Dalam
pagelaran wayang kulit, sang dalang biasanya melantunkan suluk ini. “Bumi
gonjang-ganjing langit kelap-kelap katon lir kincanging alis, risang maweh
gandrung, sabarang kadulu wukir moyag-mayig saking tyas baliwur ong. (Bumi
berguncang, langit berkilat, terlihat seperti orang yang cinta melihat segala
kehormatan dan keindahan dunia, gunung pun berantakan).”
Bumi gonjang-ganjing, harafiahnya gempa bumi yang kini sering
terjadi. Terbaru, Sabtu (16/4/2016), gempa dahsyat mengguncang pantai Pasifik
Ekuador. Korban tewas lebih dari 500 orang dan 1.700 lainnya hilang. Tiga hari
kemudian, giliran Jepang, tepatnya di kota Mashiki, dan menewaskan 42 orang.
Sebelumnya di Indonesia pun diguncang gempa, antara lain kawasan Sumatera Barat
pada 2 Maret lalu, tapi tak sedahsyat Ekuador dan Jepang.
Mengkhawatirkan jika gempa terus menguncang Planet Bumi.
Demikian pula jika kian banyak gunung meletus.Namun, suluk itu bukan sebatas
bikin takut. Suluk bumi gonjang-ganjing juga bisa dikemas dalam lagu dan enak
didengar. Sujiwo Tejo, misalnya. Dalang, penulis, pelukis, dan pemusik ini
pernah membawakan lagu bumi gonjang-ganjing dalam acara Java Jazz Festival
2012, dan seuai acara Sujiwo panen pujian.
Panulis Adi Toha sepertinya juga terinspirasi oleh suluk
tersebut dalam karyanya berjudul Valharad. Buku ini mengisahkan sebuah negeri
(VarchLand) yang telah mengalami masa-masa damai selama beratus-ratus tahun,
tiba-tiba terancam mengalami kehancuran oleh sebuah kekuatan kegelapan yang
datang dari bangsa Vomorian.
Untuk mencegahnya. petinggi istana mengembara ke pelosok negeri
untuk menemukan 12 Ksatria Talismandala pemegang kunci rahasia. Pesan dari
kisah fiksi ini antara lain tentang menjaga keseimbangan sebuah negeri, labih
luasnya tentang keseimbangan alam
Suluk bumi gonjang-ganjing juga sebagai pengingat agar manusia
senantiasa mematuhi hukum demi menjaga kehormatan. Semacam tuturan buat para
pemimpin, baik di eksekutif, legislatif, maupun yudikatif agar tidak korupsi
sehingga menjadi teladan rakyat. Agar roda pemerintahan dan tatanegara berjalan
seimbang, tidak gonjang-ganjing. Sayangnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
kini masih sibuk melakukan operasi tangkap tangak (OTT) terhadap para oknum
pejabat.
Tepat jika dalang melantunkan suluk bumi gonjang-ganjing setiap
hendak mengeluarkan atau memainkan Gatotkaca. Di Indonesia, Gatotkaca menjadi
tokoh pewayangan yang sangat populer. Kesaktiannya dikisahkan luar biasa,
antara lain mampu terbang di angkasa tanpa menggunakan sayap mirip Superman,
serta terkenal dengan julukan "otot kawat tulang besi. Tokoh pewayangan
yang hidup di kayangan ini juga digambarkan sebagai orang-orang yang hidup di
atas, yaitu para penguasa.
Gatotkaca juga dikenal dengan nama Arimbiatmaja, Bimasiwi,
Guritna, Gurudaya, Kacanegara ( teladan cintanya terhadap negara), Purbaya,
Kancingjaya (kunci kemenangan). Sifat perwatakan; berani, teguh, tangguh,
cerdik pandai, waspada, gesit, tangkas, tabah dan mempunyai rasa tanggung jawab
yang besar. Begitulah idealnya para pemimpin, penguasa, di Bumi (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Bumi Gonjang-ganjing, http://jateng.tribunnews.com/2016/04/22/bumi-gonjang-ganjing.
Penulis:
sujarwo
Editor: Catur waskito Edy
Editor: Catur waskito Edy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar