·
Pemimpin
militer paling jenius sepanjang zaman
·
Kekuasannya membentang di tiga benua. inilah kota
alexandria.
Alexander Agung
(bahasa Inggris: Alexander
the Great) adalah seorang penakluk asal Makedonia. Ia diakui sebagai salah seorang pemimpin militer paling jenius sepanjang zaman. Ia juga menjadi
inspirasi bagi penakluk-penakluk seperti Hannibal, Pompey, Napoleon
dan Caesar
dari Romawi.
Dalam masa pemerintahannya yang singkat, Alexander mampu menjadikan Makedonia
sebagai salah satu kekaisaran terbesar
di dunia.
Ia tak terkalahkan di medan perang,
ditasbihkan menjadi komandan perang terhebat sepanjang masa. Di usia tiga puluh
tahun, Alexander The Great, Alexander Agung, atau Iskandar Zulkarnain memimpin sebuah kekaisaran terbesar pada masa
sejarah kuno, membentang mulai dari Laut Ionia sampai pegunungan Himalaya,
mencakup tiga benua, Eropa, Afrika, dan Asia: Makedonia.
Tak hanya mewariskan akulturasi
budaya Hellenisme dan strategi perang yang masih dipelajari para perwira hingga
saat ini, peninggalan Alexander juga masih tersisa di sebuah kota di Mesir yang menyandang namanya.
Alexandria.
Riwayat
Alexander
dilahirkan pada tanggal 20 Juni 356
SM di Pella, ibu kota Makedonia,
sebagai anak dari Raja Makedonia, Fillipus
II. Ketika kecil, ia menyaksikan
bagaimana ayahnya memperkuat pasukan Makedonia dan memenangkan berbagai
pertempuran di wilayah Balkan.
Ketika berumur 13 tahun, Raja Filipus mempekerjakan filsuf Yunani terkenal, Aristoteles, untuk menjadi guru pribadi bagi Alexander. Dalam tiga
tahun, Aristoteles mengajarkan berbagai hal serta mendorong Alexander untuk
mencintai ilmu pengetahuan, kedokteran, dan filosofi. Sebagai imbalan atas pengajarannya,
Filipus bersedia untuk membangun kembali kampung halaman Aristoteles di Stageira, yang pernah dihancurkan olehnya.
Filipus merepopulasi kota itu dengan cara membeli dan memerdekakan para bekas
warga yang sempat menjadi budak, atau dengan mengampuni para warga yang berada
di pengasingan
Ketika Aleksander berusia sepuluh tahun, seorang pedagang
kuda dari Thessalia menawarkan
seekor kuda pada Filipus. Kuda tersebut diberi harga senilai tiga belas talen. Kuda itu tidak mau ditunggangi oleh
siapapun, dan Filipus memerintahkannya untuk dibawa pergi. Akan tetapi,
Aleksander berkata bahwa rasa takut kuda itu adalah bayangannya sendiri dan
meminta kesempatan untuk memunggangi kuda itu. Aleksander berhasil
melakukannya.[15] Menurut
Plutarch, Filipus, yang merasa sangat senang melihat keberanian dan ambisi
Aleksander, langsung mencium putranya itu dan menyatakan: "Putraku, kau
harus menemukan kerajaan yang cukup besar untuk ambisimu. Makedonia terlalu
kecil untukmu". Setelah itu Filipus membelikan kuda itu untuk Aleksander.[16] Aleksander
menamai kuda itu Bukephalas, bermakna "kepala lembu".
Bukephalas akan menjadi teman perjalanan Aleksander dalam penaklukannya sampai
ke India. Ketika Bukephalas mati (akibat usia tua, menurut Plutarch, karena
sudah berusia tiga puluh tahun), Aleksander menamai sebuah kota sesuai nama
kudanya (Bukephala).
Ketika Aleksander menginjak usia enam belas tahun, masa
belajarnya pada Aristoteles selesai. Pada
tahun 340 SM, Filipus mengumpulkan sepasukan besar tentara
Makedonia untuk berperang melawan Byzantium, dan Aleksander,
yang ketika itu berumur 16 tahun ditugaskan untuk memimpin kerajaan Makedonia. Selama
Filipus pergi, suku Maedi Thrakia memberontak menentang kekuasaan
Makedonia. Aleksander merespon dengan cepat, dia meredam pemberontakan suku
Maedi, mengusir mereka dari wilayah mereka, mengisinya dengan orang-orang
Yunani, dan mendirikan kota yang dia namai Alexandropolis.
Setelah Filipus kembali dari Byzantion, dia memberi
Aleksander sejumlah kecil pasukan dan mengutusnya untuk mnghentikan suatu
pemberontakan di Thrakia selatan. Dalam
kampanye lainnya melawa kota Perinthos di Yunani, Aleksander disebutkan
menyelamatkan nyawa ayahnya.
Raja Filipus II
meninggal tahun 336 SM oleh pembunuh gelap pada saat pernikahan putrinya.
Alexander pun naik tahta menggantikan ayahnya pada usia 20 tahun. Kabar kematian Filipus memicu banyak kota memberontak, termasuk Thebes, Athena, Thessalia, dan suku-suku
Thrakia di utara Makedonia. Ketika kabar
pemberontakan di Yunani diketahui oleh Aleksander, dia merespon dengan cepat.
Meskipun para penasihatnya menyarankannya untuk mempergunakan diplomasi, namun
Aleksander memutuskan untuk mengumpulkan 3.000 tentara kavaleri dan bergerak
menuju Thessalia, daerah tetangga Makedonia di sebelah selatan. Di sana dia
mengetahui bahwa pasukan Thessalia telah menempati jalan di antara Gunung Olimpus dan Gunung Ossa. Aleksander lalu menyuruh pasukannya
menaiki Gunung Ossa. Ketika pasukan Thessalia terbangun, mereka melihat bahwa
pasukan Aleksander telah berada di sisi belakang mereka. Pasukan Thessalia pun
menyerah dan pasukan kavaleri Aleksander bertambah dengan masuknya pasukan
Thessalia. Aleksander lalu bergerak menuju Peloponnesos.
Namun, tahun berikutnya
terjadi pemberontakan kembali, dia memutuskan untuk bertindak tegas dengan
mengahancurkan Thebes dan menjual seluruh penduduknya sebagai budak. Kejadian
ini berhasil memadamkan keinginan kota-kota lain untuk memberontak.
Tahun 335 SM,
Alexander menyerang Persia dengan membawa sekitar 42.000 pasukan. Selama dua tahun
berikutnya Alexander memenangkan berbagai pertempuran melawan pasukan Persia
hingga akhirnya dia berhasil mengalahkan pasukan yang dipimpin oleh Raja Persia
Darius III pada 333 SM. Darius yang kabur berusaha untuk damai dengan
menawarkan Alexander wilayah dan harta namun ditolak. Alexander mengatakan
bahwa dia sekarang adalah Raja Asia dan hanya dia yang berhak menentukan
pembagian wilayah. Alexander kemudian meneruskan ekspansi militernya hingga
berhasil menaklukkan wilayah Mesir
hingga ke perbatasan India sebelum terpaksa berhenti karena prajuritnya yang kelelahan
karena pertempuran terus-menerus selama sepuluh tahun.
Alexander
kemudian kembali ke kerajaanya untuk merencanakan ekspansi baru. Selama
perjalanan ia mengeksekusi banyak satrap (semacam gubernur) dan pejabat yang
bertindak melenceng sebagai contoh bagi yang lain. Kemudian sebagai wujud
terima kasih pada para prajuritnya, Alexander memberi sejumlah uang pada mereka
dan menyatakan bahwa ia akan mengirim para veteran dan cacat kembali ke
Makedonia. Namun tindakan ini justru diartikan sebaliknya oleh prajurit
Alexander. Selain itu, mereka juga menentang sejumlah keputusan Alexander,
seperti mengadopsi budaya Persia dan dimasukkanya pasukan dari Persia ke dalam
barisan prajurit dari Makedonia. Sejumlah Prajurit kemudian memberontak di kota
Opis.
Alexander mengeksekusi para pemimpin pemberontakan tersebut, namun mengampuni
para prajuritnya.
Dalam upaya
menciptakan perdamaian yang bertahan antara orang-orang Makedonia dan rakyat
Persia, Alexander mengadakan pernikahan massal antara para perwiranya dengan
wanita bangsawan dari Persia. Akan tetapi, hanya sedikit pernikahan yang
bertahan lebih dari setahun.
Penyatuan
wilayah dari makedonia hingga persia oleh Alexander Agung menyebabkan
terbetuknya perpaduaan kebudayaan
Yunani, Mediterrrania, Mesir, dan Persia yang disebut dengan kebudayaan Hellenisme. Pengaruh Hellenisme ini bahkan sampai ke India dan Cina. Khusus di Cina, pengaruh kebudayaan ini dapat ditelusuri
di antaranya dengan artefak yang ditemukan di Tunhuang.
Alexander
selama ekspansinya juga mendirikan beberapa kota yang semuanya dinamai
berdasakan namanya, seperti Alexandria atau Alexandropolis. Salah satu dari
kota bernama Alexandria
yang berada di Mesir, kelak menjadi terkenal karena perpustakaannya yang
lengkap dan bertahan hingga seribu tahun lamanya serta berkembang menjadi pusat
pembelajaran terhebat di dunia pada masa itu.
Sewaktu di
Babilonia, Alexander tiba-tiba terkena sakit parah dan mengalami demam selama
11 hari sebelumnya akhirnya meninggal
pada tanggal 10 Juni 323 SM,
dalam usia sekitar 33 tahun. Penyebab kematian yang sesungguhnya tidak jelas. Catatan Plutarch menceritakan
bahwa sekitar 14 hari sebelum kematiannya, Aleksander menjamu admiralnya, Nearkhos, dan menghabiskan malam serta hari
berikutnya dengan minum-minum bersama Medios dari Larissa. Aleksander
lalu mengalami demam, yang semakin lama semakin parah, sampai-sampai dia tak
dapat lagi berbicara. Para tentara menjadi sangat cemas ketika Aleksande hanya
dapat mengabaikan tangannya pada mereka. Dua hari kemudian,
Aleksander meninggal dunia. Sementara Diodoros menceritakan bahwa Aleksander
menderita rasa sakit setelah meneggak semangkuk besar angur yang tidak dicampur
untuk menghormati Herakles, dan wafat
setelah mengalami semacam rasa sakit, yang juga disebutkan sebagai alternatif
oleh Arrian, namun Plutarch secara khusus
membantah klaim ini.
Mengingat aristokrasi Makedonia punya
kecenderungan untuk melakukan pembunuhan, maka muncul dugaan bahwa Aleksander
meninggal dunia akibat dibunuh. Diodoros, Plutarch, Arrian dan Yustinus
semuanya menyebutkan teori bahwa Aleksander diracun. Plutarch menganggapnya
sebagai pemalsuan, sedangkan Diodoros dan Arrian berkata bahwa mereka
menyebutkannya hanya demi kelengkapan. Meskipun demikian,
catatan-catatan mereka cukup konsisten dalam menduga para tersangka di balik
pembunuhan Aleksander, di antaranya adalah Antipatros, yang baru saja diberhentikan dari
jabatannya sebagai raja muda Makedonia, dan tersangka lainnya anehnya adalah
Olympias.
Kekaisaran
Makedonia pada tahun 336 SM.
Setelah
kematian Alexander, tidak adanya ahli waris menyebabkan terjadi perpecahan dan
pertempuran antara para bawahannya. Akhirnya, setelah perselisihan
bertahun-bertahun, sekitar tahun 300 SM, kekuasaan atas bekas kerajaan Alexander
terbagi menjadi 4 wilayah yang masing dikuasai salah satu jendral Alexander.
yaitu Kerajaan
Ptolemaik , Kekaisaran
Seleukia, Kerajaan Pergamon, dan Kerajaan
Makedonia.
Dunia pada saat
kematian Alexander, menunjukkan kemaharajaannya dalam konteks geopolitik yang
lebih besar. Walaupun hanya memerintah
selama 13 tahun, semasa kepemimpinannya ia mampu membangun sebuah imperium yang lebih besar dari setiap
imperium yang pernah ada sebelumnya. Pada saat ia meninggal, luas wilayah yang
diperintah Alexander berukuran 50 kali
lebih besar daripada yang diwariskan kepadanya serta mencakup tiga benua (Eropa, Afrika,
dan Asia).
Gelar The Great
atau Agung di belakang namanya diberikan karena kehebatannya sebagai seorang
raja dan pemimpin perang lain serta keberhasilanya menaklukkan wilayah yang
sangat luas hanya dalam waktu 10 tahun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar