Timbulnya Iktilaf (perbedaan pendapat) diantara para
ulama dalam memahami AQ dan hadist disebabkan oleh :
a. Ayat AQ dapat mengandung banyak makna.
b. Hadis beredar dari mulut ke mulut selama
hampir dua ratus tahun di antara perawi hadis, sehingga dalam penulisannya
memungkinkan terjadinya ketidaksempurnaan.
c. Kecerdasan, pengalaman dan sosio-kultural
para ulama yang berbeda, menyebabkan berbeda dalam menafsirkan ayat AQ dan
hadis, serta berbeda dalam menyusun metode Ijtihad.
Contoh
:
1) Huruf
dalam AQ yang mengandung banyak arti/fungsi dan tergantung konteksnya,
antara lain huruf "fa", "waw", "aw",
"illa" dan "hatta" .
Sebagai contoh, huruf "fa" mengandung dua fungsi, yaitu
berfungsi "li tartib dzikri" (susunan dalam tutur kata) dan berfungsi
"li tartib haqiqi" (susunan menurut kenyataan).
2) Perbedaan
dalam memahami lafaz perintah dan larangan
·
“Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang
tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu” (QS17;79).
Para ulama ada yg memandang bahwa itu adalah wajib (mazhab Zhahiri), dan ada yg
memandang sunnah (jumhur ulama).
·
“Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka
bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah
banyak-banyak supaya kamu beruntung” (QS.62:10)
3) Perbedaan
dalam memahami hadis
·
Potong
tangan bagi pencuri
·
Cara membersihkan najis di badan.
·
Syarat shalat di Jama’ dan qashar.
·
jari bergerak ketika tahiyat.
Jalan sufi hanya
mengungkapkan bahwa di balik perbedaan syariat itu, terdapat persamaan tarekat
dan hakekat.
Ikhtilaf tidak
dapat dihindarkan. Yang dapat dihindarkan adalah khilaf.
Jika paradigma fiqih memandang ikhtilaf
sebagai pertentangan antara kebenaran dan kebatilan, paradigma akhlak melihat ikhtilaf sebagai peluang untuk memberikan
kemudahan dalam menjalankan agama.
QS.Al-Baqarah 185 :
Allah menghendaki kemudahan, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.
QS.Al-Hajj 78
: Allah tidak membebani seseorang
melainkan sesuai dengan kesanggupannya.
Jangan menilai keimanan seseorang dari mazhab yang
dianut, tapi lihatlah akhlak dan amalnya, serta seberapa besar konstribusinya
bagi kemaslahatan umat.
ALIRAN TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL
Di kalangan para
sahabat, ada dua aliran, yaitu aliran tekstual
dan aliran kontekstual.
Aliran tekstual adalah memahami teks-teks
agama sesuai dengan yang tertulis dalam teks tersebut, sementara aliran kontekstual adalah memahami agama
dengan melihat kepada makna dan tujuan daripada teks-teks tersebut.
Dengan kata lain, aliran tekstual adalah
memahami apa yang tersurat,
sementara aliran kontekstual adalah memahami apa yang tersirat.
Tokoh aliran
tekstual di kalangan sahabat Nabi SAW adalah Sayyidina Abdullah bin Umarra,
Sementara tokoh aliran kontekstual adalah istri Nabi Muhammad SAW, Ummul Munin
Aisyah, dan muazin Nabi, Bilal bin Rabah RA.
Abdullah bin Umar
selalu melakukan apa yang dilakukan Rasulullah SAW, bahkan apabila Nabi SAW
berteduh di bawah pohon atau duduk di atas sebuah batu. Pengikut aliran
tekstual cenderung ingin mengikuti perilaku Rasulullah SAW sesuai apa adanya
tanpa mencari maksud dan makna filosofisnya.
Sementara, pengikut
aliran kontekstual cenderung lebih mengembangkan perintah-perintah agama itu
dengan konteks kekinian.
Memahami Teks Perintah & Larangan Dalam Alquran Maupun Hadis
Memahami Alqur'an maupun hadis tidak bisa hanya secara tekstual (harfiah), tapi harus kontekstual (maknawiah). Serta memahami ilmu tata bhs Arab (Nahwu, Shorof, Balaghoh), Asbabul Nuzul/Wurud, dsb.
Terkait PERINTAH (al-Amr) maupun LARANGAN (al-Nahyu) dalam teks-teks AQ maupun hadis, penting untuk tahu hakekatnya. Krn banyak lafal2 yang Mujmal (pengertian blm tegas) atau bersifat Musytafak (pengertian global).
Tidak Semua Fiil Amr (Kata Perintah) Itu Wajib Mutlak Hukumnya
Dlm ilmu Bahasa Arab, Tidak semua kata perintah itu wajib mutlak hukumnya. Dilihat dari segi bentuknya, maka kalimat perintah (shiyagh al-Amr) dapat dibagi empat, yakni:
a. Fi’il Amr ; Bersifat mutlak. (mis: Dirikanlah shalat…, Diwajibkan atas kamu berpuasa…)
b. Fi’il Mudhari’ : Ini anjuran. (mis: Hendaklah ada diantara kamu ...)
c. Isim Mashdar : Bersifat informasi ttg perintah (mis: Dan Tuhanmu telah Memerintahkan…)
d. Isim fi’il al-Amr, maksudnya adalah lafal yang berbentuk isim, namun diartikan dengan fi’il
Tingkatan Kata Perintah
Ada banyak kata kerja perintah (fiil amr) di dlm AQ dan hadis, tapi tingkatannya berbeda. Macam2 makna kalimat perintah (al-Amr ) :
a. Bersifat ancaman (tahdid). Misal: Diwajibkan atas kamu …
b. Bersifat menganjurkan (nadb). Misal : Hendaklah kamu …
c. Bersifat petunjuk (irsyad). Misal: Apabila kamu … maka hendaklah …
d. Bersifat kebolehan (ibahah). Misal : …Makanlah kamu dan minumlah kamu…
e. Mempersilahkan (takrim). Misal: Masuklah ke dalam surga
f. Untuk melemahkan (ta’jiz). Misal: Maka datangkanlah satu surat yang seperti …
g. Untuk mendustakan (takzib). Misal: Tunjukkanlah bukti …
h. Untuk permohonan. Misal: Berikanlah kami …
Jadi tidak semua kata perintah (fiil amr) itu wajib mutlak hukumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar