Dari
tahun ke tahun persoalan proporsi pendistribusian dana zakat selalu menjadi
perdebatan bagi para amil (panitia) zakat, terutama amil zakat di masjid-masjid
atau mushollah-mushollah kecil yang manajemennya belum begitu mapan.
Penyebab utama timbulnya
perdebatan adalah adanya pergantian personel amil zakat, terutama ketua yang
punya perbedaan tingkat intelektualitas dan pemahaman agama.
Terlebih lagi
bila timbul praduga penyalahgunaan kewenangan amil zakat pendahulu terkait porsi
hak yang diterimanya, sehingga memicu perdebatan yang cukup tajam bahkan bisa jadi
mengarah pada sentimen personal yang tidak sehat.
Sejauh
ini memang belum ada fatwa atau petunjuk teknis dari otoritas ulama setempat mengenai
proporsi pedistribusian zakat. Dan tentu akan sangat membantu bila ada sedikit panduan
dari otoritas agama sebagai acuan bagi panitia zakat setempat.
Pendapat
Para Ulama
Seluruh
amil (panitia) zakat telah sepaham tentang pihak-pihak mana saja yang berhak
menerima penyaluran zakat (mustahiq). Namun
yang belum sepakat dan menjadi persoalan adalah mengenai proporsi atau
prosentase bagian dalam penyaluran dana zakat yang dikelola oleh panitia.
Mengacu
pada al-Qur’an surat at-Taubah ayat 60, mereka yang berhak menerima zakat (mustahiq)
ada 8 asnaf/golongan, yaitu Fuqara (fakir),
Masakin (miskin), Amilin (panitia zakat), Mualaf (baru masuk Islam), Dzur Riqab (budak),
Gharim (terlilit hutang), Fisabilillah (berjuang di jalan Allah), dan Ibnu Sabil (musyafir
dan para pelajar perantauan).
Para
ulama berbeda pendapat dalam hal penyaluran zakat kepada mustahiq, terutama
mengenai hak bagian panitia zakat. Pertama,
zakat wajib disalurkan kepada delapan asnaf/golongan
manusia, baik itu zakat fitrah maupun zakat mal. Menurut Imam Syaf’i zakat
wajib diberikan kepada kedelapan golongan seperti yang disebutkan dalam Al-Qur’an,
namun jika tidak semua golongan ada, maka zakat boleh diberikan kepada golongan
yang ada saja.
Sedangkan
masalah hak bagian amil zakat, sebagai petugas yang mendata, mencatat,
mengumpulkan, menjaga, dan membagi harta zakat, maka amil zakat mendapatkan 1/8
bagian (12,5%) dari harta zakat yang dikumpulkan, ini adalah pendapat pengikut
madzhab Syafi’i.
Kedua,
hasil pengumpulan zakat disalurkan hanya kepada empat asnaf/golongan penerima
zakat, yaitu (1) fakir, (2) miskin, (3) sabilillah dan (4) amil. Hal ini mengacu
pada pandangan Imam Malik dan Abu Hanifah yang didasari karena perkembangan situasi
dan kondisi yang telah berubah dari zaman Rasulullah. Sehingga beliau tidak
mewajibkan pendistribusian zakat kepada kedelapan golongan mustahiq.
Atas
dasar perubahan situasi dan kondisi itu maka sebagian dari para petugas amil
zakat memberikan porsi pembagiannya sebagai berikut: (1) golongan fakir dan
miskin mendapat bagian 60%, (2) sabilillah mendapat bagian 30%, dan (3) amil
mendapat bagian 10%.
Ketiga, menyesuaikan perkembangan
zaman dan kemajuan teknologi IT yang begitu pesat, maka pengelolaan zakat dapat
dilakukan secara lebih mudah.
Pengumpulan zakat tidak lagi harus dengan gandum atau beras secara
manual, tetapi bisa dibayarkan dengan bentuk uang melalui transfer rekening
bank.
Dengan
memanfaatkan kemajuan IT maka jumlah personel amil zakat pun juga bisa lebih
sedikit. Sehingga hak bagian amil zakat tidak
lagi dihitung berdasarkan prosentase penerimaan zakat, melainkan berbasis pada kinerja
dengan kaidah kepatutan atau kewajaran pengupahan.
Pengelolaan
Zakat oleh Baznas
Terkait
dengan proporsi pembagian zakat, beberapa mahasiswa dari berbagai perguruan
tinggi di Jawa Tengah melakukan penelitian untuk tugas skripsi atau tesisnya. Hasil penelitiannya tidak memberikan informasi
tentang proporsi pembagian zakat yang ideal, namun berupa kebijakan badan amil
daerah setempat dalam pengelolaan zakat.
Potensi
zakat infaq masyarakat di wilayah Jawa Tengah, khususnya Yogyakarta, Semarang
dan Surakarta, yang dikelola Baznas per tahunnya mencapai sekitar Rp 6-7
triliun. Dalam hal penyalurannya, badan
amil zakat di daerah tersebut menggunakan prinsip kebutuhan. Semakin tinggi tingkat
kebutuhan maka semakin besar prosentasenya.
Sedangkan
hak bagi karyawan badan amil zakat tidak menggunakan sistem prosentase tetapi diberikan
gaji tetap tiap bulan karena mereka bekerja terus menerus sepanjang tahun
dengan tugas sosialisasi, pendataan, pencatatan, pengumpulan hingga
pendistribusian.
Sementara
pengelolaan zakat oleh LAZISMU (Lembaga ZIS Muhammadiyah) Kota Salatiga dilakukan
dengan kerja secara intensif menjelang bulan Ramadhan, dengan sistem mengumpulan
penerimaan zakat, infak dan shadaqah (ZIS) dalam satu tahun, lalu menyalurkannya
kepada empat golongan penerima zakat yaitu fakir, miskin, amil dan sabilillah. Adapun proporsi pembagiannya adalah: fakir
miskin 60%, sabilillah 30%, dan amil zakat 10%.
Berkaitan
dengan hak panitia atau amil zakat, diantara badan-badan amil zakat saat ini ada
yang memberikan gaji kepada karyawannya ‘cukup sejahtera’, namun adapula yang standar
atau bahkan dibawah standar UMR. Terhadap
yang pertama muncul kritikan bahwa hal itu adalah penyalah gunaan kewenangan panitia.
Berbeda
dengan amil zakat yang dibentuk oleh pengurus masjid atau mushollah kecil yang
sifatnya temporer menjelang bulan Ramadhan. Mereka tidak mempunyai standar acuan, sehingga
penyalurannya berdasarkan ‘selera’ panitia/amil. Berapapun hasil penerimaan ZIS, penyalurannya
diberikan kepada warga fakir miskin berupa beras atau uang senilai 100 ribu
rupiah. Selebihnya untuk menambah kas operasional/pembangunan masjid dan sebagian lainnya untuk
amil zakat.
Mereka
terjebak oleh konsep penyaluran zakat fitrah yang dibayarkan sebelum
pelaksanaan shalat Idul Fitri, dimana fakir miskin harus gembira di hari raya itu
dengan kecukupan makanan di hari itu. Maka nilai proporsinya sebatas adalah asal
bisa makan untuk sekeluarga. Padahal semestinya para fakir miskin adalah
prioritas dan mendapatkan porsi paling besar yaitu 60%.
Proporsi
Pembagian ZIS
Memang
tidak ada aturan tentang proporsi atau prosentase yang benar-benar adil dalam penyaluran
zakat, infaq dan sadaqah kepada mustahiq (penerima zakat), karena situasi dan
kondisi tiap wilayah berbeda.
Namun
sebagai acuan bagi amil zakat kita bisa merujuk pada pengelolaan zakat oleh LAZISMU
(Lembaga ZIS Muhammadiyah) Kota Salatiga, yang penyalurannya diarahkan kepada
empat golongan yaitu fakir, miskin, amil dan sabilillah, dengan prosentase
pembagian: (1) fakir miskin 60%, (2) sabilillah 30%, dan (3) amil zakat 10%.
Sedangkan
hak bagi masing-masing anggota amil (panitia) zakat, berbeda satu sama lain, tergantung
dari bobot kinerjanya. Hal ini sesuai dengan pandangan dari Imam Malik dan Abu
Hanifah, yang menyesuaikan perkembangan situasi dan kondisi serta kemajuan
teknologi informasi terkini.
Proporsi
dan Hak Amil dalam Pengelolaan Dana Zakat
&&&&&
----- ----- ----- ----- ----- ----- ----- ----- ----- ----- ----- ----- -----
QS. at-Taubah ayat 60,
“Innamaṣ-ṣadaqātu lil-fuqarā`i
wal-masākīni wal-'āmilīna
'alaihā wal-mu`allafati qulụbuhum wa fir-riqābi wal-gārimīna wa fī sabīlillāhi wabnis-sabīl,
farīḍatam minallāh, wallāhu 'alīmun ḥakīm,”
Artinya:
Sesungguhnya
zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan)
budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang
sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
-------
Mengacu pada
al-Qur’an surat at-Taubah ayat 60, mereka yang berhak menerima zakat (mustahiq)
ada 8 asnaf/golongan, yaitu Fuqara (fakir),
Masakin (miskin), Amilin (panitia zakat), Mualaf (baru masuk Islam), Dzur Riqab (budak),
Gharim (terlilit hutang), Fisabilillah (berjuang di jalan Allah), dan Ibnu Sabil (musyafir
dan para pelajar perantauan).
--- --- ---
8 golongan orang yang
berhak menerima zakat (QS. At-Taubah ayat 60) :
1. Fakir (orang
yang tidak memiliki harta)
2. Miskin (orang
yang penghasilannya tidak mencukupi)
3. Amil zakat
(panitia penerima dan pengelola dana zakat)
4. Mualaf (orang
yang baru masuk Islam)
5. Riqab (hamba
sahaya atau budak)
6. Gharim (orang
yang memiliki banyak hutang)
7. Fisabilillah
(pejuang di jalan Allah)
8. Ibnu Sabil
(musyafir dan para pelajar perantauan)
Uraian :
1. Fakir, mereka yang hampir tidak memiliki apa-apa sehingga
tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok hidup;
2. Miskin, mereka yang mempunyai harta tapi tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan dasar kehidupan;
3. Amil (Pengurus zakat), mereka yang mengumpulkan dan
mendistribusikan zakat;
4. Mu’allaf (mereka yang baru masuk Islam dan membutuhkan bantuan
untuk menguatkan dalam tauhid dan syariah);
5. Riqab (Hamba sahaya), yaitu budak yang ingin memerdekakan
dirinya;
6. Gharimin, mereka yang berutang untuk kebutuhan hidup dalam
mempertahankan jiwa dan izzahnya;
7. Fisabilillah, mereka yang berjuang di jalan Allah dalam bentuk
kegiatan dakwah, jihad dan sebagainya;
8. Ibnu Sabil, mereka yang kehabisan biaya di perjalanan dalam
ketaatan kepada Allah.
Ket:
Para fakir termasuk golongan
utama yang berhak menerima zakat. Menurut Imam Syafi’i, fakir merupakan orang
yang tidak memiliki harta benda atau mata pencaharian. Keadaan ini terjadi
secara terus-menerus atau dalam rentang waktu tertentu.
orang yang termasuk ke dalam
kategori miskin adalah orang yang memiliki harta dan pekerjaan, tetapi belum
mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Riqab atau memerdekakan budak
menjadi penerima zakat yang utama. Budak yang dimaksud adalah seorang muslim
yang dijadikan budak kemudian dibeli dari harta zakat dan dibebaskan di jalan
Allah SWT.
Ibnu
sabil adalah seorang muslim yang melakukan perjalanan dan memerlukan uang untuk
bekal perjalanannya. Orang yang masuk dalam golongan ini berhak menerima zakat
sesuai kebutuhannya.
----
Berbagai dalil yang
dijadikan rujukan oleh para amil zakat memunculkan pendapat sebagai berikut:
1. Masing2 seper delapan
2. Prosentase: fakir
miskin, sabilillah & amil
3. Kewajaran.
--- --- ---
Pengelolaan
Pembagian Zakat Di Lembaga Amil Zakat Infaq Dan Shadaqah Muhammadiyah (Lazismu)
Kota Salatiga
LAZISMU Kota Salatiga
dalam pembagian zakat menjadikan satu hasil zakat, infak dan shadaqah yang
kemudian dana tersebut dibagi kepada empat ashnaf
penerima zakat yaitu fakir, miskin, amil dan sabilillah.
Pendistribusian
Pendistribusian zakat
dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan prinsip pemerataan
& keadilan.
Prioritas utama adalah
Fakir dan Miskin.
Baznas Jawa Tengah meminta fakir
miskin menjadi prioritas penerima bantuan. Selain itu kepada masyarakat untuk
membayarkan zakat, infak dan sodaqoh kepada lembaga resmi agar penyalurannya
dapat terintegrasi.
Proporsi pembagian zakat
dengan prosentase :
1. fakir miskin 60%,
2. sabilillah sebanyak
30%.
3. amil sebesar 10%
*BOLEHKAH MEMBERIKAN ZAKAT KEPADA NON-MUSLIM?*
Bahwa dalam hal
ini para ulama berbeda pendapat, terutama zakat fitrah :
(1) Dalam mazhab
Syafi’i, zakat fitrah tidak diperbolehkan diberikan kepada non-Muslim, baik
kaya atau miskin, harbi (yang memerangi) atau dzimmi (yang berdamai).
(2) Menurut
pandangan Imam Abu Hanifah membolehkan memberikan zakat fitrah kepada
non-Muslim (khususnya kafir dzimmi yang fakir).
(3) Dalam
pandangan mazhab Hanbali ditegaskan, boleh memberi zakat (termasuk zakat
fitrah) kepada non-Muslim yang menjadi panutan di kelompoknya ketika terdapat
salah satu dari dua alasan. Pertama, diharapkan keislamannya. Kedua, ketika
dikhawatirkan aksinya dapat menyerang orang Islam.
Sebagian ulama
membolehkan berbuat baik dengan bersedekah atau lainnya kepada non-muslim.
Tidak ada larangan dan batasan dalam Islam untuk berbuat baik kepada siapa pun,
termasuk kepada orang yang tidak seiman. Dasarnya adalah :
QS.
Al-Mumtahanah ayat 8; “Allah tidak melarang kalian dari orang-orang yang tidak
memerangi kalian karena agama dan tidak mengusir kalian dari negeri kalian, untuk
berbuat baik dan berlaku adil kepada mereka.”
Dalam hadis
riwayat Imam al-Bukhari dikisahkan bahwa Asma’ binti Abu Bakar didatangi ibunya
yang masih musyrik untuk minta pertolongan kepada Asma’. Kemudian Asma’
bertanya kepada Nabi Saw; “Wahai Rasulullah! Ibuku datang untuk minta bantuan,
bolehkah saya membantunya? Nabi Saw menjawab; Iya, bantulah.”
Rasulullah SAW memberikan dana zakat kepada Sofwan Bin Umayyah pada saat
ia masih kafir. Selain itu, dana zakat diberikan kepada orang yang
dikhawatirkan kejelekan atau kejahatannya agar pemberian zakat dapat
menghentikannya.
Sumber:
https://islam.nu.or.id/post/read/91505/bolehkah-memberikan-zakat-fitrah-kepada-non-muslim
https://bincangsyariah.com/kalam/hukum-sedekah-kepada-non-muslim/
https://lampung.tribunnews.com/2018/05/30/hukum-zakat-harta-kepada-fakir-non-muslim
&&&
&&&
Rapat
Amil Zakat
1. Trimakasih kpd
panitia/amil
2. Amil ZIS scr
administratif disahkan oleh pemerintah, tapi kita bicara realita.
3. Amil ZIS bekerja
sepanjang tahun, Amil kita bersifat insidentil menjelang Ramadhan
4. Persoalan
yg sering muncul adl masalah distribusi.
a. Mindset jangan terjebak
pd zakat fitrah, tapi ZIS. ( Rp.150.000)
b. Prioritas
pendistribusian kpd fakir & miskin, kemudian fisabilillah & amil.
c. Proporsinya bisa
menggunakan prosentase atau kelayakan.
d. Data
supaya diarsipkan utk amil mendatang.
Beras 5 kg = 10.000 à 50.000
Minyak 5 l = 12,5 à 75.000
Telor 1kg = 25.000 à 25.000
mie instan 10 = 2500 à 25.000
-----------------------------------------------
Paket = Rp. 175.000
Tidak ada komentar:
Posting Komentar