Rabu, 15 Juli 2020

Cinta Ada Diantara Mega 13-14


*CINTAKU ADA DIANTARA MEGA  13*

Bagas meletakkan lagi kunci mobilnya diatas meja, tersenyum menatap gadis didepannya.
"mBak Kristin, sudah sehat?"
"Sudah lumayan. Ini mama, belum pernah ketemu ya?"

Bagas menatap wanita cantik yang tampak anggun, yang berdiri disamping Kristin. Ibunya cantik, pantesan anaknya juga cantik. Bisik batin Bagas.
"Oh, ma'af," kata Bagas sambil menyalami bu Suryo dengan hidmat.
"Jadi kamu yang namanya Bagas?"
"Iya ibu."

Berdiri tegak, dengan kaki kiri bagian tumit terbalut tensocrepe, Kristin masih tampak cantik dan memukau. Ia hanya menatap Bagas, tidak meneriakinya seperti biasanya. Bagas tiba-tiba merasa aneh. Sikap Kristin sangat lain. Tapi mungkin Kristin sungkan pada ibunya sehingga bersikap biasa saja.

"Silahkan duduk," kata Bagas mempersilahkan.
"Tidak, kami hanya sebentar. Tadi dari rumah sakit, kontrol kaki Kristin yang masih agak bengkak, lalu mampir karena lewat."

"Oh, tapi sudah tidak apa-apa kan mbak?" tanya Bagas sambil menatap Kristin.
"Sudah lumayan baik, bisa berjalan sendiri walau agak terpincang, dan memakai sandal seperti ini, nggak bisa pakai high heels lagi," jawabnya sambil tersenyum. 

"Mulai sekarang jangan memakai sepatu yang high heels, bahaya kalau kamu masih senang berlarian," kata bu Suryo.
Bagas hanya mengangguk membenarkan,

"Bagaimana sekarang, langsung  pulang atau masih ingin mengerjakan sesuatu ?"
"Tidak ma, papa sudah mengerjakannya kemarin. Kita langsung pulang saja, kan ibu hanya ingin melihat kantor Kristin?"
"Iya benar, baiklah Bagas, kami pulang dulu."
"Silahkan ibu," Bagas mengantar sampai ke pintu keluar, tak lupa membawa kunci mobilnya, karena dia akan langsung keluar makan juga, tepatnya ingin bertemu Mery.

***

Hari sudah siang tapi Mery belum juga beranjak dari rumah. Ia asyik bermain bersama Tiwi, sementara Sri memasak didapur.
Entah mengapa, Mery enggan berangkat karena tak ada janji Basuki untuk datang. Dia sedang ke rumahnya di Ungaran dan hari Minggu baru akan kembali.

"Ibu Meliiii... ibu Meliiii..." teriak Tiwi dengan mulut cedalnya.
"Ya sayang..."
"Kapan kita mau halan..halan... ibu.."
"Oh, iya.. boleh.. boleh.. bagaimana kalau besok Minggu?"
"Aciiiikkkk.... becok Inggu... becok Inggu..." Tiwi melonjak-lonjak kegirangan.
"Hayo.. besok Minggu janjian mau kemana nih?" kata Sri yang tiba-tiba sudah ada diantara mereka.
"Becok Inggu mau halan-halaaan.. ibu  Ciii..."
"Ohh.. iya..?"
"Ibu Ci mau itut ?"
"Iya dong, ibu Sri ikut, nanti kalau ditinggal,  ibu Sri nangis dong.."
Tiwi terkekeh...
"Ibu Meliii... ibu Ci boleh itut kan?"
"Iya sayang, semua boleh ikut.."
"Sama apak juga?"
"Iya.. sama bapak...."

Tiwi terus berjingkrak-jingkrak.. lalu mendekati bonekanya.
"Becok Inggu aku mau halan-halan..kamu mau itut?"
Sri dan Mery tersenyum senang melihat ulah Tiwi yang lucu.

"mBak Mery bener nih, nggak kewarung?"
"Sebentar lagi, aku mau omong-omong nih sama kamu."
"Waah, pasti berita gembira nih, kelihatan dari wajah mbak Mery yang selalu berseri dihari-hari terakhir ini."
"Aku sudah ketemu Basuki beberapa hari yang lalu."
"Haaaa, sudah aku duga.. Lalu..lalu..?"

"Dia bilang... dia mencintai aku..."
"Aduhaiiii.... Sri bersorak seperti anak kecil. Matanya berbinar karena merasa ikut berbahagia mendengar penuturan Mery.
"Dia ingin kami segera menikah...."
"Allah hu akbar..." kata Sri sambil menadahkan kedua tangannya keatas.
"Sri... aku baru cerita kali ini karena aku belum begitu yakin sebelumnya."
"Sekarang sudah benar-benar yakin?"

"Dia sudah berubah. Dia bukan Basuki yang ugal-ugalan setiap ketemu perempuan cantik. Dia baik hati, dia dermawan, dia penuh welas asih.. pokoknya segala kebaikan ada padanya."
"Aku ikut bahagia mbak."

"Ini semua karena kamu Sri.."
"Kok karena aku sih mbak?"
"Perubahan ini terjadi setelah kamu berhasil terlepas dari tangannya."
"Berarti ini semua karena mbak Mery."

"Sri, kamu mengajarkan padaku tentang banyak hal. Tentang semua perbuatan baik, tentang Tuhan, tentang bagaimana berjuang.. tentang.... apa saja, bahkan aku bisa memasak juga karena kamu."

"Ah, itu berlebihan .. orang bisa berubah karena kesadarannya akan suatu langkah keliru yang pernah dilakukan. Hatinya, nuraninya yang menyuruh, bukan aku atau siapapun juga."
"Kamu selalu merendahkan dirimu Sri."
"Tidak, itu benar."

"Tuhan telah memberikan padaku seorang sahabat, seorang saudara, dalam kesendirianku. Dalam sa'at aku kehilangan pegangan, bahkan juga kehilangan harga diriku."

"Kita saling membantu. Kalau tak ada mbak Mery, entah apa jadinya aku ini. Mungkin aku sudah tak ada lagi didunia."

Mery memeluk Sri erat-erat. Mereka saling terbantu satu sama lain. Mereka bagaikan saudara dan bahkan lebih dari itu. Saling menyayangi, saling memikul semua beban hingga menjadi ringan.

"Aku sudah diajaknya kerumah dimana nanti aku akan tinggal bersamanya."
"Aduuh, jadi nanti mbak Mery akan meninggalkan kami?" kata Sri yang mendadak muram.
"Kita kan tidak berjauhan. Bisa saling ketemu kapan saja kita memerlukannya."
"Yah, akhirnya perpisahan ini terjadi juga. Tapi aku bahagia kalau mbak Mery juga bahagia."
"Sekarang aku mau ke warung sebentar ya, aku tidak bilang pada anak-anak kalau tidak akan datang kewarung."

"Baiklah mbak, nanti mas Timan pasti senang kalau aku bercerita tentang mbak Mery."
"Besok Minggu Basuki mau kemari."
"Kemari?" Sri tiba-tiba terkejut.

Mery tertawa.
"Mengapa kamu tiba-tiba seperti ketakutan begitu Sri? Percayalah dia tak akan memperkosa kamu."
"Aah.. bukan itu.. hanya nggak enak saja."
"Bersikaplah seperti tak pernah terjadi apa-apa, karena kita akan menjadi saudara."

*** 

Bagas masih duduk terpekur dibangku warung Mery, sementara semangkuk timlo sudah disantapnya habis. Sejak tadi ia menunggu, tapi Mery belum kelihatan batang hidungnya. Ia tak perlu bertanya, sebab para pelayan selalu memberi tahu Mery setiap kali dia datang. Dan karena Mery tidak muncul juga, maka Bagas tau bahwa Mery tak ada diwarung itu. 

"Ya sudahlah, barangkali ini upayaku yang terakhir, aku sudah lelah," gumam batinnya memelas. Diteguknya sekali lagi isi gelas minumannya, lalu melambai ke pelayan untuk membayar makanannya. Ia tak ingin bertanya, tapi pelayan itu mengatakannya sendiri.

"Bu Mery belum datang mas, apakah mas tidak mau menunggu?" kata pelayan itu.
"Menunggu? Berapa lama?" tanyanya dengan nada kesal.

Bagas segera berdiri dan melangkah keluar, tapi sebelum mencapai pintu, seorang gadis datang melenggang. Berdebar hati Bagas.
"Bagas ?" pekik Mery gembira.

Bagas tersenyum. Senang melihat Mery datang sendiri, tidak bersama Basuki.
Mery menariknya kembali kesebuah meja, dan duduk dihadapannya. Mereka bertatapan dengan saling berdiam diri untuk beberapa sa'at lamanya.

"Bagas, ada apa menatapku seperti itu?"
"mBak Mery, apa mbak Mery sungguh-sungguh tidak tahu perasaanku ?"
"Apa maksudmu Bagas?"
"Bahwa aku selalu bilang suka sama mbak Mery, itu serius, keluar dari dasar hatiku sepenuhnya."

Mery menghela nafas. Digenggamnya tangan Bagas yang terletak diatas meja.
"Bagas, apa kamu lupa ketika berkali-kali aku bilang bahwa aku sudah terlalu tua untuk kamu?"
"Apa itu halangan ?"

"Tidak semua orang bisa melewati itu dengan baik Bagas. Kalau itu terjadi, aku semakin lebih cepat tua dan kamu masih segar sesegar buah ranum yang tergantung dipohon. Ketika aku sudah membutuhkan tongkat untuk menopang kakiku yang tak lagi sanggup menyangga tubuh tuaku, maka kamu masih sanggup berlarian mengejar kupu-kupu cantik yang berterbangan ditaman."

"Omong kosong !"
"Itu benar."

"Bagas, bangunlah dari mimpi kamu. Mimpi tentang hidup bahagia bersama seorang wanita tua sang seumur ibu kamu. Bahagia itu bukan atas tercapainya apa yang kita inginkan. Bahagia itu berjalan perlahan dari kehidupan kamu, dan diciptakan oleh hati nuranimu oleh rasa syukur atas apa yang kamu dapatkan."

Bagas terdiam, mencoba mencerna apa yang dikatakan Mery. 
"Bahagia itu bukan atas tercapainya keinginanku..." gumamnya.
"Keinginan yang tercapai, bernama kepuasan. Apakah kepuasan itu akan membahagiakan hidupmu? Bertanyalah kepada sang waktu."

"Berarti kalau mbak Mery menanggapi perasaanku, bukan berarti aku bahagia?"
"Bukan Bagas, itu kepuasan. Bahagiamu entah ada dimana, hanya kamu sendiri yang mengetahuinya, karena bahagia itu datangnya dihati, dan oleh rasa mensyukuri apapun."

"Tapi mbak, alangkah susah melupakan mbak Mery."
"Aku jangan kau lupakan Bagas, marilah tetap menjadi saudara, menjadi sahabat, dan itu akan lebih manis daripada mengotori hati dengan perasaan yang bukan pada tempatnya."

Mata Bagas berkaca-kaca. Ia bisa menerima semua kata-kata Mery, tapi menjalankannya pastilah tidak mudah.

"Kamu masih muda, banyak gadis cantik yang bisa menjadi pasangan hidupmu, dan akan membahagiakan kamu. Bukan aku Bagas."
"mBak Mery berkata begitu karena ada mas Basuki?"
"Tidak Bagas, ada dia atau tidak, aku akan tetap berkata seperti itu."

Bagas menatap Mery, seperti anak kecil sedang dimarahi ibunya. Sementara Mery tetap tersenyum, lembut dan menyejukkan.
"Jadilah adikku, karena aku tidak punya saudara," kata Mery sambil kembali menggenggam tangan Bagas.

"Sebentar lagi aku akan menikah, Bagas."
Dan kata-kata itu adalah sebuah senjata pamungkas yang diletuskan oleh Mery, agar perang diantara hati segera diakhiri.

Bagas terpuruk dalam  keheningan yang menyelimuti hati. Seperti tak ada suara apapun. Sunyi  dan mencekam, lalu dia merasa melangkah seorang diri, diantara padang gersang yang meniupkan panas membara dari dalam bumi. Peluhnya bercucuran membasahi dahi dan lehernya, bahkan disekujur tubuhnya. Mery mempererat genggamannya, menatap wajah tampan yang tiba-tiba menjadi pucat.

"Bangunlah dari mimpimu Bagas. Masih jauh langkah yang harus kamu tempuh."
Bagas merasa luluh dalam angan yang semula membubung. 
"Kamu adalah adikku. Aku menyayangi kamu Bagas."

***

Mery menatap punggung Bagas yang melangkah dengan lunglai kearah mobilnya. Mery merasa iba. Tampaknya anak muda itu terluka. Tapi tak apa, dia harus tau keadaan yang sebenarnya, pikir Mery. 

Mery sudah masuk kedalam warungnya ketika sebuah teriakan mengejutkannya.
"mBak Mery !!"

Mery berhenti melangkah. Sebuah mobil berhenti tepat didepan warung. Beberapa Penumpang  turun dari mobil. Senyum Mery merekah. Mereka adalah orang-orang yang amat dikenalnya.

"Lastri ?  Bu Lurah? mBah Kliwon ? Ada mas Bayu dan pak lurah?" Mery seperti anak kecil menemukan mainannya yang hilang. Berjingkrak kegirangan sambil menyalami mereka satu persatu.
"Ayo masuk.. masuk... ya ampuun.. kangen aku pada semuanya.. silahkan duduk.. ayo.. jangan sungkan lho.."

"Sri mana ?" tanya Lastri.
"Oh, Sri dirumah, dulu suka membantu disini, setelah melahirkan tidak lagi. Repot mengurus anaknya. Nanti mampir kesana ya."
"Ya, rencananya memang demikian."
"Mengapa anak-anak tidak dibawa?"

"Kami tadi menjenguk salah seorang pegawai kelurahan yang dirawat disini, lalu mampir kerumah Lastri. Ee.. jadi ingat ke warungnya mbak Mery," kata pak lurah.
"Syukurlah pada sehat semuanya. mBah Kliwon apa kabar? Mana pak Darmin ?"
"Saya baik-baik saja nak Mery. Darmin sedang menunggui pedagang sayur yang datang sore ini, jadi tidak ikut serta. Tapi dia bilang kangen juga sama anak dan cucunya."
"Oh, iya, pasti ada kali lain yang lebih baik ya mbah?"

Mery melambai kearah pelayan yang kemudian mendekat.
Ini tamu-tamuku, siapkan makan dan minum untuk mereka.  Ayo mbah mau minum dan makan apa? Pak lurah, mas Bayu, Lastri.. bu lurah..semuanya.."
"Kebetulan nih.. pada lapar semua." kata bu lurah.

Tamu-tamu dari Sarangan itu disambut dengan suka cita oleh Mery. Sudah lama mereka tidak bertemu.
"mBak Mery, kapan menikah? Kok masih santai saja sih?" tanya bu lurah.
Mery tersenyum, menatap bu lurah malu-malu.
"Sebentar lagi bu lurah, mohon do'anya ya.

"Oh, sudah mau nikah ya?" kata mereka hampir bersamaan.
"Tunggu saja undangannya."
"mBak Mery, pria mana yang sangat beruntung itu?" tanya Lastri.
"Kalian pasti sudah mengenalnya."
"Siapa? hampir bersamaan juga mereka bertanya.
"Basuki...."
"Haaa... Basuki yang dulu itu?" kali ini yang berteriak adalah Lastri, sedangkan yang lainnya terbengong seperti sapi ompong.

"Iya, Basuki yang dulu, sekarang dia berubah. Sangat berubah. Dia sangat santun, murah hati, dermawan."
"Syukurlah .. kami ikut senang mbak."
"Jangan lupa kami diundang ya, mentang-mentang orang desa lalu dilupakan," celetuk mbah Kliwon.
"Oh iya, semua sahabat lama saya pasti diundang. Mohon do'a untuk semuanya ya."

Semuanya mengangguk mengiyakan. Hari itu Mery sangat sibuk melayani tamunya. 
"Suatu hari nanti saya akan mengajaknya ke Sarangan."
"Waah, senengnya, nanti ajak Sri ya mbak, sama anaknya juga."
"Iya Tri, nanti saja bilang sendiri sama Sri kalau ketemu. Habis ini mau kesana kan? Pasti dia senang sekali. Aku mau menelpon mas Timan supaya pulang lebih awal."

***

Sore itu Basuki sudah menyelesaikan semua urusan. Ia bermaksud pulang ke Solo besok pagi. Tapi dia harus mengetahui keadaan bu Sumini terlebih dulu, so'alnya dialah yang membawanya kerumah sakit.

"Hallo, saya pak Basuki," sapa Basuki ketika menelpon suster jaga diruang dimana Sumini dirawat.
"Oh, atas nama pasien Sumini?"
"Ya, bagaimana keadaannya?"
"Baik pak, mungkin besok Senin sudah boleh pulang, badannya sudah tidak panas lagi, tapi ada kekurangan pembayaran."

"Katakan berapa, saya akan transfer sekarang juga."
"Nanti saya tanyakan ke bagian administrasi ya pak, saya fotokan rinciannya."
"Hitung sampai dia pulang, jangan sampai ada kekurangan yang membebani dia."
"Baik pak, saya kabari secepatnya."
"Nanti saya kirimkan uang lebih. Kelebihan itu berikan saja padanya."
"Baik pak."
Basuki merasa lega bisa mengentaskan seseorang  yang sedang sakit. Dia tak perlu menemuinya lagi kalau semua kebutuhannya sudah terpenuhi.

Ketika Basuki mau masuk kerumah, dilihatnya seseorang turun dari taksi. Seorang perempuan, mendekati rumahnya dengan langkah tergesa.
Basuki terkejut begitu perempuan itu berada dihadapannya. Tanpa permisi perempuan itu menubruknya lalu merangkulnya erat sekali.

"Basuki, akhirnya aku bisa menemui kamu. Aku sangat merindukan kamu Bas."
Basuki sampai terdorong kebelakang karena pelukan itu. Bau harum menyeruak, menyentuh hidungnya. 
***
besok lagi ya


*CINTAKU ADA DIANTARA MEGA 14*

 

"Eh.. tunggu.. tunggu...aduh..." susah payah Basuki melepaskan pelukan itu, sambil mendorong-dorong tubuh perempuan yang entah siapa dia lupa.

"Bas... sungguh aku sangat merindukan kamu.." rintih perempuan yang masih saja menggelendot ditubuh Basuki.

 

"Tolong... lepaskan aku.. duduklah disitu," kata Basuki sedikit keras.

Perempuan itu melepaskan pelukannya, lalu duduk dikursi yang ditunjuk Basuki, tapi matanya masih menatap Basuki, dengan tatapan penuh pesona.

 

"Bas.. kamu benar-benar lupa sama aku?"Basuki benar-benar lupa. Dulu banyak wanita yang dekat sama dirinya. Berganti-ganti seperti mengenakan baju. Wanita didepannya cantik dan memikat, bisa jadi pernah menjadi kekasihnya. Basuki benar-benar lupa.

 

"Bas, aku Evy. Lihat arloji tangan ini. Ini kamu yang membelikan Bas, aku sayang selamanya dan tak pernah lepas dari pergelangan tanganku."

Arloji? Basuki juga pernah membelikan arloji kepada beberapa wanita. Bukan hanya arloji, baju, sepatu, kalung juga pernah, semuanya bukan barang murah.. mana mungkin dia ingat siapa saja  yang  penah dia beri barang-barang itu. 

 

"Kamu benar-benar lupa Bas?"

"Baiklah, aku memang lupa, tapi itu tak penting, ada keperluan apa kamu datang kemari?" tanya Basuki dingin, Sekarang betapapun cantiknya perempuan dihadapannya, dia tak akan tergiur. Betapa dia menampakkan ke seksiannya, mengelayut mempelkan tubuhnya dengan maksud merayunya, itu bukan apa-apa bagi Basuki. Segumpal mega cintanya telah terbang dipangkuan Mery, yang mendekapnya erat dan pasti tak akan melepaskannya.

 

"Bas, sikapmu dingin sekali. Kamu lupa ketika mengajak aku waktu itu?"

"Katakan saja apa maksudmu Evy.?

"Bas, aku sudah menikah..."

"Ou.. itu bagus, mengapa datang kemari?"

"Suamiku tidak mencintai aku. Dia menceraikan aku dalam keadaan aku hamil."

"Dimana anakmu?"

"Aku menggugurkannya."

"Apa ?"

 

Basuki terperanjat. Matanya menampakkan sinar marah. Dulu.. barangkali dia tak akan bereaksi apapun mendengar ada wanita mengugurkan kandungannya. Bahkan dia juga pernah menyuruh salah seorang wanita menggugurkan benih yang pernah diteteskannya. Tapi sekarang Evy berhadapan dengan Basuki yang berbeda. 

"Apa boleh buat, mana mungkin aku memelihara anak sedang bapaknya kabur?"

"Itu pembunuhan !!

 

"Bas... tapi apa salahnya?"

"Salah sekali. Salah sekali. Tapi sudahlah itu bukan urusanku. Lalu mengapa kamu datang kemari? Aku lelah sekali dan harus segera beristirahat."

"Aah, bagus sekali Bas, dulu kamu suka kalau aku memijit-mijit kakimu, aku akan melakukannya sekarang Bas," kata Evy bersemangat.

"Tidak.. tidak, kalau tak ada yang ingin kamu katakan lagi, ma'af aku akan istirahat dan mohon tinggalkan tempat ini."

Evy menatap Basuki tak percaya.

"Bas..?"

 

"Aku bersungguh-sungguh. Jangan mengganggu aku lagi, karena aku hampir menikah."

"Apa? Kamu menikah ? Sama siapa Bas? Aku bersedia menikah denganmu, aku mencintai kamu Bas."

Aduuh, Basuki mengeluh dalam hati. 

 

"Kamu tidak perlu tau dengan siapa aku menikah. Yang jelas dia wanita baik-baik dan aku mencintai dia."

Basuki berdiri..

 

"Bas, kamu tega Bas.. aku datang kemari untuk melayani kamu."

Basuki melangkah kepintu, masuk kedalam dan menguncinya.

Tapi itu tidak membuat mulut Evy terkunci.

 

"Basuki sungguh keterlaluan. Dia bukan saja melupakan aku, tapi juga berusaha menyakiti hatiku. Aku akan mencari tau siapa yang akan menjadi isterinya. Huhh !! Benarkah atau hanya karena ingin menolak aku. Tapi menolak? Pernahkah Basuki menolak perempuan yang datang padanya? Dia itu rakus sama perempuan. Semua dilalapnya habis. Basuki sungguh perkasa, sangat susah melupakan dia."

 

*** 

 

"Mas Bagas, ditunggu bapak diruang makan. Kok tidur lagi sih mas?" tanya simbok sambil memegang kaki Bagas  pelan, takut mengejutkannya.

"Hmmh..." Bagas membuka matanya.

"Habis sholat kok tidur lagi, kirain langsung keruang makan."

"Ngantuk... aku pengin tidur dan tidak usah bangun-bangun lagi.."

"Gimana to mas Bagas itu.. kalau orang masih hidup itu ya tidur lalu bangun. Kalau tidur tidak bangun-bangun namanya sudah mati."

 

"Biarkan aku mati mbok.."

"Eee..eee.. ngomong yang enggak-enggak saja.. Nggak boleh bicara seperti itu. Orang sakit saja diobati biar sembuh kok yang sehat minta mati. Dosa tahu!" Kata simbok sambil menepuk kaki Bagas sekeras-kerasnya.

"Auw... simbok tuh, sakit.."

"Biarin ! Simbok nggak suka mas Bagas bicara seperti itu."

"mBok...dia mau menikah sama orang lain."

 

"Memangnya kenapa kalau dia menikah? Biar saja, mas Bagas seperti tidak bisa mencari gadis lain yang lebih cantik dari dia. Memangnya sakit cinta itu harus dibiarkan sehingga menyiksa hati, menyiksa raga. Begitu? Jadi laki-laki jangan lemah. Ayo bangun, nanti simbok carikan gadis yang paling cantik didunia. Atau bidadari dari surga," kata simbok sambil menerik tangan Bagas, memaksanya bangun.

 

"Malu-maluin saja. Cuma karena perempuan kok sampai pengin mati segala," omel simbok.

Bagas duduk, pura-pura mewek...

"Huuuhuuu.... simbok nakal..."

"Tak jiwit tenan lho mas, sudah.. kelamaan, tuh ditungguin bapak." 

 

Simbok keluar sambil  bersungut-sungut. Bagas tersenyum. Simbok sering memarahi dia, tapi marahnya selalu lucu, wajahnya yang setengah keriput selalu menunjukkan kasih sayang yang sangat besar terhadap dirinya.

 

Bagas kekamar mandi, mencuci mukanya lalu pergi keruang makan. Dilihatnya ayahnya sudah menunggu.

"Hm, akhirnya keluar juga kamu," gumam ayahnya.

"Ngantuk, bapak..."

"Apa nggak lapar ?"

"Lapar..."

"Kamu nggak apa-apa kan?"

"Tidak apa-apa, bapak.."

 

"Sakit cintanya sudah sembuh ?" kata pak Darmono sambil menyendokkan nasi kepiringnya.

"Ah, bapak..." Bagas mencomot goreng tempe yang masih hangat.

"Anak muda, apalagi seorang laki-laki, harus tegar menghadapi apapun. Tidak loyo, lalu kamu tenggelam dalam kesedihan, lalu sakit..."

"Iya, bapak."

 

"Mery tidak membalas cinta kamu kan?"

"Dia mau menikah.."

"Naaa... sudahlah, kamu sudah sampai pada titik dimana kamu harus menghentikan keinginan kamu. "

"Ya bapak."

 

"Bagaimana dengan Kristin ?"

"Ah, tidak.. "

"Kamu tidak suka ?"

"Tidak cinta.. dia manja dan selalu menyukai barang-barang mewah., Itu bukan gadis impian Bagas."

"Itu kan karena dia anak orang kaya."

"Maka dari itu pak, lupakan saja."

"Jadi bener-bener ditolak nih?"

"Belum bisa mikir bapak, mikir tempe goreng ini saja, masih anget jadinya enak," kata Bagas seenaknya sambil mencomot lagi tempe gorengnya. 

 

Pak Darmono tersenyum, tapi melihat wajah Bagas yang tak lagi pucat, membuatnya tersenyum lega. Barangkali ia sudah bisa sedikit melupakan sakit hatinya.

***

 

Pagi itu ketika Bagas baru saja duduk didepan meja kerjanya, dilihatnya Kristin masuk. Tumit kaki kirinya masih terbalut tensocrepe. Ia berjalan setengah menyeret kaki kirinya. Bagas menatapnya dan menyapa ramah.

 

"Sudah baikan mbak?"

"Sudah bisa berjalan sendiri tanpa penopang."

"Syukurlah."

Lalu Kristin membuka laci kerjanya dan mengeluarkan laptop dari almarinya. 

 

Tiba-tiba Bagas merasa aneh. Tak ada panggilan merengek seperti biasanya. Tak ada protes tentang apapun juga tentangnya. Ia langsung menghidupkan laptop dan menatapnya tanpa menoleh sedikitpun kearahnya.

 

Bagas sungguh merasa penasaran. Ini tak seperti biasanya. 

"mBak.."

 

Kristin mengangkat kepalanya.

"Ya?"

 

Ya ampun, ini formal sekali. Kristin menatap kearahnya, menunggu apa yang ingin dikatakan Bagas. Tapi Bagas sendiri bingung akan mengatakan apa. 

"Ya?" Kristin mengulang pertanyaannya.

 

"Mm... apakah.. mbak Kristin marah sama aku?" 

"Marah? Mengapa aku harus marah?"

"Oh, ya sudahlah.. barangkali mbak Kristin menganggap aku bersalah sehingga menyebabkan mbak Kristin jatuh."

"Tidak, aku tidak marah. Itu salah aku sendiri."

 

Bagas hanya mengangguk. Kemudian mereka tenggelam dalam tugas mereka masing-masing. Tapi Bagas merasa aneh. Ini sikap yang berbeda. Apakah karena jatuh lalu Kristin berubah jadi pendiam? Masa karena jatuh jadi berubah? Memangnya terantuk kepalanya lalu sedikit merubah perilakunya? Ah, entahlah, nyatanya sampai sa'at istirahat tiba Kristin tak mengatakan apa-apa, kecuali menyerahkan sebuah map agar diteliti olehnya. Itupun kata-katanya sangat formal.

 

"Bagas, tolong diperiksa lagi," kemudian Kristin berlalu dan kembali kemejanya.

Sikap itu membuat suasana jadi aneh. Biasanya Kristin sangat cerewet, dan cenderung suka mengganggunya, lalu meneriakinya dengan manja... Bagaaaas... Ah, gila, mengapa Bagas tiba-tiba menginginkan suara itu lagi? Kemana suara centhil manja itu perginya?

 

Dan tiba-tiba Bagas menjadi tidak konsentrasi dengan pekerjaannya. Sebentar-sebentar ia menoleh kearah keja Kristin, tapi gadis itu tampak asyik dengan pekerjaannya. Bagas menghela nafas kesal. Dan tiba-tiba juga persoalan Mery terlupakan sama sekali. Ia lebih suka merenungi suasana ruang kantornya yang senyap tanpa celoteh manja dari si centil cantik pintar ceroboh itu. Aduhai... apa yang terjadi?

 

Lalu Bagas tiba-tiba menjatuhkan map yang ada dimejanya.

"Uups.." pekik Bagas sambil berdiri lalu mengambil map plastik yang meluncur kedekat meja Kristin. Sambil membungkuk diliriknya Kristin, tapi gadis itu hanya memandangnya sekilas.

"Kok bisa jatuh," katanya. Lalu ia kembali menatap kearah laptop dihadapannya. Bagas ingin berteriak, panggil namakuuuuu... Lalu dia duduk dengan perasaan konyol.

 

Bagas tidak tahu, sebenarnya Kristin tersenyum dalam hati. Hari itu adalah hari pertama baginya untuk menuruti anjuran ibunya. 

 

"Ada batasan dimana seorang wanita harus duduk pada kodratnya. Ia layak menunggu bukan mendahului menyatakan cinta. Ada sih beberapa yang melakukannya, tapi menurut mama, itu kurang pantas. Seringkali seorang laki-laki cenderung lebih suka kabur menghadapi gadis yang berani seperti itu."

 

"Aku tak ingin dia tau bahwa aku mengejarnya, aku harus bersikap acuh dan tidak akan menampakkan perasaan suka aku kepadanya," kata batin Kristin. Susah payah dia menahan mulutnya agar tak merengek dihadapan pria tampan bawahannya itu.

 

Ketika sa'at istirahat makan siang tiba, Kristin berdiri lalu menatap Bagas. Bagas tersenyum, pasti Kristin akan mengajaknya makan, dengan rengekan yang kali itu didambakannya. Tapi tidak.

 

"Bagas, aku mau keluar dulu. Perutku lapar," katanya sambil melangkah keluar.

Bagas melongo, menatap punggung dan langkah kaki yang tersaruk itu, sampai hilang dibalik pintu.

 

Bagas ingin berteriak. Lalu dengan bodohnya dia memburu keluar, memanggilnya.

"mBak Kristin, tidak ingin aku temani?"

 

Kristin menoleh sejenak, lalu melempar senyum kearah Bagas.

"Tidak.. aku sendiri saja."

"Mmm.. maksudku.. bisa berjalan sendiri ?" katanya sambil berjalan mengiringinya.

"Tidak apa-apa. Aku bisa.." kata Kristin terus melangkah, sementara Bagas terpaku ditempatnya.

 

***

 

Mery tergopoh menyambut begitu melihat Kristin datang dengan tersaruk-saruk. Dia tau gadis cantik ini atasannya Bagas.

"Silahkan, ini mbak Kristin kan?"

"Iya mbak," jawab Kristin sambil tersenyum. Ia duduk disebuah bangku.

"Kok sendiri mbak? Bagas mana ?"

"Oh, saya tidak bersama Bagas. Nggak tau dia mau makan dimana."

 

"Biasanya sih disini, tapi entahlah. Mau pesan apa?" tanya Mery sambil melambai kearah pelayan.

"Saya nasi goreng, pakai udang, minumnya es kopyor ya," katanya kepada pelayan.

 

Pelayan mengangguk dan berlalu. Beberapa kali pelayan itu melayani Kristin, dan pesanannya selalu itu. Nasi goreng pakai udang, minumnya es kopyor.

"Mbak Kristin kok jalannya seperti kesakitan? Itu kakinya kenapa diperban?"

"Oh, jatuh beberapa hari yang lalu, terkilir, lalu bengkak."

"Oh, pantesan kok jalannya sedikit diseret."

 

"Ini sudah lumayan kok mbak, dua hari saya tidak masuk kerja."

"Oh. Mengapa tidak bersama Bagas supaya bisa membantu mbak Kristin berjalan?"

"Tidak mbak, pengin makan sendiri saja. Saya suka nasi gorengnya."

"Terimakasih, silahkan ya mbak, saya kebelakang dulu," kata Mery sambil berdiri.

"Iya mbak."

 

Sesungguhnya Kristin berharap ketemu Bagas disitu, dan menunjukkan kepada Bagas bahwa dia juga suka makan diwarung yang sederhana. Bukankah Bagas suka yang sederhana? Tapi yang ditunggu belum juga tampak batang hidungnya.

"Makan dimana dia? Tumben-tumbenan tidak kemari? Bukankah dia bilang setiap hari makan disini?"

 

Rupanya Kristin sedang ingin  menjadi merpati,  Dan ungkapan jinak-jinak merpati memang tepat disandangnya. Ahaa.. tapi rupanya merpati cantik ini harus kecewa, karena Bagas sama sekali tidak berminat makan  di warung Mery. Bagas sedang membawa hatinya yang terluka ketempat yang jauh dari Mery.

 

Kalau Kristin bertanya-tanya kemana perginya Bagas, Mery sudah tau bahwa Bagas pasti tak akan datang setelah mengetahui bahwa dirinya akan menikah dengan Basuki.

 

*** 

 

Kristin masuk kembali keruang kerjanya dan mendapatkan Bagas masih duduk disofa dengan menyelonjorkan kakinya serta menyandarkan kepalanya pada sandaran sofa. Kristin ingin menahan mulutnya agar tak menyapa, tapi tak bisa.

 

"Bagas.." suara itu sangat lugas. Tak ada rengekan manja. Namun suara itu  membuat Bagas mengangkat kepalanya.

"Kamu tidak makan?"

"Sudah."

"Makan dimana ?"

"Di kantin.."

"Tumben.."

"Iya, lagi malas keluar."

"Oh," lalu Kristin kembali duduk didepan meja kerjanya. Mengambil ponsel dan mengotak atiknya.

 

Bagas benar-benar merasa risih dengan suasana diruang kerjanya. Kristin tidak marah, tapi sikapnya yang berbeda membuat Bagas kelimpungan. Ia tak tahu harus bicara apa, karena biasanya Kristinlah yang selalu mengajaknya bicara.

 

Bagas kembali ke mejanya, diambilnya map yang selesai diperiksanya, lalu diserahkannya kepada Kristin.

"Ini mbak, sudah selesai."

"Oh ya, taruh disitu saja," kata Kristin tanpa mengalihkan pandangannya kearah laptop.

 

Bagas kembali ke mejanya dengan kesal. Ia mencari akal bagaimana caranya memancing agar Kristin mau bicara seperti biasanya.

Suasana kembali sepi. Bagas membuka ponsel, mencari lagu-lagu dari  youtube.

Kristin mengangkat kepalanya ketika sebuah lagu terdengar. 

Take my hand for a while.... berkumandang diruangan itu.

 

"Lagunya bagus." celetuk Kristin yang rupanya suka lagu itu.

"Iya.."

"Tumben menyetel lagu-lagu ?"

"Daripada sepi..."

"Oh.."

 

Hanya itu, lalu dilihatnya kepala Kristin manggut-manggut mengikuti irama lagu yang diputar.

Tapi Bagas belum puas juga. Dia terus berfikir bagaimana caranya agar Kristin mengoceh seperti biasanya.

 

Tiba-tiba telepone didepannya berdering.

"Hallo selamat siang," sapanya.

"Bagas, ini aku."

"Bapak? Ada apa pak?"

"Aku menelpon ponsel kamu kok tidak bisa."

"Iya, kenapa ?"

 

"Aku boleh meminjam mobilmu siang ini? Nanti sa'at pulang bapak jemput kamu."

"Bapak mau kemana?"

"Ada perlu sebentar, tapi daripada naik taksi aku mau pinjam mobilmu saja."

"Bagas antarkan kerumah saja, nanti bapak antarkan Bagas kekantor."

"Tidak, bapak sudah ada didepan kantormu."

"Oh.. " Bagas setengah berlari keluar, sambil mengambil kunci mobilnya.

Kristin menatapnya penuh tanda tanya. 

 

Bagas kembali keruangannya setelah menyerahkan kunci mobil kepada ayahnya. Dan tiba-tiba Bagas menemukan akal untuk mendekati Kristin.

 

"mBak, bolehkah sa'at pulang nanti saya numpang mobilnya mbak Kristin?"

Kristin menatap Bagas lekat-lekat. Membuat Bagas berdebar. Apakah gadis ini akan menolaknya juga ?

 

***

 

besok lagi ya

 

 

 



1 komentar:

  1. ayo segera bergabung dengan kami hanya dengan minimal deposit 20.000
    dapatkan bonus rollingan dana refferal ditunggu apa lagi
    segera bergabung dengan kami di i*o*n*n*q*q

    BalasHapus