*CINTAKU ADA DIANTARA MEGA 19*
Kristin
memacu mobilnya. Ia harus kerumah Bagas. Ia menyesal karena terlalu keras
mengumbar sikapnya. Pasti Bagas salah terima.
"Bodoh
Kristin, kamu bodoh !" gumamnya sambil menepuk-nepuk kemudinya, lalu
berlinanglah air matanya.
"Aku
cinta kamu Bagas, jangan pergi, jangan meninggalkan aku," bisiknya sambil
mengusap air matanya.
Namun
begitu sampai dirumah Bagas, rumah itu kosong. Hanya ada simbok yang
menemuinya, tapi tidak tahu kemana majikannya pergi.
"Kalau
bapak, sudah dari tadi perginya. Saya tidak tau kemana? Tadi perginya naik
taksi. Lha mas Bagas bukannya pergi ke kantor?" kata simbok.
"Oh,
ya sudah mbok, terimakasih banyak ya," kata Kristin sambil membalikkan
tubuhnya.
Simbok
menatapnya dengan heran.
"Bukankah
itu gadis yang kesini dulu itu? Mengapa sekarang cara berpakaiannya berbeda?
Ini kelihatan cantik dan sopan. Aku suka. Tapi bukankah dia sekantor dengan mas
Bagas? Mengapa mencarinya kesini? Apa mas Bagas mbolos kerja?" gumam
simbok sambil menutup pintu rumahnya.
Sementara
itu Kristin tak segera menjalankan mobilnya. Ia menghentikannya tadi ditepi
jalan disamping pagar rumah Bagas. Ia berharap melihat Bagas kembali, tapi
sejam lamanya Kristin menunggu, yang ditunggu belum juga tampak.
Kristin
menstarter mobilnya dan menjalankannya pelan, membawa hatinya yang letih..
lemas.
"Bagas, kamu kemana ? Jangan pergi
Bagas, aku cinta kamu," bisiknya berkali-kali, dan berkali-kali pula ia
mengusap air matanya.
***
Rupanya
Bagas yang pulang kerumahnya melihat mobil Kristin diparkir disamping pagar.
Bagas sampai belakangan karena berhenti mengisi BBM di pom. Karena melihat
Kristin ada dirumahnya, maka Bagas memilih memutar kembali mobilnya karena tak
ingin bertemu Kristin.
Kemudian ia memutuskan ke warung Mery, karena
dia memang belum makan.
***
Mery dan Basuki yang menuju pulang ingin
mampir ke penjual gorengan yang kemarin. Tapi dilihatnya tempat itu
kosong.
Basuki menghentikan mobilnya didekat tempat
dimana bu Sumini berjualan. Melihat kesana kemari barangkali ia menggelar
dagangannya agak bergeser dari tempatnya kemarin. Tapi tak ada.
"Apa
nggak jualan ya Bas?" tanya Mery.
"Mestinya nggak jualan. Kemarin jam
segini kita kesini kan?"
"Sebentar, aku mau tanya ke ibunya yang
disana itu," kata Mery yang kemudian turun dari mobil.
Mery
mendekati seorang penjual dawet yang mangkal tak jauh dari sana.
"Bu, mohon tanya, apakah ibu penjual
gorengan disitu hari ini nggak jualan ya?"
"Oh, tidak mbak, hari ini dia pindah
tempat sewa, jadi mungkin besok baru jualan."
"Oh, pindah rumah sewa? Dimana sebenarnya
rumahnya?"
"Sebelumnya dia menyewa dibelakang situ,
tapi karena rumahnya mau dibongkar, lalu dia pindah ketempat lain."
"Oh,
jauhkah pindahnya?"
"Saya kurang tau bu, mungkin tidak jauh
dari sini, tapi entah dimana persisnya. Saya sih bukan orang sini, jadi tidak
banyak tau."
"Oh, baiklah bu."
"Tidak ingin beli dawet mbak? Ini
gulanya asli lho, tidak pakai pemanis."
"Oh ya, baiklah, tolong dua gelas saja,
biar saya bawa pulang."
"Ya mbak, terimakasih."
Mery
kembali ke mobil dengan membawa dua gelas dawet.
"Apa tuh ?"
"Ini dawet, mau? Seger kayaknya, ada
tape ketan, ada nangka.. cobain ya."
"Suapin..."
"Huh, manja..," omel Mery, tapi dia
segera membuka tutupnya dan menyendokkannya ke mulut Basuki."
"Mm.. iya, enak.. lagi.. lagi.."
Mery
menyuapi Basuki sampai habis segelas.
"Seger Mer... sekarang kamu sendiri..
kok malah nyuapin aku sih..?"
"Hiih... Basuki gimana sih, katanya tadi
minta disuapin.. "
"Lha
sekarang aku yang gantian nyuapin kamu ya, biar impas.."
"Nggak mau, kaya orang hutang saja pakai
istilah impas segala," kata Mery yang kemudian membuka gelas dawetnya lalu
menyendoknya perlahan.
"Iya, enak, aku suka nangkanya.. "
Basuki
menstarter mobilnya, lalu meluncur perlahan menuju warung Mery.
"Lha tadi bagaimana tentang bu Sumini?
Malah asyik menikmati dawet, lupa kalau ingin beli gorengan."
Mery tertawa.
"Iya,
sampai lupa bilang. Bu Sumini nggak jualan hari ini karena pindah rumah
sewanya."
"Pindah kemana?"
"Penjual dawet itu juga nggak tau. Dia
bukan orang sini, katanya."
"Oh.. jadi lokasi dagangnya juga
pindah?"
"Kata penjual dawet itu, besok mungkin
sudah jualan."
"Oh, ya sudah, artinya kalau pas pengin
lagi, bisa langsung kesini kan?"
***
Begitu Mery dan Bauki memasuki warung,
dilihatnya Bagas ada disana, sedang duduk menikmati nasi timlo kesukaannya.
"Bagas
!" seru Mery dan Basuki hampir bersamaan. Mery senang Bagas sudah
mau makan lagi diwarungnya. Artinya Bagas sudah tidak merasa patah hati.
Bagas
menoleh, dan melambaikan sebelah tangannya karena yang sebelah lagi sedang
menyendokkan nasi kemulutnya.
Basuki segera duduk dikursi didepan Bagas.
"Mau
makan timlo Bas?" tanya Mery sambil melangkah kebelakang.
"Ya, mau..." jawab Basuki.
"Aku sudah hampir habis mas."
"Iya, nambah lagi dong, aku temani
makan."
"Iya deh, separo porsi saja."
Tapi
sebelum memesan, pelayan menyajikan 3 porsi nasi timlo berikut es jeruk kemeja
mereka.
"Waduh... mana muat perutku.."
pekik Bagas ketika Basuki menyodorkan mangkuk kedepannya.
"Muat.. ayolah."
Mery
kemudian ikut duduk bersama mereka. Bagas sudah bisa mengendapkan perasan
cemburu dan kesalnya kepada Mery dan Basuki. Ia bahkan juga tidak lagi merasa
mencintai Mery karena memang seharusnyalah Mery menjadi isteri Basuki.
"Silahkan..."
kata Mery sambil menyendok makanannya.
"Waduuh.. siapa yang tanggung
jawab nih kalau aku nggak bisa menghabiskan seporsi lagi."
"Akulah... ayo cobain, Tapi awas ya
kalau sampai habis, kena denda kamu !" canda Basuki.
Suasana
itu tak pernah dibayangkan Bagas. Bahkan sekarang ia benar-benar bisa menerima
perjodohan antara Mery dan Basuki dengan segala keikhlasan yang dia
punya.
"Kamu
sudah memikirkannya kan Gas?"
"Tentang pekerjaan itu?"
"Ya, kalau bisa secepatnya, aku tak
ingin pusing dengan urusan yang tetek bengek itu, aku hanya ingin mengurusi
isteriku ini saja," katanya sambil melirik Mery.
Mery
mencubit lengan Basuki pelan, tapi mesra.
Bagas tersenyum, ia sungguh-sungguh tak
merasa cemburu, bahkan suka melihat kemesraan mereka.
"Iya
mas, aku sudah mengajukan surat pengunduran diri."
"Lalu mengapa jam segini masih
diluar?"
"Aku sudah minta ijin untuk pulang
setengah hari."
"Ada perlu ?"
"Tidak, hanya ingin menghindari
kalau-kalau ada yang menahan aku untuk tidak resign."
"Ehem.."
Mery berdehem sambil tersenyum.
"Ada apa? Tanya Basuki."
"Aku
tau siapa yang menahannya. Tapi aku heran sama Bagas. Dia itu cantik lho.
Cantik sekali, mengapa dia tidak mau menerimanya."
"Siapa sih ?" tanya Basuki
penasaran.
"Bosnya Bagas itu, sangat cantik.. dan
tampaknya suka sama Bagas."
"Lhooo .. kalau begitu bagaimana bisa
bekerja sama dengan aku?"
"Sudahlah
mas, aku kan sudah menyanggupinya."
"Kalau begitu besok hari Senin, kamu
bisa ikut aku ke Ungaran? Nanti aku perkenalkan dengan staf-staf kamu."
"Bisa mas.."
"Baguslah, hari Mingunya kan kita akan
rapat dirumah mas Timan, ya Mery?"
"Iya, ajak Bagas juga."
"Pastilah Bagas harus ikut, aku kan juga
harus menjemput om Darmono. Dia pengganti orang tuaku.
Sambil
berbicara itu ternyata Bagas tak terasa menghabiskan semangkuk timlo lagi.
Basuki berteriak gembira.
"Nah,
benar-benar habis tuh !! Kena denda kamu Gas !!" kata Basuki sambil
menunjuk kearah mangkuk bekas Bagas.
Bagas
terbahak, mengelus perutnya yang kekenyangan.
***
Kristin
kembali ke kantor dengan rasa putus asa. Ia tidak duduk dimeja kerjanya, tapi
selonjoran disofa ruang kerjanya.
Berbagai
perasaan mengaduk-aduk hatinya. Ada sesal yang terus menerus meremas-remas
hatinya.
"Harusnya
aku tidak terlalu kaku. Betul kata mama, harus bisa tarik ulur.. tapi aku
menarik terus tanpa mengulur, ya begini ini jadinya," gumamnya sambil
mengusap kembali air matanya yang menitik
Lalu
Kristin membuka ponselnya, mencoba menghubungi Bagas, tapi rupanya Bagas mematikan
ponselnya.
Sekretaris
yang masuk membawa sepucuk surat dijawabnya dengan ketus.
"Ibu..
ini..."
"Taruh
saja dimejaku !" katanya sebelum sekretaris itu menyelesaikan
kata-katanya.
Kristin
tak peduli. Hari itu dia uring-uringan. Tak ada pekerjaan yang bisa
diselesaikan. Lalu sebelum jam kantor selesai, Kristin sudah beranjak dari
ruangnya.
Tapi
sebelum ia membuka pintu, pak Surya sudah berdiri ditengah-tengah pintu itu.
"Papa..?"
"Mana
Bagas ?"
"Sudah
pulang pa, katanya ada perlu."
"Kamu
sudah tau ?"
"Bagas
mau resign.." kata Kristin sambil kembali duduk di sofa. Rupanya pak Suryo
sudah lebih dulu mengetahuinya.
Pak Suryo
duduk dihadapan Kristin, menatap anak semata wayangnya yang wajahnya sendu,
redup..seperti mendung yang siap menitikkan hujan.
"Ada masalah
?"
"Tidak
pa, aku tidak tahu mengapa tiba-tiba dia mengundurkan diri."
"Ada
yang menawarkan pekerjaan lain. Diluar kota."
"Jadi
dia mendapat pekerjaan lain?"
"Kerabatnya
pak Darmono. Ia kasihan padanya, lalu dia memperbolehkan Bagas
membantunya."
"Pemiliknya
masih muda?"
"Ya
sudah tidak muda seperti kamu atau Bagas, cuma dia kerepotan mengurus usahanya
yang ada dimana-mana. Ayahnya si pengusaha itu, temannya Darmono. Dia sudah
almarhum, lalu menganggap Darmono sebagai pengganti orang tuanya. Itu sebabnya
Darmono menyarankan agar Bagas membantunya."
"Papa
tadi bertemu Bagas ?"
"Tidak,
aku bertemu ayahnya, yang mengatakan semua itu."
"Apa
kita tidak bisa menahannya pa?"
"Sudahlah,
biarkan saja dia pergi."
"Tapi
pa," kata Kristin hampir terisak.
Pak Suryo
menatap puterinya dengan iba.
"Kris,
kamu tidak usah terlalu sedih. Percayalah bahwa jodoh itu Tuhan yang
menentukan, jadi kalau memang Bagas itu berjodoh sama kamu, seberapa jauhnya
dia pergi, pasti akan ketemu."
Kristin
terdiam. Kalau sudah berjauhan, mungkinkah Bagas mengingatnya ?
"Nanti
kita cari lagi orang lain untuk membantu kamu."
"Tidak
usah pa, Kristin sendiri saja."
"Kalau
begitu papa akan sering datang kemari untuk membantu kamu."
"Ya
papa."
"Jangan
sedih, kamu masih muda, cantik, barangkali ada laki-laki tampan yang lebih
cocog sama kamu."
Kristin
tersenyum tipis, tapi kepalanya mengeleng pelan.
"Apakah
Bagas itu harga mati ?"
"Entahlah
pa.. Kristin bingung."
"Tenanglah,
anak papa yang cantik harus tegar menghadapi apapun. Papa akan selalu ada untuk
kamu, untuk menguatkan kamu."
Kristin
mengangguk, lalu menubruk ayahnya dan menangis tersedu didadanya.
Pak Suryo
mengelus kepala Kristin penuh sayang.
"Semoga
Bagas selalu mengingatmu," bisiknya lembut. Pastilah pak Suryo bisa
mengerti bagaimana perasaan anaknya, dia kan pernah muda.
***
Hari
Minggu itu dirumah Timan seperti ada perhelatan kecil. Banyak tamu disana, Pak
Lurah dan Marni isterinya, Bayu dan Lastri, Basuki bersama pak Darmono dan
Bagas, ada juga mbah Kliwon dan pak Darmin. Semuanya tampak bahagia.
Sebelum
pembicaraan itu dimulai, Basuki berdiri untuk membuka acara tersebut.
"Saya
sangat bahagia karena banyak saudara yang menyayangi Mery. Terbukti banyak
saudara dari jauh yang dengan suka cita bersedia menghadiri pertemuan ini.
Namun sebelum acara ini dimulai, perkenankanlah saya mengutarakan apa yang
terkandung dalam hati saya.
Dalam
kesempatan ini, saya ingin mohon ma'af kepada keluarga Sarangan, terutama pak
Darmin, mbah Kliwon, pak lurah dan isteri, lalu mas Timan dan isteri,
dimana saya pernah melakukan kesalahan yang sangat fatal, dan menjerumuskan
saya kedalam jeruji penjara. Tapi sengsara yang saya alami didalam penjara itu,
telah membuat saya menyadari betapa buruknya kelakuan saya. Derita telah
menempa saya, lalu menjadikan saya orang yang berbeda setelah keluar dari
sana. Dan sekarang, inilah saya, Basuki yang berbeda, yang kemudian menemukan
cinta saya disini, yang akan saya ajak mengarungi hidup dalam suka duka, sampai
kematian memisahkan kami.
Suasana
menjadi hening, mereka terharu atas ketulusan hati Basuki, yang dengan ikhlas
mengakui semua kesalahan dan meminta ma'af.
"Hari
ini, saya menyaksikan sebuah ikatan cinta kasih yang tiada taranya diantara
yang hadir, saya sungguh berterima kasih. Ada sebuah niat mulia kami, Basuki
dan Mery Hastuti, untuk segera bisa menempuh hidup baru, yang saya yakin saya
tidak akan bisa melakukannya seorang diri. Disini saya membawa om Darmono,
sebagai pengganti orang tua saya yang telah tiada. Beliau yang akan mewakili
saya untuk berbicara tentang rencana tersebut, dan memohon bantuan dari semua
yang hadir, agar mimpi yang mulia ini bisa terselenggara dengan baik.
Lalu
Basuki menyalami semua yang hadir sambil mengucapkan permohonan ma'af
berkali-kali.
Sementara
didalam rumah sedang berembug tentang rencana pernikahan Basuki dan Mery yang
akan diadakan di desa, dipelataran Tiwi asyik bermain dengan Jarot anaknya pak
Lurah, dan Ayu anaknya Lastri. Meskipun umur mereka tidak sepantaran, tapi
mereka berteriak-teriak gembira. Apalagi ketika sedang berebut mobilnya Tiwi
yang baru. Tapi Jarot dan Ayu yang merasa lebih besar, suka mengalah pada Tiwi yang
sering memonopoli mobilnya.
"Aku
hulu ya.. aku hulu..." katanya setiap kali ingin naik ke mobil kecilnya,
padahal baru saja dia turun dari sana. Ayu dan Jarot saling pandang, lalu
tertawa.
"Ya
sudah, Tiwi dulu terus..." kata Ayu.
"Kapan
gantian aku?" kata Jarot sambil memeletkan lidahnya.
"Cekalang
mas Halot..." kata Tiwi lalu turun dari atas mobilnya. Tapi baru saja
Jarot naik dan menjalankan sebentar, Tiwi sudah berteriak lagi.
"Hantian
aku... hantian aku..."
Ayu
merangkul Tiwi dan merayunya.
"Sebentar
ya, biar mas Jarot dulu memutari halaman ini."
"Anti
hantian aku..."
"Iya,
nanti gantian kamu," kata Ayu, lalu disambungnya lagi.
"Lha
aku kapan?" katanya sambil memeletkan lidahnya juga.
Mereka
baru berhenti ketika Sri keluar dan mengajak mereka makan.
"Anak-anak,
ayo kita makan dulu."
"Aku
makan cama naik obil ya bu.."
"Waduh,
Tiwi kenapa naik mobil terus. Ayo Jarot, Ayu, cuci kaki tangan dulu dibelakang,
lalu makan ya?"
Ayu dan
Jarot berlari-lari kebelakang. Tampaknya mereka juga sudah lapar. Sementara
Sri lalu menggendong Tiwi dan diajaknya mencuci kaki dan tangannya dulu.
Pembicaraan
berhenti ketika Timan mempersilahkan mereka makan siang terlebih dulu.
Pak
Darmono kagum menyaksikan kerukunan mereka. Bukan sanak bukan saudara,
tapi saling membantu dan saling memikirkan yang terbaik bagi Mery dan Basuki.
Ini sangat luar biasa.
Diakhir
pertemuan mereka tinggal menentukan hari H dan semua keperluan untuk acara
tersebut.
***
Sri yang
terbangun lebih dulu, segera menuju dapur untuk mempersiapkan makan pagi.
Sambil menunggu nasi matang Sri membersihkan rumah yang masih tersisa
sedikit kotoran bekas rapat kemarin siang.
Tiba-tiba
Sri menemukan sebuah sepatu songket berwarna merah yang terserak dilantai.
"Sepatu
kecil? Apa ini sepatu boneka Tiwi? Sepertinya bukan. Aku mengenal semua alat
main Tiwi, tak pernah ada boneka dengan kaus kaki songket seperti ini.
Karena
merasa bahwa itu barang tak berguna, maka Sri membuangnya ketempat sampah.
***
besk lagi
ya
Depo 20ribu bisa menang puluhan juta rupiah
BalasHapusmampir di website ternama I O N Q Q
paling diminati di Indonesia,
di sini kami menyediakan 9 permainan dalam 1 aplikasi
~bandar poker
~bandar-Q
~domino99
~poker
~bandar66
~sakong
~aduQ
~capsa susun
~perang baccarat (new game)
segera daftar dan bergabung bersama kami.Smile
Whatshapp : +85515373217