Senin, 22 Januari 2024

Tiga Golongan Motivasi Orang dalam Beribadah

Dalam hal beribadah, kaum muslimin mempunyai motivasi dan kualitas yang berbeda-beda dalam menjalankan ibadah kepada Allah SWT.

Ali bin Abi Thalib RA. menjelaskan bahwa motivasi kaum muslimin dalam beribadah dibagi menjadi 3 golongan.
Ketiga golongan itu adalah: Pertama: Golongan budak (al-Abid). Kedua: Golongan pedagang (At-Tujjar), dan Ketiga: Golongan pecinta (al-Mahabbah).
Tentu saja kesemua golongan ini baik adanya dikarenakan ketaatan dalam menjalankan ibadah kepada Allah.
.....
Pertama; Golongan Motivasi Budak / karyawan (Al-'abid).
Orang-orang dalam golongan ini beribadah pada Allah layaknya seorang budak atau karyawan. Ia bekerja karena melaksanakan tugas kewajibannya selaku karyawan, dan takut kemarahan majikan bila tidak patuh dengan perintahnya.
Seorang budak atau karyawan melakukan pekerjaan sebatas karena tugas kewajiban yang diembannya, tanpa ada upaya untuk memajukan perusahaan.
Motivasinya dalam bekerja tak lain adalah hanya sekedar untuk mendapatkan upah dan agar ia tidak dimarahi atau dipecat.
Seseorang yang melaksanakan shalat atau ibadah wajib lainnya karena alasan sebagai suatu kewajiban yaitu perintah Tuhan, yang apabila meninggalkannya akan terkena dosa, maka ia termasuk dalam golongan al-abid. Mereka ini apabila telah selesai melaksanakan shalat maka ia akan merasa telah terbebas dari kewajiban yang membebaninya .
Ciri-ciri dari orang-orang golongan ini adalah (1) shalat fardhu ia lakukan sekedarnya, (2) tanpa dzikir (atau dzikir sekedarnya), (3) tanpa tambahan shalat sunnah rawatib, (4) tanpa persiapan khusus (misalnya dalam hal berpakaian), dan (5) jarang ke masjid.
Esensi beribadah golongan budak adalah mereka yang melaksanakan ibadah karena suatu kewajiban untuk menggugurkan kewajiban atau menghindari dosa.
...
Kedua; Golongan Motivasi Pedagang (At-Tujjar).
Orang-orang dalam golongan ini beribadah pada Allah layaknya seorang pedagang yang cenderung mempertimbangkan untung rugi.
Ia senantiasa menghitung sedikit banyaknya pahala pada setiap kegiatan ibadah, dan ia selalu berupaya untuk mendapatkan pahala yang lebih besar. Rugi rasanya apabila ia melaksanakan ibadah yang hanya memperoleh pahala kecil.
Dalam melaksanakan shalat misalnya, ia senantiasa berusaha untuk shalat berjamaah meskipun hanya dengan dua orang.
Dalam bersedekah ia mencari tempat, waktu dan obyek yang dapat melipatgandakan pahala, misalnya bulan Ramadhan pahala dilipat 700 kali lipat.
Pertimbangan untung rugi lainnya adalah apabila ia melakukan suatu amalan ibadah maka ia akan memperoleh balasan kebaikan di dunia, misalnya kelimpahan rejeki, kesehatan badan, dipanjangkan umur, dijauhkan dari malapetaka, dimudahkan dapat pekerjaan, dan sebagainya.
Agar mendapat pahala berlipat serta memperoleh balasan kebaikan di dunia, maka orang-orang di golongan ini takkan menyia-nyiakan kesempatan, mereka akan mengambil untung sebesar-besarnya dengan melakukan banyak ibadah dan beramal shaleh.
Beribadah sebagaimana seorang pedagang yang memperhitungkan untung rugi tentulah tidak keliru.
Bahkan Allah sendiri yang menyatakan bahwa berniaga denganNya takkan pernah merugi.
“Sesungguhnya orang-orang yang membaca Kitab Allah dan mendirikan sholat serta menginfakkan sebagian rizki yang Kami berikan kepada mereka secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, mereka berharap akan suatu perniagaan yang tidak akan merugi. Supaya Allah sempurnakan balasan untuk mereka dan Allah tambahkan keutamaan-Nya kepada mereka. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Berterima kasih.” (QS. Fathir: 29-30)
Ciri-ciri dari orang-orang golongan ini antara lain adalah: (1) gemar shalat berjamaah di masjid, (2) gemar melakukan ibadah sunah, (3) intensitas ibadah di bulan Ramadhan makin tinggi, (4) banyak berdoa memohon kepada Allah (kebaikan dunia maupun akhirat), dan (5) gemar bersedekah.
Esensi beribadah golongan pedagang adalah mereka yang melaksanakan ibadah karena motivasi mengumpulkan pahala sebanyak-banyaknya sebagai tabungan akhirat agar memperoleh kemudahan memasuki surga kelak.
.....
Ketiga; Golongan Motivasi Pecinta (Al-mahabbah)
Orang-orang dalam golongan ini beribadah pada Allah layaknya seseorang yang berbuat sesuatu untuk sang kekasih atas dasar perasaan “cinta”.
Seseorang yang melakukan sesuatu untuk sang kekasih tentu tidak akan mengharapkan balasan apapun kecuali alasan cinta. Seorang ibu rela melakukan apapun dengan tulus ikhlas demi anaknya tidak lain karena cinta. Seorang lelaki rela berkorban demi wanita pujaannya adalah karena cinta.
Orang yang beribadah pada Allah Swt dengan tulus ikhlas tanpa mengharapkan apapun kecuali ridho (cinta) Nya merupakan ibadah yang mempunyai derajat tertinggi.
Orang-orang termasuk kedalam golongan ini adalah mereka yang telah mempunyai ketaqwaan tinggi, yang tentu berpengaruh terhadap sikap dan prilaku sehari-hari, yaitu jujur, sabar, rendah hati, bijaksana, sosial, penolong, dan toleran.
Ia beribadah bukan karena takut neraka atau menginginkan surga, tetapi lebih dari itu.
Ibadah dirasakannya sebagai sebuah kenikmatan berjumpa dengan kekasih. Semua perintah Sang Kekasih adalah kebaikan. Ia melaksanakan ibadah dengan keikhlasan untuk mengharap ridha-Nya semata yang dilandasi oleh cinta. Di matanya tidak ada yang lain selain cinta pada Allah. Allah adalah keindahan, dan tidak ada yang lebih indah daripada Allah. Kematian pun dirasakannya bukan sebagai perpisahan dengan dunia, melainkan awal pula perjumpaan dengan Sang Kekasih.
Ciri-ciri dari orang-orang golongan ini adalah: (1) mengutamakan khusu’ dalam shalat, (2) gemar melakukan ibadah sunah, (3) istiqamah dalam beribadah (di bulan ramadhan maupun bulan lainnya), (4) banyak berdzikir (bersyukur dan beristighfar, sedikit doa permohonan), dan (5) gemar bersedekah (lapang maupun sempit).
.....

