*KEMBANG TITIPAN 31*
Timan melangkah
dengan hati-hati, agar langkahnya tak menimbulkan bunyi. Siapa yang duduk
diteras dan menyalakan lampu ya?
Perlahan
Timan naik keteras, lalu menepuk jidatnya sambil tertawa.
"Ya
ampuun, Lastri sama bu lurah?"
Marni dan
Lastri tertawa.
"Oh,
rupanya kita dikira maling yu.." kata Lastri sambil merengut.
"Lha
mana yang lainnya?" seru Marni.
"Masih
diluar, melihat ke teras kok ada yang duduk, jangan-jangan anak buah Basuki.
Lha pak lurah mana?"
"Baru
beli bensin. Sama aku nitip rujak," kata Lastri."
"Haa,
malam-malam pengin rujak juga?"
"Iya
tuh, ini .. yang minta anaknya mas Bayu."
"Oh,
gitu ya, kalau lagi hamil dan pengin sesuatu, alasannya yang minta
anaknya?"
Lastri
hanya tertawa.
"Mana
yang lainnya?" tanya Marni.
"Walaah,
habisnya nggak kelihatan ada mobil, jadi nggak bisa nebak siapa yang datang.
Saya khawatir ada orang jahat, jadi saya suruh tunggu dulu diluar. Sebentar,
saya masukkan mobil dan isinya," kata Timan sambil tertawa, lalu setengah
berlari kembali ke mobil.
"Ada
apa mas?" hampir semua bertanya dengan khawatir.
"Tidak
apa-apa, tenang saja, turun nanti kalau sudah didepan rumah," kata Timan
sambil masuk ke mobilnya dan membawanya masuk ke halaman.
Begitu
para 'penumpang' turun, terdengar teriakan-teriakan haru, saling peluk dan
bertangisan diantara mereka.
"Alhamdulillah
Sri, kamu selamat, mbah Kliwon juga selamat," tangis Marni.
"Senang
melihatmu sehat Sri...bahagia kamu sudah kembali," kata Lastri sambil
memeluk erat Sri.
"Atas
do'a saudara-saudaraku ini," kata Sri yang kemudian menarik Mery.
"Ini
mbak Mery, siapa yang belum kenal?"
"Aku
yang belum," kata Lastri yang kemudian mengulurkan tangannya kearah Mery,
dan disambut hangat oleh Mery.
"Saya
Mery,"
"Saya
Lastri, isterinya mas Bayu, anak desa juga seperti Sri."
"Anak-anak
desa yang luar biasa," kata Mery memuji.
"Lhah
ini apa?" tiba-tiba Timan berteriak sambil menunjuk kearah meja.
"Itu,
aku sama yu Marni membawa nasi dan lauk pauk, karena yakin kalau kalian
pasti lapar."
"Itu
kamu yang masak Tri?' tanya Bayu kepada isterinya.
"Ya
bukan lah, aku mencium bau bumbu saja mau muntah. Kami beli dijalan. Ayo Sri,
dibawa kebelakang, " kata Lastri.
"Wah,
yu Lastri repot-repot, tapi syukurlah, tadi aku berencana masak setelah sampai.
Ee.. sudah ada makanan, ayo mbak kita bawa kebelakang," ajak Sri kepada
Mery.
"Mana
pak lurah?" tanya Bayu.
"Lagi
keluar, Lastri pengin rujak."
"Tuh
kan, kamu merepotkan pak lurah Tri?" tegur Bayu sambil merangkul
isterinya.
"Tidak
mas Bayu, mas Mardi sekalian mau isi bensin." kata Marni.
"Itulah,
karena tidak kelihatan mobilnya, jadi aku curiga, siapa yang menyalakan lampu
dan duduk-duduk diteras."
"Jadi
tadi pada takut, dikira kami pencuri," kata Marni.
"Kalau
yang ini memang pencuri bu lurah," kata Bayu sambil menunjuk kearah isterinya.
Lastri
melotot menatap suaminya, yang tertawa-tawa.
"Aku
mencuri apa sih mas? tanya Lastri masih dengan cemberut.
"Kamu
mencuri hatiku?" kata Bayu akhirnya yang disambut Marni dan Timan dengan
tertawa keras.
Lastri
mencubit pinggang suaminya.
"Iih,
mas Bayu, agak kesana, kamu bau."
"Lho,
sudah dipeluk dari tadi baru terasa kalau bau?" kata Bayu sambil menjauh.
"Iya,
tadi nggak terasa, lama-lama perutku mual."
"Mas,
permisi kebelakang dulu, takut Lastri marah-marah karena bau keringat."
"Aku
bawa bajumu mas, ini.. ganti sana," kata Lastri sambil membuka tasnya.
"O,
sudah siap-siap rupanya."
Bayu
meraih bajunya dan langsung pergi kebelakang.
Timan dan
Marni hanya tertawa.
"Semoga
besok kalau isteri saya mengandung justu suka mencium bau keringat saya,"
kata Timan.
"Iih,
nggak mungkin deh mas. Bau keringat selalu membuat mual."
"Waduh,
kalau begitu aku juga mau mandi nih," kata Timan yang langsung berdiri dan
bergegas kebelakang.
"Hari
ini benar-benar menyenangkan," kata Marni.
"Eh,
mbah Kliwon sama pak Darmin mengapa duduk mojok disitu?"
"Tidak
apa-apa bu lurah, mau mandi dulu, nungguin ngantri kamar mandi," kata pak
Darmin.
"Lha
itu kang Mardi datang. Aduuh.. mudah-mudahan rujaknya dapat.." kata Lastri
senang.
***
Malam itu
pak Darmin dan mbah Kliwon juga Sri dan Mery masih ada dirumah Timan. Mereka
masih ingin menenangkan diri disana.
Pak lurah
dan Bayu sudah pulang ,
Timan
ingin menutupkan pintu ketika dilihatnya pak Darmin masih duduk diteras.
"Lho,
bapak kok masih duduk disitu ? Ini sudah malam lho pak," tegur Timan.
"Iya
nak, sebentar lagi, bapak belum bisa tidur."
Timan
mendekat dan duduk dihadapan calon mertuanya.
"Bapak
sedang memikirkan apa?"
"Nak,
bapak ingin mengatakan lagi., bahwa bapak benar-benar titip Sri ya nak. Dia
sudah banyak menderita."
"Mengapa
bapak berkata begitu? Bapak harus percaya bahwa saya benar-benar mencintai Sri.
Saya berjanji akan selalu melindungi dia, dan membuatnya bahagia."
"Terimakasih
nak," kata pak Darmin dengan linangan air mata. Ia teringat hari-hari yang
telah dilaluinya, dan diyakininya pasti sangat membuat Sri mnderita
"Aku
ini orang tua yang tidak becus."
"Sudahlah
pak, jangan berfikir begitu. Bapak sudah melewati semuanya dengan baik, dan
bapak sudah berjanji akan melakukan hal yang baik juga. Itu harus bapak pegang
dan jangan lagi menoleh kebelakang. Kita akan menjalani susah dan senang
bersama-sama."
"So'alnya bapak tau bahwa bapak tak akan luput dari hukuman."
"Oh,
bapak memikirkan itu?"
"Basuki
pasti akan mengatakan bahwa dia telah membayar bapak untuk semua hutang bapak,
dan seakan bapak telah menjual anak bapak. Itu bisa menjerat bapak dengan
hukuman yang lumayan berat."
"Pak,
kami melaporkan Basuki atas penculikan terhadap Sri. Tapi tak bisa dipungkiri
semua akan terlibat. Sri, mbak Mery, pak Marso, semua harus hadir ketika
dipanggil dipersidangan. Tapi jangan khawatir, banyak yang akan membantu."
"Tapi
kalau Basuki bercerita tentang hutang bapak itu?"
"Kita
semua berharap yang terbaik pak, bapak harus menyerahkan semuanya kepada Allah
Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Sekarang bapak istirahat saja, jangan
memikirkan terlalu berat. Saya akan mendo'akan yang terbaik bagi kita
semua."
Timan
berdiri, merengkuh pak Darmin dan diajaknya masuk kedalam. Ketika masuk
kekamar, dilihatnya mbah Kliwon sudah terlelap.
***
Basuki
adalah orang yang kasar, keras, diktator. Ia merasa bahwa harta yang
dimilikinya bisa mewujudkan apa yang diinginkannya. Ia tak pernah ditentang, ia
seakan disembah-sembah karena gelimang kekayaannya. Ia tak pernah susah dan ia
tak pernah merasa sakit hati.
Tapi kali
ini ia merasa menjadi orang yang berbeda. Meringkuk dalam ruang pengap, tak
seorangpun menaruh hormat. Sebelumnya dia dicaci maki. Justru oleh seorang
belia yang dia gandrungi. Basuki merasa aneh. Ia benar-benar jatuh cinta. Ia
benar-benar ingin memiliki seorang isteri, dan isteri itu adalah Sri. Gadis
yang berbeda. Kembang dusun yang cantik dan polos, yang tak bergeming oleh iming-iming
harta miliknya. Ini adalah perempuan idaman dan Basuki ingin memilikinya. Namun
langkah yang salah membuatnya terjebak dalam kubangan derita.
"Sri..
Sri... ini semua karena kamu Sri..." bisiknya pilu. Baru kali ini
Basuki merasa sedih.
"Apapun
aku tetap mencintai kamu Sri, aku berharap kamu bahagia, bukankah ini cinta
sejati? Aku ingin melihat kamu bahagia, aku menerima semua ini karena
perbuatanku. Aku pengecut ya Sri, aku nista.. aku hina.. Bibir tipismu yang
mengatakan itu, merajang-rajang jiwaku sampai lumat berkeping-keping,"
lalu Basuki mengusap air matanya.
***
Pagi itu
ketika Sri terbangun, dilihatnya Mery sudah mandi dan berdandan rapi.
"mBak
Mery kok sudah cantik, mau kemana ?"
"Tidak
mau kemana-mana Sri, semalam aku tidak bisa tidur."
"Mengapa
mbak? Kangen sama Basuki?" ledek Sri.
Mery
mencubit lengan Sri pelan.
"Tidak
Sri, aku sudah melupakannya."
"Lalu
mengapa tidak bisa tidur?"
"Dengar
Sri, aku punya beberapa juta rupiah didalam tas merah itu. Aku bermaksud
memakainya sebagai modal berdagang."
"Bagus
mbak. bukankah mas Timan sudah berjanji akan membantu? Besok kalau aku sudah
menikah, kita akan tinggal disini bersama-sama."
"Aku titipkan
uang itu kepada kamu ya Sri."
"Mengapa?
Bukankah mbak Mery bisa membawanya sendiri? Kalau kita pergi ke desaku nanti,
biar saja uang itu didalam almari."
"Kamu
tau Sri, kalau Basuki disidang nanti, aku pasti kena. Dan kemungkinan besar aku
juga akan dihukum."
"Mengapa
mbak Mery mengatakan itu?"
"Basuki
dituduh menculik. Bagaimana cara dia menculik, kan kamu tau sendiri Sri, akulah
orangnya yang membawa kamu kepada Basuki."
"Tapi
mbak Mery sudah berbuat baik, membebaskan aku dari cengkeraman Basuki.
Percayalah mbak Mery tak akan terkena hukuman."
"Aku
juga berharap begitu, tapi seandainya terjadi, rawatlah uang itu. Aku akan
mempergunakannya ketika aku keluar dari penjara," kata Mery berlinang air
mata.
Sri
memeluk Mery.
"Jangan
berfikir begitu mbak, semoga yang terbaiklah untuk kita semua. Mas Timan sudah
berjanji akan mencari pengacara."
"Semoga
tak terjadi sesuatu yang buruk. Sekarang mandilah, aku ingin ikut mas Timan
kepasar dan berjalan jalan seperti beberapa hari yang lalu.Aku ingin melihat
peluang yang ada. Mungkin aku akan berjualan buah, tapi mungkin juga akan
membuka sebuah warung makan."
"Waah,
itu hebat mbak."
"Tapi
aku harus belajar masak dulu sama kamu."
"Ah,
mbak Mery, nanti aku bantuin. Kita akan belajar bersama-sama ya," kata Sri
lalu mengambil handuk dan bergegas kekamar mandi.
