Ibadah. Secara
etomologis kata ibadah diambil dari kata ‘abada, ya’budu, ‘abdan, fahuwa
‘aabidun yang berarti hamba atau budak. Jadi ibadah berarti penghambaan, yakni aktivitas penghambaan untuk
memperoleh keridhaan dari Allah SWT.
Ibadah mahdhah (dalam arti sempit)
yaitu ibadah yang murni (mahdhah) sebagai
ibadah, yaitu aktivitas yang sudah ditentukan syarat dan rukunnya. Maksud dari
syarat adalah hal-hal yang perlu dipenuhi sebelum suatu kegiatan ibadah itu
dilakukan. Sedangkan maksud dari rukun adalah hal-hal, cara, tahapan atau
urutan yang harus dilakukan dalam melaksanakan ibadah itu. Contoh ibadah
mahdhah adalah shalat, puasa dan haji.
Sedangkan ibadah ghairu mahdhah yaitu ibadah yang tidak murni sebagai ibadah, yaitu
segala aktivitas yang di samping sebagai hubungan hamba dengan Allah juga
merupakan hubungan atau interaksi antara hamba dengan makhluk
lainnya. Niat ibadah ghairu mahdhah bisa karena mencari ridha Allah, atau
bisa juga niatnya adalah untuk sosial misalnya bekerja mencari nafkah niatnya
untuk menghidupi keluarga.DUA DIMENSI IBADAH.
Ibadah dalam Islam dibagi dalam dua dimensi,
yaitu: ibadah Mahghah (ibadah
berdimensi ritual/individual) dan ibadah Ghair-mahdhah (ibadah
berdimensi sosial). Kedua dimensi ibadah tersebut harus dilakukan secara
keseluruhan oleh setiap Muslim.
Allah SWT secara tegas
memerintahkan kita agar masuk Islam
secara kaffah (menyeluruh). “Udkhulu
fis-silmi kaffah” (QS. Al Baqarah: 208), artinya
“Masuklah ke dalam Islam secara kaffah (menyeluruh)”. Tidak
dibenarkan seseorang hanya melaksanakan ibadah ritual saja, sementara
mengabaikan ibadah sosial. Demikian pula sebaliknya. Ibadah ritual dan
sosial harus dilaksanakan secara keseluruhan dan berimbang.
Allah SWT juga memerintahkan kita untuk berhubungan baik dengan sesama manusia (hablim minan naas):
“Dhuribat ‘alaihi mudh dhillatu ainamaa - tsuqifuu illaa
bi hablim minallahi wa hablim
minan naas (QS. Ali Imran 112) : Ditimpakan atas mereka ”kehinaan” dimana saja
mereka berada, kecuali kalau mereka berhubungan baik dengan Allah (hablim minallah) dan berhubungan baik dengan sesama
manusia (hablim minan naas).
NILAI IBADAH SOSIAL LEBIH BESAR DARIPADA IBADAH RITUAL.
Prof. Dr. Jalaluddin Rahmad, berpendapat bahwa, Islam menekankan ibadah
dalam dimensi sosial jauh lebih besar daripada dimensi ritual. Kalau kebetulan kegiatan ibadah ritual itu bersamaan
dengan pekerjaan lain yang mengandung dimensi sosial, maka Islam memeberi pelajaran
untuk mendahulukan yang sosial.
>
|
Ketika nabi sedang shalat di rumah, beliau berhenti dan
membukakan pintu untuk tamu yang datang, kemudian beliau melanjutkan
shalatnya kembali.
|
>
|
Seseorang datang kepada rasulullah, mengadukan ada
seseorang perempuan yang shalatnya rajin tetapi dia selalu menyakiti tetangga
dengan lidahnya. Apa kata Rasulullah?,
”Perempuan itu di neraka”. (HR. Ahmad, Hakim).
|
>
|
Tidak beriman kamu, kalau
kamu tidur dalam keadaan kenyang, sementara tetanggamu kelaparan. (HR.
Al-Bukhary)
|
>
|
Orang bodoh yang dermawan lebih dicintai Allah
ketimbang ahli ibadah yang pelit. (HR. Al-Tirmidzi dari Abu Hurairah)
|
>
|
Dalam suatu riwayat, Nabi pernah menjelaskan kepada
sahabat-sahabatnya tentang bangkrut.
Rasulullah menjelaskan, sesungguhnya orang yang bangkrut adalah orang yang
rajin menjalankan ritus-ritus ibadah (shalat, shaum, zakat, dan lain
sebaginya), tetapi dia tidak memiliki akhlak yang baik, dia sering merampas
hak orang lain, sering menyakiti hati orang, sering berbuat zalim, dsb. Sehingga pahala amalnya habis berpindah
ke orang lain dan dosanya bertambah banyak.
|
AKHLAK UKURAN
TINGKAT KEIMANAN
Tingkat keimanan seseorang
diukur dari akhlaknya (prilaku sosial), bukan
dari ibadah mahdhah semata.
Pendusta Agama. Dalam al-Qur’an, Allah SWT mencap bagi orang-orang
yang tidak peduli terhadap nasib fakir miskin sebagai ”pendusta agama”. Ara-aitalladzii
yukadzdzibubiddiin
fadzaalikalladzi yadu’ –
’ulyatiim walaa yahudhdhu ’alaa
tha’aamill miskin (QS.
Al-Ma’un: 1-3), artinya: ”Tahukah kamu
orang yang mendustakan agama?. Mereka adalah orang yang menelantarkan anak
yatim dan tidak peduli terhadap nasib orang miskin.”
Prof. Dr. Hamka memaknai “pendusta agama” adalah orang yang
mendustai agama, yaitu mendustai shalatnya, mendustai zakatnya, mendustai
puasanya, juga mendustai ibadah hajinya. Karena ibadah spiritual yang ia
lakukan (shalat, zakat, puasa, dan haji) tidak berdampak baik pada ibadah
sosialnya, yaitu tidak peduli terhadap nasib anak yatim dan orang miskin.
Manusia yang
paling baik. Banyak hadis yang menyatakan bahwa untuk
mengukur keimanan seseorang itu adalah dari akhlaknya (prilaku sosial). Rasulullah bersabda, khairunnas anfa’uhum linnas , ”Manusia
yang paling baik (dicintai Allah Ta’ala),
ialah manusia yang paling bermanfaat bagi manusia yang lain. (HR. Ibnu Hajar Al-Asqalani)
Amal yang paling utama. Ketika Rasulullah ditanya, ”Amal apa yang paling utama?”. Nabi yang mulia menjawab, ”Seutama-utama amal ialah
memasukkan rasa bahagia pada hati orang yang beriman, yaitu melepaskannya dari
rasa lapar, membebaskannya dari kesulitan, dan membayarkan hutang-hutangnya.” (HR. Ibnu Hajar Al-Asqalani)
Sedekah
ciri orang bertaqwa. Salah satu ciri orang yang
bertaqwa antara lain adalah menafkahkan sebagian rizki. ”Hudallil
muttaqiin – alladziina yu’minuuna bil ghaibi - wa yuqiimuunash shalaata- wa mim
maa razaqnaahum yunfiquun” (QS. Al-Baqarah: 2-3), artinya: ”(Al Qur’an) merupakan petunjuk bagi mereka yang bertaqwa, yaitu mereka yang beriman
kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian
rizki yang Kami anugerahkan kepada mereka.”
Shalat dan zakat. Di dalam Al-Quran, kata “shalat”
pada umumnya digandengkan dengan kata “zakat”. “Janganlah
kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, kaum
kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata
yang baik kepada manusia, dirikanlah salat dan
tunaikanlah zakat.
Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu,
dan kamu selalu berpaling.” (QS.
Al-Baqarah: 83).
Iman dan amal shaleh. Di dalam Al-Quran, kata “iman”
pada umumnya digandengkan dengan kata “amal saleh”.
(1) QS. Al-Baqarah: 82 ; “Dan orang-orang
yang beriman serta beramal saleh,
mereka itu penghuni surga; mereka kekal di dalamnya”.
(2) QS. Thaha: 75 ; “Dan barang siapa
datang kepada Tuhannya dalam keadaan beriman, lagi sungguh-sungguh telah beramal saleh, maka mereka itulah
orang-orang yang memperoleh tempat-tempat yang tinggi (mulia)”.
Jadi tingkat
keimanan seseorang itu, justru diukur
dari akhlaknya (prilaku sosial), bukan dari ibadah mahdhah semata. Namun kita sering mengukur ketaqwaan
seseorang dari ritualnya ketimbang sosialnya.
Prof. Mukti Ali : Orang-orang Muslim
banyak yang lebih peka terhadap masalah-masalah ritual keagamaan, daripada
masalah-masalah sosial. Padahal Allah memerintahkan untuk Hablu minallah wa
habluminannnas secara seimbang.
&&&&&
&&&&&
IBADAH YANG MEMBUAT ALLAH SENANG
Pada suatu ketika Nabi Musa As
berkomunikasi dengan Allah SWT;
Musa : "Wahai
Allah aku sudah melaksanakan ibadah.Lalu manakah ibadahku yang membuat Engkau
senang. Apakah shalatku?
Allah: "Sholat mu itu
untukmu sendiri. Karena shalatmu membuat engkau terpelihara dari perbuatan keji
dan munkar.”
Musa : “Apakah dzikirku?”
Allah: “Dzikirmu itu
membuat hatimu menjadi tenang.”
Musa : “Puasaku ?”
Allah : “Puasamu itu melatih
dirimu untuk memerangi hawa nafsumu"
Musa: "Lalu ibadah apa yang membuat Engkau senang ya Allah?"
Musa: "Lalu ibadah apa yang membuat Engkau senang ya Allah?"
Allah: "Sedekah, infaq,
dan Zakat Mal. Itulah yang membuat Aku senang, Karena tatkala engkau
membahagiakan orang yang sedang susah, Aku berada disampingnya. "
Rasulullah bersabda: ”Orang yang paling dicintai Allah Ta’ala adalah orang
yang paling bermanfaat bagi orang lain. Amal yang paling dicintai Allah ”Azza
wa Jalla adalah memasukkan kegembiraan ke dalam hati seorang muslim,
menghilangkan kesulitannya, melunasi hutangnya, atau mengusir rasa laparnya.”
(HR. Thabrani)
Bila seseorang sibuk dengan ibadah ritual dan membanggakannya, maka
itu tandanya ia hanya mencintai dirinya sendiri, bukan Allah.
Tapi, bila ia berbuat dan
berkorban untuk orang lain, maka itu tandanya ia
mencintai Allah dan tentu Allah senang karenanya.
Buatlah Allah senang maka Allah
akan limpahkan rahmat-Nya dengan membuat hidup lapang dan bahagia...
Tentu jangan lupa sebelumnya
engkau selesaikan kewajiban kepada Allah, walaupun itu merupakan kebutuhan kita
sebagai hambanya, karena kewajiban kepada Allah merupakan kunci dari mencintai
dan kesenangan Allah kepada kita.
----- ----- ----- -----
Dalam hadits qudsi, Allah SWT
berbicara kepada nabi Musa AS.
"Wahai hamba Ku... aku lapar,
tapi kenapa kalian tak memberi Aku makan,
Aku haus, tapi kenapa kalian tak beri
Aku minum,
Aku susah, tapi kenapa kalian tak
mengunjungi-Ku"
Ketika nabi Musa bertanya :
"Ya Rabb... di mana aku bisa
menemui-Mu?"
Allah SWT berfirman:
"Barang siapa yang ingin
menemui-Ku, maka temuilah mereka yang kehausan, mereka yang kelaparan, dan
mereka yang kesusahan. Karena sesungguhnya Aku bersamanya."
Allah SWT menambahkan firman-Nya:
"Ketahuilah, tidaklah sampai cinta-Ku
kecuali kalian mencintai sesama. Tidaklah sampai pelayanan-Ku, kecuali kalian
sudi melayani sesama."
----- ----- ----- -----
Dari
Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Manusia yang paling dicintai
oleh Allah adalah yang paling memberikan manfaat bagi
manusia.
Adapun
amalan yang paling dicintai oleh
Allah adalah membuat muslim yang lain bahagia, mengangkat kesusahan dari orang
lain, membayarkan utangnya atau menghilangkan rasa laparnya.
Sungguh
aku berjalan bersama saudaraku yang muslim untuk
sebuah keperluan, lebih aku cintai daripada beri’tikaf di masjid ini (masjid
Nabawi) selama sebulan penuh.”
(HR.
Thabrani di dalam Al Mu’jam Al Kabir no. 13280, 12: 453. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini hasan sebagaimana disebutkan dalam Shahih Al Jaami’ no.
176).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar