*KEMBANG TITIPAN 11*
Darmin
terkejut, tak mengira semarah itu Basuki mendengar perkataannya.
"Tapi
tuan.."
"Tidak
ada tapi-tapi, kamu sudah janji, dan kamu harus menepati. Ingat itu. Dan ingat
juga, aku bisa melakukan apa saja. Sayangi nyawa tuamu." kata Basuki
sambil berdiri lalu melangkah keluar dan tak perduli pada Darmin yang duduk
melongo. Tapi tiba-tiba Basuki kembali.
"Jadi
Min, jelas bukan, batalnya perjanjian adalah ketika nywamu terlepas dari tubuh
tuamu yang tidak berguna itu!! Tak lama lagi aku akan membawa anakmu, mau
atau tidak aku akan tetap membawanya." kata Basuki yang
dibisikkannya ketelinga Darmin, kemudian dia benar-benar keluar dari
ruangan itu.
Tak ada
amplop diatas meja, tak ada tawaran untuk membebaskannya dari tahanan. Dan
tiba-tiba Darmin merasa muak pada Basuki, yang dinilainya sombong dan
ugal-ugalan. Dan tiba-tiba juga Darmin merasa menyesal telah menukar
nyawa nya dengan imbalan anak gadisnya. Lalu ia teringat akan perkataan
lurah Mardi.
"Dan
satu lagi pak Darmin, jangan kembali meneguk minuman keras."
"Saya
sebenarnya merasa menjadi orang tak berguna., Berbuat semau saya seakan bisa
menutupi penderitaan saya. Sekarang saya merasa bahwa ada yang sebenarnya
mencengkeram jiwa saya."
"Pak
Darmin sadar bahwa langkah pak Darmin itu salah? Bertobatlah, bertobat
adalah obat terbaik untuk mengobati luka hati."
Darmin
menghela naafas.
"Dan
apa yang pak Darmin lakukan itu bukan mengobati penderitaan, tapi justru
memperparah. Kasihan si Sri, dia sangat menderita.”
Lalu
Darmin benar-benar merasa menderita. Tapi bagaimana caranya menebus kesalahan
masa lalu? Ini menyangkut uang dan yang bersangkutan tak sudi seandainya uang
dikembalikan. Apa yang harus Darmin lakukan?
'Kasihan
Sri, dia sangat menderita', kembali kata-kata itu terngiang ditelinganya.
Derita, ia
sekarang merasa menderita. Berada dalam tahanan dan tak bisa melakukan apa-apa.
Sangat menyiksa. Dan jika Sri menderita.. alangkah sakit rasa hatinya.
Aduhai, benarkah anakku menderita? Bisiknya ber-kali-kali. Jadi begitu sakit
rasanya menderita.. seperti aku sekarang ini, sendirian dalam ruang yang
pengap. Tak ada minuman kesukaanku. Tapi tidak, aku tak akan meminumnya lagi.
aku benci semuanya, benci minuman itu, benci uang yang diberikan Basuki, benci
.. bahkan kepada dirinku sendiri.
Berapa
lamakah aku akan ada ditempat ini, lalu akan diadili dan dipenjara. Apakah
orang yang aku pukul akan mati, atau selamat? Bagaimana kalau mati lalu aku
dihukum lebih lama? Kata batin Darmin yang selalu menyiksanya.
Darmin
memegangi kepalanya dengan kedua tangannya, yang ditumpukannya diatas meja.
Hatinya bagai tercabik menyadari betapa kejamnya Basuki. Betapa buruk nasibnya,
betapa buruk kelakuannya, betapa menyiksa semua perasaan itu. Mengapa baru
sekarang dia menyadari? Ia terus meratapi keadaan dirinya sampai petugas
mengajaknya kembali masuk ke ruang tahanan.
***
"Sri,
jangan kebanyakan melamun .. ayo sini duduk sama simbah," kata mbah Kliwon
ketika mereka sudah selesai melakukan semua tugasnya.
Sri
mendekat kearah simbahnya, duduk bersandar di kursi bambu itu, matanya
menerawang kelangit-langit.
"Apa
yang kamu pikirkan?"
"Apakah
bapak benar-benar benci sama Sri?"
"Bapakmu
sedang tidak waras. Jangan kamu pikirkan. Nanti pada sa'atnya dia akan
menyadari kesalahannya."
"Kapan
bapak menyadari kesalahannya?"
"Pada
suatu hari nanti, mungkin sekarang ini belum sa'atnya. Kamu harus sabar, ya
nduk?"
"Sri
memikirkan cara mengembalikan uang Basuki , mas Timan mengatakan sanggup
membayarnya, Sri jadi sedih. "
"Itu
wujud cinta kasihnya Timan sama kamu, kamu harus mensyukurinya nduk."
"Rasanya
sulit menerima kenyataan ini. Sedih bukan menjadi orang yang seperti Sri ini?
Bahkan Sri sekarang merasa bahwa tubuh Sri ini juga bukan milik Sri lagi."
"Semuanya
akan ada akhirnya, dan percayalah bahwa kebenaran akan menang. Suatu hari nanti
bapakmu akan sadar."
"Simbah,
biarpun bapak seperti benci sama Sri, tapi Sri ingin menjenguknya lagi. "
"Simbah
maklum, bagaimanapun dia adalah bapakmu, ikatan itu tak akan bisa terputus
sampai kapanpun. Kamu anak baik, walau disakiti masih memiliki rasa
sayang."
"Semalam
Sri bermimpi, dipeluk bapak dengan kasih sayang. Bapak menangis sambil mengelus
kepala Sri."
"Mungkin
bapakmu juga sedang kangen sama kamu."
Sri
merenung lagi, alangkah senangnya kalau bapaknya benar kangen sama
dirinya. Selama ini ia merasa bapaknya tak pernah memperdulikannya.
"Sri
juga teringat kata mas Mardi.. eh.. pak lurah, bahwa orang yang dipukul Bapak
masih ada dirumah sakit. Bisakah kita menjenguknya? Sri ingin melihat
keadaannya dan meminta ma'af atas kelakuan bapak."
"Besok
kita tanya pak lurah, dimana dia dirawat."
"Kata
pak lurah, kalau orang itu sampai meninggal maka hukuman bapak akan lebih
berat."
"Ya,
itu benar nduk, karena dengan demikian bapakmu dianggap telah membunuh orang.
Tapi sudahlah, jangan terlalu memikirkan itu, besok bisa saja kita kerumah
sakit, baru menjenguk bapakmu. Ya kan?"
"Ya
mbah, begitu ya?"
"Nanti
simbah akan bertanya kepada pak lurah dulu, dimana orang itu dirawat.
"Ya,
mbah?"
"Sudah,
jangan sedih, serahkan semuanya kepada Yang Maha Kuasa, karena disana letak
segala kemurahan dan kebesaranNya. Dan kepadaNya kamu harus selalu memohon.
Jangan lupakan itu. Ayuk..ini sudah dhuhur, sa'atnya bersujud. Nanti hatimu
akan lebih terasa ringan.
"Baiklah
mbah."
***
"mBah,
kalau Sri mau membezuk ayahnya dan orang yang menjadi korban, saya antar saja.
Tapi saya mau ke kantor dulu.”
"Waduh,
jangan pak lurah, jangan sampai merepotkan dan mengganggu pak lurah. Tidak
apa-apa saya sama Sri saja. Kan banyak angkutan umum," kata mbah Kliwon
buru-buru.
"Tidak
apa-apa, saya juga butuh ketemu pak Darmin. Kemarin pernah mencari rumah Basuki
tapi belum ketemu, barangkali pak Darmin bisa memberi gambaran kira-kiranya
dimana."
"Tapi
mengganggu tugas pak lurah juga kan."
"Tidak
mbah, sama sekali tidak mengganggu, besok setelah ke kantor sebentar saya
langsung nyamperin mbah Kliwon."
"Wah,
terimakasih banyak pak lurah. Maksudnya cuma mau bertanya, malah jadi
merepotkan."
"Tidak
mbah, saya kan juga punya kepentingan. Saya sudah janji sama mas Timan bahwa
saya akan membantunya. Kemarin itu dimana Basuki tinggal masih belum ketemu.
Beberapa rumah yang saya datangi hanya ditungguin oleh orang yang tidak tau
dimana persisnya Basuki tinggal. Barangkali pak Darmin bisa memberi gambaran.
Soalnya ketika saya kesana, dia juga tidak bisa mengatakan apa-apa. "
"Tapi
kalau kemarin sudah mengatakan tidak tau, apa besok dia bisa ditanya
lagi?"
"Mungkin
dia hanya pura-pura tidak tau. Kan saya juga belum bisa menebak, rasa
penyesalan yang tampak waktu itu, benar-benar sesal atau pura-pura."
"Benar
pak lurah, orang seperti Darmin itu sangat susah ditebak isi hatinya."
"Semoga
dengan ber bicara pelan nanti kita akan mendapatkan sesuatu. Yang penting kita
kesana dulu."
"Iya
pak lurah, Sri juga bilang kepengin ketemu bapaknya. Katanya semalam bermimpi
ketemu bapaknya dan merangkulnya sambil menangis."
"Semoga
itu sebuah ikatan yang tak tampak antara pak Darmin dan anaknya, yang tergambar
dalam sebuah mimpi. Mungkin nanti pak Darmin sudah mau menerima Sri dengan
baik, tidak seperti pertemuan mereka yang lalu. Karena sesungguhnya pak Darmin
juga mencintai si Sri."
"Baiklah
pak lurah, terimakasih banyak. Saya mohon diri. Karena Sri itu sesungguhnya
takut kalau sendirian dirumah. Ya karena Basuki sering mendatangi ayahnya
akhir-akhir ini."
"Ya
mbah, bisa dimengerti. Karena merasa memiliki lalu dia bisa mengambilnya
kapan saja. Hati-hati ya mbah.."
"
"Jam
segini kok belum pulang ya mas Timan? Tuh rumahnya masih terkunci." kata
Lastri ketika bersama suaminya ingin berbincang dengan Timan.
"Tadi
nggak telephone dulu."
"Kan
sekalian mau belanja. Tapi aneh kalau sudah sore begini belum pulang."
"Coba
deh ditelephone Tri."
"Jangan-jangan
ke Sarangan. Nggak aktif nih ponselnya."
"Bisa
jadi. Aku sebenarnya pengin tau, bagaimana kelanjutan ceritanya, tentang uang
yang harus dibayar itu. Bagaimanapun aku ingin membantu. Kalau terlalu banyak
kasihan ms Timan."
"Iya
mas, aku setuju. Dulu dia juga mati-matian berkorban mempertemukan kita. Kalau
nggak ada mas Timan, sampai sekarang mas Bayu belum menemukan isteri, ya kan?
Maksudnya isteri yang seperti aku. Kalau gadis cantik sih banyak."
"Kok
larinya jadi ke gedis cantik banyak, aku kan nggak mau punya isteri selain
kamu. Susah nyari isteri kayak kamu."
"Karena
aku cantik kan?"
"Hm,
kalau mau bilang jelek, takut dicubit, kalau mau bilang cantik.. aku juga harus
dikasih upah. Gimana ya..."
"O,
jadi memuji isteri harus ada upahnya?"
"Iya
dong, setiap sa'at."
"Mau
upah berapa sih, coba bilang."
"Upahnya
bukan uang, jadi jangan bilang berapa..."
"O,
gitu.. larinya kesana lagi nih.."
"Kesana
tuh kemana?"
"Kayak
nggak tau aja apa yang dipikirkan mas Bayu. Taulah aku.."
"Baguslah
kalau tau, jadi aku sekarang mau bilang kalau isteriku memang cantik.
Nggak usah sekarang lho upahnya,Boleh nanti.. tapi dobel ya.."
"Iih..
apaan sih, lagi dijalan ngomongin yang enggak-enggak aja. Ayo pulang kalau
begitu."
"Tapi
belum bisa nyambung mas Timan, bagaimana?"
"Gimana
kalau kang Mardi saja. Dia pasti tau."
"Ya
sudah, kamu saja yang telephone."
Lastri
memutar nomor Mardi.
"Hallo
Tri, ada apa?" tanya lurah Mardi dari seberang.
"Ini,
aku sama mas Bayu kerumah mas Timan, tapi sudah sore begini kok belum pulang
ya?"
"Lho,
sekarang mas Timan tiap sore kan kemari, ketemu si Sri."
"Aaah,
sudah aku duga. Ini mas, mas Bayu kepengiin tau, kemarin kang Mardi bilang mau
ketemu pak Darmin. Sudah ada angka yang disebutkan pak Darmin? Tentang uang
yang harus dibayarkan ? Apa pak Darmin mau mengatakannya?"
"Mau
sih, tapi angka persisnya tidak disebutkan. Lumayan banyak. Katanya hutang pak
Darmin waktu itu sama dengan harga sebuah rumah bagus."
"Wauuu...
bisa ratusan juta dong."
"Benar,
tapi mas Timan menyanggupinya. Cuma saja saya belum bisa ketemu Basuki. Entah
dimana dia tinggal. Tak seorangpun tau. Maksud saya mau bicara juga sama
Basuki tentang uang itu. Karena bagaimanapun namanya hutang kan harus
dibayar?"
"Benar
kang, ini tadi aku coba menghubungi mas Timan belum bisa."
"Iya
lah, orang lagi asyik pacaran.. " kata lurah Mardi sambil tertawa.
"Nanti
saja saya coba menghubbungi lagi kang/."
"Besok
rencananya aku mau mengantarkan Sri ketemu bapaknya, sama Sri ingin ketemu
orang yang dipukul bapaknya itu. Mau minta ma'af katanya."
"Baguslah,
memang itu seharus nya yang kita lakukan, supaya nanti dia tidak banyak
menuntut."
"Sekalian
mau mencoba lagi bicara sama pak Darmin, barangkali akan ada perkembangan.
Karena kunci dari semua ini hanyalah Basuki."
"Ya
mas, nanti kabari aku kalau ada perkembangan. Mas Bayu bilang ingin
membantu."
"Baiklah,
nanti aku kabari."
"Bagaimana?
Apa kata pak lurah?" tanya Bayu ketika pembicaraan sudah selesai.
"Nanti
saja sampai rumah aku ceritain mas, kenapa ya tiba-tiba aku kok merasa
mual."
"Kamu
lapar barangkali? Makan dulu yuk, coba cari enaknya dimana?"
"Nggak
mas, aku pengin segera pulang dan tidur, nggak enak nih perutku."
***
Mobil
lurah Mardi berhenti didepan pagar rumah mbah Kliwon. Ketika pak lurah turun,
mbah Kliwon dan si Sri sudah siap didepan pintu. mBah Kliwon mengunci pintu
rumahnya.
"Merepotkan
ya pak lurah?" sapa Sri sungkan.
"Tidak
apa-apa Sri, kan aku juga punya kepentingan. Sudah siap ?"
"Sudah,
tinggal nungguin simbah, tuh lagi mengunci pintu."
"Bawa
apa itu Sri?"
"Cuma
pisang, dua haru yang lalu sudah matang pohon. Nanti saya juga nitip
untuk yu Marni. Yang ini ya pak."
"Oh
ya, pasti ibunya Jarot suka. Ayo masuk, itu simbah sudah selesai."
Sri
berjalan mengitari mobil, tetangga didepan rumah menyapanya.
"Mau
kemana Sri?"
"Ini
kang, mau nengokin bapak."
"Masih
belum keluar?"
"Belum
kang, do'akan ya." kata Sri lalu masuk kedalam mobil.
***
Siang itu
sebuah mobil berhenti didepan pagar rumah Lastri. Mobilnya bagus, semua orang
lewat menatap kearah mobil itu. Seorang laki-laki gagah turun dari mobil.
Jalannya tegap, memakai kaca mata hitam yang keren banget. Bercelana jean dan
memakai t-shirt ketat yang menutupi dada bidangnya. Laki-laki itu
masuk kehalaman kecil rumah Lastri dan berdiri didepan pintunya.
Perlahan
ia mengetuk, lalu semakin keras karena tak ada yang menjawabnya dari dalam.
"Permisi...
permisi.. assalamu'alaikum... "
Tak ada
jawaban sampai beberapa sa'at lamanya.
"Kemana
dia? Tadi dirumah Darmin juga tidak ada. Jangan-jangan dia kabur dari aku, awas
kamu Darmin," gerutunya dengan wajah kesal.
Ia
kemudian berbalik dan kembali kejalan. Seseorang yang rumahnya didepan
melihatnya dan mendekati laki-laki gagah itu.
"Tuan
mencari siapa?"
"Si
Sri ada ?"
"O,
Sri sedang pergi sama simbahnya."
"Pergi
kemana?"
"Nggak
tau, tadi disamperin mobil pak lurah. Dengar-dengar mau nyambangin bapaknya Sri
yang masih ditahan.."
"Oh,
terimakasih."
Laki-laki
itu naik keatas mobilnya. setelah ia tau harus mencari kemana.
***
besok lagi
ya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar