*CINTAKU ADA DIANTARA MEGA 17*
Simbok
menarik tangan Bagas yang sudah membalikkan badan. Ia tak bisa menerima ucapan
Bagas yang sangat tajam.
"Mas,
apa maksud mas Bagas? Mas Bagas ingin simbok meracuni seseorang?"
"mBook,
lepaskaan !" kata Bagas sengit.
"Lho..
lho... mas Bagas ini kenapa sih, kok tiba-tiba seperti orang kesetanan begitu
?"
"Lepaskan
mboook.."
"Nggak
mau, jawab dulu simbok, ada apa? Marah sama siapa? Kok pakai ingin meracuni
orang segala. Dosa tahu!"
"Huuuhuuu...
simbok nakal..." Bagas pura-pura mewek..
"Jelek..
jahat.. simbok nggak mau !!" kata simbok sambil mencubit pantat Bagas
berkali-kali..
"Aaauuw...
ampuun.. sakiit..."
"Biarin,
biar kapok..!!"
"Ada
apa teriak-teriak begitu?" tiba-tiba pak Darmono sudah ada diantara
mereka.
"Eh..
bapak.. ini, mas Bagas nakal, simbok cubitin pantatnya," kata simbok lalu
mengambil cangkir diletakkan dimeja.
"Mau
apa kamu itu mbok?"
"Katanya
suruh buatkan minum.. ada tamu kan pak?"
"Tamunya
sudah pulang. Kamu kelamaan.." omel pak Darmono.
"Oh,
ya ampun.. ma'af pak, tadi simbok ketiduran, baru mau membuat minum."
"Lalu
mengapa Bagas berteriak-teriak?"
"Itu,
simbok cubitin, so'alnya mau meracun orang."
"Apa?"
pak Darmono terkejut.
"Bercanda
pak... simbok tuh..bisa-bisanya.."
"Sini
kamu !!" kata pak Darmono tegas, sambil menarik tangan Bagas, dibawanya
kekamar.
"Kamu
marah sama Basuki?"
"Tidak
pak."
"Kamu
bilang mau meracun dia?"
"Ah,
cuma bercanda pak, masa iya itu sungguhan. Apa kita punya racun?"
"Tapi
kata-kata kamu itu kan ungkapan dari rasa tidak suka kamu pada Basuki?"
"Bapak
nih, bercanda.. nggak sungguhan.. Kok bapak marahnya sungguhan, kaya simbok
saja."
"Kamu
harus bisa mengalahkan rasa cinta kamu sama Mery."
Bagas
terdiam, menatap bapaknya lekat-lekat.
"Tadi
sekilas Basuki bilang, bahwa Mery sudah menjadi kekasihnya sejak duapuluhan
tahun lalu. Mereka bergaul bebas, tidak mengenal batas," lanjut pak
Darmono bersungguh-sungguh.
"Apa?"
mata Bagas terbelalak.
"Sekarang
mereka sadar, sudah menjadi orang baik-baik, dan ingin menjalin kehidupan yang
normal, berusaha menjadi manusia yang santun dan berharap akan hidup bahagia.
Mari kita dukung niat mulia itu."
Bagas
tercenung ditempatnya. Ia ingat kata-kata Mery.
"Bagas,
nanti kamu akan kecewa."
Jadi itu
sebabnya ? Bagas termenung beberapa sa'at lamanya. Tak mengira bahwa Mery bukan
gadis yang benar-benar gadis. Lama Bagas terdiam, lalu menghela nafas panjang.
Kemudian ia sadar, dan harus merasa bersyukur, bahwa Mery telah melabuhkan
cintanya dipantai yang diimpikannya, bersama laki-laki yang memang seharusnya
memilikinya.
"Sekarang
kamu mengerti Bagas? Bisa menerima semua ini ?"
Bagas
mengangguk. Kebaikan dan kelembutan hati Mery membuatnya terbuai, memimpikan
sebuah kehidupan yang akan dirintisnya bersama. Tapi Bagas keliru. Ia tak ingin
merendahkan Mery, ia justru bersyukur Mery telah menjadi wanita yang
benar-benar wanita, dan telah menemukan cintanya.
"Baiklah
bapak, Bagas mengerti. Barangkali mas Basuki memang laki-laki yang tepat untuk
dia. Mas Basuki benar-benar menjadi miliknya, bukan hanya sebagai pemuas
nafsunya seperti tahun-tahun yang dilewatinya. Semoga mereka bahagia."
Pak
Darmono menepuk-nepuk pundak Bagas, dan merasa lega.
"Dengar
Bagas, tadi sekilas Basuki juga bilang bahwa kamu akan diminta untuk
memegang perusahaannya yang di Ungaran, karena dia akan menetap di Solo."
"Benarkah
?"
"Tapi
kamu boleh memikirkannya."