Esensi
Esensi beribadah golongan kekasih adalah mereka yang melaksanakan ibadah kepada Allah SWT tanpa mengharapkan apapun, termasuk pahala atau surga, melainkan karena semata mengharapkan cinta dan ridha Nya.
Sufi yang termasyhur dalam sejarah tasawuf dengan mahabbahnya adalah seorang sufi wanita yang bernama Rabi’ah al-Adawiyah. Cinta yang mendalam kepada Tuhan memalingkan dia dari segala sesuatu selain Tuhan.
Di dalam do’anya ia tidak meminta dijauhkan dari neraka dan tidak pula dimasukkan dalam surga. Yang ia pinta adalah dekat dengan Tuhan.
Rabiah menulis syair cinta dalam doanya:
Tuhanku… Jika ibadah dan sujudku semata karena mengharapkan surga Mu, Maka jauhkanlah surga itu dariku. Jangan biarkan aku menghirup semerbak wangi bunga Firdaus
Tuhanku… Jika ibadah dan sujudku karena aku takut akan siksa api neraka Mu. Maka biarkanlah api neraka membakar seluruh tubuhku.
Namun, ya Rabb … Aku beribadah dan bersujud kepadaMu karena aku mengharapkan cinta-MU. Singkapkan tabir yang menghalangi antara aku dan Kau. Sebab tiada bahagia melebihi perjumpaan dengan-Mu
Ketiga golongan itu kesemuanya baik karena dilandasi oleh ketaatan dalam melaksanakan ibadah kepada Allah.
Dan dari ketiga golongan itu, menurut sayidina Ali bin Abi Thalib, kebanyakan kaum muslimin berada pada golongan budak dan sedikit yang masuk pada golongan pedagang. Sedangkan golongan "kekasih" dilakukan oleh orang-orang yang zuhud, yaitu yang tidak tergoda dengan kenikmatan duniawi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar