Jumat, 17 Juli 2020

Cinta Ada Diantara Mega 21-22


*CINTAKU ADA DIANTARA MEGA  21*

Basuki mengangkat ponselnya.
"Hallo, ibu Umi?"
"Ya nak, saya."
"Ada apa bu?"

"Ini lho nak, ada orang bertanya tentang anaknya yang pernah ditinggalkan didepan panti. Dulu dia meninggalkan baju dan sepatu sulam berwarna merah. Saya teringat baju bayi dan sepatu yang saya berikan Mery beberapa hari yang lalu. Tapi dia meninggalkan sepatu hanya satu itu, harusnya yang satunya dia bawa, barangkali bisa dijadikan bukti, tapi katanya sepatu itu hilang."

"Maksud bu Umi... dia itu orang tuanya Mery?"
"Saya tidak tahu persis, dia tidak membawa bukti apapun kecuali hanya kata-kata."
"Apakah dia masih disitu sekarang? So'alnya saya ada di Ungaran, baru mau pulang, jadi saya kan lewat Salatuga. Kalau saya bisa ketemu kan enak."

"Nak Basuki bersama Mery?"
"Tidak bu, tapi kalau perlu nanti bisa dipertemukan."
"Baiklah, saya suruh saja wanita itu menunggu ya nak."
"Baik bu, saya segera meluncur kesana."

"Siapa mas, tampaknya serius banget."
"Dari ibu Umi, Kepala Panti Asuhan dimana dulu Mery dibesarkan. Tampaknya ada wanita datang dan diduga itu ibunya Mery."
"Wah, sangat membahagiakan. Sayang mbak Mery nggak ikut."
"Kita akan mampir kesana, dan melihat siapakah dia."

Tapi begitu Basuki bersiap pulang, seorang stafnya memberi tahu bahwa ada tamu dari Jakarta sedang menunggu.
"Sebentar ya Gas, terpaksa tertunda nih kepulangan kita."
"Nggak apa-apa mas, selesaikan dulu urusan mas."
"Tapi kamu harus ikut Gas, siapa tau nanti ada kelanjutannya yang harus kamu tangani."

***

"Bu, sudah saya sampaikan ke pak Basuki, ibu diminta untuk menunggu." kata ibu Umi kepada wanita yang menemuinya sejam yang lalu.
Ibu itu bertanya tanya dalam hati. Dia ingat penolongnya  kalau tidak salah namanya juga Basuki.

"Basuki.. Basuki.. sepertinya dia, apakah orang yang sama ?"
"Bagaimana bu?"
"Bukan apa-apa, namanya Basuki, seperti nama orang yang pernah menolong saya."
"Banyak orang yang memiliki nama sama."
"Iya benar."
"Bolehkah saya tau, mengapa ibu dulu membuang bayi ibu, lalu sekarang mencarinya?"

Wanita yang memang ibu Sumini itu menundukkan wajahnya, tampak setitik air mata menetes, lalu diusapnya dengan ujung bajunya. Ibu Umi mengambil selembar tissue lalu diberikannya kepada ibu Sumini.

"Entahlah mana yang lebih berdosa, membuang  anak sendiri demi mengharapkan perawatan yang lebih baik bagi anak itu, atau tetap membawanya dalam hidup penuh sengsara," gumamnya seperti kepada dirinya sendiri.

Ketika anak itu lahir, baru seminggu, suami saya meninggal karena sakit paru-paru.
Saya melanjutkan hidup dengan buruh mencuci di tetangga-tetangga, sambil merawat bayi kecil saya. Tapi itu ternyata sangat berat. Saya tidak setiap hari mendapatkan uang, Bahkan pernah dua hari tidak makan karena tak punya uang sepeserpun, akibatnya ASI saya tidak bisa keluar, anak saya rewel ta habis-habisnya. Lalu saya putuskan untuk 'membuang' bayi saya dengan meletakkannya didepan Panti ini."

"Sebenarnya ibu bisa menitipkannya secara baik-baik."
"Kata orang -orang kalau menitipkan anak itu harus membayar."
"Tidak bu, disini untuk anak yatim piatu yang tidak mampu. kami tidak memungut bayaran. Tapi semuanya sudah terjadi, ya sudah tidak usah disesali. Kalau benar anak ibu itu adalah Mery, dia baik-baik saja, bahkan sebentar lagi akan menikah dengan orang yang dulu memungutnya dari sini."

"Oh, semoga benar itu anak saya. Baru mau menikah? Kalau tidak salah umurnya sudah tigapuluh tahunan lebih."
"Saya juga tidak tahu. Pak Basuki memintanya kira-kira duapuluhan tahun lalu, dan baru mau menikahinya sekarang."
"Semoga dia itu benar anak saya."

"Sayang sekali ibu tidak lagi memiliki sebelah sepatu yang ibu bawakan bersama bayi itu."
"Apakah dengan begitu.. ibu, atau bahkan dia tidak mau mengakui saya sebagai ibunya?" kata bu Sumini pilu.

"Bukan begitu bu, barangkali supaya lebih tepatnya ada bukti sepatu itu. Tapi ibu jangan berkecil hati, nak Basuki itu orang baik, dia pasti bisa mempertimbangkannya. Ibu tunggu dulu disini ya, saya akan menyelesaikan pekerjaan saya."
"Baiklah ibu, silahkan."

Bu Sumini duduk terpekur dikursi tamu. Bermacam perasaan mengaduk aduk hatinya. Benarkah dia tidak akan dipercaya karena tidak membawa pasangan sepatu itu? Lalu bu Sumini menyesali kejadian kira-kira sebulan lalu, ketika dia jatuh sakit dan dibawa ke rumah sakit oleh seseorang bernama Basuki. Bungkusan itu tertinggal ditempat dia terjatuh, yang entah sekarang ada dimana. Barangkali sudah ditemukan orang karena ada uang sedikit disitu, selebihnya adalah baju-baju kumal beberapa lembar, termasuk kaos bayi kecil yang dibawanya kemana-mana.

"Basuki... Basuki..." digumamkannya nama itu berkali-kali. Benarkah dia Basuki yang sama dengan Basuki yang telah memungut anaknya?

***

"Tiwi duduk saja, anteng, nggak boleh jalan-jalan ya. Makan disuapi ibu Mery?" tanya Mery sambil mendudukkan Tiwi dikursi.
"Iya.. mam..mam.. sama.. ayam.."
"Anak pintar, sebentar biar diambilkan ya. Sri kamu mau makan apa?"
"Aku timlo lah, kangen masakan warung ini.."
Mery memesan makanan setelah pelayan mendekat.

"Iwi..inum cucu..."
"Susu soklat... mau?"
"Ho oh, cucu cokat.."

"Beres, untuk anakku yang cantik dan pinter ini.. semua siap." kata Mery lalu beranjak kebelakang, membuat sendiri susu soklat untuk Tiwi.
"Ibu.. Iwi holeh ulun?"
"Nggak boleh turun Tiwi, duduk saja yang manis, sambil menunggu ibu Mery, ya?"
"Nggak holeh halan-halan?"
"Nggak boleh, banyak orang lagi makan tuh, nanti Tiwi dimarahi."
"Dimalahi?"

"Iya, tapi kalau Tiwi duduk manis disini, tidak akan dimarahi. Bukankan Tiwi anak pintar?"
Tiwi mengangguk-angguk.
"Ibu Mely lama..."
"Hallo... ibu Mery sudah datang..." kata Mery sambil membawa segelas soklat susu."
"Ini, boleh diminum sekarang."kata Mery sambil mendekatkan gelas kedepan mulut Tiwi.
"Ake cedotan ya?"
"Ya, pake sedotan, nah, ibu pegangin nih, hati-hati, jangan sampai tumpah."

"Enak.. enak..." pekik Tiwi setelah menyedot beberapa tegukan.
"Minumnya sudah dulu ya, Tiwi harus makan dulu baru boleh minum lagi."
"Ama ayam .. ama ayam.."
"Iya, tuh sudah datang nasi ayamnya..."
"mBak Mery pinter, besok kalau punya anak sudah bisa momong tanpa harus belajar lagi," kata Sri sambil tersenyum.
"Iya Sri, Tiwi ini yang mengajari aku. Ya Wi?"

Tiwi mengangguk-angguk tanpa tau apa maksudnya, sambil mengunyah nasi yang disuapkan kemulutnya oleh Mery.
"Ayo Sri, segera dimakan, keburu dingin, kurang enak."
"Hm, harumnya .. pantesan banyak pelanggan ya mbak?"
"Saya syukuri semuanya Sri, ini semua adalah berkah, atas jerih payahku selama ini, dan semuanya tak lepas dari bantuan kamu juga."

"Sudahlah, jangan lagi diulang-ulang menyertakan nama saya dalam keberhasilan itu. Saya kan cuma sedikit membantu memberikan resep, dan tangan mulia mbak Mery yang menghasilkannya."
"Terimakasih atas semuanya ya Sri."

"Ayo mbak, lha mbak Mery nyuapin Tiwi, kapan makannya?"
"Ya, ini sudah sambil menyendok makananku. Yang penting Tiwi kenyang dulu."
Tapi kegiatan menyuapi itu terhenti ketika ponsel Mery berdering.
"Dari Basuki," katanya lalu membuka ponselnya.
"Ya Bas?"

"Mer, sebenarnya ada hal penting yang ingin aku sampaikan, tapi ini mendadak ada tamu dirumah. Aku sama Bagas sudah siap-siap pulang, tiba-tiba tamu datang."
"Ya sudahlah Bas, selesaikan saja urusan kamu, kalau masih ada tamu masa harus ditinggal pulang."
"Bukan begitu, baru saja bu Umi telpon."
"Bu Umi ? Ada apa?"

"Katanya ada seorang wanita yang sedang mencari anaknya. Dia dulu meninggalkan bayinya didepan Panti dan sepatu sulam hanya sebuah bersama bayinya."
"Ya Tuhan, itu ibuku ?"
"Aku belum yakin, ketika bu Umi menanyakan dimana pasangan sepatu itu, dia bilang sudah hilang."

"Aduh, tapi aku ingin ketemu, bagaimana ini, apa saya harus ke Salatiga sekarang?"
"Jangan dulu Mer, akulah yang akan kesana dulu, nanti bagaimana kelanjutannya aku akan mengabari kamu. Sekarang aku selesaikan dulu urusan pekerjaanku ya."
"Baiklah, aku menunggu ya Bas."

Sambil menutup ponselnya, Mery menghela nafas panjang.
"Ada apa mbak ?"
"Ada seorang ibu mencari anaknya yang dulu ditinggalkan di panti. Apakah itu ibuku ya?"
"Ciri-cirinya?"
"Basuki yang akan kesana setelah urusannya selesai. Dia bercerita tentang sepatu songket itu, tapi dia tidak punya pasangannya, katanya hilang."
"Jangan-jangan orang yang mengada-ada."
"Entahlah Sri, aduh.. aku kok jadi berdebar-debar ya."

"Ibu Meliiii... haaaak..." Tiwi berteriak minta suap.
"Oh, ya ampuun.. ibu Mery lupa.. ini sayang."
"Iya mbak, aku juga ikut berdebar nih, mudah-mudahan bener. Tapi mbak harus hati-hati.

Masalah pasangan sepatu itu harus benar-benar dibuktikan. Bisa jadi dia pernah mendengar cerita dari ibunya mbak Mery yang benar-benar ibunya, kemudian mempergunakannya untuk mencari keuntungan."

"Iya, makanya aku menunggu Basuki dulu, dia akan menemuinya setelah urusannya selesai."

***

"mBak Mery... ini anak siapa?"
Mery terkejut, menoleh kebelakang, dilihatnya Kristin sedang makan bersama seorang laki-laki yang dikenalnya sebagai ayahnya Kristin dan seorang wanita cantik yang mungkin ibunya, entahlah.  Mery kemudian berdiri untuk menghormati langganannya.

"Selamat siang, mbak Kristin, bapak, ibu.." sapanya ramah.
"Siang,"  jawab ketiganya bersamaan.
"Ini mama saya mbak Mery, kalau papa kan sudah tau?"
"Iya, selamat bertemu ibu, senang mendapatkan tamu kehormatan."

"Ma, pemilik warung ini, bukan hanya cantik, tapi juga masakannya sangat enak, bukankah begitu?" kata pak Suryo memuji Mery.
"Iya benar pak, aku cocok masakannya."
"Terimakasih bapak, ibu, mbak Kristin."

"Saya tadi bertanya, itu anak siapa? Bukan anak mbak Mery kan?" tanya Kristin. 
"Oh, bukan, ini anak sahabat saya itu, Sri, anak ini namanya Tiwi. Sini Tiwi, kasih salam sama tante cantik, sama opa, sama oma..." kata Mery sambil mengangkat Tiwi agar mendekat dan menyalami ketiga tamunya.
Tiwi menyalami dan mencium tangan mereka.

"Anaknya menggemaskan, jadi pengin segera punya cucu ya pa," kata bu Suryo.
Pak Suryo mengangguk-angguk.
"Benar ma, tanya tuh Kristin.. kapan mau memberikan cucu untuk papa sama mama ?"
"Papa, carikan dulu suami buat Kristin," kata Kristin manja.
Mery ikut tertawa. Dan tiba-tiba dia teringat Bagas.

"Bagaimana dengan Bagas?"
Kristin terkejut, bagaimana bisa Mery tiba-tiba menyebut nama Bagas.
"Dia itu sangat baik. Semoga mbak Kristin bisa jadian sama dia."
"mBak Mery bisa saja, apa Bagas suka membicarakan saya?" tanya Kristin memancing.
"Suka, sering."

"Tapi dia mau resign dari perusahaan papa."
"Oh iya, dia membantu .. mmm... saudaranya di Ungaran," kata Mery tanpa menyebut nama Basuki.

"Ungaran? Jauhnya.."
"Biar jauh kalau dekat dihati ?" canda Mery,

Kristin cuma tersenyum. Pak Suryo dan bu Suryo pura-pura tidak mendengarkan obrolan itu. Tampaknya Mery tau kalau Kristin suka sama Bagas. Tapi bagaimana dengan Bagas? Kata hati bu Suryo.

***

"Tampaknya pemilik warung itu tahu benar tentang Bagas ya," tanya bu Suryo kepada Kristin dalam perjalanan kembali ke kantor.
"Bagas itu setiap hari makan disitu ma, Kristin tadinya nggak suka, tapi setelah merasakan sekali, Kristin jadi suka. Kristin suka nasi gorengnya."

"Dari dulu kamu cuma pesan nasi goreng aja, coba tadi makan timlo, enak lho, ya kan ma?"
"Iya, enak, mantap."
"Iya, lain kali Kristin mau makan timlonya."

"Mama nggak heran, mengetahui Kristin tiba-tiba suka makan di warung?" tanya pak Suryo kepada isterinya.
"Iya sih, mama heran, bagaimana bisa berubah sih pa. Biasanya sukanya makan direstoran, sudah harganya mahal, masakannya belum tentu enak."

"Itu karena Bagas ma. Cara Kristin berpakaian kan juga berubah, itu karena Bagas, ya kan Kris?"
"Hm.. iya." jawab Kristin singkat. Setiap kali mengingat Bagas, hatinya bagai teriris dengan sembilu. Perih pedih.

"Berarti besar juga ya pengaruh Bagas pada Kristin ?"
"Tapi kok nggak bisa bersatu ya ma?"
"Menurut mama, Bagas itu juga punya perhatian sama Kristin."
"Mengapa dia pergi?" keluh Kristin.
"Kan kata papa, dia harus membantu saudaranya."

"Sebenarnya bukan saudara beneran. Ayahnya Bagas itu, teman sekolah ayahnya si pemilik perusahaan itu. Karena ayahnya sudah meninggal, si pengusaha itu menganggap Darmono sebagai orang tuanya. Ya mungkin karena mendengar keluhan-keluhan dia tentang beratnya pekerjaan, Darmono jadi mendukung anaknya membantu mereka."

"Bukan karena kesal sama Kristin?"
"Coba saja besok kalau dia masuk kamu tanyakan."

***

Hari sudah agak sore ketika Basuki memasuki halaman Panti Asuhan itu.
Begitu ia dan Bagas memasuki ruang tamu, dilihatnya ibu Umi sudah menunggu.

"Selamat sore ibu," sapa Basuki.
"Selamat sore nak, silahkan duduk."
"Perkenalkan, ini sahabat saya, Bagas, dia akan membantu pekerjaan saya di Ungaran."
"Oh, nak Bagas, selamat bertemu."
"Selamat bertemu ibu, senang berkenalan dengan ibu."
"Terimakasih nak, ayo silahkan duduk, silahkan duduk."

"Ma'af ya bu, ibu terlalu lama menunggu, so'alnya begitu kami mau pulang, mendadak ada tamu, dan berbincang cukup lama."
"Tidak apa-apa, dia masih menunggu kok."

Basuki tampak mencari-cari. Dimana orang yang sedang menunggunya?
"Sebentar nak, tadi ibu suruh istirahat dibelakang, karena tampaknya dia lelah. Cuma saja, ibu juga tidak begitu saja percaya, so'alnya dia bilang sepatu yang dibawakan pada bayinya ketika itu, tapi pasangannya tidak dibawa, katanya hilang."
"Oh, begitu ya bu?"

"Kalau dia bisa menunjukkan pasangannya kan gampang to nak, tapi coba saja nanti nak Basuki berbicara lagi sama dia. Tapi seharusnya Mery ada ya nak?"
"Sayang sekali tadi kebetulan saya sedang mengurus pekerjaan di Ungaran, jadi Mery tidak ikut."

"Sebentar saya panggil dia ya nak?" kata ibu Umi sambil beranjak.
Basuki bedebar menunggu. 

"Mas, hati-hati dan jangan cepat percaya, jaman sekarang banyak orang mengada-ada. Apalagi kalau dia tau bahwa mas Banyak duit," bisik Bagas.
"Iya, aku tau." 

Tak lama kemudian ibu Umi keluar dengan seorang wanita setengah tua. Basuki terkejut karena mengenalnya.

"Bu Sumini ?"

***

besok lagi ya.




*CINTAKU ADA DIANTARA MEGA  22*

 

Bu Sumini tertegun, menatap Basuki tak berkedip. Ini Basuki yang sama.

"Bu Sumini ?" sapa Basuki lagi.

"Sudah kenal nak ?" tanya ibu Umi heran.

"Ini.. ini... " bu Sumini gugup.. tak bisa mengeluarkan kata-kata.."

 

"Bu Sumini .." Basuki mendekat, dan menyalami bu Sumini. Ia merasa, tangan bu Sumini bergetar.

"Duduklah bu." kata Basuki sambil menggandeng lengan bu Sumini, diajaknya duduk.

 

"Kalian sudah saling kenal?"

"Iya bu, kenal. Bu Sumini menjual gorengan  di Solo."

 

"Gimana bu, ini setelah ketemu nak Basuki kok malah diam begitu, seperti orang bingung?" tanya ibu Umi.

"Saya itu... saya itu.. sungguh tidak menyangka... ini.. nak Basuki.. yang telah menyambung nyawa saya.. tidak membiarkan saya mati kelelahan.." kata bu Sumini dengan terbata.

 

"Mengapa begitu bu? Yang menentukan umur seseorang itu hanyalah Yang Maha Kuasa. Janganlah menganggap saya orang hebat bu, siapapun orang yang melihat keadaan ibu ketika itu, pasti akan melakukan hal yang sama. Dan sudah menjadi kehendak Tuhan bahwa ibu selamat dan sehat seperti sekarang ini."

 

Tiba-tiba ibu itu menangis tersedu-sedu.

Basuki dan Bagas serta ibu Umi ikut larut dalam kesedihan itu.

 

"Saya ini.. orang yang sangat rapuh dan lemah. Saya akan berterus terang bahwa umur saya tidak akan lama lagi. Itulah sebabnya saya berusaha menemui anak saya yang telah saya buang, sebelum hidup saya berakhir."

 

Semua yang mendengar sangat terkejut.

"Bagaimana ibu bisa mengetahui  bahwa umur ibu akan berakhir? Apakah ibu bisa menentukan mati dan hidup ibu sendiri?"

 

"Saya menderita kanker. Sudah stadium akhir, kata dokter."

"Apa ?"

 

"Itu benar. Ketika saya sakit, ditemukan adanya penyakit itu. Tapi saya melarang dokter untuk memberi tahu siapapun."

"Mengapa ibu melakukannya?"

 

"Saya tidak ingin menyusahkan siapapun lagi. Pada sisa hidup saya ini, keinginan saya hanya menemukan anak saya. Walau sebentar, saya ingin melihatnya."

 

Beberapa sa'at lamanya suasana menjadi hening, hanya terkadang terdengar isak bu Sumini yang tertahan.

 


"Saya ingin melihat anak saya. Kata ibu Umi, bayi yang saya tinggalkan itu akan menikah dengan nak Basuki ?"

 

"Ibu pernah tau seorang gadis yang membeli gorengan pada hari Sabtu kemarin?"

"Yang bersama nak Basuki?"

"Dialah Mery, yang mungkin adalah puteri ibu."

 

"Dia ? Cantik sekali  gadis itu.. dia anak saya? Tapi saya tidak membawa bukti apa-apa. Pasangan sepatu yang saya sertakan pada bayi itu telah hilang."

"Hilang bu?"

 

"Nak Basuki ingat, ketika membawa saya kerumah sakit, saya berteriak-teriak mencari bungkusan itu. Pasangan sepatu kecil itu ada dalam bungkusan itu. Hilang entah kemana."

 

Basuki ingat, ketika membawa bu Sumini kerumah sakit, dia tak memperdulikan bungkusan itu. Mana Basuki tau bahwa disitu ada pasangan sepatu bayi yang dibawa Mery.

 

"Kalau kalian percaya, sayalah ibu yang telah membuang bayiku. Kalau tidak percaya, ya sudahlah, sekarang saya akan pergi. Ternyata saya sudah melihat anak saya, dan cukuplah buat saya, semoga itu benar," kata bu Sumini dengan suara bergetar. Ia kemudian berdiri, bersiap pergi.

 

"Bu.. tunggu dulu bu," kata Basuki mencegah.

"Saya harus kembali, dua kali saya tidak berjualan, saya memerlukan bekerja  untuk makan dihari-hari terakhir saya. Kalau saya mati, janganlah karena kelaparan, karena saya tidak akan diam dan terus memberi kekuatan untuk tubuh tua saya, sampai saya dikalahkan oleh penyakit ini."

 

Basuki berdiri.

"Bu, mari ibu ikut bersama saya saja, supaya bisa bertemu Mery. Bukan hanya sepatu yang bisa membuktikan kebenaran. Kalau ibu belum  yakin, darah ibu bisa dibuat untuk pembuktian."

"Apa maksudnya?"

 

"Ada pemeriksaan yang namanya DNA, yang akan meyakinkan ibu tentang anak ibu yang sebenarnya."

"Tt.. tapi.."

"Ikutlah bersama kami. Bukankah kita sejalan?"

"Oh..."

 

"Ibu Umi, saya pamit dulu, semoga yang terjadi adalah yang terbaik bagi kita semua."

"Aamiin. Ya nak, hati-hati dijalan. Hati-hati bu Sumini."

 

***

 

Sore itu Mery tampak gelisah. Ia memikirkan kata Basuki bahwa ada seorang wanita yang kemungkinan adalah ibunya. Tapi mengapa Basuki belum mengabarinya? Ia ingin lebih dulu menelponnya, tapi kawatir kalau mengganggu. Tadi katanya ada tamu yang tampaknya penting. Kalau tiba-tiba dia menelpon, pasti akan mengganggu dan Basuki tidak akan senang pekerjaannya terganggu. Itulah sebabnya dia hanya gelisah menunggu.

 

"mBak,  ini tehnya diminum, kok mondar mandir disitu ada apa?"

"Basuki kok belum telpon ya? Sudah ke Panti apa belum, apa masih berbicara sama tamunya."

"Sabar mbak, pasti nanti dia akan mengabari kalau memang sudah selesai. Duduklah dulu disini, sambil menunggu mas Timan pulang.

 

Mery duduk, tapi tetap saja dia tak berhasil menghilangkan kegelisahannya.

"Minum dulu saja, sama ngemil kacang rebusnya.."

"Oh iya, dikasih garam nggak?"

"Dikasih dong mbak, kalau nggak dikasih ya kurang gurihnya. Cobain deh.."

 

"Hm.. iya benar, manis-manis asin.. enak."

"Makanya, habiskan supaya nggak gelisah terus."

"Aku berdebar-debar terus nih Sri, apa benar dia ibuku ya? Kalau benar, aku senang sekali. Sa'at aku menikah aku ditungguin orang tuaku."

"Aku juga berharap demikian mbak."

 

***

 

"Mengapa ibu tidak bilang kalau ibu menderita kanker ?"Tanya Basuki dalam perjalanan pulang.

"Tidak, untuk apa?"

"Kita kan bisa berusaha bu. Jangan menyerah pada penyakit."

 

"Dokter sudah mengatakan bahwa aku tak bisa disembuhkan. Ada pengobatan yang namanya kemo atau apa, ah,. susah namanya. Tapi itu belum menjanjikan kesembuhan. Dan beayanya mahal. Ah, sudahlah.. Umurku tidak akan lama lagi. Itulah sebabnya aku ingin bertemu anakku, sebelum ajal menjemputku," katanya pilu.

 

"Besok saya antar ibu ke rumah sakit, saya harus tahu yang sebenarnya tentang penyakit ibu."

"Ah, untuk apa... sudahlah.. aku hanya berharap..semoga Mery benar anak ibu."

"Semoga ibu, nanti saya akan membantu membuktikannya dengan DNA kalau ibu atau Mery masih belum percaya. Tapi menurut kronologi yang ibu ceritakan, sepertinya memang benar Mery itu puteri ibu.

 

"Dia begitu cantik. Iya, aku memperhatikannya. Tapi aku tidak secantik itu."

"Sekarang ibu sudah tua.. waktu mudanya siapa tau?" Basuki mencoba bercanda.

 

"Tapi mas, kalau aku melihatnya, bu Sumini ini ada miripnya dengan mbak Mery lho," kata Bagas yang sejak tadi diam saja.

"Oh ya?" 

"Dari tadi aku perhatikan, banyak miripnya kok.,"

 

"Nggak tau lah nak.. tapi saya hanya berharap, bisa ketemu anak saya sebelum ajal menjemput saya."

"Ibu jangan terlalu memikirkan ajal. Hidup dan mati ibu kan ada ditangan Tuhan, ya kan bu? Biar ibu sakit stadium seratus, kalau Tuhan menghendaki ibu masih berumur panjang, pasti itu akan terjadi."

 

Bu Sumini menghela nafas, lalu menyandarkan kepalanya pada jok mobil.

"Ibu tadi dari Solo naik apa?"

"Naik bis nak, kan hari ini saya disuruh kontrol, ya saya kontrol dulu kerumah sakit, ya cuma dikasih obat, nggak tahu obat apa, terus saya mampir ke Panti Asuhannya ibu Umi. Pikiran saya hanya satu, kalau saya mati saya harus melihat anak saya dulu." 

"Jangan dulu bicara seperti itu bu, manusia wajib berusaha, nanti kita akan berobat sampai ibu menjadi baik."

 

Bu Sumini menarik nafas berat.

"Tetangga saya dulu, orang kaya, sakit seperti saya, sampai berobat ke luar negri, akhirnya juga meninggal."

"Jangan putus asa bu, pokoknya ibu harus semangat."

Bu Sumini terdiam.

 

"Mas, kamu tidak mengabari mbak Mery tentang semua ini?" 

"Tidak, biarkan saja, aku ingin membuat kejutan."

"Tadi mas janji mau mengabari..."

"Iya, biar saja dia berdebar-debar menunggu..."

"Wah, mas Basuki rupanya suka bikin kejutan ya."

 

Tapi tanpa diduga tiba-tiba Mery menelpon.

"Hallo Mery."

"Bas, masih menemui tamu ?"

"Tidak, ini sudah dalam perjalanan pulang."

"Jadi mampir ke Panti ?"

"Jadi."

"Lalu ? Bertemu sama wanita itu ? Apa dia bohong ?"

"Tidak..." Basuki tertawa.

 

"Kok tertawa sih, serius nih, aku berdebar-debar dari tadi, tahu!"

"Lha kenapa? Kangen sama aku?"

"Bas !!"

 

"Aku membawa kejutan untuk kamu, jadi tungu saja dirumah, tidak lama lagi kami akan sampai."?

"Sampai dimana sekarang ?"

"Boyolali."

"Yaaah, masih jauh tuh.."

"Sabar honey.."

"Ih, apa tuh honey.. honey.."

"Honey itu sesuatu yang sangat manis..  bukankah kamu itu manis?"

"Jelek ah, bercandanya."

 

"Sudah, ini sudah lewat Boyolali. Kamu mandi dulu, dandan yang cantik, supaya kalau kamu menyambut kedatangan calon suami, kamu sudah wangi."

"Bas...!"

"Sudah ah, ada larangan yang tidak bisa dilanggar lho."

"Apa?"

"Tidak boleh bicara dengan sopir !" kata Basuki sambil terbahak.

"Bas !"

"Daag Mery !!"

 

Lalu Basuki menutup ponselnya. Bagas tersenyum mendengar kemesraan dialog itu. Tiba-tiba dia teringat Kristin. Lhah.. kok dia lagi sih. Bagas kesal sendiri. Lalu dikibaskannya bayangan si cantik centil pintar tapi ceroboh itu dari benaknya. Ditatapnya hamparan sawah yang daunnya menghijau, berombak manis karena terpaan angin. 

 

"Bu Sumini kok nggak ada suaranya ya?"

Bagas menoleh.

 

"Tampaknya bu Sumini tertidur." 

"Biarkan saja, pasti dia lelah. nanti aku antar kamu dulu ya Gas, kasihan ini sudah sore."

 

 ***

Sore itu pak Suryo mampir kerumah pak Darmono.  Tampaknya ingin bertemu Bagas, tapi Bagas tidak ada dirumah.

 

"Jadi Bagas pergi ya Dar?"

"Iya mas, kan sudah ijin  hari ini ?"

"Iya, sih sudah ijin. Tapi saya kira dia ada dirumah."

"Tidak, dia pergi bersama Basuki."

"Siapa Basuki ?"

 

"Dia anak teman saya yang saya ceritakan itu mas. Usahanya dimana-mana, makanya saya ijinkan Bagas membantu dia. Ma'af ya mas, kalau saya mengecewakan mas Suryo."

"Tidak apa-apa Dar, namanya manusia pasti memilih yang terbaik, bukan?"

 


"Sebetulnya ini tidak memilih yang terbaik, tapi yang tepat. So'alnya Basuki menganggap saya sebagai pengganti orang tuanya, saya kan sudah bilang sama mas Suryo."

"Ya, aku tahu. Dan aku juga tidak akan menghalangi. Biarlah Kristin belajar melakukannya sendiri."

 

"Saya sangat menyesal mas."

"Sudah, jangan difikirkan lagi. Kalau aku sore ini kepengin ketemu Bagas, ya cuma sekedar ingin omong-omong saja. Bukan akan menghalangi."

"Ya mas, sayang sekali dia belum kembali." 

"Ke Ungaran ?"

"Lho, mas Suryo kok tahu? Dia bilang mau kesana ?"

"Tidak, aku dengar dari mbak Mery."

 

"Oh, pemilik warung itu? Ya, mungkin saja dia tau, karena Mery itu kan calon isterinya Basuki."

"Oh, begitu ya ? Ah,  luar biasa anak-anak muda ini. Satunya pengusaha besar, satunya pengusaha makanan yang hebat."

 

"Mas tampak kecewa ya, tentang Bagas?"

"Kecewa itu ada, kan aku itu sebenarnya suka sama Bagas, dan ingin mengambilnya sebagai menantu."

 

"Iya mas, aku tahu, aku juga sangat bahagia lho kalau bisa besanan sama mas Suryo. Tapi jaman sekarang itu bagaimana sih caranya memaksa anak? Apalagi masalah cinta. Tapi biarpun begitu mas, saya kira masih banyak waktu bagi Bagas dan Kristin untuk berfikir. Siapa tahu sebenarnya Bagas juga suka, cuma masih dipendam dalam hati."

 

Pak Suryo mengangguk-angguk. Sesungguhnya dia kasihan pada anak gadisnya, sekaligus dia juga suka pada Bagas. Pintar, sangat sederhana, dan tidak mudah tergiur oleh tingginya kedudukan. Barangkali susah mencari gantinya.

 

"Ya sudah, nanti kalau Bagas pulang, sampaikan saja salam saya. Eh tapi besok pagi dia masuk kerja kan?"

"Iya mas, mestinya begitu. Kan ijinnya cuma sehari. Barangkali hari ini Basuki hanya ingin memperkenalkan tugas-tugasnya nanti disana, sekaligus memperkenalkan juga staf-stafnya."

 

*** 

 

"Hiih.. hiih.. ! Kesel aku sama  Basuki," omel Mery sambil mondar mandir karena gelisah.

"Ada apa to mbak? Dari tadi kok kesel melulu?" Tanya Timan yang sudah sampai dirumah dan duduk santai bersama Mery dan Sri.

 

"Basuki itu, cuma ditanya saja pakai rahasia-rahasia segala."

"Apanya yang dirahasiakan ?"

 

"Itu tadi, katanya ada wanita setengah tua yang kemungkinan adalah ibuku, Basuki ke Panti untuk menemuinya. Ee.. aku tanyakan bagaimana hasilnya, dia malah bilang mau bikin kejutan buat aku. Lalu dia nggak mau jawab sampai detail. Cuma cengengesan saja. Sebel !!"

Timan dan Sri terkekeh geli melihat ulah Mery.

 

"Berarti mas Basuki itu membawa berita baik, makanya dia bisa cengengesan. Kalau berita buruk mana bisa tertawa dia?" kata Timan.

"Iya mbak, pasti mas Basuki benar-benar ketemu ibunya mbak Mery, lalu mau buat kejutan untuk mbak Mery."

 

"Benarkah ?"

"Semoga benar mbak,"  kata Timan.

"Tapi benci aku.. jawabannya membuat aku jengkel. Ketika aku mendesak.. tahu nggak dia bilang apa?"

"Bilang apa ?" tanya Sri.

"Dilarang bicara sama sopir."

Lalu mereka tertawa riuh sekali.

 

"Ada apa..apaak?" Tiwi yang bermain sendirian sampai bertanya dengan heran.

"Itu Tiwi, ibu Mery lucu, jadi semua tertawa deh."

"Ibu Mely lucu ?"

"Iya sayang. Hmh.. gemes aku kalau melihat kamu ngomong," kata Mery sambil menciumi Tiwi sepuasnya.

"Tuh, sudah hilang kesalnya sama mas Basuki." kata Timan masih dengan tertawa.

"Eh, nggak, masih kesal aku kalau dia belum sampai kerumah," kata Mery sambil melepaskan Tiwi dan kembali cemberut seperti tadi.

 

Dan ketika mobil Basuki masuk ke halaman, Timan dan Sri berdiri menyambut, tapi Mery tetap duduk sambil mulutnya cemberut. Dia bahkan duduk menghadap kebelakang.

 

"Mana Mery ?"

"Itu mas, lagi marah sama mas Basuki. Lihat, dia masih duduk sambil menghadap kebelakang," kata Timan.

 

Basuki melangkah kedalam, dan melihat Mery benar-benar membelakanginya dengan mulut mengerucut.

 

"Mery.."

"Katanya kesalnya hilang kalau mas Basuki sudah sampai rumah," sela Sri.

"Mery, ayo lihat siapa yang dimobil," kata Basuki sambil menarik tangan Mery.

Mery berdiri.

 

"Ayolah jangan cemberut, aku kembalikan saja dia kalau kamu cemberut," ancam Basuki.

"Kamu bawa ibuku ?" tanya Mery penuh harap.

"Ayolah, lihat saja sendiri."

 

Mery mengikuti Basuki mendekati mobil, dibukanya mobil sebelah belakang, dilihatnya seorang wanita sedang tertidur pulas.

"Mungkin terlalu lelah, aku biarkan dia tidur."

"Bukankah.. itu.. bu.. gorengan.. bu.. Sumini ?" tanya Mery sambil tergagap.

 

"Iya.. bu Sumini."

"Dia... ibuku ?"

"Tampaknya begitu.. coba bangunkan.."

"Ya Tuhan, bu Sumini ibuku?" pekik Mery penuh perasaan.

 

Mery melongok kedalam.

"Ibu.. bu.. bangun bu, sudah sampai."

Tapi bu Sumini terdiam. Mery menggoyang-goyangkan tubuhnya, tapi bu Sumini tetap diam.

 

"Baaas... kenapa dia?"

Basuki terkejut.

 

"Dia tidur Mer.."

"Tidak Bas, dia diam saja..."

 

***

 


besok lagi ya





1 komentar:

  1. Numpang promo ya Admin^^
    ingin mendapatkan uang banyak dengan cara cepat
    ayo segera bergabung dengan kami di ionpk.club ^_$
    add Whatshapp : +85515373217 || ditunggu ya^^

    BalasHapus