"Bukannya
bapak bilang kalau aku keluar, bapak merasa sungkan sama pak Suryo?"
"Tadinya,
ya.. tapi karena ada kepentingan-kepentingan yang tampaknya kamu tidak suka, ya
sekarang mau bagaimana lagi. Terserah kamu saja."
"Baiklah
pak, nanti akan Bagas fikirkan."
***
"Dari
mana Bas? dari rumah saja ?" tanya Mery ketika dia datang diwarung
Mery siang itu.
"Dari
jalan-jalan sama om Darmono. Semalam aku sudah kerumahnya, dan membicarakan
rencana pernikahan kita."
"Oh,
ketemu Bagas juga?"
"Ketemu,
aku juga sudah bilang sama om Darmono bahwa nanti Bagas akan aku minta agar
mewakili aku memegang usahaku yang di Ungaran. Belum detail sih, nanti setelah
pernikahan kita bicarakan lagi. Tapi kalau Bagas mau secepatnya, aku malah
senang."
"Bagas
mau ?"
"Belum
bilang begitu, aku baru ngomong sama om Darmono."
"Kemana
saja tadi?"
"Putar-putar
kita, makan bubur tumpang di Pasar Legi."
"Hm,
berarti nggak lapar nih."
"Belum,
kalau lapar aku bilang."
"Baiklah."
"Mery,
tiba-tiba aku punya pikiran yang mungkin kamu tidak memikirkannya. Entah kamu
akan setuju atau tidak." lanjut Basuki.
"Apa
tuh ?"
"Bagaimana
kalau kita menikah didesa saja?"
"Didesa?
Desa mana?"
"Daerah
Sarangan lah, yang orang-orangnya kamu banyak kenal?"
"Wouww...
ide bagus Bas. Bagaimana tiba-tiba kamu punya pikiran sedemikian
menariknya?"
"Setelah
ada gangguan beberapa hari terakhir ini .. aku merasa bahwa mereka tak akan
berhenti. Ia akan terus mengejar aku."
"Hm, orang ganteng, banyak harta, iyalah
banyak yang akan mengejarnya. Terutama mantan-mantan kamu itu, " kata Mery
bersungut-sungut.
"Lho, kok malah jadi sinis begitu? Ini
kan bukan salah aku?"
"Salah kamu, mengapa sudah tua juga
masih ganteng.. "
Basuki terbahak.
"Hm,
senengnya.. dipuji ganteng.."
"Iya lah, aku memang ganteng. Kalau
enggak mana mau kamu sama aku? Pasti kamu lebih memilih Bagas yang masih
belia."
"Yaaah, kok membalasnya begitu sih?
Bagas itu bukan apa-apa."
"Tapi kan dia juga suka sama kamu."
"Ini
mau ngomongin serius kok jadi malah cari bahan pertengkaran sih?"
"Habis, kamu yang mulai. Oke, diulang
ya.. jadi karena aku khawatir ada gangguan-gangguan dari perempuan-perempuan
itu, maka aku memilih menikah disana. Aku mau minta tolong mas Timan agar
bicara sama pak lurah. Yang penting kamu setuju. Ya kan?"
"Aku
setuju banget, disana kalau ada pengantin suasananya heboh !! Aku pernah
melihatnya ketika Sri mengajakku."
"Baiklah, nanti aku ngomong sama mas
Timan."
"Baiklah, jangan lupa kalau kamu ada
waktu antarkan aku ke panti asuhan itu. Masihkah ibu Umi ada disana? Ketika itu
beliau sudah setengah tua."
"Ada waktulah, pasti.. nanti dalam
sehari dua hari ini kita kesana. Mungkin dia juga masih ingat aku, karena
ketika akan membawa kamu, aku bertemu juga sama bu Umi."
***
"Apa benar pak, Basuki akan menikah sama
mbak Mery ?" tanya Darmin pada suatu sore.
"Iya, pak lurah tadi yang mengatakannya.
Dan pak lurah bilang, mungkin pernikahan itu akan diadakan disini." jawab
mbah Kliwon.
"Benarkah ? Mengapa orang sekaya Basuki
lebih suka menikah didesa?"
"Barangkali sudah bosan sama kemewahan
yang ada dikota."
"Wah,
kira-kira nanti pasti akan ramai disini ya pak.. akan ada tayuban nggak
ya?"
"Kamu itu mikirnya hanya tayuban saja.
Jangan-jangan nanti kamu juga pengin mabuk-mabukan Min?"
"Ya
enggak lah pak. Darmin kan sudah sembuh, sudah jadi orang baik, dan bersyukur
anak satu-satunya sudah hidup bahagia, serta memberi saya cucu. Saya sudah tak
ingin apa-apa lagi pak."
"Syukurlah. Tapi benar, ternyata aku ini
juga sudah aki-aki banget ya Min, sudah punya cicit."
"Bapak
seneng kan, beberapa hari yang lalu bisa ketemu Tiwi. Pasti sekarang sudah
lebih pintar. Masih cedal kah dia?"
"Masih, umurnya kan baru dua tahun,
lumrah kalau belum bisa ngomong jelas. Tapi dia lucu sekali, dan biarpun sama
aku jarang ketemu, tapi aku gendong dia mau saja."
"Iya
lah, kan baunya bapak sudah kelihatan kalau bukan orang lain."
"Benar, bau asem .."
"Besok Minggu aku mau main kesana, bapak
jagain rumah ya?"
"Kamu mau ke Solo? Sama siapa?"
"Ya sendiri lah pak, seperti anak kecil
saja harus ada temannya."
"Ya
sudah, nanti aku siapkan oleh-oleh buat anakmu. Jagung muda baru panen Minggu
ini, pasti nak Timan suka. Dan kalau bisa suruh ngabari juga Lastri, biar
kebagian jagungnya juga."
"Iya pak, besok kalau sudah harinya
saja, kalau disiapkan sekarang jadi kurang enak."
"Iya beres, aku sudah tau."
"Kalau buat Tiwi oleh-oleh apa ya. Oh
ya, pisang raja yang kemarin itu, sudah suluh lho pak, nanti aku juga
bisa bawa."
"Kamu
sendirian naik kendaraan umum. Bagaimana bisa membawa setundun pisang, sekarung
jagung..?"
"Bisa pak, orang desa kan biasa
memanggul barang seberat apapun, pokoknya jangan khawatir, aku pasti
bisa."
"Jadi
pengin ikut.."
"Lhaaa... bapak ..." Darmin
tertawa.
"Tapi kalau aku ikut, siapa yang mau
ngurusin disini?"
"Nanti bilang sama pak lurah, barangkali
ada yang bisa disuruh menggantikan sebentar."
"Iya nanti kalau ketemu pak lurah aku
bilang."
***
"Jadi itu benar mas, pernikahan mbak
Mery akan digelar disini ?" tanya Marni kepada suaminya.
"Tadi mas Timan baru menelpon, ada
kemungkinan nggak kalau pernikahan mbak Mery sama Basuki digelar disini."
jawab pak lurah Mardi.
"Bisa kan mas? Itu menyenangkan
sekali."
"Bisa, kalau mau nanti diadakan dirumah
kita, atau di balai desa."
"Waah, pasti rame. Tapi kan harusnya mas
Basuki kemari sendiri untuk bicara ya mas, tidak hanya berpesan melalui mas
Timan."
"Nanti
mereka akan datang kemari untuk bicara."
"Syukurlah. Kapan? Masih lama kah?"
"Tampaknya akan secepatnya.. mas Timan
bilang.. segera."
"Selamat
sore, pak lurah."
Pak lurah menoleh kearah pintu, dilihatnya
mbah Kliwon berdiri sambil tersenyum.
"Oh, mbah Kliwon, masuk mbah..
masuk.." sapa pak lurah ramah.
"Apa saya mengganggu ?"
"Tidak, tidak... kami baru santai mbah,
duduklah."
Bu
lurah segera beranjak kebelakang untuk membuatkan minum.
"Ada yang penting mbah?"
"Tidak terlalu penting. Begini, besok
Minggu, saya sama Darmin mau ke Solo."
"Oh, mau ke Solo ?"
"Iya, kangen sama cucu.."
"Ya, baiklah, tidak apa-apa, biar nanti
saya suruhan orang untuk mengurus semuanya."
"Terimakasih pak lurah."
"Mau
naik apa mbah?"
"Naik apa lagi pak, ya kendaraan
umum."
"Mas, bagaimana kalau sekalian kita
bicara sama mas Timan tentang rencana pernikahan itu?" kata Marni sambil
meletakkan segelas wedang jahe untuk mbah Kliwon.
"Maksudmu, kita juga ke Solo?"
"Iya,
sekalian jalan-jalan juga mas. Jarot pasti senang."
"Oh, ya bagus kalau begitu. mBah, nanti
mbah Kliwon tidak usah naik kendaraan umum, bareng sama kita saja."
"Oh, begitu ya?"
"Iya
mbah, so'alnya kita juga mau omong-omong sama mas Timan, dan kalau mungkin sama
mas Bayu juga, tentang rencana pernikahan mbak Mery sama Basuki."
"Wah, kalau begitu ya alhamdulillah pak
lurah. Terimakasih bisa nebeng di mobiluya pak lurah, soalnya kami juga mau
membawa jagung muda dan pisang raja."
"Wah,
pasti Sri senang. Ayo mbah, diminum wedangnya. Saya tahu mbah Kliwon suka
wedang jahe, jadi saya buatkan."
"Bu lurah repot-repot, terimakasih
banyak."
***
"Mas, dengar mas, besok Minggu kita akan
kerumah mas Timan. Kita akan bicara tentang rencana mbak Mery menikah."
"Iya, aku sudah tau, mas Timan sudah
menelpon aku. "
"Senengnya ya mas, nanti kita akan
rame-rame didesa. Desaku mas... betapa menyenangkan.. aku gembira."
"Iya kelihatan kalau kamu gembira. Kalau
tidak sungkan sama aku pasti kamu sudah menari-nari. Ya kan?" kata Bayu
sambil tertawa.
"Iiih...
mas Bayu... masa aku menari-nari.."
"Kita memang sudah lama tidak kesana ya
Tri."
"Iya mas, mas Bayu sih.. sibuk terus.
Luangkan waktu buat jalan-jalan dong."
" Iya, nanti akan tiba sa'atnya kita
jalan-jalan bersama. Ayu pasti juga suka."
"Nanti dirumah mas Timan ada Tiwi, Ayu
suka sekali sama Tiwi."
"Berarti dia pengin adik, mengapa ya Ayu
belum juga punya adik?"
"Ayu masih kecil, baru empat tahun
kurang, nanti saja punya adiknya, kalau Ayu sudah sekolah."
"Mengapa
nunggu sampai Ayu sekolah?"
"Kalau sudah sekolah kan tidak begitu
rewel. Lalu bisa berbagi sama adiknya."
"Paling tahun depan dia bisa
sekolah."
"Bayu, ada telpon nih..." kata bu
Marsudi sambil keluar dan mengulurkan ponsel Bayu.
"Terimakasih bu. Ooh, dari pak lurah
?"
"Hallo
pak lurah," sapa Bayu.
"Mas Bayu lagi santai nih ?"
"Iya mas, ada apakah?"
"Ini, barusan mas Timan telpon, besok
Minggu kita akan kumpul-kumpul dirumah mas Timan."
"Oh, iya, mas Timan juga sudah menelpon
pak. Siap, seneng sekali bisa ketemuan."
"Ya sudah kalau sudah tau. Semoga
benar-benar akan ada perayaan didesa."
"Iya pak lurah, Lastri juga sudah senang
bukan main."
"Baiklah, sampai ketemu ya mas."
***
Mery dan Basuki sedang dalam perjalanan ke
Panti Asuhan dimana dulu Mery dibesarkan. Mery tampak gembira. Bertahun-tahun
tak pernah mengunjungi Panti itu.
"Mery,
apakah nanti pihak Panti tetap belum bisa memberi tahu tentang orang tua kamu
ya?"
"Entahlah mas, tapi kan sejak awal aku
ini diketemukan ditepi jalan tanpa ada yang tau siapa orang tuaku."
"Ditepi jalan ?"
"Iya,
jalan didepan Panti itu. Sungguh kejam orang tuaku ya Bas," kata Mery
sendu.
"Tidak, jangan dulu menuduh begitu. Ada
banyak alasan mengapa seorang ibu tega meninggalkan anaknya. Mungkin dia tidak
mampu.."
"Mungkin
aku ini anak haram.." kata Mery sambil berlinang air mata.
"Mery, siapapun adanya kamu, dan dari
manapun asalmu, bahkan haram atau tidak, nyatanya kamu tumbuh menjadi seorang
wanita yang cerdas dan menawan. Jangan sekali-sekali menyesali masa lalu kamu,
atau dari mana kamu dilahirkan."
Mery
mengangguk. Ia bahagia berada disamping Basuki, yang mencintai dan menjaganya
dengan sepenuh hati.
"Eh,
sebentar Bas.. berhenti dulu," tiba-tiba Mery berteriak.
Basuki menghentikan mobilnya.
"Ada apa sih ?"
"Ada yang jual gorengan disana, aku
ingin sekali."
"Oh, ya ampuun, aku sampai terkejut,
ternyata pengin beli gorengan," omel Basuki sambil mengundurkan mobilnya.
Begitu
tiba didepan penjual gorengan itu, Mery segera turun.
Basuki menatap penjual gorengan itu, dan
tiba-tiba merasa pernah mengenalnya.
"Bu
Sumini ?"
***
besok lagi ya
*CINTAKU ADA DIANTARA MEGA 18*
"Bu, saya minta gorengannya ya.."
kata Mery kepada penjual gorengan.
"Oh, iya mbak.. mau yang mana? Ini
pisang, ketela, gatot, tape.."
"Semua saja ya bu.. duapuluh ribu..
"
"Baiklah..."
"Saya
senang, jualan ibu bersih, pakai rak kecil dengan kaca.. jadi tidak kotor oleh
debu."
"Iya mbak, pada suatu hari mendapat
rejeki, lalu saya belikan kotak ini, untuk jualan.."
"Oh, bagus bu..."
"Bu
Sumini ?" tiba-tiba Basuki mendekat.
Ibu penjual gorengan itu menatap Basuki,
seperti mengingat-ingat.
"Kamu kenal Bas?"
"Iya.. ini ibu yang aku pernah cerita ke
kamu.. sakit ditepi jalan lalu aku bawa ke rumah sakit."
"Oh,
ya Tuhan... mas... iya saya ingat...aduuh.. saya berhutang nyawa sama mas.
Sungguh mulia hatinya.. Saya dibawa kerumah sakit, dibelikan baju-baju, lalu
diberi uang sisa pembayaran rumah sakit.. Ya ini mas, bisa saya gunakan untuk
modal jualan.. ini karena mas.." kata bu Sumini dengan mata berkaca-kaca.
"Oh..
ini.. ibu Sumini?"
"Bagus bu, uang ibu bisa berputar.. dan
ini bagus.. dagangan tampak bersih dan menarik," kata Basuki.
"Iya mas, semua ini berkat mas yang
hatinya mulia..."
"Ah,
biasa saja bu, yang penting ibu berdagang dengan baik, laku baik, dan semoga
kehidupan ibu juga menjadi lebih baik.."
"Aamiin, terimakasih mas."
Bu
Sumini menyerahkan bungkusan kepada Mery. Namun ketika Mery membayarnya, bu
Sumini menolak.
"Tidak usah mbak, ini untuk mbak, tidak
usah bayar."
"Jangan bu, nanti ibu untungnya dimana.
Nggak apa-apa, terima saja, dan nggak usah ada kembalian. Untuk ibu saja."
"Tt..tapi.."
"Terimakasih
ya bu.." kata Mery sambil menarik Basuki pergi, khawatir kalau bu
Sumini mengembalikan uangnya."
"Walah nak.. bertubi-tubi memberi saya
uang untuk modal, lalu membeli dengan bayaran yang berlebih. Terimakasih nak..
terimakasih Tuhan.."
Bu
Sumini menatap keduanya sampai mobil itu berlalu. Kemudian Bu Sumini mengusap
air matanya
***
Didalam melanjutkan perjalanan itu Mery masih
membayangkan wajah penjual gorengan itu. Wajahnya bersih, pasti dulu waktu
mudanya dia cantik. Mery suka, barang dagangannya juga tertata
bersih.
"Senang
ngelihatnya ya Bas, penjual gorengan itu sangat memperhatikan kebersihan.
Dengan begitu pasti akan banyak pelanggannya."
"Benar, banyak yang kurang memperhatikan
kebersihan, dagangannya digelar begitu saja, bahkan tanpa penutup, sementara
dipinggir jalan kan debu berhamburan, pasti ada penyakit ikut terbang bersama
debu-debu itu.".
"Bagaimana
tiba-tiba kamu tertarik pada seorang ibu yang kemudian kamu bawa kerumah sakit
Bas?"
"Aku melihatnya berjalan sempoyongan,
lalu merasa kasihan, kemudian menghentikan mobilku. Ketika aku ingin memberinya
sejumlah uang, tiba-tiba dia terjatuh .. pingsan.. ya masa aku mendiamkannya
saja? Lalu aku bawa dia kerumah sakit, dan setelah mengetahui keadaannya
baik-baik saja baru aku melanjutkan perjalanan. "
"Kamu
membayari semua biayanya?"
"Aku tinggalkan sejumlah uang kepada
pihak rumah sakit, aku bilang kepada petugas bahwa kalau uang itu sisa, aku
suruh memberikannya pada bu Sumini. Dan aku senang, dia mempergunakannya untuk
berdagang."
"Oh,
syukurlah. Dan beruntungnya dia, karena ketemu dengan seorang laki-laki yang berbudi
mulia seperti dirimu."
"Ehem... terlalu memuji, menurutku itu
adalah dorongan dari hati nuraniku. Nggak tau mengapa, aku sekarang gampang
merasa iba ketika melihat orang susah."
"Iya, itu kamu yang sekarang Bas, aku
bahagia menemukan laki-laki sepertimu."
Basuki tersenyum, lalu mencubit lengan Mery
dengan mesra.
"Semoga
apa yang aku lakukan sekarang ini bisa menebus semua dosa yang pernah aku
lakukan."
"Aamiin... aku juga bukan orang bersih, aku ingin menebusnya dengan banyak
melakukan kebaikan. Ajari aku ya Bas."
"Kita akan menjalaninya bersama-sama
Mery."
"Oh ya, ini gorengannya masih panas Bas,
aku mau nyomot satu ah.. pisang gorengnya harum banget. Maukah?"
"Mau dong, suapin...." kata
Basuki..
Mery
membuka bungkusan, mengambil tissue kemudian menyuapkan pisang goreng kemulut
Basuki.
"Hm-emh.. enak, ini pisang raja
ya?"
"Iya, pisang raja yang sudah tua..
"
"Besok
kalau kita lewat disitu beli lagi saja, buat oleh-oleh anak buah kamu."
"Besok ? Apa kita mau menginap?"
"Kalau kemalaman kita harus menginap.
Aku mau langsung ke Ungaran. Kamu takut ?" kata Basuki sambil
melirik kearah Mery.
Mery tersenyum.
"Tapi
aku kan nggak membawa ganti?"
"Nanti beli dijalan, apa susahnya sih.
Masih takut ya kalau aku berbuat yang aneh-aneh?"
"Tidak, aku percaya sama kamu.. Awas
saja kalau berani macam-macam.."
"Hiiih... ancamannya..."
"Tidak menakutkan ya?"
Lalu keduanya tertawa terbahak-bahak.
Mereka
sudah sampai dipanti. Ibu Umi sudah tampak tua, tapi masih mengingat mereka.
Ibu Umi heran mendengar mereka baru akan menikah.
"Duapuluhan
tahun mas Basuki meminta Mery, baru sekarang mau menikah ?"
Basuki tertunduk diam. Ia ingin mengatakan
sesuatu, tapi Mery sudah menjawabnya.
"Dulu belum ada kecocokan bu, baru sekarang
berfikir untuk menikah."
"Apa kami sudah tampak tua bu?"
sambung Basuki.
Ibu Umi tersenyum, menatap dengan tatapan
teduh.
"Tidak
juga. Tapi ibu senang kalian akan menikah. Semoga kalian akan bahagia."
"Aamiin." jawab keduanya.
"Ibu, apakah ibu belum mendapat
informasi mengenai orang tua saya?"
Ibu Umi menghela nafas, ada rasa sesal
tersirat dimatanya.
"Sayang
sekali belum Mery, ma'af kalau ibu terpaksa mengatakannya. Dulu kamu
ditinggalkan didepan panti, ketika umur kamu kira-kira sebulan. Tak ada nama yang
ditinggalkan, kecuali baju yang melekat dan sebuah sepatu songket berwarna
merah," ibu Umi beranjak kebelakang.
Agak
lama Basuki dan Mery menunggu, lalu ketika keluar ia membawa sebuah bungkusan,
berisi baju bayi dan kaos kaki songket yang hanya sebiji, bukan sepasang.
Gemetar
Mery membuka baju bayi itu. Baju yang dikenakannya sa'at ibunya meninggalkannya
didepan panti. Setitik air matanya menetes. Basuki meraih pundaknya untuk
menenangkannya.
"Ma'af. Ibu baru kali ini mengatakannya,
karena waktu itu kamu masih terlalu muda. Kecuali itu tak ada tanda-tanda
apapun dibaju itu, apalagi nama atau alamat."
"Iya
ibu, kami bisa mengerti. Bolehkah saya bawa baju dan kaos kaki ini?"
"Iya nak, silahkan saja. Semoga ada
jalan untuk mempertemukan kamu dengan orang tua kamu."
"Aamiin, terimakasih ibu."
Mereka
meninggalkan Panti setelah Basuki memberikan sejumlah uang untuk Panti
itu dan berjanji akan sering membantu.
***
Basuki membawa Mery ke Ungaran, kerumah yang
disampingnya adalah kantornya. Mery tidak heran melihat rumah mewah itu.
Basuki selalu membuat rumah yang bagus, sekecil apapun rumah itu. Seperti
rumahnya yang di Solo, biar kecil tapi terkesan mewah.
"Kamu
belum pernah kemari ya?"
Mery menggeleng. Dulu ia tahu setiap rumah
Basuki, dimana Basuki biasa berpindah-pindah. Tapi rumah yang di Ungaran ini
dia belum pernah melihatnya.
"Kamu
membeli rumah baru lagi di Ungaran?"
"Kamu kira aku masih tinggal dirumah
lama? Semua rumahku dulu sudah aku jual. Rumah yang memberikan kenangan buruk,
dan penuh dengan gelimang dosaku."
Mery mengangguk mengerti.
"Ayo
masuklah, disini hanya ada Karso, yang bertugas membersihkan rumah dan
kantor."
"Siapa yang memasak kalau kamu pulang
kemari ?"
"Tidak ada. Aku bisa beli masakan. Karso
hanya memasak untuk dirinya sendiri. Mana bisa dia masak seperti
masakanmu?"
"Kebanyakan laki-laki tak pintar
memasak."
"Ayo masuklah."
Ketika
masuk dilihatnya Karso menyambut dengan sangat hormat. Ia sudah lama ikut
Basuki, sebelum Basuki masuk penjara. Dulu dia sering mengeluh, bahkan
mengumpat Basuki dalam hati, karena Basuki sangat kasar dan suka memaki. Tapi
sekarang Basuki jauh berbeda. Dia sangat sabar dan sangat baik. Tak pernah
sekalipun marah atau mencela. Dan sikap itu membuatnya sangat menghormatinya.
Bukan hanya dirinya, beberapa karyawan sangat patuh kepada Basuki, bukan karena
bentakan Basuki, tapi karena Basuki juga sangat menghargai mereka.
"Tuan
mau menginap disini ?"
"Iya, sediakan dua kamar tidur untuk
kami."
Karso
sedikit heran. mengapa tidak satu kamar saja. Tapi dia kemudian beranjak
kebelakang. Ada dua kamar besar dirumah itu. Dan Karso membersihkan semuanya.
Mengganti seprei dan sarung bantal, dan membuka semua jendela.
"Kamu
memilih kamar yang mana? Dua kamar ini tak jauh berbeda." kata Basuki
setelah Karso selesai akan tugasnya.
Mery mengikuti masuk ke salah satu kamar,
lalu melihat kamar yang satunya lagi.
"Aku
bisa yang mana saja. Yang penting aman."
Basuki tersenyum nakal.
"Nanti
kamu boleh mengunci kamar dari dalam, terus taruh meja atau sofa besar itu
didepan pintu, supaya nggak ada yang bisa masuk," kata Basuki sambil
tertawa.
"Iya, pasti aku lakukan itu," kata
Mery sambil tersenyum.
"Kalau
kamu tidak kuat mengangkat mejanya, atau sofanya, kamu bisa minta tolong aku,
nanti aku bantu mengangkatnya dan meletakkannya didepan pintu. Berat lho
itu."
Mery tertawa keras.
"Berarti
kamu didalam dong kalau bantuin menutup pintu dari dalam?"
"Oh iya.. iya.." lalu keduanya
tertawa lucu.
"Sudah pergi sana, bolehkah aku
mandi?" kata Mery kemudian.
"Boleh, mandi saja. Hei, bawa pakaianmu
ini kedalam juga, jangan sampai kamu keluar dari kamar mandi baru mencari baju
ganti. Aku bisa ketakutan nanti."
"Iih.. bercandanya ngawur !!" kata
Mery lalu menutup puntu kamar, sementara Basuki hanya tertawa.
Basuki
berjalan kearah depan, dilihatnya Karso sudah menyiapkan dua botol minuman
dingin, dan menata gorengan yang tadi mereka beli disebuah piring.
Basuki
Baru mencomot pisang gorengnya, ketika tiba-tiba Susan muncul dari pintu masuk.
Basuki melotot marah.
"Basuki,
aku tau kemarin kamu pura-pura marah karena ada Mery. Aku tidak percaya semua
itu," kata Susan sambil merentangkan tangannya, siap memeluk Basuki.
Dengan marah Basuki menghindar, sehingga
tubuh Susan terhuyung kedepan, lalu terjatuh didekat sofa.
"Bas..
apa yang terjadi?"
"Kamu masih tidak percaya kalau aku
tidak menginginkan kedatangan kamu?"
Susan
bangkit dengan susah payah.
"Basuki, kamu bersungguh-sungguh ?"
"Enyahlah dari hadapanku! Sekarang, dan
jangan sekali-sekali menginjakkan kaki kamu dirumahku lagi."
"Bas, ini beneran?"
Basuki
berteriak.
"Karsooo!!
Karso
datang dengan tergopoh-gopoh.
"Seret perempuan itu keluar dari tempat
ini. " hardik Basuki sambil menuding kearah Susan.
"Basuki.."
"Ayo.. keluar saja mbak.. tuan Basuki
tidak suka kamu datang kemari.. ayo keluar !"
Dengan
tangan kokohnya Karso menarik tubuh Susan yang diseretnya keluar.
"Lepaskan! Hiih, jijik aku.. kamu sentuh
lenganku dengan tangan hitammu! Biar aku keluar sendiri !!
"Jangan pernah menginjakkan kaki kamu
lagi ditempat ini !! Camkan itu !!" hardik Basuki.
Ketika
Susan sudah pergi, Karso segera menggembok gerbang.
"Bagaimana perempuan-perempuan itu bisa
tau rumah ini So? Beberapa hari yang lalu yang mengaku bernama Evi, hari ini
Susan."
"Bebepara
hari yang lalu ada yang bertanya ke kantor tuan. Menanyakan dimana rumah tuan,
lalu mereka memberi tahu bahwa rumah tuan disini."
Basuki mengangguk-angguk. Ternyata nama
perusahaannya sangat terkenal, jadi dengan mudah perempuan-perempuan itu
menemukan rumahnya.
Basuki
mengambil ponselnya, diputarnya nomor Bagas.
"Hallo mas.." sapa Bagas dari
seberang.
"Kamu masih ingat tawaranku kan ?"
"Tentang pekerjaan itu ?"
"Iya, maksudku kalau kamu benar-benar
bersedia, kamu bisa langsung bekerja."
"Bukankah
mas bilang menunggu kalau mas sudah menikah?"
"Menurut aku, lebih cepat lebih
baik."
"Aku akan mengajukan surat untuk
mengundurkan diri dari pekerjaanku dulu mas."
"Baiklah, segera lalukan, mendesak ini
Gas."
Basuki
menutup ponselnya dan menyandarkan tubuhnya di sofa. Gangguan demi gangguan
semakin membuat hatinya tidak tenang. Ia ingin Mery tahu bahwa dirinya ingin
menghapus semua masa lalunya.
***
Hari
itu Bagas berangkat agak siang. Ia sudah mengatakan pada ayahnya bahwa dia akan
resign bulan depan.
"Terserah kalau itu kemauan kamu. Apa
kamu sudah bicara sama Basuki ?"
"Sudah, tampaknya mas Basuki
tergesa-gesa."
"Kamu
benar-benar tega meninggalkan bos cantik kamu ?"
"Ah, sudahlah pak, dia itu ternyata
sombong sekali. Bagas merasa tak nyaman bekerja sekantor sama dia."
"Ya
sudah, kalau kamu sudah memikirkannya masak-masak. Nanti aku juga akan bilang
pada mas Suryo."
"Bapak tidak merasa sungkan lagi pada
pak Suryo?"
"Aku lebih memikirkan Basuki. Tampaknya
ia sangat butuh kamu. Kasihan dia. Ketika bertemu itu dia kemudian merasa bahwa
aku adalah pengganti orang tuanya. Aku jadi trenyuh."
"Baiklah, sudah siang, Bagas berangkat
dulu ya pak."
Bagas
mencium tangan ayahnya, kemudian berlalu.
Pak Darmono menghela nafas, sesungguhnya
berat rasa hatinya kalau sampai Bagas melepaskan pekerjaannya, sementara pak
Suryo justru ingin mengambilnya sebagai menantu.
"Tapi
aku lebih memikirkan Basuki, kasihan dia, bapaknya sudah tak ada."
Lalu pak Darmono mengambil ponselnya dan
menelpon pak Suryo.
***
Ketika Bagas memasuki ruangannya, dilihatnya
Kristin sudah ada didepan meja kerjanya.
"Selamat pagi," sapa Bagas.
Kristin
hanya menatapnya sekilas, lalu menjawab dingin.
"Selamat siang," balasnya.
Bagas tahu bahwa Kristin mengejeknya dengan
mengatakan selamat siang. Memang dia datang lebih siang.
"Ma'af
aku terlambat, ada urusan."
"Hm.." hanya itu jawaban Kristin,
lalu kembali mengutak atik laptopnya.
Bagas
mengambil tumpukan map dari dalam almarinya. Dilihatnya satu persatu mana yang
belum selesai dikerjakannya. Kemudian ia meletakkan beberapa map dimeja
Kristin.
"Ini sudah selesai."
Kembali
Kristin hanya melirik. Tapi ia senang melihat Bagas seperti kebingungan.
"Suatu sa'at kamu akan datang padaku dan
mengatakan cinta dihadapanku. Mungkin dengan seikat bunga, atau kotak kecil
berisi cincin berlian," kata hati Kristin.
Lalu Kristin tersenyum.
Bagas
yang melihat senyum itu merasa bahwa Kristin seakan sedang mengejeknya, entah
karena apa.
Ketika makan siang tiba, Kristin berdiri dan
menatap Bagas yang masih membuka-buka catatannya.
"Kamu
belum lapar? Aku mau makan dulu."
"Silahkan. Hari ini saya pamit setengah
hari, ada perlu."
"Jadi kamu mau pulang?"
"Setelah menyelesaikan ini."
"Oh, baiklah," kata Kristin sambil
berlalu.
Bagas mengemasi barang-barangnya, lalu
bersiap untuk pulang.
***
Kristin
memasuki ruangannya kembali. Ia tidak ke warung karena yakin bahwa Bagas tak akan
kesana setelah bilang ada perlu.
Ketika
dia duduk kembali, dilihatnya sepucuk surat.
"Surat apa ini, tadi belum ada,"
gumamnya sambil membuka amplop itu.
Betapa
terkejutnya Kristin ketika membaca surat itu. Tubuhnya lemas seketika.
"Apa Bagas marah karena perlakuanku?
Tidak, aku harus mengejarnya dan meminta ma'af," bisiknya.
Kemudian
ia mengambil kunci mobilnya, berharap bisa bertemu Bagas dirumahnya.
***
besok
lagi ya
Depo 20ribu bisa menang puluhan juta rupiah
BalasHapusmampir di website ternama I O N Q Q
paling diminati di Indonesia,
di sini kami menyediakan 9 permainan dalam 1 aplikasi
~bandar poker
~bandar-Q
~domino99
~poker
~bandar66
~sakong
~aduQ
~capsa susun
~perang baccarat (new game)
segera daftar dan bergabung bersama kami.Smile
Whatshapp : +85515373217