Kamis, 16 Juli 2020

Cinta Ada Diantara Mega 15-16


CINTAKU ADA DIANTARA MEGA  15

Bagas berdebar, diam menunggu. Rasanya tak mungkin akan ditolak.
"Benarkah mau pulang bareng aku?"
Bagas hampir berjingkrak.
"Ya, kalau tidak keberatan. Kalau nggak biar aku naik taksi saja."

"Tidak apa-apa, silahkan saja kalau mau bareng." jawabnya datar., dan itu tidak membuat Bagas menjadi gembira. Sikap kaku Kristin membuyarkan rasa senangnya apabila bisa pulang bersama. Dia membayangkan sikap kaku nanti didalam mobil kalau Kristin masih dingin seperti es batu didalam freezer. Ia ingin membatalkannya saja, tapi merasa kurang enak karena sudah terlanjur bicara.

Akhirnya Bagas juga terdiam, larut dalam pekerjaannya, diseling lamunannya tentang sikap Kristin yang membuatnya begitu konyol sendiri.

Kristin sesekali melirik kearah Bagas, lalu tersenyum melihat kegelisahan yang tampak pada wajahnya. Tapi kemudian senyum itu disembunyikannya. Ia harus bertahan, jangan sampai laki-laki dihadapannya ke ge-eran mengetahui bahwa diringa suka sama dia.  Tapi terkadang Kristin juga khawatir, bagaimana kalau Bagas kesal, lalu marah, lalu membencinya? 

Ketika sa'at usai jam kantor, Kristin menatap Bagas yang masih berkutat dengan laptopnya.
"Bagas, mau pulang tidak?" tanya Kristin, masih dengan nada datar.
"Oh iya, sebentar lagi, Mm.. atau aku naik taksi saja mbak, takut merepotkan."

Dan tiba-tiba Kristin merasa kecewa. Bagaimanapun dia suka kalau bisa duduk bersama Bagas didalam satu mobil. Tapi Kristin menahan perasaan kecewanya, bersikap tak acuh atas sikap Bagas kemudian.

"Kalau merepotkan sih enggak, cuma kalau kamu tidak mau bareng aku ya tidak apa-apa."
Nah lo. 
"Bukan tidak mau, tapi takut merepotkan."
"Tidak, siapa bilang repot?"
Kristin menekan nada suaranya, karena sesungguhnya dia menginginkannya. 

"Selesaikan pekerjaan kamu, aku akan menunggu," kata Kristin kemudian.
Bagas sudah selesai dengan pekerjaannya. Setelah menutup laptop dan membenahi barang-barangnya, ditatapnya Kristin.
"mBak, aku sudah selesai."
"Okey.." kata Kristin sambil berdiri, lalu berjalan kearah pintu. Bagas mengikutinya. Tapi sesampai diarea parkir Kristin berteriak.
"Bagas... kunci mobil ketinggalan dimeja."

"Hm, cantik centil pintar manja teledor," gumamnya dalam hati.
"Biar aku ambil," kata Bagas yang kemudian setengah berlari kembali keruang kerjanya.

Kristin menunggu sambil bersandar pada pintu mobilnya. Ia merasa, karena sikapnya, sikap Bagas juga berubah. Tidak dingin terhadap dirinya, dan  justru seperti selalu mencari perhatian dan berusaha mengajaknya bicara. Ia harus berterimakasih pada ibunya yang telah menuntunnya menjadi wanita yang bisa memegang kewanitaannya dan tidak tampak murah serta gampangan.

Ketika Bagas datang dan membuka pintu mobil, Bagas langsung menuju kebelakang setir.
"Biar saya saja yang membawa ya."
Kristin mengangguk, lalu dia duduk disamping kemudi. 

*** 

Ketika Mery mau pulang sore itu, seorang wanita cantik masuk dan duduk disebuah kursi. Warung itu sudah sepi, karena sebentar lagi mau tutup. Tapi Mery menyambutnya ramah.

"Silahkan mbak,"
"Kok sepi, sudah mau tutup ya? Apa sudah habis makanannya?"
"Iya, sebentar lagi mau tutup. Tapi kami masih melayani kalau mbak mau makan?"
"Mm.. apa yang enak disini ?"
"Itu diatas tertulis daftar menunya mbak, silahkan dicoba, mau yang mana.."
"mBak pemilik warung ini ?"
"Ya mbak, begitulah."

"Mery itu nama mbak ?" kata wanita itu sambil memandang tajam.
"Ya.. saya. Memangnya kenapa mbak?"
"Oh, tidak apa-apa.., nama itu kan sudah terkenal."
"Oh, masa sih.." kata Mery sambil melambai kearah pelayan.
"Silahkan pesan mbak, ini yang akan melayani."
"Nyobain nasi timlo deh, aku belum pernah ngerasain yang namanya timlo.. sama es teh."
Pelayan mengangguk dan berlalu.

"mBak silahkan menikmati, saya permisi dulu," kata Mery.
"Lho, mbak mau kemana?"
"Saya mau pulang mbak, ada yang perlu dibantu?"
"Tidak, saya hanya ingin ditemani."

Mery merasa aneh akan sikap tamunya yang satu ini. Ia melambai kedalam, dimana Mini sedang melihatnya ketika itu. 
"Ya bu." tanya Mini sambil mendekat.
"Temani tamu kita ya, so'alnya warung memang sudah sepi, Ini anak buah saya mbak, dia akan menemani disini," kata Mery sambil berlalu.

Pesanan itu telah datang, dan disiapkan di meja. Mini mempersilahkannya.
"Silahkan mbak."
"Kamu siapanya mbak Mery.?" tanya sang tamu sambil mengaduk minumannya lalu menyeruputnya.
"Saya pembantunya."
"Tampaknya pembantu yang dipercaya. Saya ingin menikmati makanan disini, warung ini sangat terkenal. Nggak tau yang menyebabkan terkenal itu apanya, masakannya yang enak, atau pemiliknya yang cantik."

Mini mulai kurang senang pada tamu yang satu ini. Terlalu banyak omong, dan bicaranya sama sekali tidak menunjukkan keramahan.
"Hmh, siapa yang masak nih?"
"Saya dan beberapa pembantu."

"Hm, kurang  mantap,  agak keasinan. Bagaimana bisa masakan seperti ini banyak disukai?" katanya sambil menyendok makanannya.
"Oh, ma'af kalau ibu tidak suka asin,"
"Jangan panggil saya  ibu,  tadi sudah bagus memanggil saya mbak.." tegur tamu itu sambil menampakkan wajah tak senang.
"Oh, ma'af mbak."

"Apa saya sudah kelihatan tua?" kata wanita itu sambil terus melahap makanannya.
"Tidak, ma'af.. itu kan panggilan menghormati mbak saja. Saya kepada majikan saya juga memanggil bu Mery. Tapi kalau tidak suka ya ma'af mbak."

"Hmh, baiklah.. tidak apa-apa," lalu wanita cantik itu berdiri sambil meletakkan selembar uang limapuluhan.
"Sebentar bu, eh mbak.. kembaliannya.."
"Tidak usah, buat kamu saja," katanya sambil berlalu, meninggalkan aroma wangi yang menyeruak memenuhi ruangan.

"Huh, bilang tidak enak, nyatanya habis bersih tak bersisa, dasar wanita sombong. Bicaranya juga nggak enak didengar, untung aku sabar, kalau tidak sudah tak kruwes bibirnya yang tajam seperti pisau itu.!" omel Mini sambil melambai kearah pelayan.

***

"mBak, menurut aku mbak Kristin seperti berubah," celetuk Bagas karena selama beberapa sa'at dalam perjalanan bersama, tak sepatahpun kata keluar dari mulut mereka.
"Oh, berubah? Apanya yang berubah ya? Penampilanku ini? Buruk ya? Aku tidak pantas?"
"Oh, bukan, kalau itu sih bagus, cantik."
Kristin menahan senyumnya, wanita mana sih nggak suka dibilang cantik ?

"Lalu apa yang berubah?"
"mBak Kristin sekarang pendiam."
"Masa sih?"
"Aku jadi merasa seperti pernah melakukan kesalahan."
"Mengapa begitu? Aku memang sedang tak ingin banyak bicara, bukan karena kesalahan siapa-siapa."
"Oh, ya sudah."

"Kamu tadi makan dimana ?"
"Kan aku sudah bilang bahwa aku makan di kantin."
"Oh iya, aku lupa. Tadi aku makan di warung Mery."
Bagas terkejut, ia menoleh kearah Kristin, mencari kebenaran kata-katanya.

"Kamu tidak percaya? Aku memesan nasi goreng dengan udang, sama es kopyor, seperti biasanya."
"Oh.."
"Mengapa tidak makan diwarung seperti biasanya?"
"Kan mbak Kristin nggak ngajak saya."
"Kalau aku ngajakin juga, belum tentu kamu mau. Jadi aku berangkat sendiri."

Bagas tersenyum kecut. Bukankah dia suka menghindar kalau Kristin mengajaknya? Apa sikap Kristin ini merupakan balasan atas sikapnya terhadap Kristin selama ini?
"Biasanya kan kamu berangkat sendiri ke warung itu?"
"Sedang tidak ingin saja."

Dan pertanyaan itu mengingatkan Bagas akan sakit hatinya karena Mery akan menikah dengan Basuki. Wajahnya mendadak gelap seperti langit tertutup mendung.
"Kita sudah sampai, didepan itu rumah kamu kan?"
Bagas mengangguk, tak terasa sudah sampai didepan rumah. Bagus menghentikan mobilnya ditepi jalan.

"Tidak masuk?" tanya Kristin karena Bagas tidak memasukkan mobilnya ke halaman.
"mBak Kristin mau mampir?"

Tiba-tiba tergerak hati Kristin ingin mampir, tapi tidak, ia harus menahannya. Karena itulah maka dia menggeleng.
"Aku capek."
"Mau aku antar sampai kerumah?"
Kristin tersenyum.

"Lalu setelah sampai dirumahku, aku harus mengantar kamu pulang?"
"Aku bisa naik taksi."
"Ah, jadi apa gunanya kita pulang sama-sama. Sudah turunlah, aku pulang sendiri saja." kata Kristin sambil menggeser duduknya kebelakang kemudi, begitu Bagas turun.
"Benar, tidak apa-apa?"

"Sampaikan salam untuk om Darmono ya?" kata Kristin yang kemudian menstarter mobilnya, lalu melaju menembus udara sore diantara lalu lalang kendaraan.

Bagas melangkah kerumah dengan gontai.  Begitu sampai di teras, dilihatnya ayahnya duduk diteras, tersenyum menatapnya.

"Pantesan nggak mau dijemput bapak, ternyata pulang diantar bos cantik," goda pak Darmono.
"Ah, bapak.. Bagas cuma kasihan saja kalau bapak harus menjemput ke kantor," kata Bagas sambil langsung masuk kedalam rumah.

Pak Darmono geleng-geleng kepala. Tak sedikitpun tampak bahwa Bagas suka kepada Kristin.
***

Sore itu Mery sedang meng-ingat-ingat, kapan melihat wanita yang masuk kedalam warungnya sebelum dia pulang. Ia merasa pernah melihatnya, tapi lupa dimana dan kapan. 

"Dimana ya aku pernah melihatnya? Tapi memang belum pernah kenalan sih, nyatanya dia juga tidak mengenal aku. Ah, mungkin salah seorang pelanggan lama. Tapi bukaan, kalau pelanggan pasti sudah tau menu makanan yang dijual. Nyatanya dia bertanya. "

Lalu Mery mengomeli dirinya sendiri.
"Mengapa juga aku pusing-pusing mengingat-ingat? Barangkali pernah bertemu ditoko ketika sama-sama sedang belanja atau apa."

"Kenapa mbak, kok dari tadi seperti memikirkan sesuatu?" tanya Sri sambil mendekat.
"Iya.. aku tuh penasaran, ketika aku mau pulang, ada seorang wanita masuk ke warung, ingin makan disana. Tapi aku sepertinya pernah melihat wanita itu, dimana ya, aku benar-benar lupa."
"Dia kenal sama mbak Mery?"
"Tampaknya tidak. Dia malah bertanya apakah Mery itu pemilik warungnya, berarti tidak kenal aku kan."

"Ya sudah, mengapa mbak Mery memikirkannya?"
"Iya juga sih, mengapa aku memikirkannya. Cuma ketika merasa pernah bertemu, pasti kita mengingat-ingat dimana dan kapan ketemu. Tapi sepertinya tidak penting ya."
"Tidak penting lah mbak. Lebih baik membicarakan acara mbak besok itu. Besok kan Minggu, benarkah Basuki mau datang kemari?"
"Iya, pastinya ingin bicara banyak sama mas Timan, sehubungan dengan acara pernikahan kami besok itu."

"Oh iya mbak. Kalau begitu besok mas Timan tidak usah ke pasar dulu saja, kasihan kalau dia tidak ketemu."
"Jangan, biarkan saja ke pasar, besok paginya aku mau mengajak jalan-jalan Tiwi sama Basuki. Nanti saja pulangnya ketemu sama mas Timan."
"Oh, iya, mbak Mery sudah janji kan."

"Kamu mau ikut?"
"Enggak ah mbak, aku mau masak saja dirumah, barangkali nanti mbak Mery mau mengajak dia makan dirumah."
"Oh, baiklah kalau begitu."

Mery terdiam, Sri tidak mau ikut  karena mungkin ada rasa tidak enak kalau pergi bersama-sama Basuki. Ada kenangan yang tidak enak tentang dia pastinya.

***

"Mama, dengar ma, aku berhasil," kata Kristin kepada mamanya ketika sampai dirumah.
"Berhasil apa sih?"
"Kan mama yang nyuruh Kristin harus bersikap sopan, tidak memperlihatkan kalau Kristin suka kepada dia, dan  Kristin bisa melakukannya."
"Benar?"
"Iya ma."

"Lalu, dia bagaimana ?"
"Dia kelihatan aneh, bingung karena aku bersikap lain dari biasanya."
"Dia bertanya sesuatu ? Misalnya.. kenapa kamu berubah ?"
"Ya,  dia bertanya mengapa aku berubah, apakah dia bersalah, begitu ma."
"Hm, bagus Kris."

"Tapi Kristin takut ma, bagaimana kalau dia marah lalu membenci Kristin ?"
"Tidak ada alasan untuk itu. Kamu harus bersikap pintar, bisa tarik ulur perasaan kamu."
"Tarik ulur itu bagaimana ma?"

"Kadang-kadang kamu acuhin dia, nanti suatu sa'at kamu baikin dia. Ah.. kamu itu sudah dewasa masa mama juga harus mengajari kamu.
"Mama harus tau, Kristin cinta sama dia ma."
"Biarpun begitu kamu tidak boleh mengejarnya. Biarkan dia yang mengejarmu."

"Dia itu sombong sekali ma.. mana mungkin mau mengejar aku."
"Ya.. kita tunggu saja nanti. Kamu harus sabar.. Sekarang bagaimana kakimu? Sudah bisa dilepas belum verbannya?"
"Coba nanti Kristin lepas ma, kalau sudah tidak sakit ya tidak usah diperban, nggak enak, jalannya jadi seperti diseret-seret."

***

Siang hari itu Mini melihat wanita yang kemarin kembali memasuki warung. Kali ini bersama seorang wanita lain yang tak kalah cantiknya.  Keduanya duduk dibangku dekat pintu masuk, lalu seorang pelayan mendekati.

"Mau makan apa?" tanya wanita yang kemarin datang kepada temannya.
"Yang enak apa? Kemarin kamu kan sudah makan disini. Enak nggak?"
 "Kemarin aku makan timlo, sudah agak sorean, menurutku ya... gitu deh. Cobain saja, aku mau pesan nasi rawon."
"Ya sudah aku nyobain timlo. Mas, timlo satu rawon satu. Sama es jeruk dua.
"Pakai nasi?" tanya pelayan.
"Iya lah, masa enggak," jawab wanita yang kemarin sedikit ketus. Pelayan itu mengangguk lalu melangkah kebelakang.

"Eh, tunggu... tunggu..."
Pelayan itu berhenti.
"mBak Mery mana?"
"Bu Mery belum datang, tapi kalau hari Minggu biasanya tidak datang."
"Ah, sayang sekali." 

Pelayan itu berlalu. Dipintu masuk, Mini memegang lengannya.
"Hati-hati kamu melayani dia. Kemarin sore dia sudah membuat aku kesal."
"Iya, tampaknya sangat sombong."
"Ya sudah, biarin saja, layani dia sebaik-baiknya, jangan bicara apapun dihadapannya, dan satu lagi, jangan panggil dia 'bu'. Mereka merasa masih muda," kata Mini yang tak bisa menyembunyikan rasa kesalnya.

"Jadi manggilnya harus apa?"
"mBak, atau tidak usah  memanggil."
Pelayan itu mengangguk.

Mini melihat dua orang wanita itu bercanda dan tertawa-tawa sangat keras. Tak perduli beberapa tamu yang sedang makan menatap kearah mereka dengan sebal.

"Dengar Vi, aku ingin sekali melihat Mery. Dia itu dulu simpanannya Basuki, dan menjadi kekasih yang sangat dekat dengan Basuki. Dia juga tangan kanannya, dan dari Basuki dia mendapatkan semua perhiasan mewah, bahkan mobil. Nggak tau aku mengapa sekarang dia buka warung disini."

"Yang aku dengar, Basuki mau menikahi dia."
"Ah, aku tidak percaya, mana mungkin Basuki mau ? Basuki tidak suka punya isteri. Tanpa isteri dia bisa bermain dengan banyak wanita, termasuk kamu juga kan?"
"Dan kamu !"

Lalu keduanya tertawa gelak. Beberapa tamu menatap mereka dengan tatapan kurang suka.
Tiba-tiba seseorang masuk, sambil menggendong seorang anak kecil. Dibelakangnya seorang laki-laki gagah mengikutinya.

"Itu dia.." teriak wanita itu.
"Basukiiii!!"

Dan tanpa aba-aba keduanya segera memburu kearah Basuki dan memeluknya tanpa malu-malu. Mery yang sedang menggendong Tiwi tertegun.

***

besok lagi ya


*CINTAKU ADA DIANTARA MEGA 16*

 

Kali ini Basuki sampai melangkah mundur beberapa tindak, kepalanya mendongak keatas menghindari mulut-mulut kemerahan yang berusaha menciumnya.

 

"Uuh, lepaskan, apa-apaan ini?"

"Basuki.. sayangku.."

"Apa kalian sudah gila ??" kata Basuki sambil mendorong keduanya hingga hampir terjengkang.

"Ya ampuun, kok sekarang kamu kasar begitu sama perempuan Bas?"

"Kalian ini benar-benar tak tau malu !!"

"Bas, kamu sadar apa yang kamu katakan?"

"Pergi !!!"

 

Mery menatap keduanya yang bersandar pada sebuah bangku. Kalau tidak pasti mereka terjengkang karena dorongan Basuki. Mery ingat yang satu adalah yang kemarin datang ke warung ketika dia mau pulang. Satunya lagi.. Mery mengenalnya, dia Susan, salah seorang kekasih Basuki. Aha, sekarang Mery teringat, perempuan yang satu itu pernah juga dibawa Basuki. Ia yang mengantarkannya, lalu Basuki turun menghampiri dia, dan Mery berlalu. Pantas wanita itu tak mengenalnya karena waktu itu dirinya ada didalam mobil. Tapi Mery sempat memandangnya sekilas.

 

Dulu, Mery tak perduli pada setiap perempuan yang bersama Basuki, toh Basuki selalu menganggap dirinya adalah yang nomor satu. Tapi sekarang, darah Mery benar-benar mendidih melihat kelakuan keduanya.

 

"Basuki..., kamu lupa sama aku?"  perempuan yang bernama Susan merengek."

"Kamu bukankah yang mengaku bernama Evy dan datang kerumah di Ungaran kemarin? Kamu belum mendengar apa yang aku katakan bahwa aku sudah mau menikah. Dia ini calon isteriku," katanya sambil merangkul pundak Mery dan didekatkannya pada tubuhnya, sedangkan sebelah tangannya menuding kearah hidung Evy.

 

Susan terbelalak sedangkan Evy langsung menatap Mery dengan penuh kebencian.

"Mery ini? Kamu benar-benar akan menikahi dia? " tanya Susan dengan mata melotot.

"Enyah kalian dari hadapanku ! Tak tau malu !!"

 

Kedua wanita itu saling pandang, seakan tak percaya akan apa yang dialaminya. Basuki tak pernah menolak wanita. Sekarang, dia mengusirnya.

 

"Enyah kalian!! Pergi dari hadapanku !!" Kata Basuki, tandas, dengan mata menyala penuh kemarahan.

 

Evy yang pernah mendatangi rumah Basuki di Ungaran menarik tangan  temannya keluar dari warung, sementara banyak orang menatapnya dengan kesal.

Basuki mempererat rangkulannya, Mery tak menjawab apapun. Ia masih memeluk Tiwi yang melihat kejadian itu dengan bingung.

 

Basuki yang melihat banyak orang menatap kearahnya, kemudian menghadap kearah mereka sambil merangkapkan kedua tangannya.

"Ma'af bapak-bapak, ibu-ibu.. kejadian tadi diluar perkiraan saya. Mohon ma'af sekali lagi karena telah mengganggu ketenangan bapak-bapak dan ibu-ibu disini.

 

Sebagian dari mereka mengangguk-angguk dan melanjutkan acara makannya, sementara beberapa lagi nyeletuk menampakkan rasa tak senangnya  karena ulah kedua wanita tadi.

 

"Tampaknya memang bukan wanita baik-baik.." kata seseorang.

"Iya, kelakuannya sungguh tidak sopan.. tertawa lepas seperti dirumah sendiri saja." sambung yang lainnya.

"Untunglah sudah pergi."

 

Basuki kemudian menatap Mery.

"Ma'af Mery, kamu kan sudah tau mereka itu seperti apa."

"Iya aku tahu."

"Ayo, kamu mengajak mampir kemari karena ada pesan untuk Mini bukan? Sini biar Tiwi sama aku," kata Basuki yang kemudian meraih Tiwi dari gendongan Mery, kemudian mengajaknya kembali ke mobil.

 

Mery mendekati Mini yang sedang sibuk dibelakang.

"Bu, itu wanita yang kemarin datang kemari kan?"

"Iya, satunya lagi , aku mengenalnya."

"Itu kemarin sikapnya juga sungguh menjengkelkan. Bilang masakannya kurang mantaplah.. keasinan lah.. tapi semangkok dihabiskannya tanpa sisa."

 

"Iya Min, biarkan saja, lain kali kalau dia datang kemari ketika aku tidak ada, jangan dihiraukan. Kalau dia membuat gaduh, laporkan saja kepada polisi."

"Iya bu."

"Ini Min, harusnya kan aku tidak kemari, tapi kunci laci terbawa oleh aku, barangkali kamu butuh menyimpan uang disana."

"Iya bu, terimakasih."

"Aku pergi dulu ya Min, sampai besok."

"Hati-hati dijalan bu."

 

***

 

"Ternyata masa lalu kamu masih mengikuti kamu ya Bas." kata Mery ketika mobilnya sudah meninggalkan warung.

"Biarkan saja, namanya juga masa lalu..Apa kamu tidak percaya sama aku ?"

"Bukan, tapi kalau hal itu terus menerus membayangi kehidupan kamu, apa tidak mengganggu ?"

"Biarkan saja mereka mengganggu, yang penting kan kita tidak tergoyahkan."

"Benarkah ?"

 "Hm... nggak percaya lagi nih."

 

Mery terdiam, tapi sungguh ia tahu bahwa Basuki telah berubah. Ia mencoba mempercayainya.

"Kemana nih, tuh Tiwi malah tertidur."

"Iya Bas, ayuk ke mal yang ada banyak mainan, Tiwi pasti suka."

"Baiklah.."

 

Mereka berdua memang hanya ingin bersenang-senang. Pergi ke tempat mainan, beli es krim, semua itu untuk menyenangkan Tiwi yang begitu ketemu langsung dekat dengan Basuki. Maklum, ketika datang Basuki membawa beberapa kotak coklat dan mainan untuk Tiwi.

 

"Senang ya, seandainya Tiwi itu anak kita..." celetuk Mery ketika menunggui Tiwi bermain mobil-mobilan.

"Pengin ya? Sebentar lagi kita buat sendiri," kata Basuki sambil tersenyum nakal. Mery gemas dan mencubitnya keras.

"Aauuw.. sakit, tahu." kata Basuki sambil merengut.

"Emangnya roti ?"

"Mirip bikin roti..." lalu keduanya tertawa lucu.

"Harus pas adonannya, supaya jadinya bagus kayak Tiwi.." kata Basuki lagi.

"Iih.. apaan sih."

 

"Jadi pengin nikah buru-buru," kata Basuki sambil merangkul pundak Mery.

"Terserah kamu saja."

"Nanti aku akan bicara sama mas Timan supaya membantu memikirkannya. Barangkali kita juga perlu pak lurah ya, dan pak Darmin... dan bapaknya.. eh.. mertuanya pak Darmin siapa ya?"

"mBah Kliwon.."

 

"Iya, aku ingin mendekati mereka, sebagai permintaan ma'af atas semua kesalahanku dimasa lalu."

 

Mery tersenyum. Senang Basuki  punya keinginan untuk minta ma'af kepada orang-orang yang pernah dilukai."

 

"Ibu Meliiii... nanti obilnya dibawa .. ,ulang ya.." teriak Tiwi tiba-tiba.

"Haaah? Dibawa pulang? Ya nggak boleh.. itu punya orang.."

"Aku mau bawa ulang;.. " Tiwi merengek sambil menghentak-hentakkan kakinya.

"Oh, anak ibu Mery yang cantik... sini.. sini.. ayo kita cari mobil yang seperti itu ditoko ya.. kalau itu tidak boleh dibawa pulang."

"Iwi mau.. Iwi mauuu.."

 

Basuki tersenyum, lalu menggendong Tiwi.

"Ayuk kita cari disana... pasti ada yang lebih bagus. Aduuh.. anak perempuan mengapa suka mobil sih?"

"Obil bagus.. obil bagus..."

"Oke, latihan direwelin anak ya Bas, jadi besok-besok kalau anak kita rewel kita sudah merasa biasa." kata Mery sambil mengikuti langkah Basuki, mencari counter mainan anak yang ada mobil-mobilannya.

 

"Mana obil.. mana obil.. " rengek Tiwi..

"Sebentar sayang.. disana.. jauuh.."

"Auhh..ya?"

"Ya... jauuh.. tapi sebentar lagi sampai." Tiwi berlari-lari mendahului, tapi karena khawatir jatuh, Basuki memburunya dan menggendongnya."

 

Basuki tampak senang, dan semestinyalah dia sesungguhnya sudah pantas memiliki anak.

"Nanti segera dibicarakan. Aku sudah tak punya orang tua dan jauh dari saudara. Aku juga akan minta om Darmono mewakili keluargaku."

"Siapa om Darmono?"

"Ayahnya Bagas."

"Oh.."

"Dia itu sahabat almarhum bapak, senang aku bisa ketemu beberapa waktu yang lalu."

 

Ketika sampai dicounter mainan, ternyata Tiwi minta mobil dimana dia bisa naik kedalamnya. Tidak mau mobil-mobilan kecil.

"Itu obilnya.. itu.. bawa ulang.. ya." Tiwi berjingkrak dalam gendongan Basuki.

Mery geleng-geleng kepala, tapi Basuki segera minta agar mobil itu dibungkus.

 

***

 

"Timan pulang agak siang atas permintaan Sri. Suaminya harus sudah ada dirumah sa'at Mery dan Basuki sampai disana.

"Tapi ini sudah sore, mengapa mereka belum pulang juga?" tanya Timan sambil menunggu tamunya diteras, sementara Sri sudah menyiapkan minuman dan makanan kecil dimeja.

"Barangkali Tiwi belum ingin pulang."

 

"Benarkah mereka akan segera menikah?"

"Iya mas, mbak Mery bilang begitu. Ia minta agar mas Timan membantunya mempersiapkan segala sesuatunya."

"Iya pastilah kita akan ikut memikirkannya, bukankah mbak Mery sudah seperti keluarga kita sendiri?"

"Iya mas, apalagi dia itu tak punya siapa-siapa, kasihan."

 

"Tak bisakah dia mencari siapa orang tuanya?"

"Entahlah. Harusnya mereka datang ke panti asuhan itu dan menanyakannya."

"Bisakah? Mungkin saja bisa, kalau dia mendapatkannya dari seseorang yang jelas. Kecuali kalau dia ditemukan disuatu tempat tanpa diketahui siapa orang tuanya."

"Wah, semoga ada keterangan tentang orang tuanya ya. Tapi kalau memang ya, mengapa mbak Mery tidak menanyakannya sejak dulu, dan malah mendiamkannya?"

 

"Yah, itulah.. Mengapa mbak Mery juga tetap tidak tahu siapa orang tuanya."

"Berarti tidak jelas ya mas."

"Semoga ada titik terang."

Tiba-tiba mobil Basuki memasuki halaman. Sri beranjak mau masuk kerumah, tapi Timan memegangnya.

"Mengapa Sri? Kamu tampak ketakutan?"

"Tidak, bukan begitu, aku mau .."

 

"Disini saja, kamu jangan memikirkan hal-hal yang telah lama berlalu, kita sudah membuka lembaran baru yang semoga bersih dari noda."

"Apaaaak... Iwi unya obiiill!! teriak Tiwi begitu turun dari mobil dan berlari kecil menuju kearah ayahnya.

Timan menyambutnya lalu mengendongnya.

 

"Tiwi tadi ikut siapa?"

"Ibu Meli... sama om Uki..."

"Nakal tidak?"

Tiwi menggeleng, lalu merosot turun dari gendongan ayahnya.

"Ada obiil.. ada obiil..."

 

Basuki turun, lalu mengambil bungkusan di bagasi.

"Itu obilnya.. itu... ukaa... bu Meli.. ukaa.."

"Apa ini ? Tiwi nakal rupanya?"

"mBak Mery, Tiwi nakal bukan? Minta apa dia?" tanya Sri.

"Bukan aku, Basuki yang membelikan."

 

Basuki menyalami Timan dan Sri.

"Selamat bertemu kembali mas Timan, Sri."

Sri hanya mengangguk sambil tersenyum. Ia mendekati Tiwi yang berjingkrak menunggu bungkusan mobil dibuka oleh Mery.

"Senang bertemu kembali. Dan senang mendengar kabar tentang mas Basuki dan mbak Mery.

"Mohon do'a dan bantuannya mas Timan."

"Pasti mas. Nanti kita bicarakan."

 

Basuki menghampiri Mery dan membantu membuka bungkusan itu.

Timan dan Sri terkejut Tiwi mendapat mainan mobil-mobilan.

"Ya ampun mas, ini pasti mahal."

"Tidak, jangan difikirkan, lihat.. Tiwi sangat senang bukan?"

Tiwi kegirangan, ia langsung minta naik kedalam mobil sementara Mery mendorongnya.

"Silahkan masuk.. Sri sudah menyiapkan minum tuh," kata Timan ramah.

 

Walau pada awalnya merasa kikuk, Sri mulai terbiasa berbicara bersama mereka, karena Basuki juga bersikap sangat lugas, seperti tak terjadi apa-apa.

Mereka berbicara tentang rencana menikah Mery dan Basuki yang akan diselenggarakan secepatnya.

 

***

 

"Bagas.."

"Ya bapak."

"Hari Minggu nih. Nggak ingin jalan jalan?"

"Kalau bapak ingin, mari saya antarkan."

"Kok malah bapak?"

"Kan bapak nyang ingin?"

 

"Bapak itu tidak usah menunggu hari Minggu kalau mau jalan-jalan. Bisa Senin.. bisa Selasa... bisa Kamis.. Lha kamu itu .. selain hari Mingu kan sibuk bekerja."

"Karena sibuk bekerja, hari Minggu mestinya dipakai untuk istirahat. Ya kan pak?"

"Iya juga, tapi kan kamu sudah tidur seharian. Lihat, malam sangat cerah, ada bulan, ada bintang bertaburan.. apa kamu nggak ingin jalan-jalan?"

 

"Tidak bapak, dirumah saja, menatap rembulan dan bintang- bintang, barangkali yang Bagas cari ada diantara mereka."

Pak Darmono tertawa.

"Jadi kamu sedang mencari sesuatu ?"

"Ya, barangkali ada.."

"Siapa tahu Kristin menari diantara bintang-bintang itu."

"Kok Kristin sih bapak?"

 

"Eh, bukan ya, apa benar kamu tidak tertarik sama dia?"

"Rupanya bapak sudah terpengaruh pada kata-kata pak Suryo."

"Lho.. kok pak Suryo?"

"Karena pak Suryo ingin menjodohkan Bagas dengan Kristin, lalu bapak ikut-ikutan menginginkannya."

 

"Tidak, bapak sebenarnya heran. Mengapa kamu tidak tertarik pada gadis secantik Kristin?"

"Tidak selalu yang cantik itu menarik kan pak?"

"Mungkin ya, tapi daripada kamu memikirkan yang lebih tua dari kamu, bukankah lebih baik memikirkan yang ada didepan mata?"

"Bapak memaksa Bagas ?"

"Oh, tidak, bapak tidak memaksa. Hanya meyakinkan saja, apa benar kamu tidak tertarik? Kalau tidak ya sudah, terserah kamu saja."

 

Bagas terdiam. Tertarikkan dia pada Kristin? Dia hanya kesal. Dulu kesal kepada rengekan dan manjanya yang setiap waktu menggelitik telinganya. Dan sekarang kesal karena sikapnya yang dingin dan seakan mengacuhkannya. 

 

"Ternyata dia sombong.""

"Benarkah dia sombong?"

"Setidaknya terhadap Bagas, ah.. sudahlah pak.. "

"Sepertinya ada tamu," seru pak Darmono tibaa-tiba.

Sebuah mobil memasuki halaman.

 

Pak Darmono dan Bagas berdiri menyambut.

"Selamat malam om," sapa tamu itu.

"Basuki ya?"

Bagas ingin kabur dari situ, tapi Basuki terlanjur melihatnya.

"Iya om, Bagas, apa kabar?"

 

Basuki mencium tangan pak Darmono dan menyalami Bagas dengan hangat.

"Silahkan masuk kedalam, disini lama-lama dingin," kata pak Darmono sambil membawa tamunya masuk

Bagas tak ikut duduk, ia langsung berjalan kebelakang.

 

"Bagas, disini saja.." tegur pak Darmono.

"Mau menyuruh simbok membuat minuman ," kata Bagas.

"Simbok kan sudah tau kalau ada tamu, dan tanpa disuruh pasti dia sudah menyiapkan minum untuk tamu kita."

Bagas terpaksa ikut duduk bersama mereka.

 

"Apa kabar Bas, agak lama ya kita tidak ketemu setelah kamu mengantarkan aku pulang itu?"

"Iya om, tapi sekarang saya sangat perlu bertemu om. "

"Ada yang penting rupanya?"

"Iya om, sangat penting." 

"Wouw.. apa kamu mau menikah?" pak Darmono hanya menerka.

 

Basuki tersipu, tapi ia segera memberanikan diri untuk mengutarakan maksudnya.

"Om, seperti om ketahui, saya kan sebatang kara, tidak punya siapa-siapa lagi. Maka dari itu, saya minta om juga memikirkan saya, membantu saya, menjadi wakil keluarga saya."

"Oh, bagus Bas, pastilah, ayah kamu itu sudah seperti saudara bagi om ini. Baiklah, kamu minta agar om melamar seorang gadis untuk kamu?"

 

Bagas diam, kepalanya menunduk. Ia tak ingin mendengarnya, tapi ayahnya pasti tak akan mengijinkannya pergi dari situ.

"Saya sudah melamar dia om. Dia itu juga sebatangkara seperti saya, malah orang tuanya saja dia tidak tau siapa."

"Kok aneh, lalu kamu mengenalnya dimana ?"

"Saya mengenalnya duapuluhan tahun yang lalu, disebuah panti asuhan. Ketika itu juga fihak panti asuhan tidak bisa memberikan keterangan tentang siapa orang tuanya."

"Duapuluh tahun yang lalu?"

 

"Ya om.. umur kami sekarang tidak muda lagi. Tapi Tuhan mempertemukan kami lagi dan rupanya kamu berjodoh,"

"Mengapa baru sekarang kamu ingin menikahi dia?"

"Ceritanya panjang om. Kami lama terpisah, dan baru ketemu lagi belum ada sebulan ini."

Pak Darmono mengangguk-anggukkan kepalanya.

 

"Pada suatu hari nanti saya ingin bercerita banyak tentang perjalanan hidup saya om."

"Baiklah, siapa sebenarnya gadis itu, dan dimana dia sekarang?" 

"Dia mendirikan usaha warung dan berhasil. Warung Timlo Mery, barangkali om pernah mendengarnya karena warung itu cukup terkenal.

 

Pak Darmono terkejut. Tentu saja dia pernah mendengarnya. Bahkan Bagas mencintai gadis pemilik warung itu juga. Ia menatap kearah Bagas yang menundukkan wajahnya.

 

"Haa, Bagas juga sudah mengenalnya om. Kan itu warung langganan Bagas, iya kan Gas?"

Bagas mengangkat kepalanya dan mencoba tersenyum.

"Iya mas."

 

"Nanti Bagas akan aku minta agar menjadi pendampingku. Mau kan Gas?"

"Tentu mas.." jawab Bagas sekenanya, masih dengan tersenyum.

"Baiklah Bas, yang jelas aku bersedia membantu."

"Terimakasih banyak om."

 

"Nanti setelah aku menikah, aku akan bicara banyak tentang bisnis yang sedang aku jalankan. Sesungguhnya aku butuh bantuanmu." kata Basuki sambil menatap Bagas.

"Lho, simbok ini apa tertidur? Ternyata tidak tahu kalau ada tamu."

Bagas berdiri, mempergunakan kesempatan itu untuk kabur dari hadapan mereka.

 

"Tidak apa-apa om, biarkan saja. Besok om ada acara?"

"Tidak, om itu kan pengangguran, acaranya ya cuma bengong dirumah."

"Saya akan mengajak om jalan-jalan, nanti saya akan cerita banyak tentang hidup saya dimasa lalu."

 

***

 

"mBoook.... teriak Bagas begitu sampai dibelakang.

"Eh, ya ampun.. ada apa mas, mau makan malam sekarang?"

 

"Makan malam bagaimana sih mbok, kan tadi kami sudah makan?"

"Oh, ya ampuun.. simbok ketiduran.. jadi seperti ngelindur."

"Ada tamu tuh, buatkan minuman."

 

"Baik mas, minumnya apa?"

"Terserah simbok, kalau ada racun ya kasih saja dia racun." kata Bagas sekenanya.

Simbok membelalakkan matanya.

 

***

 

besok lagi ya.



1 komentar:

  1. Bagaimana caranya membaca blogspot ini tanpa tertutupi oleh iklan ? Apa tidak mungkin iklannya ada spasi tertentu ? Terima kasih

    BalasHapus