*CINTAKU ADA DIANTARA MEGA 23*
Basuki pun
panik, tanpa banyak berkata ia membawa bu Sumini langsung kerumah sakit,
bersama Mery dan Timan yang juga langsung melompat kedalam mobil.
Sri
menghela nafas resah.
"Ya
Tuhan, tolonglah ibunya mbak Mery, selamatkanlah dia," bisiknya sambil
berlinang air mata.
Melihat
ibunya menangis, Tiwi mendekat sambil mewek-mewek.
"Ibu
Ci.. ibu Ci...."
Sri
memeluk anaknya lalu mengusap air matanya.
"Sayang,
ibu Sri tidak apa-apa, mata ibu Sri sakit terkena debu nih."
"Ibu
Ci ais ?"
"Tidak,
ibu Sri tidak menangis. Anak cantik anak pintar juga tidak boleh menangis ya?
Sana main lagi, ibu ambilkan maem ya."
"Apak
ana?"
"Bapak
lagi mengantarkan om Basuki, ibunya ibu Mery sakit."
"Akiit
?"
"Ya,
ayo main lagi, ibu ambilkan maem ya."
"Pake
lul.. pake lul.."
"O,
pake telur ? Baiklah, ibu buatkan ya. Main dulu disitu, jangan
kemana-mana."
Tiwi
mengangguk, lalu kembali bermain dengan bonekanya.
Dalam
menggoreng telur untuk Tiwi itu pikiran Sri lari kemana-mana. Ia merasa kasihan
kepada Mery yang hampir ketemu ibunya, kemudian ternyata ibunya sakit.
"Sakit
apa ya ibunya mbak Mery? Kok tiba-tiba pingsan, sementara mas Basuki mengira
dia tidur," gumam Sri.
"Semoga
tidak terjadi apa-apa yang menghawatirkan."
"Ibu
Ciiiii..." teriak Tiwi.
"Iya
sayang, sudah selesai, sebentar ya..."
***
Basuki,
Mery dan Timan menunggu di kursi tunggu. Perlahan Basuki menceritakan awal bu
Sumini datang ke Panti. Ia merasa punya penyakit berat dan diduga umurnya tak
akan lebih panjang lagi. Karena itulah ia ingin mencari anaknya. Tampaknya
cerita itu masuk akal, dan bukti yang dikatakannya juga cocog dengan keadaan si
bayi ketika ditemukan oleh pihak Panti. Jadi Basuki yakin bahwa bu Sumini
adalah ibunya Mery.
Mery
terisak ditempatnya. Hatinya bagai teriris mendengar penuturan Basuki tentang
ibunya. Basuki merangkul pundaknya dan menepuknya pelan.
"Alangkah
sengsara hidup ibuku, sementara aku bergelimang kesenangan dan kemewahan
bersama kamu."
"Sudahlah
Mery, tenangkan hati kamu."
"Jangan
biarkan ibuku meninggal, aku baru melihatnya sekilas, aku ingin ditunggui lebih
lama lagi."
"Iya,
tenangkan hatimu. Dokter akan melakukan hal terbaik untuk ibumu."
"Mungkin
jauh didasar hatiku aku merasa ada sesuatu pada bu Sumini ya Bas, mengapa aku
sangat suka gorengannya, dan sebenarnya ingin membelinya lagi tadi, cuma dia
tidak jualan. Rupanya dia sedang ingin bertemu aku."
"Iya,
benar. Berdo'alah semoga semuanya baik-baik saja."
"Bas,
tolonglah, seandainya benar ibuku sakit parah, bantu mengusahakan untuk
kesembuhannya ya Bas?"
"Ya
pasti lah Mer, dia kan calon ibu mertuaku."
"Terimakasih
Bas."
Basuki
masih memeluk pundak Mery. Ia ingin segera bertemu dokter. Ia juga sudah
menyerahkan hasil pemeriksaan lab yang dibawa bu Sumini.
"Apa
dia belum sadar ?" tanya Mery lagi.
"Sebentar
mbak, saya mau bertanya ke perawat yang baru keluar itu," kata Timan yang
kemudian bergegas menyusul perawat yang baru keluar dari ruang UGD.
"Suster..
suster.. "
"Ya?"
"Apa
ibu Sumini belum sadar ?"
"Sudah
mas, tapi masih diperiksa."
"Apakah
itu berbahaya?"
"Nanti
saja menunggu hasil pemeriksaan. Tampaknya dokter ingin memeriksa lebih lanjut
dengan membawa sample darah ke lab."
"Berbahayakah?"
"Saya
belum bisa mengatakannya, mas tunggu saja dulu ya."
Perawat
itu berlalu, dan Timan kembali mendekati Basuki.
"Bagaimana
?"
"Sudah
sadar, tapi masih diperiksa dan tampaknya akan dilakukan pemeriksaan
laboratorium."
"Oh,
sudah sadar? Bolehkah aku menemuinya?"
"Tunggu
mbak, dokter belum selesai. Nanti pasti diberi tahu."
Mery
mengangguk, sedikit lega karena bu Sumini sudah sadar. Ia ingin segera ketemu,
bertatap muka dan berbicara. Alangkah rindunya Mery akan adanya seorang
ibu.
"Alangkah
rindunya aku pada ibuku. Semoga dia sembuh ya Bas."
Basuki
mengangguk sambil menepuk-nepuk tangan Mery.
***
Sri yang
juga merasa gelisah, tak tahan untuk tidak menelpon suaminya.
"Sri..
?"
"Mas,
bagaimana keadaannya ?"
"Baik,
sudah sadar, tapi belum bisa ditemui. Dokter masih memeriksa lebih
lanjut."
"Jadi
mbak Mery belum bisa ketemu ibunya?"
"Belum
Sri, masih menunggu dokternya selesai."
"Tapi
sudah sadar ya mas? Aku takut sekali karena tadi mbak Mery
berteriak-teriak."
"Sudah
sadar. Ya, tadi mbak Mery berteriak karena ibunya diam saja ketika disentuh.
Kamu tidak apa-apa kan dirumah sendiri?"
"Tidak
mas, aku hanya menghawatirkan keadaan ibunya mbak Mery."
"Namanya
bu Sumini. Kata mbak Mery itu yang jualan gorengan, dan katanya tadi kamu
diajak kesana."
"Iya,
tadi ingin sekali mbak Mery beli gorengan. Jadi itu orangnya? Tadi tidak ketemu
sih. Apakah karena ada ikatan batin ya, sehingga mbak Mery sangat suka gorengan
itu. Kalau saja tadi jualan, pasti aku bisa ketemu."
"Iya
pastilah tidak ketemu, karena orangnya pergi ke Panti dimana dulu meletakkan
anak bayinya."
"Mengapa
baru sekarang dia mencari anaknya ya mas?"
"Nanti
saja kalau aku pulang aku cerita. Sekarang lagi menunggu keterangan dari
dokternya."
"Baiklah
mas. Kalau ada apa-apa aku dikasih kabar ya."
"Iya,
pasti."
Sri
menarik nafas lega, karena bayangannya tadi, ibu itu meninggal, dan ternyata
sekarang sudah sadar.
***
Mery
langsung berlari masuk kedalam untuk menemui bu Sumini, sementara Basuki dan
Timan menemui dokter diruangnya. Dilihatnya bu Sumini terbaring lemah, dengan
selang infus dipergelangan tangannya.
"Ibu...
ibuku..." bisik Mery dengan linangan air mata."
"Apa..
kamu.. anakku ?"
"Ibu,
akulah yang ibu tinggalkan dengan sebelah sepatu songket berwarna merah. Sayang
sepatu itu tidak Mery bawa karena tergesa mengantar ibu ke rumah sakit."
"Tapi
sepatu yang ibu bawa sudah hilang nak.." bisik bu Sumini lemah.
"Itu
tidak masalah, ibu sudah membuktikannya dengan cerita ibu tentang bayi itu.
Apakah ibu tidak percaya bahwa Mery ini adalah anak ibu ?"
"Ya
Tuhan, terimakasih.. "
Mery dan
bu Sumini berpelukan dengan erat, sambil berurai air mata."
"Ma'afkan
ibu kalau telah membuangmu waktu itu.. ibu terpaksa melakukannya nak, karena
waktu itu hidup ibu sangat sengsara. Ma'af ya nak."
"Tidak
ibu, ibu melakukan yang terbaik untuk Mery, ibu membiarkan diri ibu sendiri
menderita dan memilih membahagiakan Mery. Terimakasih ibu."
"Anakku...
anakku..." bisik bu Sumini berkali-kali.
"Aku
bahagia sekali ketemu ibu, aku merindukan ibuku, ayahku.."
"Sayangnya
ayahmu meninggal ketika kamu masih bayi. Karena hidup tanpa ayahmu itulah ibu
merasa tidak kuat merawatmu dengan baik."
"Ya
ibu, sudahlah, jangan disesali."
"Aku
bersyukur, diakhir hidupku aku bisa bertemu anakku.. Terimakasih... ya
Allah.." tangis bu Sumini pilu.,
"Ibu
akan kembali sehat. Ibu harus kuat. Tahukah ibu bahwa Mery akan menikah dengan
Basuki? Basuki yang telah menolong ibu berkali-kali?"
"Ya,
ibu tahu nak.. nak Basuki sudah mengatakannya. Ibu bahagia kamu mendapatkan
suami orang baik. Semoga kamu akan bahagia ya nduk."
"Ibu,
kita akan bahagia bersama-sama."
"Hidup
ibu tak akan lama."
"Tidak
ibu, tidak.. ibu akan terus bersama Mery.. akan sehat dan kuat sampai memiliki
banyak cucu. Dengar.. ibu harus melihat cucu-cucu ibu nanti.. "
"Anakku...
alangkah bahagianya seandainya itu terjadi."
"Itu
akan terjadi ibu, pasti akan terjadi. Sekarang biarlah ibu beristirahat dulu
disini, sampai ibu sehat."
"Biaya
rumah sakit itu mahal."
"Ibu
jangan memikirkan apapun, pikirkan bahwa ibu harus sehat."
"Anakku..
anakku..." tangis itu tak henti-hentinya. Tangis penuh bahagia.
***
"Jadi
dokter belum percaya akan hasil lab yang dibawa ibu Sumini dari rumah sakit
sebelumnya?"
"Bukan
belum percaya, saya hanya ingin melakukan cek ulang. Semuanya akan saya lihat.
Kalau memang benar ada kanker, sejauh mana dia hinggap di tubuh ibu
Sumini."
"Mungkinkah
bisa disembuhkan dengan operasi ?"
"Tidak
begitu, jangan berbicara tentang operasi. Saya harus melakukan pemeriksaan
ulang. Nanti beberapa hari pasti sudah akan ada hasilnya. Bapak harus
menunggu."
"Apakah
bu Sumini harus rawat inap disini?"
"Ya,
tentu saja, banyak yang harus diperiksa. Besok akan kita mulai."
"Apakah
itu sebabnya maka dia tiba-tiba pingsan?"
"Dia
mengalami demam tinggi. Ada radang saluran nafas ditubuhnya yang belum
sembuh tuntas. Rupanya dia tidak meminum obat yang diberikan dokter sebelumnya,
sehingga infeksi itu tidak sembuh tuntas. Tadi dia mengatakannya begitu. Hanya
kadang-kadang saja dia minum obatnya,"
"Oh,
sayang sekali."
"Ia
akan menginap disini untuk beberapa hari, sampai radang itu sembuh, sambil
melihat bagaimana hasil labnya secara menyeluruh."
"Baiklah
dokter, terimakasih banyak. Mm.. satu lagi dokter, bisakah kami sekalian
melakukan tes DNA atas ibu Sumini?"
Dokter itu
menatap heran.
"Tes
DNA ? Ada yang meragukan ikatan darah antara bu Sumini dan...."
"Dan
anaknya yang baru saja ditemukan."
"Oh...
saya baru tahu."
"Sebenarnya
kami hampir yakin, cuma untuk lebih meyakinkan saja dok, soalnya sudah
tigapuluh lima tahun lebih baru ketemu."
"Oh,
subhanallah... Iya bisa saja, nanti kita juga minta sample darah anaknya
juga."
"Baik,
terimakasih dokter, saya mohon, lakukan yang terbaik untuk ibu Sumini."
"Dokter
akan selalu melakukan hal terbaik untuk pasiennya."
"Terimakasih
banyak dokter."
***
"Mas
Timan, terimakasih banyak telah menemani kami."
"Tidak
apa-apa mas, sudah kewajiban kita untuk saling bantu. Sekarang kalau bu Sumini
harus opname, bukankah harus ada baju ganti atau perlengkapan lainnya yang
harus dikirim kemari?"
"Itulah
yang ingin saya katakan mas, saya dan Mery mungkin akan menunggu disini sampai
keadaan menjadi benar-benar baik, jadi saya akan minta mas Timan untuk
mengambilkan baju2 untuk bu Sumini. Tapi, rasanya bu Sumini tidak membawa
baju."
"Saya
akan membelikannya saja mas, atau, bukankah bentuk tubuh bu Sumini tidak jauh
berbeda dengan mbak Mery? Barangkali untuk sementara biar Sri nanti
mengambilkan baju-baju mbak Mery untuk bu Sumini."
"Benar
mas, lakukanlah bagaimana baiknya. Kami tidak bisa apa-apa tanpa bantuan mas
Timan dan Sri."
"Ah,
sudahlah mas. Kalau begitu saya akan pulang langsung ya mas?'
"Iya
mas, lagi pula ini juga sudah malam. Nanti Sri bingung menunggu."
"Tidak
apa-apa, Sri akan mengerti, tadi sudah telpon."
"Baiklah,
mungkin malam ini bu Sumini sudah akan dipindahkan ke ruang inap. Nanti saya
kabari tempatnya."
"Baik
mas, sekarang saya permisi dulu. Nanti Sri pasti sudah tahu apa yang harus
dilakukan. Saya akan kembali setelah semuanya siap."
"Terimakasih
banyak ya mas."
Ketika
Timan pergi, Basuki semakin menyadari, alangkah indahnya sa'at bisa saling
berbagi, saling bantu. Bahwa dia dulu sudah menyakiti Timan dan Sri, sangat
disesalinya sampai sekarang. Tapi Basuki bersyukur, sekaligus terharu. Timan
dan Sri sudah melupakan semuanya, dan sudi menerima dirinya sebagai sahabat.
Basuki menghela nafas lalu memasuki ruang UGD, lalu melihat bu Sumini dan Mery
saling bertangisan.
***
Sri
mengambil beberapa baju Mery yang sekiranya bisa dipakai bu Sumini dirumah
sakit, bersama segala perlengkapannya, sementara Timan disuruhnya makan
terlebih dahulu.
"Mas
harus makan sekalian, nanti aku juga akan membawakan makan untuk mbak Mery dan
mas Basuki. Pasti mereka juga belum sempat makan.."
"Iya,
bawakan saja."
"Aku
tidak mengerti mas, mengapa kalau mereka sudah yakin bahwa bu Sumini itu
ibunya, mas Basuki masih juga minta agar diadakan tes DNA ?"
"Barangkali
hanya untuk lebih meyakinkan saja Sri, maklumlah, mereka berpisah sejak mbak
Mery belum tahu apa-apa, dan bu Sumini juga pasti tidak mengenali anaknya yang
sudah berpisah puluhan tahun."
"Pasti
biayanya sangat mahal ya mas."
"Untunglah
mbak Mery sudah ketemu mas Basuki yang duitnya banyak. Kalau belum, pasti mbak
Mery juga repot, apalagi bu Sumini tampaknya sakit berat."
"Kasihan
ya mas, lama tidak ketemu, sa'at ketemu keadaannya sakit seperti itu."
"Allah
punya banyak cara untuk membuat sesuatu menjadi indah."
"Mungkinkah
penyakit bu Sumini bisa disembuhkan?"
"Manusia
mempunyai kewajiban untuk berusaha. Semoga semua terjadi seperti harapan
kita."
"Aamiin."
***
"Jadi
hari ini mbak Mery ketemu sama ibunya?" tanya pak Darmono ketika Bagas
sudah santai dirumahnya malam itu.
"Iya
pak, luar biasa sekali. Tigapuluh limaan tahun baru ketemu anak yang semula
dibuangnya."
"Pastinya
dia tidak bermaksud membuangnya. Mungkin ada sesuatu yang membuatnya melakukan
semua itu."
"Benar
pak, karena keadaan ekonomi bu Sumini setelah ditinggalkan suaminya."
"Suaminya
meninggal ?"
"Ya,
ketika mbak Mery belum berumur sebulan."
"Semoga
mereka bahagia, pada hari pernikahannya bisa ditunggui oleh ibu
kandungnya."
"Aamiin.
Malam ini mereka pasti sedang bersenang-senang. Aku ikut bersyukur atas
kejadian itu."
Tentu saja
Bagas tidak tahu apa yang terjadi pada bu Sumini, karena sebelum menemui
Mery, Bagas diantarkan kerumahnya terlebih dulu.
"Oh
ya Gas, tadi pak Suryo mencari kamu."
"Pak
Suryo? Apa dia akan menghalangi Bagas untuk resign ?"
"Tidak,
dia tak akan menghalangi kamu."
"Lalu
untuk apa mencari Bagas?"
"Nggak
apa-apa. Dia cuma bilang, bahwa sebenarnya suka sama kamu, dan ingin mengambil
kamu sebagai menantu."
"Ah..
itu."
Bagas
terdiam, terbayang olehnya wajah cantik manja pintar tapi ceroboh. Lalu
terngiang bagaimana dia memanggilnya manja, yang membuatnya kesal. Bagaaaas...
tapi kemudian dia menginginkan bisa mendengar suara itu lagi.
Bagas
menghela nafas.
"Apakah
tidak ada sedikitpun dihati kamu rasa tertarik pada Kristin ?"
"Entahlah
bapak, yang Bagas tahu, akhir-akhir ini Kristin sangat angkuh. Bagas tidak
ingin memikirkannya."
"Angkuh
bagaimana ?"
"Pokoknya
angkuh."
"Kadang-kadang
seorang gadis suka jinak-jinak merpati."
Bagas
tertawa. Merpati cantik itu akan selalu diingatnya, tapi tak mungkin
dicintainya. Benarkah? Bagas menjadi bingung, lalu ia memilih berpamit pada
ayahnya untuk berangkat tidur.
***
Seminggu
kemudian hasil DNA itu keluar. Betapa bahagianya Mery, karena memang terbukti
bahwa ibu Sumini adalah ibu kandungnya. Ia juga senang, bu Sumini sudah tampak
lebih sehat, dan wajahnya tidak sepucat sebelumnya.
"Setelah
ini, Mery yang akan meminumkan obat buat ibu, supaya ibu tidak lupa. Bukankah
ibu kemarin-kemarin sering lupa meminum obatnya?"
"Ibu
merasa sudah sehat, dan tidak perlu minum lagi."
"Ibu
salah, ibu merasa sehat karena penyakit ibu sedang pingsan, lalu ketika sadar,
dia bangkit lagi dan menyakiti ibu."
"Begitukah?
Rupanya penyakit bisa pingsan ya?" kata bu Sumini sambil tersenyum.
"Bisa
bu. Sekarang kita harus membuat supaya penyakit itu mati. Barulah ibu boleh
berhenti minum obatnya."
"Senang
rasanya ada yang mengingatkan. Selama ini ibu sendirian. Tapi ibu bahagia,
kalau harus matipun ibu sudah puas, sudah bisa menatap wajah anakku,
memeluknya, mendapatkan perhatiannya."
"Ibu
tidak boleh bicara tentang kematian. Ibu akan sembuh dan bahagia bersama Mery
dan Basuki. Dengar, bulan depan Mery menikah didesa. Ibu harus sudah sehat dan
kuat supaya bisa mendampingi Mery nanti."
"Mengapa
didesa?"
"Itu
tempat sahabat-sahabat Mery. Nanti ibu pasti akan mendengar kisah hidup Mery.
Sejak Mery ada di Panti sampai bertemu Basuki, lalu bertemu ibu sekarang
ini."
Bu Sumini
mengangguk, matanya berkaca-kaca.
Tiba-tiba
Basuki menggamit lengan Mery, diajaknya keluar.
"Ada
apa?"
"Ini
hasil lab untuk bu Sumini sudah keluar."
"Apa
hasilnya? Burukkah ?"
***
besok lagi
ya
BalasHapusNumpang promo ya Admin^^
ingin mendapatkan uang banyak dengan cara cepat
ayo segera bergabung dengan kami di ionpk.club ^_$
add Whatshapp : +85515373217 || ditunggu ya^^