komentar:

Posting Komentar