***
Ketika
sa'at persidangan itu, Sri melihat Basuki duduk dikusri pesakitan. Matanya
merah, tidak segarang biasanya. Namun ketika Basuki menatapnya, Sri merasa
bahwa Basuki sudah berubah. Tak ada mata garang, tak ada mata nyalang dan
kurangajar seperti yang dulu pernah dilihatnya. Ia justru melihat genangan air
mata dipelupuknya.
Basuki
mendengarkan semua dakwaan dengan tenang. Tapi ketika ditanyakan mengapa
menculik Sri, dia mengatakan bahwa dia mencintainya. Tak disebutkannya bahwa
dia pernah membayar hutang pak Darmin.
Dia juga
mengatakan bahwa penculikan itu dibantu oleh Mery yang mendapat ancaman
darinya. Mery tidak berperan dalam penculikan itu kecuali mendapat paksaan.
Pak Darmin
yang berdebar menghadiri persidangan itu merasa lebih tenang. Tak ada namanya
disebutkan. Mery juga hanya dipanggil sebagai saksi.
Tampaknya
Basuki ingin memikul semua kesalahan itu diatas pundaknya. Itu sangat
mengejutkan, sekaligus melegakan.
***
"mBak
Mery mengapa melamun?"
"Sikap
Basuki itu. Tampaknya aneh. Dia bukan seperti Basuki yang aku kenal. Dia sangat
lemah dan tak berdaya, dia pasrah, dan dia memikul semua kesalahan tanpa
membawa orang lain bersamanya."
"Kita
harus bersyukur, bapak kan sudah ketakutan."
"Aku
juga Sri."
"Lalu
apakah kita harus mema'afkannya?"
"Sebaiknya
kita mema'afkan dia. Dia sudah terhukum."
"Aku
kasihan melihat dia berlinang air mata ketika menatapku."
"Dia
berubah karena kamu Sri. Dia sungguh-sungguh mencintai kamu."
"Itu
sangat menakutkan mbak."
"Tapi
cinta itu tidak bisa disalahkan Sri, dia bisa saja datang kepada siapa saja,
dan dia mempunyai kekuatan yang maha dahsyat. Buktinya dia bisa berubah karena
cinta itu."
"Iya
mbak, kalau teringat waktu itu ya mbak, saya hampir putus asa,"
"Dan
kamu memilih mati bukan?"
"Waktu
itu bayangan saya hanya mati."
"Ya
sudahlah, jangan diingat-ingat lagi. Kapan kita pulang ke desamu?"
"Besok
ya mbak, sudah lama kita tinggal disini. Lagian simbah sama bapak sudah pulang
duluan. Simbah bilang mau membersihkan kamar buat kita."
"Mengapa
simbah Sri, aku kan bisa membersihkannya sendiri."
"Itu
kemauan simbah, dan bapak juga ingin segera membersihkan rumahnya. Ya sudah
biarkan saja mbak, yang penting mereka sudah merasa senang dan lega."
"Tinggal
membicarakan hari pernikahan kamu Sri."
"Ah,
mbak Mery.." kata Sri tersipu.
"Alangkah
membahagiakan jadi pengantin.." gumam Mery.
"mBak
Mery juga tidak bisa selamanya sendiri. Mudah-mudahan segera ada yang melamar
mbak Mery juga."
"Tidak
Sri, aku sudah tua, umurku jauh diatasmu, bukan masanya berharap mendapatkan
suami."
"mBak
Mery masih kelihatan muda dan cantik lho."
"Sudah,
ayo bicara tentang usaha saja. Bagaimana ya sebaiknya, jadi jualan buah atau
warung makan ya."
"Terserah
mbak Mery saja, aku selalu mendukung mbak Mery kok."
"Nanti
bicara sama mas Timan, dan sebaiknya usaha itu dimulai kalau kamu sudah
menikah. Supaya tidak mengganggu mas Timan. Kan sekarang lagi siap-siap mau
jadi pengantin.”
"Iya
lah, gampang, nanti kita bicara lagi, yang jelas aku ingin segera mengajak mbak
Mery melihat desaku."
"Iya,
aku juga ingin nih."
***
Didesanya,
Sri mengajak jalan-jalan Mery mengitari desa dengan berjalan kaki. Mery
sangat takjup melihat pemandangan yang sangat indah disana.
"Ada
tempat untuk orang-orang berwisata disana mbak,"
"Aku
pernah mendengar Telaga Sarangan. Jauhkah dari sini?"
"Tidak,
pak lurah berjanji akan mengajak kita kesana, biar mbak Mery tau."
"Iya
Sri, aku mau. Aku juga kagum kepada yu Lastrimu itu. Katanya ia merintis
usaha pengumpulan pedagang sayur dan buah disini."
"Desa
ini maju setelah kang Mardi jadi lurah. Dibantu yu Lastri kehidupan para petani
disini menjadi lebih baik. Aku bekerja membantu yu Lastri bersama simbah,
Setelah yu Lastri menikah, usaha ini dipegang sendiri oleh kang Mardi. Aku
tetap membantu bersama simbah."
***
Didesanya,
pak Darmin hanya menikahkan Sri dan Timan secara sederhana. Tidak ada pesta
kecuali hanya syukuran diantara tetangga sekitar. Namun begitu Darmin merasa
lega dan pastinya bahagia mendapatkan menantu yang baik seperti Timan.
Setelah
seminggu Timan mengadakan syukuran dirumahnya. Tamunya lebih banyak, karena
sesama pedagang dipasar juga diundang. Bayu ikut mengatur acara itu, karena
Timan sudah tidak punya orang tua.
Timan
sangat bahagia, dia terus menggandeng isterinya dan menyalami setiap tamu
undangan yang hadir.
Banyak
sahabat pedagang pasar mengagumi kedua mempelai. Mereka bak pangeran dan puteri
dari kerajaan antah berantah. Yang satu ganteng, yang satu sangat cantik. Siapa
mengira Sri gadis desa yang lugu sekarang tampak seperti puteri. digandeng sang
pangeran. Sunggingan bahagia menghiasi bibir mereka.
Jam
sepuluh malam, tamu-tamu sudah bubar. Mery letih dan pulas
dikamarnya.
Tapi Timan
dan Sri masih terjaga. Mereka sedang mengamati hadiah-hadiah yang diberikan
para sahababatnya.
Tiba-tiba
Sri melihat sebuah bungkusan kecil berwarna merah jambu. Tidak begitu besar,
tapi terbungkus sangat apik.
"Dari
siapa ini ya mas? Bagus sekali."
"Buka
saja Sri."
Sri
membuka bungkusan dengan hati-hati. Seakan merasa sayang apabila sampai merusak
bungkusan itu.
Ada kotak
kecil didalamnya, berselimut beludru berwarna kuning keemasan.
Sri
berdebar membukanya.
"Haa..
sebuah kalung emas, dengan leontin berbentuk jantung berwarna merah."
"Indah
sekali. Dari siapa ini mas ?" kata Sri sambil menempelkan kalung itu
didadanya."
"Coba
sini aku kalungkan," kata Timan yang kemudian memasangkan kalung itu
kepada isterinya.
"Wah,
cantik sekali Sri. Itu ada tulisannya, dari siapa ya."
Sri mengambil
secarik kertas kecil terselip didasar kotak,
UNTUK SRI
DAN SUAMINYA, SEMOGA BAHAGIA. PAKAILAH KALUNG INI AGAR KAMU SELALU MENDENGAR
DETAK JANTUNGKU.
DARI AKU,
BASUKI.
Sri
melepaskan kertas itu dan terburu-buru mencopot kalungnya.
"Mengapa
Sri?
"Dari
Basuki, aku tidak akan memakainya."
"Jangan
begitu Sri, dia memang mencintaimu. Dan jatuh cinta itu bukan dosa." kata
Timan yang mengenakan kalung ini kembali dileher isterinya.
Sri
memeluk suaminya. Cinta itu bukan dosa.
Ada api
memercik diperaduan, ada kidung-kidung sorga mengalun disana..
T A M A T
Sekilas
info.
Seorang
wanita memeluk bayi yang baru dilahirkan. Disampingnya seorang wanita terbaring
lemah. Matanya menatap sendu, lalu berbisik lirih.
"BAYI
YANG SEHARUSNYA AKU LAHIRKAN."
Penghianatan
cinta itu menyakitkan. Tapi siapa salah kalau setangkai cinta harus luput dari
genggaman?
M I M P
I L E S T A R I
besok lagi
ya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar