Senin, 18 Mei 2020

Proporsi dan Hak Amil dalam Pengelolaan Dana Zakat

Dari tahun ke tahun persoalan proporsi pendistribusian dana zakat selalu menjadi perdebatan bagi para amil (panitia) zakat, terutama amil zakat di masjid-masjid atau mushollah-mushollah kecil yang manajemennya belum begitu mapan.

Penyebab utama timbulnya perdebatan adalah adanya pergantian personel amil zakat, terutama ketua yang punya perbedaan tingkat intelektualitas dan pemahaman agama. 

Terlebih lagi bila timbul praduga penyalahgunaan kewenangan amil zakat pendahulu terkait porsi hak yang diterimanya, sehingga memicu perdebatan yang cukup tajam bahkan bisa jadi mengarah pada sentimen personal yang tidak sehat.

Sejauh ini memang belum ada fatwa atau petunjuk teknis dari otoritas ulama setempat mengenai proporsi pedistribusian zakat. Dan tentu akan sangat membantu bila ada sedikit panduan dari otoritas agama sebagai acuan bagi panitia zakat setempat.

Pendapat Para Ulama

Seluruh amil (panitia) zakat telah sepaham tentang pihak-pihak mana saja yang berhak menerima penyaluran zakat (mustahiq). Namun yang belum sepakat dan menjadi persoalan adalah mengenai proporsi atau prosentase bagian dalam penyaluran dana zakat yang dikelola oleh panitia. 

Mengacu pada al-Qur’an surat at-Taubah ayat 60, mereka yang berhak menerima zakat (mustahiq) ada 8 asnaf/golongan, yaitu Fuqara (fakir), Masakin (miskin), Amilin (panitia zakat), Mualaf (baru masuk Islam), Dzur Riqab (budak), Gharim (terlilit hutang), Fisabilillah (berjuang di jalan Allah), dan Ibnu Sabil (musyafir dan para pelajar perantauan).

Para ulama berbeda pendapat dalam hal penyaluran zakat kepada mustahiq, terutama mengenai hak bagian panitia zakat. Pertama, zakat wajib disalurkan kepada delapan asnaf/golongan manusia, baik itu zakat fitrah maupun zakat mal. Menurut Imam Syaf’i zakat wajib diberikan kepada kedelapan golongan seperti yang disebutkan dalam Al-Qur’an, namun jika tidak semua golongan ada, maka zakat boleh diberikan kepada golongan yang ada saja.

Sedangkan masalah hak bagian amil zakat, sebagai petugas yang mendata, mencatat, mengumpulkan, menjaga, dan membagi harta zakat, maka amil zakat mendapatkan 1/8 bagian (12,5%) dari harta zakat yang dikumpulkan, ini adalah pendapat pengikut madzhab Syafi’i.

Kedua, hasil pengumpulan zakat disalurkan hanya kepada empat asnaf/golongan penerima zakat, yaitu (1) fakir, (2) miskin, (3) sabilillah dan (4) amil. Hal ini mengacu pada pandangan Imam Malik dan Abu Hanifah yang didasari karena perkembangan situasi dan kondisi yang telah berubah dari zaman Rasulullah. Sehingga beliau tidak mewajibkan pendistribusian zakat kepada kedelapan golongan mustahiq.

Atas dasar perubahan situasi dan kondisi itu maka sebagian dari para petugas amil zakat memberikan porsi pembagiannya sebagai berikut: (1) golongan fakir dan miskin mendapat bagian 60%, (2) sabilillah mendapat bagian 30%, dan (3) amil mendapat bagian 10%.

Ketiga, menyesuaikan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi IT yang begitu pesat, maka pengelolaan zakat dapat dilakukan secara lebih mudah.  Pengumpulan zakat tidak lagi harus dengan gandum atau beras secara manual, tetapi bisa dibayarkan dengan bentuk uang melalui transfer rekening bank.

Dengan memanfaatkan kemajuan IT maka jumlah personel amil zakat pun juga bisa lebih sedikit.  Sehingga hak bagian amil zakat tidak lagi dihitung berdasarkan prosentase penerimaan zakat, melainkan berbasis pada kinerja dengan kaidah kepatutan atau kewajaran pengupahan. 

Pengelolaan Zakat oleh Baznas

Terkait dengan proporsi pembagian zakat, beberapa mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Jawa Tengah melakukan penelitian untuk tugas skripsi atau tesisnya.  Hasil penelitiannya tidak memberikan informasi tentang proporsi pembagian zakat yang ideal, namun berupa kebijakan badan amil daerah setempat dalam pengelolaan zakat.

Potensi zakat infaq masyarakat di wilayah Jawa Tengah, khususnya Yogyakarta, Semarang dan Surakarta, yang dikelola Baznas per tahunnya mencapai sekitar Rp 6-7 triliun.  Dalam hal penyalurannya, badan amil zakat di daerah tersebut menggunakan prinsip kebutuhan. Semakin tinggi tingkat kebutuhan maka semakin besar prosentasenya.

Sedangkan hak bagi karyawan badan amil zakat tidak menggunakan sistem prosentase tetapi diberikan gaji tetap tiap bulan karena mereka bekerja terus menerus sepanjang tahun dengan tugas sosialisasi, pendataan, pencatatan, pengumpulan hingga pendistribusian.

Sementara pengelolaan zakat oleh LAZISMU (Lembaga ZIS Muhammadiyah) Kota Salatiga dilakukan dengan kerja secara intensif menjelang bulan Ramadhan, dengan sistem mengumpulan penerimaan zakat, infak dan shadaqah (ZIS) dalam satu tahun, lalu menyalurkannya kepada empat golongan penerima zakat yaitu fakir, miskin, amil dan sabilillah.  Adapun proporsi pembagiannya adalah: fakir miskin 60%, sabilillah 30%, dan amil zakat 10%.

Berkaitan dengan hak panitia atau amil zakat, diantara badan-badan amil zakat saat ini ada yang memberikan gaji kepada karyawannya ‘cukup sejahtera’, namun adapula yang standar atau bahkan dibawah standar UMR.   Terhadap yang pertama muncul kritikan bahwa hal itu adalah penyalah gunaan kewenangan panitia.

Berbeda dengan amil zakat yang dibentuk oleh pengurus masjid atau mushollah kecil yang sifatnya temporer menjelang bulan Ramadhan.  Mereka tidak mempunyai standar acuan, sehingga penyalurannya berdasarkan ‘selera’ panitia/amil.  Berapapun hasil penerimaan ZIS, penyalurannya diberikan kepada warga fakir miskin berupa beras atau uang senilai 100 ribu rupiah. Selebihnya untuk menambah kas operasional/pembangunan masjid dan sebagian lainnya untuk amil zakat.

Mereka terjebak oleh konsep penyaluran zakat fitrah yang dibayarkan sebelum pelaksanaan shalat Idul Fitri, dimana fakir miskin harus gembira di hari raya itu dengan kecukupan makanan di hari itu. Maka nilai proporsinya sebatas adalah asal bisa makan untuk sekeluarga. Padahal semestinya para fakir miskin adalah prioritas dan mendapatkan porsi paling besar yaitu 60%.


Proporsi Pembagian ZIS

Memang tidak ada aturan tentang proporsi atau prosentase yang benar-benar adil dalam penyaluran zakat, infaq dan sadaqah kepada mustahiq (penerima zakat), karena situasi dan kondisi tiap wilayah berbeda.

Namun sebagai acuan bagi amil zakat kita bisa merujuk pada pengelolaan zakat oleh LAZISMU (Lembaga ZIS Muhammadiyah) Kota Salatiga, yang penyalurannya diarahkan kepada empat golongan yaitu fakir, miskin, amil dan sabilillah, dengan prosentase pembagian: (1) fakir miskin 60%, (2) sabilillah 30%, dan (3) amil zakat 10%.

Sedangkan hak bagi masing-masing anggota amil (panitia) zakat, berbeda satu sama lain, tergantung dari bobot kinerjanya. Hal ini sesuai dengan pandangan dari Imam Malik dan Abu Hanifah, yang menyesuaikan perkembangan situasi dan kondisi serta kemajuan teknologi informasi terkini.

Ref:

Proporsi dan Hak Amil dalam Pengelolaan Dana Zakat

https://www.kompasiana.com/rindangayu/5ec317ecd541df08184eeaa2/proporsi-dan-hak-amil-dalam-pengelolaan-dana-zakat


&&&&&
----- ----- ----- ----- ----- ----- ----- ----- ----- ----- ----- ----- -----

QS. at-Taubah ayat 60,

Innamaṣ-ṣadaqātu lil-fuqarā`i wal-masākīni wal-'āmilīna 'alaihā wal-mu`allafati qulụbuhum wa fir-riqābi wal-gārimīna wa fī sabīlillāhi wabnis-sabīl, farīḍatam minallāh, wallāhu 'alīmun ḥakīm,” 

Artinya:
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

-------

Mengacu pada al-Qur’an surat at-Taubah ayat 60, mereka yang berhak menerima zakat (mustahiq) ada 8 asnaf/golongan, yaitu Fuqara (fakir), Masakin (miskin), Amilin (panitia zakat), Mualaf (baru masuk Islam), Dzur Riqab (budak), Gharim (terlilit hutang), Fisabilillah (berjuang di jalan Allah), dan Ibnu Sabil (musyafir dan para pelajar perantauan).
--- --- ---

8 golongan orang yang berhak menerima zakat (QS. At-Taubah ayat 60) :

1. Fakir (orang yang tidak memiliki harta)

2. Miskin (orang yang penghasilannya tidak mencukupi)

3. Amil zakat (panitia penerima dan pengelola dana zakat)

4. Mualaf (orang yang baru masuk Islam)

5. Riqab (hamba sahaya atau budak)

6. Gharim (orang yang memiliki banyak hutang)

7. Fisabilillah (pejuang di jalan Allah)

8. Ibnu Sabil (musyafir dan para pelajar perantauan)


Uraian :

1. Fakir, mereka yang hampir tidak memiliki apa-apa sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok hidup;

2. Miskin, mereka yang mempunyai harta tapi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar kehidupan;

3. Amil (Pengurus zakat), mereka yang mengumpulkan dan mendistribusikan zakat;

4. Mu’allaf (mereka yang baru masuk Islam dan membutuhkan bantuan untuk menguatkan dalam tauhid dan syariah);

5. Riqab (Hamba sahaya), yaitu budak yang ingin memerdekakan dirinya;

6. Gharimin, mereka yang berutang untuk kebutuhan hidup dalam mempertahankan jiwa dan izzahnya;

7. Fisabilillah, mereka yang berjuang di jalan Allah dalam bentuk kegiatan dakwah, jihad dan sebagainya;

8. Ibnu Sabil, mereka yang kehabisan biaya di perjalanan dalam ketaatan kepada Allah.


Ket:

Para fakir termasuk golongan utama yang berhak menerima zakat. Menurut Imam Syafi’i, fakir merupakan orang yang tidak memiliki harta benda atau mata pencaharian. Keadaan ini terjadi secara terus-menerus atau dalam rentang waktu tertentu.

orang yang termasuk ke dalam kategori miskin adalah orang yang memiliki harta dan pekerjaan, tetapi belum mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. 

Riqab atau memerdekakan budak menjadi penerima zakat yang utama. Budak yang dimaksud adalah seorang muslim yang dijadikan budak kemudian dibeli dari harta zakat dan dibebaskan di jalan Allah SWT.

Ibnu sabil adalah seorang muslim yang melakukan perjalanan dan memerlukan uang untuk bekal perjalanannya. Orang yang masuk dalam golongan ini berhak menerima zakat sesuai kebutuhannya.

----

Berbagai dalil yang dijadikan rujukan oleh para amil zakat memunculkan pendapat sebagai berikut:

1. Masing2 seper delapan
2. Prosentase: fakir miskin, sabilillah & amil
3. Kewajaran.

--- --- ---

Pengelolaan Pembagian Zakat Di Lembaga Amil Zakat Infaq Dan Shadaqah Muhammadiyah (Lazismu) Kota Salatiga

LAZISMU Kota Salatiga dalam pembagian zakat menjadikan satu hasil zakat, infak dan shadaqah yang kemudian dana tersebut dibagi kepada empat ashnaf penerima zakat yaitu fakir, miskin, amil dan sabilillah.

Pendistribusian

Pendistribusian zakat dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan prinsip pemerataan & keadilan.

Prioritas utama adalah Fakir dan Miskin.

Baznas Jawa Tengah meminta fakir miskin menjadi prioritas penerima bantuan. Selain itu kepada masyarakat untuk membayarkan zakat, infak dan sodaqoh kepada lembaga resmi agar penyalurannya dapat terintegrasi.


Proporsi pembagian zakat dengan prosentase :  

1. fakir miskin 60%,
2. sabilillah sebanyak 30%.
3. amil sebesar 10%




&&&&



*BOLEHKAH MEMBERIKAN ZAKAT KEPADA NON-MUSLIM?*


Bahwa dalam hal ini para ulama berbeda pendapat, terutama zakat fitrah : 

(1) Dalam mazhab Syafi’i, zakat fitrah tidak diperbolehkan diberikan kepada non-Muslim, baik kaya atau miskin, harbi (yang memerangi) atau dzimmi (yang berdamai).

(2) Menurut pandangan Imam Abu Hanifah membolehkan memberikan zakat fitrah kepada non-Muslim (khususnya kafir dzimmi yang fakir).

(3) Dalam pandangan mazhab Hanbali ditegaskan, boleh memberi zakat (termasuk zakat fitrah) kepada non-Muslim yang menjadi panutan di kelompoknya ketika terdapat salah satu dari dua alasan. Pertama, diharapkan keislamannya. Kedua, ketika dikhawatirkan aksinya dapat menyerang orang Islam.

Sebagian ulama membolehkan berbuat baik dengan bersedekah atau lainnya kepada non-muslim. Tidak ada larangan dan batasan dalam Islam untuk berbuat baik kepada siapa pun, termasuk kepada orang yang tidak seiman. Dasarnya adalah :

QS. Al-Mumtahanah ayat 8; “Allah tidak melarang kalian dari orang-orang yang tidak memerangi kalian karena agama dan tidak mengusir kalian dari negeri kalian, untuk berbuat baik dan berlaku adil kepada mereka.”

Dalam hadis riwayat Imam al-Bukhari dikisahkan bahwa Asma’ binti Abu Bakar didatangi ibunya yang masih musyrik untuk minta pertolongan kepada Asma’. Kemudian Asma’ bertanya kepada Nabi Saw; “Wahai Rasulullah! Ibuku datang untuk minta bantuan, bolehkah saya membantunya? Nabi Saw menjawab; Iya, bantulah.”


Rasulullah SAW memberikan dana zakat kepada Sofwan Bin Umayyah pada saat ia masih kafir. Selain itu, dana zakat diberikan kepada orang yang dikhawatirkan kejelekan atau kejahatannya agar pemberian zakat dapat menghentikannya.

Sumber:
https://islam.nu.or.id/post/read/91505/bolehkah-memberikan-zakat-fitrah-kepada-non-muslim

https://bincangsyariah.com/kalam/hukum-sedekah-kepada-non-muslim/

https://lampung.tribunnews.com/2018/05/30/hukum-zakat-harta-kepada-fakir-non-muslim

&&&


Rapat Amil Zakat

1. Trimakasih kpd panitia/amil
2. Amil ZIS scr administratif disahkan oleh pemerintah, tapi kita bicara realita.
3. Amil ZIS bekerja sepanjang tahun, Amil kita bersifat insidentil menjelang Ramadhan

4. Persoalan yg sering muncul adl masalah distribusi.

a. Mindset jangan terjebak pd zakat fitrah, tapi ZIS. ( Rp.150.000)
b. Prioritas pendistribusian kpd fakir & miskin, kemudian fisabilillah & amil.
c. Proporsinya bisa menggunakan prosentase atau kelayakan.
d. Data supaya diarsipkan utk amil mendatang.


Beras 5 kg = 10.000  à 50.000
Minyak 5 l = 12,5    à 75.000
Telor  1kg       = 25.000 à 25.000
mie instan  10  = 2500 à 25.000
-----------------------------------------------

Paket = Rp. 175.000

Tidak ada komentar:

Posting Komentar