*CINTAKU ADA DIANTARA MEGA 29*
Bagas menelpon Kristin, tak ada
jawaban. Apa yang sebenarnya terjadi ? Dilihatnya Timan juga menelpon tapi
kemudian geleng-geleng kepala. Tampaknya sama dengan dirinya, yang ditelpon tak
menjawab. Bagas bergegas keluar dan memacu mobilnya, agak tersendat karena
sudah banyak orang memenuhi jalanan.
***
"Bu, mengapa tidak segera
keluar ?" tanya Sri karena setelah mendengar guyuran berkali-kali kemudian
diam seperti tak ada suara.
"Bu... tolong buka
pintunya.."
Pintu kamar mandi terbuka, Sri
menguak kamar mandi. Bu Sumini terpaku bersandar di pintu.
"Ada apa bu ?"
"Itu bukan darah..."
bisiknya gemetar..
Sri menatap yang ditunjuk bu
Sumini. Benda kemerahan teronggok disana, ada serabut dikiri kanannya.
"Apa itu ?"
"Aku tidak tahu.."
Sri mencoba menyiramnya,
Tapi benda itu tetap bergulung disana.
"Aku sudah
menginjak-injaknya, aku kira gumpalan darah. Itu seperti daging, tiba-tiba
keluar bersama darah."
"Ya sudah bu, ayo kekamar
dulu, biar itu saya bersihkan," kata Sri yang menuntun bu Sumini kekamar.
Sri mengambil pengki, mengambil
gumpalan yang lebih besar dari bola tenis itu, lalu membuangnya ke kloset. Ia
membersihkan kamar mandi sambil bertanya-tanya, benda apakah itu.
Sri kembali kekamar, dilihatnya bu
Sumini duduk ditepi pembaringan.
"Bu, bagaimana perasaannya
ibu? Ada yang sakit? Masih merasa sakit? Atau apa? "
"Tubuhku terasa ringan. Tidak
sakit, apa ya benda itu tadi?"
"Baiklah, kalau ibu masih
lemas, istirahat saja dulu. Ini sa'atnya mbak Mery menikah, sopir kelurahan
sudah menunggu bu."
"Aku ikut.."
"Ibu tidak apa-apa?"
"Tidak, ibu baik-baik
saja."
"Baiklah, saya ambilkan minum
saja dulu, lalu saya bantu ibu berpakaian ya."
***
Kristin sudah selesai berdandan.
Ia mencari Sri, ternyata ada dikamar bu Sumini, sedang mengenakan kain dan
kebaya untuk bu Sumini.
"mBak, boleh saya bantu
mendandani? Tinggal menggelung rambut dan menyapu wajah dengan sedikit make up,
biar saya saja, mbak Sri sepertinya belum selesai berdandan."
"Ya baiklah... terimakasih
mbak Kristin."
Sebuah langkah tergesa terdengar.
"Kristin... mbak Sri..."
Bagas memasuki rumah mbah Kliwon sambil memanggil-manggil.
"Bagaaas, aku disini.."
"Kristin, dimana ibu Sumini
?"
"Lagi aku dandanin, tapi
sudah hampir selesai."
Bagas menghela nafas lega.
Sri keluar dari kamar, dan tampak
sudah siap.
"mBak Sri, bu Sumini
ditunggu. mBak Mery tidak mau menikah, menunggu bu Sumini."
"Tampaknya sudah selesai.
mBak Kristin yang mendandani."
Tak lama bu Sumini keluar, sudah
berdandan apik, Kristin dibelakangnya.
"Bagas, kamu pakai pakaian
Jawa ganteng sekali." tak tahan Kristin berteriak.
"Ayo cepatlah." kata
Bagas sambil membalikkan tubuhnya menuju kearah depan, sambil menata degup
jantungnya. Kristin cantik sekali.
***
Mery panik. setetes air mata
menitik. Lastri yang ada didekatnya segera mengusapnya dengan tissue, takut
merusak dandanannya.
"Tenang mbak, mas Bagas baru
menjemputnya.
"Tapi ini sudah kelamaan pak,
saya tidak punya banyak waktu," tiba-tiba penghulu berkata.
mBah Kliwon yang menjadi wali
segera menganggukkan kepalanya. Lalu menatap Mery dengan iba.
"Tenang mbak, tidak apa-apa,
jangan menghawatirkan ibumu." kata mbah Kliwon.
Lalu mbah Kliwon yang ditunjuk
sebagai wali pengantin perempuan berucap dengan lantunan yang tenang dan penuh
wibawa.
"Ananda Basuki bin Cokro
Sudarmo, saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan Mery Hastuti binti
Sukahar, dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan 20 gram perhiasan emas,
tunai."
Ketika itulah tiba-tiba dari jauh
muncul bu Sumini, yang dengan manis melambaikan tangannya.
Mery ingin berteriak kegirangan,
dan nyaris tidak mendengarkan rangkaian ucapan ijab dan janji yang diucapkan
suaminya. Ia menatap ibunya dengan mata berkaca-kaca.
"Saya terima nikah dan
kawinnya Mery Hastuti binti Sukahar dengan mas kawin seperti telah
disebutkan. Aku rela dengan itu. Semoga Allah selalu memberikan anugerah."
kata Basuki dengan suara lantang.
Lalu para sakti mengucapkan 'sah'.
"Alhamdulillah...."
ucapan dari semua yang hadir.
Mery berlinangan air mata, ketika
ia mencium tangan suaminya. Tersedu ketika mereka saling memasangkan cincin
pada jari manis mereka.
Setelah menandatangani surat
nikah, Mery menggandeng suaminya mendekati bu Sumini yang duduk dengan linangan
air mata juga. Keduanya bersimpuh dihadapan bu Sumini, memohon do'a restunya.
"Ibu, kami mohon do'a
restu," bisik keduanya.
"Ibu sangat bahagia. Ibu
do'akan kalian, agar selalu hidup dalam kebahagiaan. Rukunlah selalu dan jalani
hidup dengan iman dan taqwa. Semoga segera memberikan cucu untuk ibu ya nak."
"Aamiin, in shaa Allah
ya bu, doakan kami selalu."
"Ibu tampak cantik sekali,
siapa yang mendandani?" tanya Mery.
"Itu.. eh.. siapa.. dia.. nak
Kristin." kata bu Sumini sambil menunjuk Kristin yang duduk disebelahnya.
"Oh. mbak Kristin,
terimakasih ya mbak."
Kristin mendekat, tersenyum dan
menyalami Mery.
"Selamat ya mbak..mas.."
"Terimakasih Kristin."
"Ini pacarnya Bagas?"
celetuk Basuki.
"Bukan," Kristin menjauh
dan tersipu.
Kedua mempelai juga bersujud
dihadapan pak Darmono selaku pengganti orang tua Basuki, dan mbah Kliwon
selaku wali nikah bagi Mery.
Adakah bahagia yang lebih bahagia
daripada mendapatkan pendamping yang dicintai dan mencintai? Itu dirasakan oleh
Mery dan Basuki, yang selalu memancarkan mata berbinar setiap menerima ucapan
selamat dari kerabatnya.
***
Begitu sampai dirumah, Sri
mendekati mbah Kliwon. Ia menceritakan perihal benda yang keluar bersama darah,
sebelum bu Sumini berangkat menghadiri akad nikah anaknya.
"Syukurlah, itu bagus. Itulah
benda yang meracuni tubuh dan nyaris merenggut nyawa."
"Itukah kanker yang selama
ini ditakuti ?"
"Semoga itulah nduk, kita
lihat saja perkembangannya. apakah bu Sumini akan bertambah sehat atau
tidak."
"Tampaknya sangat baik. Tadi
beberapa sa'at setelah mengeluarkan darah dan benda aneh itu, bu Sumini tampak
segar dan bersemangat."
"Semoga akan bertambah
sehat."
"Nak Sri... "
tiba-tiba bu Sumini mencari kebelakang.
"Saya disini bu.." kata
Sri yang kemudian berjalan kebelakang, mendekati bu Sumini.
"Bolehkah saya makan?"
katanya malu-malu.
"Boleh bu, silahkan, semuanya
masih tertata dimeja.
"Ma'af ya, saya selalu
memalukan."
"Tidak bu, anggap saja ini
rumah ibu sendiri. Silahkan bu, saya mau menyuruh mbak Kristin segera mandi.
"Biar bu Sumini saya temani
makan Sri," kata mbah Kliwon sambil mendekat.
"Oh, rupanya simbah juga
lapar bu."
"Iya benar. "
"Silahkan pak, syukurlah ada
temannya lapar. Saya juga heran, mengapa akhir-akhir ini saya gampang sekali
lapar."
"Itu bagus bu, pertanda ibu
semakin sehat."
"Benarkah?"
"Benar bu."
"Tadi nak Sri sudah
menceritakan kejadian sebelum saya berangkat ke balai desa?"
"Sudah bu, mudah-mudahan
benda itulah yang meracuni ibu selama ini."
"Oh begitu ya, dan saya
merasakan perut saya bagian bawah tidak sekeras hari-hari sebelumnya."
"Nanti kalau acara ini sudah
selesai, ada baiknya ibu periksa ke dokter."
"Mengapa pak, saya
tidak ingin ke dokter lagi."
"Jangan begitu bu,
bagaimanapun ibu harus tahu bagaimana keadaan ibu sekarang ini. Yang bisa tahu
hanyalah dokter."
"Bukankah pak Kliwon sudah
mengobatinya?"
"Tidak, saya tidak mengobati,
saya hanya membantu meringankan beban ibu. Tapi keadaan kesehatan ibu yang
sebenarnya, harus dokter yang memeriksanya."
"Bagaimana kalau aku disuruh
kemo lagi?"
"Coba saja ibu periksa nanti,
. jangan menakutkan apapun."
"Baiklah pak. Tapi saya masih
boleh minum jamunya kan?"
"Tentu saja boleh. Selama ibu
disini, saya akan selalu membuatkannya."
"Terimakasih pak
Kliwon."
***
"mBak Kristin sudah
mandi?"
"Sudah, barusan."
"Untuk acara nanti, sebaiknya
mbak Kristin pakai kain dan kebaya. Ini tadi sudah dibawakan dari sana."
"Oh, pakai kain lagi
ya?"
"Iya, cobain kebayanya mbak,
saya kira pas, tapi kalau kurang pas, coba pakai yang punya saya ini."
"Oh. kita kembaran ya?"
"Iya. Tapi kalau mbak Kristin
nggak suka......."
"Tidak.. tidak... aku suka.
Sebentar aku cobain kebayanya ya.."
"Iya mbak.. coba
dulu..."
Kristin melepas bajunya dan
mencoba kebaya yang diberikan Sri. Kebaya warna hijau tosca, dengan bordir
kembang keemasan dibagian depan dan bawahnya.
"Waaauw... cantik mbak
Kristin, dan pas sekali."
"Pas ya ?"
"Iya... cepat kenakan mbak,
nanti sanggulnya juga ada, kalau nggak bisa memasangnya, disana ada tukang rias
yang akan mendandani kita."
"Tidak usah mbak, saya bisa
sendiri kok."
"Benarkah? Syukurlah mbak..
Duuh, ternyata mbak Kristin bukan hanya cantik tapi juga pintar
mendandani orang."
"Nanti untuk mbak Sri saya
pasangkan sekalian sanggulnya."
"Baiklah, ayo, mana yang
lebih dulu bisa mbak Kristin kerjakan. Nanti kita juga harus mendandani bu
Sumini.
"Saya pasangkan sanggulnya
mbak Sri lebih dulu saja."
"Baiklah."
***
"Mas Timan, sini.."
panggil Lastri.
"Ada apa ?"
"Mas Timan sudah tahu kan,
yang nanti akan mendampingi pengantin adalah mas Bagas dan mbak Kristin?"
"Iya, tadi Sri sudah bilang,
tapi jangan dulu Bagas diberi tahu. Juga mbak Kristin."
"Iya aku tahu. Tapi kata Sri
dia sudah bilang siang tadi pada mbak Kristin, tapi belum disepakati, tampaknya
mbak Kristin masih malu-malu."
"Tapi kan dia harus pakai
kebaya juga?"
"Sudah, itu urusan Sri untuk
membujuknya."
"Baguslah, semoga mereka
benar-benar akan menjadi pasangan nantinya."
"mBak Mery juga bilang
begitu."
"Ya sudah, semuanya beres.
Nanti kalau pembawa acara sudah menyebutkan mana bisa mereka menolak?"
Lastri dan Timan tertawa lucu.
***
"Bagas, kamu tahu nggak, tadi
tuh Kristin dandan cantik sekali lho." kata pak Darmono sambil mengenakan
kain untuk dirinya sendiri.
"Kan sudah lama dia cantik
pak."
"Halaaah, nggak usah
pura-pura tak perduli. Bapak tadi melihat kamu memandangi dia terus. Ya
kan?"
"Bapak sukanya mengada-ada
deh, sudah, ini kain untuk Bagas dibetulin dulu pak, nggak bisa ini pakai kain
sendiri"
"Masa cuma begitu saja nggak
bisa. Orang Jawa itu harus bisa dandan ala orang Jawa."
"Bapak sudah sering pakai
kain, Bagas belum pernah lho. Baru hari ini. Harus dua kali lagi. Pas akad
nikah, sama pas resepsi. Tadi sudah ditawarin mau didandanin bapak nggak mau,
ya bapak harus tanggung jawab dong."
Pak Darmono tertawa.
"Kok jadi bapak yang harus
tanggung jawab. Bapak bilang nggak usah, saya bisa sendiri .. itu kan memang
bapak bisa sendiri. Ngapain kamu ikut-ikut?"
"Habisnya, bapak menarik
tangan saya masuk kekamar sendiri."
"Ya sudah, sini, bapak
dandanin dulu. Harus cakep dong dandanannya, supaya bisa serasi nanti kalau
berdekatan dengan Kristin."
"Memangnya siapa yang nyuruh
Bagas berdekatan sama dia."
"Lha namanya satu atap, ya
pasti bisa saja dong saling berdekatan."
"Huh, bapak ngeledek
melulu."
"Bilang saja kamu suka."
"Nggak ah..."
"Jangan membohongi hati kamu
sendiri, nanti kamu menyesal lho."
"Sudahlah pak, ayo Bagas
didandanin dulu, bapak ngomongin yang enggak-enggak."
"Ya sudah, celana kamu
dilepas dulu, masa pakai kain masih akan pakai celana. Seperti tadi itu
lho."
Namun dalam didandani itu,
terbayang juga wajah Kristin. Iya sih, Kristin tampak berbeda dengan balutan
kain Jawa. Hanya saja, sanggulnya bukan sanggul Jawa tapi sanggul modern.
Apakah nanti Kristin juga akan mengenakan pakaian Jawa, dan gelung modern
seperti tadi? Coba pakai konde seperti mbak Mery.
"Hei.. berputar kesana...
melamun kamu ya ?"
"Oh, iya pak, ma'af."
***
"Lho, setelah berdandan, bu
Sumini cantik, banyak miripnya sama mbak Mery." kata Sri.
"Masa sih ?" bu Sumini
menatap wajahnya pada kaca yang ada dikamarnya.
"Apakah itu aku ?"
"Iya bu. mBak Kristin pintar
ya mendandani ?"
"Benar, sudah cantik, pintar
berdandan. Itu siapa yang masang kondenya?"
"Saya sendiri bu." kata
Kristin.
"Kondenya Sri ini tadi juga
mbak Kristin lho yang memasang. Tidak usah datang ke tukang rias, disini sudah
beres."
"Wah, wah.. kalau aku punya
anak laki-laki, ingin mengambilnya sebagai menantu."
"Eh, ibu jangan salah, mbak
Kristin sudah punya calon."
"mBak Sri ngelantur. Siapa
yang punya calon?"
"Lha itu mas Bagas ?"
"Ah, benarkah? Ibu tahu nak
Bagas sangat ganteng. Iya, cocok kalau sama nak Kristin."
"mBak Sri ini ada-ada saja,
jangan percaya bu, ini lagi mau nyari, barangkali nanti di pesta ada yang
ganteng dan mau sama Kristin."
Sri tertawa.
"Ayo, bercanda saja. Sudah
siap bu, kita berangkat yuk, jangan sampai nanti mbak Mery cemas lagi karena
ibu terlambat datang.
***
Bunyi gamelan sudah bergaung sejak
tadi. Suaranya mengalun menyusup keseluruh desa. Di sepanjang jalan menuju
balai desa sudah banyak orang berbondong bondong datang. Ada wayang kulit yang
akan menghiasi acara di keramaian malam itu.
Banyak tamu undangan yang sudah
hadir. Mereka hanyalah para penduduk sekitar. Basuki memang ingin sekaligus
menciptakan suasana yang meriah didesa itu. Mereka datang, mendapat
suguhan yang enak-enak, dan hiburan yang membuat mereka semua pasti terhibur.
Kedua mempelai sudah berdandan.
Cantik dan ganteng. Semua yang melihatnya berdecak kagum.
Bu Sumini, Sri dan Kristin duduk
di barisan depan. Tiwi yang juga sudah berdandan cantik berlarian kesana kemari
bersama Ayu. Tapi begitu melihat ibunya, Tiwi menggelendot di pangkuannya.
"Ibu Ci juga mau jadi manten
?" tanya Tiwi sambil menatap ibunya yang berdandan cantik, berbeda dari
biasanya.
"Tidak Tiwi, yang jadi
penganten Ibu Mery," kata Sri sambil tertawa.
Disebuah sudut yang agak jauh dari
mereka, sepasang mata menatap Kristin tak berkedip. Dia adalah Bagas.
"Tuh, benar kan kata
bapak," tiba-tiba pak Darmono muncul dibelakangnya, sambil menepuk
pundaknya. Bagas terkejut dan tersipu.
"Apa sih bapak nih.."
"Ayo duduk didepan sama
bapak, supaya kamu lebih puas menatap dia."
"Hiih, siapa yang menatap
dia," kata Bagas yang kemudian menjauh dari ayahnya.
"Sial benar sih, kok bapak
melihat aku tadi," gumam Bagas lirih.
"Ada apa mas?"
Bagas kembali terkejut, gumam
lirihnya terdengar oleh Timan.
"Ah, mas Timan, bapak itu
lho, minta saya duduk didepan, malu aku."
"Mengapa malu? Ayo sama aku
saja."
Tiba-tiba pembawa acara mengatakan
bahwa mempelai akan menduduki pelaminan. Sepasang anak muda yang akan mendampinginya,
adalah ananda Bagas dan ananda Kristina.
Keduanya hampir melonjak karena
terkejut.
***
besok lagi ya
*CINTAKU ADA DIANTARA MEGA 30*
Kristin menatap Sri, sedikit
bingung.
"Ayo mbak, kita jemput
pengantinnya. Mana mas Bagas." kata Sri yang kemudian melongok kesana
kemari. Tapi ternyata Timan sudah menarik Bagas mendekati Kristin.
Kristin berdebar ketika Timan dan
Sri menuntun mereka kedalam dengan menggandengkan tangan mereka.
Dua-duanya gemetar, dan berkeringat.
Ketika keduanya kemudian
mengiringi kedua mempelai keluar .. semua mata menatap dan berdecak kagum.
Mereka seperti dua pasang dewa dewi dari kahyangan.
"Ya ampuun.. cantik-cantik
dan ganteng-ganteng semua." celetuk seseorang.
"Mereka seperti dua pasang dewa
dewi dari negeri atas angin." timpal yang lainnya.
"Bukan, seperti sepasang dewa
dewi dari kahyangan."
Dari tempat jauh pak Darmono
menatap anaknya sambil tersenyum puas.
"Mereka pasangan serasi bukan
pak?" kata Timan yang duduk disebelah pak Darmono.
"Keduanya masih malu-malu
mengakui kalau saling suka. Heran saya," kata pak Darmono sambil
geleng-geleng kepala.
"Sebetulnya suka, tapi malu
mengakui, begitu pak?"
"Iya... heran saya..."
"Tapi kalau memang cinta,
pastilah nanti bisa kejadian pak. Rupanya bapaknya sudah sangat pengin punya
menantu ya pak?"
"Iya sih.. " kata pak
Darmono sambil tertawa.
"Sabar pak, saya do'akan bisa
benar-benar menjadi pasangan seumur hidup."
"Aamiin, terimakasih
nak."
Suasana bertambah meriah, ketika
pagelaran wayang kulit dimulai. Orang-orang berjubel disekitar wayang digelar.
Ramai dan hiruk pikuk suara gamelan dan teriakan orang berbaur menjadi satu,
membuat bertambah meriahnya suasana malam itu.
Binar-binar bahagia terpancar dari
kedua mempelai. Tak pernah terbayangkan, acara menjadi seheboh dan semeriah
ini.
"Aku sangat bahagia. Ini
hidup yang aku impikan," bisik Basuki ditelinga isterinya.
"Aku juga sangat bahagia Bas,
kamu telah menurunkan mega-mega diangkasa yang menyembunyikan cintaku,"
balas Mery sambil meremas tangan suaminya yang tak pernah lepas menggandengnya.
***
Menjelang pagi pak Darmono, Bagas
dan Kristin baru meninggalkan Sarangan. Tapi pak Darmono minta menginap lagi di
hotel, karena khawatir Bagas terlalu lelah.
Di hotel itu Bagas memesan satu
kamar lagi untuk Kristin.
"Tidak apa-apa kan, menginap
semalam dulu disini? Takutnya Bagas kelelahan, padahal dia harus nyetir
sendiri." kata pak Darmono kepada Kristin.
"Tidak apa-apa om, nanti saya
mengabari papa kalau menginap disini."
"Baiklah."
Bagas menunjukkan kamar Kristin
sebelum dirinya sendiri masuk kekamar ayahnya.
"Berani kan, tidur sendiri
?" tanya Bagas.
"Memangnya kalau aku tidak
berani, siapa yang mau menemani?" nah, Kristin memancing nih.
"Waduh, mana ada yang berani
menemani ?"
"Memangnya aku hantu ?"
"Bukan kamunya yang
menakutkan, kalau ada setan lewat itu yang membuat tidak berani."
"Oh, kadang ada ya setan
lewat."
"Selalu ada lah, setiap
sa'at. Menggoda mereka yang imannya tidak kuat."
Kristin tersenyum manis sekali.
Ada pembicaraan menyenangkan sebelum tidur menjelang pagi itu. Semoga akan
terbawa dalam mimpinya nanti.
Bagas menatap senyum itu, lalu
membalasnya pula dengan senyuman.
"Selamat malam.." kata
Bagas.
"Selamat malam, tolong jangan
mimpikan aku," Kristin semakin berani.
"Memangnya mimpi harus bilang
dulu sebelum menghiasi tidur seseorang?"
"Takutnya dalam mimpi itu
juga akan ada setan lewat. Bukankah dia selalu ada?"
"Kalau hanya dalam mimpi
tidak apa-apa, kan namanya mimpi itu tidak sengaja?"
Kristin tersenyum lebar.
Bagas buru-buru menutupkan
pintunya sebelum setan benar-benar lewat.
***
Kristin tidak bisa segera tidur.
Dia membuka-buka ponselnya untuk melihat foto-foto dirinya pada acara
pernikahan tadi. Dia paling suka melihat fotonya ketika mendampingi pengantin
berdua bersama Bagas. Ia mendengar orang-orang berceletuk tentang mereka.
Benarkah seperti dua pasang dewa dewi dari kahyangan? Tak bosan-bosannya ia
menatap Bagas dengan balutan pakaian Jawa. Tampak lebih ganteng dan gagah.
Benarkah pantas bersanding dengan dirinya seperti celetukan-celetukan yang dia
dengar?
Dan masih didekapnya ponsel itu
didadanya sampai dia terlelap dalam mimpi.
"Kristin..."
Kristin terkejut mendengar
panggilan itu. Bagas berdiri didekatnya, lalu menarik tangannya keluar dari
kamar.
"Bagaaas, mau kemana kita
?"
"Kesuatu tempat yang indah..
"
Kristin terkejut ketika tiba-tiba
mereka berada ditepi laut, dimana sesekali terdengar deburan ombak yang
menghempaskan air kedaratan.
Tangan Bagas masih menggenggam
tangannya dengan erat. Mereka memandangi lautan luas yang menghampar, dan
menatap kecipak ikan warna warni diantara bebatuan yang menonjol.
Lalu mereka saling menatap dengan
getar-getar yang menggelora.
"Kristin... aku sangat
mencintai kamu.." bisik Bagas yang terdengar merdu ditelinga Kristin.
"Aku juga cinta sama kamu
Bagas.."
Lalu tiba-tiba Bagas memeluknya.
Sejenak mereka terlena, lalu tiba-tiba Kristin berteriak.
"Bagaas.. ada setan
lewaaat..."
Lalu Kristin mendorong Bagas
sampai Bagas jatuh terjengkang. Tapi karena Bagas memeluknya erat, tubuh
Kristinpun ikut terjatuh, dan mereka berguling guling dipasir.
"Bagaaas... " Kristin
berteriak, lalu tiba-tiba Kristin sadar. Rupanya dia sedang terbaring diatas
kasur, memeluk guling dan nyaris jatuh disisi tempat tidur yang lain.
Terengah Kristin mengingat
mimpinya.
"Hanya mimpi.. Ah.. ini
gara-gara kata Bagas tentang setan lewat itu.
Kristin kembali memejamkan
matanya, tapi dari jendela kamar hotelnya dia melihat cahaya pagi mulai
berpendar.
Kristin bangkit lalu melangkah
kearah jendela, dibukanya jendela itu, lalu dibiarkannya angin pagi berembus
menerbangkan anak rambutnya yang terurai.
"Temaram pagi yang nyaman,
aku jarang menikmatinya."
Celoteh nyaring burung-burung
kecil menghiasi suasana pagi itu. Lalu teringatlah olehnya mimpi itu, dan
kembali dadanya berdegup lebih keras.
"Bagas menyatakan cinta,
begitu merdu dan indah, tapi itu kan hanya mimpi."
Kristin menghela nafas, tapi
bibirnya menyunggingkan senyum.
"Mimpi indah..."
gumamnya, lalu membalikkan tubuhnya, melangkah kekamar mandi."
"Akankah mimpi menjadi
nyata?" Kristin masih bergumam ketika menutupkan kamar mandi.
***
Bu Suryo tersenyum senang melihat
foto-foto yang di tunjukkan Kristin di ponselnya.
"Anakku cantik sekali,"
"Kan mamanya juga cantik
?" kata Kristin sambil ikut melihat foto-foto itu lagi.
"Hm, sudah berani
bergandengan tangan sama Bagas ya?"
Kristin tersipu.
"Itu ketika mereka
mendorong-dorong aku sama Bagas, supaya mendjadi pendamping pengantin. Ya ampun
ma, aku kan malu sekali jadinya."
"Malu apa senang," goda
sang mama.
"Ih, mama nih... " kata
Kristin sambil mencubit lengan mamanya.
"Kalian menginap di hotel
semalam?"
"Iya, bapaknya Bagas
khawatir., Bagas sangat lelah, jadi diajaknya menginap dihotel dulu
semalam."
"Bertiga ?"
"Iya bertiga, tapi aku kamar
sendiri dong bu, masa sekamar sama om Darmono.. sama Bagas."
"Ya sudah kamu istirahat saja
dulu, tidak usah kekantor, kamu kayaknya kurang tidur begitu."
"Iya ma.. lewat tengah malam
baru keluar dari Sarangan. Padahal disana masih ramai ma, ada pagelaran wayang
kulit juga."
"Wah.. rame sekali
dong."
"Bukan rame lagi ma, heboh..
meriah.. baru kali ini Kristin melihat pesta semeriah itu."
"Kamu senang ?"
"Senang ma, jadi banyak
pengalaman."
"Bagus kalau kamu bisa
menikmatinya. Sekarang istirahat saja dulu, mau disini atau dirumah kamu
sendiri terserah."
"Disini saja ma..nanti sore
Kristin pulang."
***
Basuki dan Mery tak lama tinggal
dirumah pak lurah. Setelah mengucapkan terimakasih, mereka kembali ke Solo,
meninggalkan kenangan manis yang akan berkesan selamanya.
Sepekan kemudian Mery sudah
diboyong kerumahnya sendiri. Bersama bu Sumini pastinya.
"Ibu, ini kamar untuk ibu ya?
" kata Basuki ketika sudah sampai dirumahnya.
"Kamarnya bagus sekali.
Selama hidup ibu belum pernah tidur dirumah sebagus ini."
"Ini adalah rumah Mery, jadi
rumah ibu juga. Apa ibu suka ?"
"Tentu saja ibu suka. Ini
anugerah indah setelah ibu menemukan Mery. Syukurlah dia hidup layak, dan
sekarang mendapatkan suami yang sangat baik."
"Ibu kalau butuh apa-apa, ada
simbok yang akan melayani. Bilang saja mau apa, nanti simbok akan
menyiapkannya."
"Itu gampang nak, ibu tidak
suka dilayani. Aduh.. seperti nyonya besar saja."
"Bu, disini ibu memang
menjadi nyonya besar. Jangan salah bu."
"Ah.. ada-ada saja. Biarkan
ibu menjalani hari-hari ibu dengan cara ibu, tidak usah berlebihan, ibu jadi
sungkan."
"Masa sama anak sendiri kok
bisa sungkan ?"
"Ibu, ibu baju-baju ibu, biar
Mery nanti menatanya di almari itu," kata Mery yang sudah selesai menata
barangnya dikamarnya sendiri.
"Iya, atau biarkan saja
disitu nanti aku sendiri yang menata."
"Tidak bu, ibu harus
beristirahat sekarang. Ibu pasti lelah."
"Dan ibu jangan lupa, besok
harus kerumah sakit untuk kontrol. Ini sudah terlambat satu minggu lebih lho
bu," kata Basuki.
"Hm, rumah sakit lagi. Ibu
merasa baik-baik saja."
"Tidak bu, yang bisa
mengatakan baik-baik saja hanya dokter. Ibu harus menurut."
"Iya bu, kita harus yakin
akan kesehatan ibu. Besok kita ke dokter, sambung Mery.
"Tapi aku nggak mau lho kalau
disuruh kemo lagi."
"Tidak bu, tidak ada yang
akan memaksa kalau ibu tidak mau."
"Sungguh ?"
"Iya bu. "
Bu Sumini mengangguk senang,
seperti anak kecil diberi janji akan dibelikan mainan.
***
Hari itu Bagas menemui Basuki
dirumahnya.
"Mas, aku akan berangkat
besok."
"Oh iya, semua sudah aku
siapkan. Ada mobil untuk kamu, itu didepan," kata Basuki sambil
menunjukkan mobil baru barwarna merah.
"Itu mas? Warnanya sama
dengan mobilku, cuma lebih mahal yang itu, mobilku kan mobil jadul." kata
Bagas sambil tertawa.
"Iya, karena aku tahu bahwa
kamu suka mobil warna merah, lalu aku pilihkan yang merah. Baru kemarin
dikirim. Mobilmu itu juga bagus, cuma menurut aku biar saja ditinggal di Solo,
supaya kalau bapak mau pergi-pergi tidak usah memanggil taksi.."
"Aku ambil saja besok
sekalian berangkat."
"Tidak Gas, bawa saja
sekarang, mobilmu itu besok aku yang akan mengantarkan kerumah om
Darmono."
"Wah.. bapak pasti senang
kalau mobilnya ada dirumah."
"Memang kita kan harus menyenangkan
orang tua, ya kan Gas. Tapi apakah kamu tidak menawarkan bapak supaya ikut saja
ke Ungaran?"
"Mana bapak mau. Bapak lebih
suka tinggal dirumahnya sendiri."
"Kamu sudah bilang?"
"Sudah. Tapi aku janji akan
pulang seminggu sekali. Simbok pasti juga sedih kalau aku pergi."
"Iya ya, kamu sudah dirawat
sejak bayi kan?"
"Iya mas."
"Kamu juga sudah pamit sama
Kristin?"
"Ah, dia kan sudah tahu kalau
aku mau pergi."
"Tapi kan ada baiknya ada
kata perpisahan. Nanti kalau kangen bagaimana ?"
"Ini ada apa.. semua-semua
kok ngeledek aku terus. Padahal aku sama Kristin tidak ada apa-apa lho."
"Jangan membohongi diri kamu
sendiri Gas, jadi laki-laki itu harus tegas. Kalau kamu memang suka ya bilang
suka, kalau cinta ya bilang cinta."
Bagas tertawa ngakak.
"Ini ada apa, kok ramai
sekali," kata Mery yang tiba-tiba muncul.
"Ini lho Mer, Bagas bilang,
katanya sama Kristin tidak ada apa-apa."
" Bagas itu yang terlalu
sombong. Kristin sudah lama suka sama dia."
"Dan Bagas juga suka lho Mer,
apa kamu lupa, pas dia menjadi pendamping kita, dia itu menatap Kristin
terus."
"Wah, mas Basuki ini seperti
bapak."
"Itu karena bapak sudah
pengin punya menantu Gas," timpal Mery.
"Ah, entahlah, biarkan aku
bekerja dulu, kalau memang jodoh ya mau bagaimana lagi."
"Tuh kan, sekarang
kata-katanya sudah agak condong ke "pengakuan', bahwa dia sebenarnya juga
berharap begitu.
"Ya sudah, ya sudah.. aku
kalah dong, habisnya dikeroyok dua."
"Itu benar nak, ibu juga
setuju, menurut ibu memang cocok nak Bagas sama mbak Kristin," tiba-tiba
bu Sumini muncul sambil membawa nampan berisi minuman.
"Tuh, sekarang jadi tiga yang
mengeroyok Bagas kan?"
"Kok ibu yang membawa
minuman? Simbok mana?"
"Tadi mau dibawa simbok, tapi
aku minta, soalnya ingin tau, kok didepan rame ada apa, eeh .. ternyata ada nak
Bagas."
***
Pagi hari itu simbok membawakan
kopor Bagas dengan mata ber-kaca-kaca.
"mBok, mengapa simbok
menangis? Aku kan hanya berangkat bekerja?"
"Berangkat bekerja bagaimana?
Biasanya juga berangkat bekerja, tapi kan sorenya sudah pulang, lalu dipijitin
sama simbok, lalu makan malam masakan simbok. Lalu kalau nakal simbok cubitin
pantat mas Bagas. Sekarang siapa yang akan makan masakan simbok?"
"Simbok itu gimana, kan ada
bapak?"
"Cuma bapak, makannya
sedikit."
"Dengar mbok, nanti Bagas
akan pulang setiap hari Sabtu, lalu menghabiskan masakan simbok."
"mBok, Bagas itu bekerja
lebih giat, karena sudah pengin punya isteri," timpal pak Darmono.
Mendengar itu simbok lalu mengusap
air matanya, menatap Bagas dengan wajah cerah.
"Benar mas ? Mas Bagas sudah
mau menikah ?"
"Bapak ini ada-ada
saja."
"Bukankah suatu hari nanti
kamu juga akan punya isteri?"
"Ya sudah mas, bekerja yang
rajin, kumpulkan uang banyak untuk mencari isteri."
"Iya mbok, do'akan ya."
"Tapi sungguh ya, pulang
setiap hari Sabtu."
"Bagas janji mbok, "
kata Bagas sambil memeluk simbok erat-erat.
Dipeluk momongannya tangis simbok
pecah kembali.
"mBok, sudahlah, kalau kamu
menangis terus, momonganmu jadi tidak tenang bekerja. Dengar, nanti kalau
mobilnya mas Bagas sudah diantar kemari, kita jalan-jalan ke Ungaran, melihat
rumah dan kantor Bagas.
"Sungguh ? Benarkah ,
bapak?"
"Iya benar, aku juga ingin
melihat seperti apa kantor Bagas disana."
"Bagus pak, tapi agak besar,
sebenarnya itu terlalu besar buat Bagas."
"Ya nanti kalau kamu sudah
punya isteri, kan tidak merasa tinggal dirumah besar, apalagi kalau sudah punya
anak."
Bagas tersenyum, lalu memeluk
bapaknya juga, dan mencium tangannya.
"Bagas mohon pamit ya pak,
dan mohon do'a restu bapak."
"Iya Bagas, semoga kamu
sukses dalam berkarya, sehingga tidak mengecewakan Basuki, dan jangan lupa,
bapak ingin segera menimang cucu."
Bagas tertawa.
Simbok sudah memasukkan kopor ke
bagasi.
"Mobilnya mas Bagas baru,
bagus banget," kata simbok.
"Iya mbok, mobil dari
perusahaan. Besok kalau Bagas pulang, simbok akan aku ajak jalan-jalan dengan
mobil ini."
"Iya mas, jangan lupa ya,
sering pulang."
"Iya mbok, awas ya, jangan
menangis lagi," kata Bagas sambil bersiap masuk kedalam mobil. Tapi
tiba-tiba terdengar klakson berbunyi, lalu sebuah mobil masuk kehalaman.
Bagas urung membuka mobilnya.
***
besok lagi ya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar