*CINTAKU ADA DIANTARA MEGA 03*
"Iya
kan, kamu Basuki ? Basuki anaknya mas Cokro? Lupa sama aku? Darmono, temannya
ayah kamu."
"Oh..
iya om, saya ingat. Om adik kelasnya bapak ketika SMP, ketemu waktu ada reuni,
waktu itu saya masih muda.."
Darmono
tertawa.
"Sekarangpun
kamu belum berubah, masih muda dan tetep ganteng. "
"Terimakasih
om."
"Oh
ya, kenalkan, ini anak om, Bagas namanya."
Bagas
menyalami Basuki. Tangan dengan otot kekar itu menggenggamnya erat.
"Bagas.."
"Basuki"
"Kamu
sekarang tingal di Solo? Bukannya kamu dulu ada didaerah Salatiga? Ah ya..
ayahmu punya banyak perkebunan. Ada yang didaerah Ungaran juga kan?"
"Iya
om, tapi sekarang saya sering tinggal di Solo."
"Ah,
kalau begitu bisa sering kerumah dong."
"Bapak
mau cabuk rambak? Atau ketan juruh pake bubuk dhele ?" Bagas memotong
pembicaraan itu.
"Ya,
aku cabuk rambak, minta karaknya yang gosong ya yu?"
"Kamu
sudah makan, Bas?"
"Sudah..,
saya tadi makan ketan puli.. enak om."
"Ya,
nanti kalau belum kenyang aku juga mau itu."
"Ini
untuk bapak, , mas Basuki mau makan apa lagi?"
"Sudah,
aku sudah kenyang. Biar aku temani saja disini."
"Kamu
disini tinggal dimana?"
"Daerah
Jurug om. Kapan-kapan mampir ya."
"Ya,
ya.. nanti catat alamatnya yang jelas. Bagas, catat nomor kontak masmu
ini, supaya gampang nyambungnya."
"Iya
bapak, nanti saja setelah makan."
"Ini
langsung kerumah juga nggak apa-apa om, saya cuma sendirian dirumah."
"Lho,
isteri kamu?"
Basuki
tertawa.
"Masih
belum laku om."
"Masak,
orang ganteng dan sukses seperti kamu kok bisa belum laku."
"Benar
om, belum laku."
"Jangan
mencari yang susah-susah, yang penting cantik dan bisa menjadi isteri yang
baik."
"Iya
om, do'akan saja."
"Ya,
om do'akan,:
"Nanti
langsung kerumah ?"
"Tidak
bisa mas, saya kan harus kerja."
"Oh,
baguslah,Kerja dimana ?"
"Iya
tuh Bas, baru sebulan dia kerja, mengeluh terus dan bilang mau resign. Padahal
dia masuk itu karena aku menitipkannya pada teman, pemilik perusahaan
itu."
"Kenapa
nggak betah? Kerjaannya berat?"
"Nggak
juga mas.. nanti lah, lain kali aku mau cerita. Ayuk bapak, mau nambah apa lagi
nih, Bagas jam setengah delapan harus masuk nih.
"Kalau
masih ada waktu, ketan saja, dikasih bubuk sama juruh ya."
"Bapak,
nanti mengantar saya kekantor dulu, lalu mobilnya bapak bawa, atau saya
antar bapak pulang dulu?" tanya Bagas disela-sela makan.
"Begini
saja Bagas, kamu bawa mobil kamu ke tempat kerja, biar bapak aku yang mengantar."
"Wah,
bikin repot saja, aku bisa naik taksi,"
"Jangan
om, pokok nya om saya antar, tapi sebelumnya jalan-jalan dulu kerumah
saya."
"Kalau
tidak merepotkan ya tidak apa-apa, saya kan pengangguran, tidak terikat
apapun," kata pak Darmono.
***
"Permisiii...
selamat pagiii..."
Suara dari
luar mengejutkan mbok Sumi yang sedang mengumpulkan baju-baju kotor. Ia
bergegas kedepan dan membuka pintu. Dilihatnya seorang gadis cantik berdiri
didepan pintu.
"Ya
non, mau cari siapa ya?"
"Bagas
ada?"
"Oh,
mas Bagas sudah dari pagi tadi, sama bapak."
"Sudah
lama ?"
"Kira-kira
sejam yang lalu non."
"Oh,
ya sudah.. saya permisi."
"Sebentar
non, nanti kalau saya ditanya, non ini siapa ya, dan ada perlu apa?"
"Saya
Kristin, teman sekantor Bagas."
"O,
non Kristin ya, baiklah, nanti saya bilang sama mas Bagas, tapi sepertinya dia
mau langsung masuk kerja. Tadi sudah membawa tas kerjanya, dan sudah memakai
sepatu juga."
"Ya
sudah, saya permisi dulu," kata Kristin sambil berlalu. Kesal karena Bagas
sudah pergi lebih dulu,
Kristin
sudah menghilang bersama mobilnya, tapi simbok masih berdiri didepan pintu.
"Bocah
kok cantiknya kaya begitu, badannya tinggi, ramping, hidungnya mancung,
bibirnya tipis kemerahan, pipinya juga kemerahan.. Apa itu pacarnya mas Bagas
ya. Tapi cocog juga kalau itu, mas Bagas kan ganteng, tinggi besar, pintar.
Semoga bener ah.. aku akan senang kalau momonganku dapat gadis cantik seperti
itu. Cuma sayangnya kok caranya berpakaian,.. wah.. nggak cocog aku, orang kaya
apa kekurangan uang buat beli kain, masa pakai rok bawahan kok cuma sedikit
dibawah pantat. Saru ah.. besok aku mau bilang sama mas Bagas supaya ditegur
itu, caranya berpakaian. Sudah begitu baju atasnya juga terlalu rendah, sampai
kelihatan lekuk-lekuknya. Ah, nggak jadi suka aku. Anak gadis berpakaian
seperti itu, namanya nggak sopan."
Lalu
simbok masuk kedalam dan menutupkan pintunya sambil masih geleng-geleng kepala.
***
"Bagaaas,
aku kan sudah bilang, bahwa aku mau nyamperin kamu.. kok kamu berangkat duluan
sih?"
"Aku
sekalian mengantar bapak, jadi pagi-pagi sudah berangkat."
"Aku
tadi susah payah kerumah kamu.."
"Aku
kan nggak minta mbak."
"Ya
sudah, nanti pulangnya saja bareng aku, mobilku sudah jadi, tapi aku terlanjur
membawa mobilnya papa. Biar nanti sopir membawanya pulang."
"Aku
sudah membawa mobil sendiri mbak."
"Ya
ampun Gas, kan kemarin kamu bilang kalau mobilnya dipakai bapak kamu."
"Nggak
jadi, tadi bapak aku antar dulu, nanti pulangnya biar naik taksi."
"Kasihan
Gas, harusnya tadi biar aja mobilnya dibawa bapak kamu."
"Nggak
apa-apa, bapak lebih suka jalan-jalan."
"Bagas..."
Aduh,
kapan mulai bekerja kalau dia ngomong terus-menerus? Bagas pura-pura tidak
mendengar, dan menyibukkan dirinya dengan membuka-buka laptop."
"Bagas..."
"Sebentar
mbak, aku lagi bingung mecari file yang kemarin, lupa saya taruh dimana."
"Aku
cuma mau bilang... nanti siang makan bareng ya."
Bagas
mengangkat kepalanya.
"Tidak
mbak, ma'af, saya harus makan dirumah."
"Haa..
bolehkan aku ikut?"
Bagas
terkejut. Bagaimana mungkin ada orang senekat ini?
"Gas.."
"Ma'af
mbak, tolong biarkan saya menyelesaikan pekerjaan saya."
***
Basuki
benar-benar mengajak pak Darmono kerumahnya. Rumah kecil tapi apik dan tampak
mewah. Banyak tanaman bunga disekitar halaman depan. Agak mengherankan, rumah
seorang bujangan tapi banyak pohon-pohon bunga disekitar.
"Bukan
main.." gumam pak Darmono begitu turun dari mobil.
"Apanya
om?"
"Kamu
ini bilang masih bujangan, jarang rumah bujangan banyak ditumbuhi bunga-bunga
Kamu memang suka bunga-bunga?"
"Bukan,
pembantu saya yang menanam dan merawatnya."
"Kamu
disini bersama pembantu?."
"Iya,
ibu-ibu tukang masak dan tukang bersih-bersih kebun."
"Oh,
pantesan.. atau memang ini disiapkan untuk calon isteri?"
Basuki
tertawa.
"Silahkan
masuk om,"
Darmono
masuk dan duduk disebuah sofa..
"Inilah
om , rumah bujang lapuk.."
"Aku
heran, mengapa kamu tidak segera mencari isteri?"
"Saya
kan sudah bilang om, belum ada yang mau."
"Ah,
bercanda kamu Bas. Masa nggak ada yang mau sama bos ganteng yang punya
segalanya."
"Bener
om.. belum ada yang mau."
"Aku
tuh nggak ketemu mas Cokro sudah puluhan tahun. Waktu itu kamu masih remaja,
dan nakalnya bukaa main."
Basuki
tertawa, menampakkan sederet gigi yang terawat rapi. Sungguh, biarpun sudah
tidak tergolong muda, tapi penampilan Basuki masih tetap menawan. Tubuhnya
tinggi besar, rambutnya ikal. Matanya tajam. Oh ya, kalau Darmono
mengatakan bahwa dulu Basuki sangat nakal, memang benar, nakalnya juga bukan
sembarang nakal. Dia pernah menghebohkan sebuah dusun di daerah Sarangan,
gara-gara dia jatuh cinta kepada gadis dusun yang molek bernama si Sri. Dan
kegilaannya itu sempat membawanya ke balik terali besi selama bertahun-tahun.
Darmono tak
begitu mengetahui kejadian itu karena waktu itu dia masih di Jakarta, menunggui
Bagas kuliah disana.
"Apa
susahnya mencari isteri yang cocok buat kamu?" kata Darmono lagi.
"Belum
menemukan lagi seperti yang Basuki idam-idamkan."
"Lagi?
Berarti pernah jatuh cinta, atau pernah ditinggalkan kekasih.."
"Saya
punya sejarah masa lalu yang buruk om. Tapi sudahlah, saya tak ingin mengungkit
masa silam yang kelam itu lagi. Saya ingin mengarungi hidup ini dengan
melakukan hal-hal baik saja."
"Baiklah,
aku juga tak ingin bertanya lebih lanjut. Tapi aku menyesal ketika mas Cokro
meninggal aku tidak mendengarnya. Sepertinya waktu itu aku masih tinggal di
Jakarta."
"Iya
om.. Oh ya, om mau minum apa?"
"Tidak
sudah minum tadi. Sekarang aku hanya ingin berbincang saja. Aku senang bisa
ketemu kamu. Kamu mirip sekali dengan ayahmu."
"Masa
sih..?"
"Benar,
itu sebabnya tadi aku langsung mengenali kamu."
"Saya
juga senang bisa bertemu dengan sahabat almarhum bapak."
"Kamu
masih melanjutkan bisnis ayahmu? Mengelola perkebunan cengkeh?"
"Sekarang
tidak seberapa besar seperti ketika bapak masih ada. Tapi ya lumayan om."
"Cepatlah
cari isteri."
"Siap
om. Tapi om belum menceritakan, putera om berapa? Cuma Bagas atau ada yang
lainnya?"
"Cuma
Bagas. Isteri om meninggal beberapa bulan setelah melahirkan Bagas."
"Lalu...?"
"Lalu
om sendiri sampai sekarang, merawat Bagas dan menyekolahkannya sampai
selesai."
"Oh,
jadi om sendirian merawat Bagas yang masih bayi? Tidak berniat menikah..mm
ma'af.. maksud saya supaya ada yang bisa membantu merawat Bagas
bersama-sama?"
"Tidak,
om punya pembantu yang amat setia, yang merawat Bagas dari bayi sampai
sekarang. Namanya mbok Sumi."
"Oo.."
"Tapi
aku tidak bisa lama-lama disini Bas, aku harus segera pulang. Kalau kamu repot
aku bisa naik taksi."
"Tidak,
tidak .. saya akan mengantarkan om, sekaligus ingin melihat rumah om, supaya
kalau suatu hari ingin berbincang lagi dengan om, tidak usah
mencari-cari."
***
"Bagas...
Bagas..!" Kristin memanggil-manggil Bagas diruangannya, tapi tidak ketemu.
"Gimana
sih Bagas.. pasti dia telah pulang lebih dulu dan sengaja tidak mengajak
aku. Dasar, laki-laki sombong !" omel Kristin sambil keluar dari
ruangannya.
Rupanya
Bagas memang sengaja pergi ketika Kristin tidak ada ditempatnya, supaya
tidak memaksa untuk ikut bersama dia.
Tapi
sebelum sampai di parkiran, Kristin bertemu dengan ayahnya.
"Kristin,
kamu mau pulang makan?"
"Iya.
Papa mau ngapain kesini?"
"Nggak
apa-apa, ingin melihat hasil kerja kamu setelah papa menyerahkan perusahaan ini
ke tangan kamu."
"Semuanya
beres dong pa.."
"Ya
sudah, kita omong-omong nanti sambil makan siang. Kamu mau makan dimana?"
"Terserah
papa saja."
"Aku
dengar, kemarin waktu ada tamu ada masakan yang dipuji-puji tamu kita.,
Benarkah?"
"Oh,
itu timlo langganan Bagas."
"Papa
jadi ingin makan disana."
"Papa,
itu warung, bukan restoran." protes Kristin karena keberatan kalau harus
makan di warung.
"Tidak
apa-apa, biar cuma warung kalau masakannya enak. Ayo, dimana alamatnya?"
"Kristin
tanya dulu alamatnya pada Bagas, oh tidak, orang pantry pasti tau. Sebentar ya
pa."
***
Tapi Bagas
tidak benar-benar pulang ke rumah. Dia ke warung Mery seperti hampir setiap
hari dilakukannya. Dan selalu setiap makan pasti minta agar Mery menemaninya.
"Anak
manja, mengapa kemarin nggak jadi kesini, aku benar-benar belum pulang karena
kamu bilang mau datang."
"Iya
mbak, gara-gara bos genit itu, aku pulang kesorean."
"Meetingnya
belum selesai?"
"Bukan,
harus nganterin bos pulang, udah gitu, hampir sampai dirumahnya, dia bilang
kunci rumah tertinggal di kantor. Jadi aku harus balik lagi ke kantor karena
kunci tertinggal itu."
"Asyik
dong.."
Bagas
cemberut.
"Tapi
dia cantik bukan alang kepalang, mengapa kamu tidak suka sih?"
"Sebel
aku sama dia, sukanya maksa-maksa.. "
"Kamu
jadi mau resign?"
"Jadi
sih, tapi bapak masih menghalangi, gara-gara rasa berhutang budi sama pak
Suryo."
"Berhutang
budi?"
"Iya,
apa aku belum pernah bilang, bahwa aku diterima bekerja karena ayahnya
Kristin itu teman sekolahnya bapak."
"O,
gitu. Memang tidak enak orang berhutang budi."
"Tadi
pagi tuh, bapak juga ketemu sama anak temannya. Kalau itu teman SMP, Dia
juga pengusaha kaya, aku mau bilang minta pekerjaan sama dia."
"Oh,
baguslah, mengapa tidak dicoba?"
"So'alnya
aku tadi terburu-buru mau masuk kerja. Orangnya ganteng, tinggi besar, dan kata
bapak, ayahnya dia itu pengusaha sukses. Namanya...."
"Bagaaas
!" tiba-tiba sebuah teriakan menggema di seantero warung makan itu,
membuat beberapa orang yang sedang makan menoleh kearahnya. Seorang gadis
cantik menggandeng ayahnya masuk.
Bagas
terkejut bukan alang kepalang.
Tiba-tiba
Kristin muncul diwarung itu bersama ayahnya."
***
besok lagi
ya.
*CINTAKU
ADA DIANTARA MEGA 04*
Bagas terkejut, melihat pak Suryo
mendekat ke arah mejanya. Bagas segera berdiri dan menyalami.
"Kok kebetulan kamu juga ada
disini Gas?"
"Iya pak, lebih suka disini,
masakan Jawa semua, dan enak."
"Silahkan pak," kata
Mery kemudian beranjak kebelakang,
Bagas ingin menghentikan Mery
tapi sungkan sama pak Suryo yang kemudian sudah duduk didepannya bersama
Kristin.
"Kamu makan apa itu
Gas?"
"Saya timlo pak, tapi ada
yang lainnya, itu daftar menunya ada diatas," kata Bagas sambil menunjuk
kearah tulisan besar-besar berisi daftar menu dan harganya.
"Haa.. ada macam-macam..
tapi aku ingin nasi timlo saja. Kamu apa Kris?"
"Makanan murah begitu, apa enak ya?" kata Kristin sambil memoncongkan
bibirnya.
"Jangan melihat harganya,
rasakan dulu.. kamu sukanya kok begitu, belum belum sudah menilai."
Bagas memanggil pelayan.
"Mas, aku nasi timlo sama
minumnya jeruk panas ya. Kamu apa, cepetan.."
"Aku mau nasi goreng saja.
Dikasih udang. Minumnya.. es kopyor," kata Kristin tanpa menoleh kearah
pelayan.
"Kamu nggak pesan lagi
Gas?"
"Sudah pak, saya sudah mau
kembali ke kantor."
"Lho, sebentar lagi, nemenin
kami makan lah.. atau kamu mau pesan apa lagi.. gitu."
Bagas merasa tidak enak untuk
menolak.
"Bagas itu langganan kesini
pa.. setiap makan siang pasti kesini."
Bagas hanya tersenyum. Sebel juga
so'alnya Kristin menatapnya terus tanpa malu-malu.
"Bagas pasti yakin kalau
makan disini pasti enak, ya kan Gas?"
"Ini kan seleranya orang
seperti saya pak, yang penting pas dikantong, pas dilidah."
"Nyindir ..." celetuk
Kristin.
"Nggak, itu benar.. untuk
apa harus makan ditempat mewah kalau di tempat biasa sudah merasa enak."
Kristin mencibir.
"Kamu harus belajar dari
Bagas Kris. Kamu selamanya mau yang paling bergengsi, yang paling top, Beli
barang juga begitu, bukan memilih barangnya tapi merknya. Padahal ada yang barangnya
sama tapi harganya lebih murah."
Pesanan sudah datang, dan pak
Suryo menarik mangkuknya dengan mata berbinar.
"Hm, baunya sedap... ini luar biasa. Salah kamu memesan nasi goreng, kamu
sudah biasa memakannya, tapi ini berbeda."
Pak Suryo menyendok sedikit dan
mengecap-ngecapnya di lidah.
"Wouw.. enak.. benar enak..
ada sambal kecapnya juga nih.."
Kristin tak bereaksi, ia juga
segera menyantap nasi goreng pesanannya. Hm, enak, batin Kristin, tapi dia malu
mengakuinya karena sebelumnya sudah merendahkannya.
Bagas tersenyum, Kristin
memakannya dengan lahap.
"Enak Kris?" tanya pak
Suryo.
"Mm.. lumayan, so'alnya
Kristin lagi lapar."
Bagas masih menyunggingkan
senyumnya. Ia tau kalau nasi goreng buatan Mery sangat enak, tapi Kristin malu
mengakuinya. Ia menghabiskannya dengan cepat karena alasan lapar.
"Enak, boleh nambah ya,
separo saja."
"Bisa dong pak,"
Bagas melambaikan tangan kearah
pelayan dan memesan lagi setengah porsi.
"Papa, tumben makan
banyak.."
"Enak..Bisakah kamu
memasak?"
"Ih, Katrin nggak suka
memasak pa, kan sudah ada simbok."
"Harusnya yang namanya
pembantu itu yang hanya membantu, kamulah yang harus mengerjakan."
Kristin tak menjawab, ia asyik
menyedot es kopyornya dengan nikmat.
Diam-diam dia menyukai sikap pak
Suryo. Biarpun dia orang kaya dan terpandang, tapi ia sangat rendah hati.
Mengapa Kristin tak meniru sikap ayahnya?
"Pa, nanti papa langsung
pulang kan?"
"Iya, mau kemana lagi?"
"Kalau begitu Kristin mau
bareng Bagas saja."
"Oh, bagus kalau begitu,
papa mau mampir kerumah teman dulu."
***
Mery duduk dibelakang warung
sambil mengamati anak buahnya menata pesanan. Ada rasa aneh yang tiba-tiba
merayapinya. Mengapa dia tak suka melihat kedatangan Kristin, dan lebih tak
suka lagi melihat Kristin akan satu mobil dengan Bagas karena dilihatnya Gadis
itu tidak mengikuti ayahnya tapi mengikuti Bagas. Ia juga melihat Kristin
menggandeng lengan Bagas, yang kemudian Bagas menghindarinya. Rasa tidak suka
itu terus menghantuinya, sampai kemudian dia memutuskan untuk pulang saja.
"Ibu mau kemana?" tanya
Mini pembantu setianya dan juga orang yang dipercayanya.
"Mau pulang, badanku agak
kurang enak."
"Ibu kecapean barangkali."
"Iya, mungkin, tapi aku
nanti juga mau mampir belanja. Tadi anak-anak memesan barang-barang habis yang
harus segera dibeli."
"Kalau ibu nggak enak badan,
biar saya saja yang belanja."
"Nggak apa-apa kalau cuma belanja sebentar. Tenang saja Mini."
"Baiklah, tapi ibu harus
segera beristirahat."
"Iya Mini,
terimakasih."
Mery berlalu, membuka pintu
mobilnya dengan perasaan resah. Lalu mengendarai mobilnya juga masih dengan
perasaan gundah.
"Apa yang terjadi pada
diriku ini?" gumamnya pelan.
Terbayang kembali bagaimana
Kristin berusaha menggandeng tangan Bagas. Terbayang bagaimana Kristin
memandangi Bagas ketika duduk dihadapannya.
"Tapi Bagas bilang bahwa dia
tak suka sama dia," gumamnya lagi.
"Walau tak suka, kalau
setiap hari disuguhi wajah cantik yang selalu melemparkan senyum manis memikat,
sapa yang mendayu-dayu, apakah Bagas akan tetap bertahan?"
Lalu Mery merasa heran pada
dirinya sendiri. Setiap kali Bagas mengatakan suka pada dirinya, Mery selalu
menolaknya, tapi melihat sikap Kristin, mengapa batinnya seperti terluka?
Aduhai..
"Gila kalau aku juga suka
sama dia, anak kecil yang manja!" katanya sambil memukul
kemudi mobilnya. Lalu menghela nafas panjang.
"Tapi aku suka kalau dia
bermanja-manja sama aku,"
"Gila..gila.. gila !!"
katanya sambil kembali memukul-mukul kemudi mobilnya, kali ini lebih keras.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar