1. Qarun, Manusia Kufur Nikmat.
Dalam Al-Qur’an surah al-Qashash ayat 76 - 82, diceritakan tentang sosok manusia yang kufur nikmat, yaitu Qarun.
2. Kufur Nikmat
“Kufur nikmat” merupakan lawan dari “syukur nikmat”. Kufur nikmat berarti tidak mensyukuri nikmat Allah Swt yang telah dilimpahkan kepadanya.
Orang yang kufur nikmat adalah orang yang enggan mensyukuri nikmat Allah. Dan bagi orang yang kufur nikmat, maka Allah Ta’ala mengancam dengan azab-Nya yang sangat pedih.
“La in syakartum la azidannakum wala in kafartum inna adzabi lasyadid”
artinya : Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu. Dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih. (QS. Ibrahim ayat 7)
3. Hanya Sedikit Orang Yang Pandai Bersyukur
Dalam al Qur'an Allah Ta'ala beberapa kali mengklaim/menyatakan bahwa hanya sedikit dari manusia yang pandai bersyukur.
(1) QS. Saba’ ayat 13: Wa qalîlum min ‘ibâdiyasy-syakûr (Sangat sedikit sekali di antara hamba-Ku yang mau bersyukur.)
(2) QS. Al-Baqarah ayat 243: "Sesungguhnya Allah sentiasa melimpahkan kurnia-Nya kepada (seluruh) manusia, tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur."
(3) QS. Ibrahim ayat 7: "Sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah)."
Dan, salah satu indikator bersyukur adalah sedekah atau pengeluaran zakat mal. Zakat mal atau zakat penghasilan adalah kewajiban untuk mengeluarkan sebagian kecil (2,5%) dari rejeki yang diberikan Allah kepada kita. Menurut Ketua Baznas, masyarakat muslim Indonesia yang sadar mengeluarkan zakat hanya sedikit, yaitu sekitar 3,2 % dari potensi zakat. Pada 2019, tercatat zakat masuk Rp 8,1 triliun, padahal potensi zakat di Indonesia sebesar Rp 252 triliun. Berarti jumlah pembayar zakat hanya 3,2 persen dari potensi zakat.
Menurut Syekh Yusuf Qardhawi, nisab zakat penghasilan (profesi) dianalogikan dengan zakat pertanian yang nisabnya adalah 5 wasaq, setara dengan 520 kg beras. Bila harga beras per kilogram diasumsikan Rp 12.000, maka nisab zakat profesi adalah 653 x Rp 12.000 = Rp 6,24 juta per bulan.
4. Tanda Kufur Nikmat
Imam Al-Ghazali : bukti syukur kepada Allah dilakukan dengan tiga tahap, yaitu disadari oleh hati (bil qalbi), diucapkan dengan lisan (bil lisani), dan dibuktikan dengan perbuatan (bil a’mali).
Implementasi syukur adalah: (1) Hatinya meyakini bahwa semua nikmat yang didapatkan hanyalah berasal dari Allah; (2) Lisannya memuji Allah, dengan mengucap “Alhamdulillah”; dan (3) Perbuatannya diwujudkan dalam bentuk sedekah.
Menurut para ulama masa kini, apabila kita yang mempunyai penghasilan (gaji) lebih dari 4,35 juta rupiah per bulan (setahun Rp.52,3 juta, setara 85 gram emas), maka kita wajib mengeluarkan zakat sebesar 2,5% dari penghasilan bersihnya (dikeluarkan setiap kali menerima penghasilan). Kalau enggan mengeluarkan zakat 2,5%, maka kita bisa tergolong kufur nikmat. Audzubillah himindzalik
Apabila seseorang tidak merealisasikan ketiga perkara tersebut, maka ia termasuk kufur nikmat.
5. Bersedekah adalah Bentuk Nyata Rasa Syukur.
Imam Al-Ghazali : Wujud sedekah tidak selalu dalam bentuk harta. Ada tiga macam wujud sedekah, yaitu (1) sedekah harta, (2) sedekah ilmu, dan (3) sedekah tenaga.
6. Kesimpulan.
a. Barangsiapa hamba Allah yang tidak mengakui, memuji, dan berterimakasih kepada Allah atas nikmat yang telah diberikan kepadanya, maka ia telah Kufur Nikmat.
b. Bukti konkrit dari rasa terimakasih (syukur) kepada Allah SWT adalah sedekah.
c. Tiga macam wujud sedekah, yaitu sedekah harta, sedekah ilmu, dan sedekah tenaga. Besar kecilnya wujud sedekah menunjukkan ukuran besar kecilnya kecintaan seorang hamba kepada Allah SWT.
d. Allah menyebutkan hanya sedikit orang yang pandai bersyukur. Muslim Indonesia hanya 3,2% yang membayar zakat mal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar