1. Konsep Utama Ajaran
- Ajaran Kejawen berpusat pada konsep "Sangkan Paraning
Dumadi", yang berarti "dari mana manusia berasal dan ke mana akan
kembali".
- Konsep ini menekankan pentingnya manusia untuk memahami asal-usul dan tujuan hidupnya. Keberadaan manusia dan seluruh alam semesta merupakan ciptaan Sang Hyang Widhi, yaitu Tuhan pencipta alam semesta. Kelak pada akhirnya seluruh alam semesta akan kembali kepada-Nya. (yang kembali kepada Tuhan adalah jiwa, bukan jasad manusia.)
- Namun tidak semua manusia bisa dengan mudah untuk kembali kepada Tuhan, kecuali mereka yang jiwanya suci (seperti asalnya). Sedangkan yang jiwanya kotor harus disucikan terlebih dahulu melalui proses penyucian. Mereka yang suci jiwanya telah menyatu dengan kehendak Tuhan. Dalam bahasa Sansekerta disebut "Manunggaling Kawula Gusti."
2. Tujuan Ajaran
- Tujuan hidup manusia adalah memperoleh
kebahagiaan, yaitu kondisi kehidupan yang tenang, tenteram dan damai.
- Untuk memperoleh kondisi kehidupan yang tenang,
tenteram dan damai maka Kejawen mengajarkan untuk menyatukan jiwa manusia
dengan "kehendak" Sang Maha Pencipta. Konsep ini dikenal dengan "Manunggaling
Kawula Gusti"
- Kehendak Tuhan dalam konsep "Manunggaling Kawula Gusti" adalah sifat-sifat mulia, yaitu: jujur, adil, tanggung-jawab, ikhlas, toleran, peduli, sabar dan syukur.
3. Laku Ajaran Kejawen
- Untuk mencapai keadaan "Manunggaling Kawula
Gusti" maka Kejawen mengajarkan berbagai macam "laku",
yaitu praktik spiritual yang dilakukan oleh penganut Kejawen.
- Laku ajaran kejawen meliputi:
* Tapa (meditasi)
* Pasa (tirakat)
* Dunga (doa)
* Sedekah (berbagi)
4. Hasil Laku Kejawen
- Praktik laku ajaran Kejawen dapat menghasilkan
jiwa atau pribadi yang mulia, yaitu pribadi yang mempunyai karakter atau
sifat-sifat baik, antara lain jujur, adil,
tanggung-jawab, ikhlas, toleran, peduli, sabar dan syukur.
- Pribadi yang mulia merupakan syarat untuk mencapai
kesempurnaan hidup, baik secara lahiriah maupun batiniah. Secara lahiriah,
laku ajaran Kejawen dapat membantu manusia untuk mencapai kesehatan,
kebahagiaan, dan kemakmuran. Sedangkan secara batiniah, laku ajaran Kejawen
dapat membantu manusia untuk mencapai kesucian, pencerahan, dan kebijaksanaan.
5. Kesimpulan
Ajaran Kejawen
merupakan sebuah ajaran yang menekankan pentingnya manusia untuk memahami
asal-usul dan tujuan hidupnya. Ajaran ini juga mengajarkan berbagai macam laku
spiritual yang dapat membantu manusia untuk mencapai kesempurnaan hidup, baik
secara lahiriah maupun batiniah.
SEPULUH FILOSOFI KEJAWEN
1. Memayu Hayuning
Bawana, Ambrasta dur Hangkara
2. Urip Iku Urup
3. Ngunduh Wohing
Pakarti
4. Sugih Tanpa
Bandha, Sekti Tanpa Aji-Aji
5. Ajining raga
saka ing busana…
6. Lembah Manah lan
Andhap Asor (tawadhu')
7. Mulat Sarira
Hangrasa Wani
8. Becik ketitik -
Ala ketara
9. Ngluruk Tanpa
Bala, Menang Tanpa Ngasorake, Landhep tanpa natoni.
10. Datan Serik
Lamun Ketaman, Datan Susah Lamun Kelangan
Penjelasan:
1. Memayu Hayuning Bawana, Ambrasta dur Hangkara
Artinya, menebar
kebaikan untuk kemakmuran dunia, memberantas kemungkaran. Maknanya, dalam
kehidupan dunia manusia harus menebarkan kemakmuran (kedamaian dan
kesejahteraan) bagi alam semesta; serta memberantas sifat angkara murka,
serakah dan tamak. Dalam agama Islam, dikenal dengan "Rahmatan lil
alamin" dan "Amar makruf nahi munkar".
2. Urip Iku Urup
Hidup itu nyala, maksudnya
adalah hidup itu haruslah menjadi penerang bagaikan lentera. Maknanya dalam
hidup orang hendaknya memberi manfaat bagi orang lain disekitar kita, semakin
besar manfaat yang bisa kita berikan tentu akan lebih baik. Dalam agama Islam,
Rasulullah bersabda, "khairunnas
anfa'uhum linnas", artinya manusia yang paling baik ialah manusia yang paling bermanfaat
bagi manusia yang lain.
3. Ngunduh Wohing Pakarti
Artinya, menuai hasil dari setiap perbuatan, maksudnya bahwa
setiap perbuatan (baik atau buruk) pasti akan mendapat balasan. Maknanya semua
orang akan mendapatkan akibat dari setiap prilakunya sendiri (kebaikan maupun
keburukan). Jadi, kita tidak perlu menyalahkan dan mencari kesalahan orang lain
karena bisa saja itu adalah akibat dari apa yang kita lakukan sendiri. Jadi,
kita harus ingat untuk berhati-hati dalam betindak. Allah SWT
berfirman: "Faman
ya'mal mitsqaala dzarratin khairan yarah - Wa man Ya'mal mitsqaala dzarratin
syarran yarah" artinya barangsiapa yang mengerjakan kebaikan atau keburukan, meski
sebesar zahrah (debu/atom) niscaya akan memperoleh balasan (QS. Al-Zalzalah:
7-8)
4. Sugih Tanpa Bandha, Sekti Tanpa Aji-Aji
Terjemahan
literalnya adalah "kaya tanpa harta kekayaan, sakti/kuat tanpa ajian
mistis". Maknanya bahwa kekayaan batin itu lebih berharga daripada harta
benda, dan kekuatan karakter lebih penting daripada kekuatan fisik. Makna lain
adalah orang kaya itu bukanlah orang yang banyak harta tetapi orang yang kaya
hati atau besar jiwanya. Sedangkan orang bisa menjadi hebat dan kuat itu
tidaklah dengan mantra tetapi dengan ilmu.
5. Ajining raga saka busana, Ajining diri saka lathi lan budi
Arti literalnya
adalah "Kehormatan raga berasal dari busana, sedangkan
kehormatan diri berasal dari lisan dan prilaku". Maknanya,
kehormatan luar seseorang bisa dilihat dari cara berpakaiannya. Sedangkan
kehormatan diri (marwah) dilihat dari cara berkomunikasi dan moral prilakunya. Cara berpakaian itu
menentukan kehormatan raga dan cara berbicara menunjukkan
kehormatan diri seseorang. Penampilan dan ucapan kita mempengaruhi bagaimana
orang bereaksi dan menghargai kita. Sedangkan kehormatan diri ditentukan oleh
bagaimana seseorang berucap dan budi pekertinya. Dalam agama Islam, Rasulullah
bersabda, "Hiyaa
Rukum 'Akhaa Sinukum Akhlaaq", Sebaik-baik orang diantara kalian
ialah orang yg baik akhlaknya. (HR. Bukhari & Muslim).
6. Lembah Manah lan Andhap Asor (tawadhu')
Dalam bahasa jawa
pengertian "lembah manah" dan "andhap asor" mempunyai
pengertian yang mirip, yaitu bersikap rendah hati dan sopan santun. Filosofi
ini bagai pepatah: "Seperti ilmu padi, kian berisi kian merunduk"
artinya: semakin tinggi ilmunya semakin rendah hatinya; kalau sudah pandai
jangan sombong, selalulah rendah hati. Dalam Islam sikap luhur seperti itu
dikenal dengan istilah "tawadhu".
7. Mulat Sarira Hangrasa Wani
Arti mulat berarti melihat dan sarira berarti badan, maknanya
"introspeksi
diri atau merenungkan diri sendiri". Sedangkan hangrasa berarti merasa, dan wani
berarti berani., maknanya "berani dengan penuh kesadaran".
Makna keseluruhan adalah "berani dengan kesungguhan hati melihat
kekurangan diri". Jadi harus ada keberanian, artinya kesungguhan hati
untuk melihat kekurangan diri. Dalam Bahasa Arab atau khasanah Islam dikenal
dengan frase: muhasabah atau tafakur.
8. Becik ketitik - Ala ketara
Secara harfiah
dapat diterjemahkan "perbuatan baik akan nampak, dan perbuatan buruk akan
terungkap". Maknanya bahwa perbuatan baik yang meskipun tidak diperlihatkan
atau diketahui orang lain, pada akhirnya pasti akan tampak atau diketahui orang.
Sebaliknya bahwa perbuatan buruk meskipun ditutup-tutupi pada akhirnya pasti
akan tercium atau terungkap. Pesan moralnya adalah tidak usah pamrih dan jangan
berbuat curang, karena semua perbuatan baik atau buruk pada akhirnya akan ada
balasannya.
9. Ngluruk Tanpa Bala, Menang Tanpa Ngasorake, Landhep tanpa natoni.
Arti literalnya
adalah "Menyerbu tanpa bala bantuan, Memenangkan tanpa merendahkan, dan
Tajam tapi tak melukai". Maknanya, dalam menghadapi lawan, manusia yang
baik adalah yang mampu mengalahkan dengan cara luhur penuh kebajikan. Mereka
mampu melawan sendiri tanpa bantuan kawan atau membawa massa. Dan mampu
memenangkan peperangan tanpa merendahkan atau mempermalukan lawan, bahkan
lawanpun kalah secara terhormat merasa tak terluka.
10. Datan Serik Lamun Ketaman, Datan Susah Lamun Kelangan
Arti literalnya
adalah "Jangan sakit hati bila tertimpa musibah, dan jangan bersedih bila
kehilangan". Maknanya adalah kita harus senantiasa bersabar dan tegar
menghadapi segala macam musibah, dan pasrahkan segala sesuatunya kepada Allah
karena Tuhan yang mengatutr segala sesuatunya.
*****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar