Rabu, 20 Mei 2020

Kembang Titipan 31 (Tamat)


*KEMBANG TITIPAN  31*

Timan melangkah dengan hati-hati, agar langkahnya tak menimbulkan bunyi. Siapa yang duduk diteras dan menyalakan lampu ya?

Perlahan Timan naik keteras, lalu menepuk jidatnya sambil tertawa.
"Ya ampuun, Lastri sama bu lurah?"

Marni dan Lastri tertawa.
"Oh, rupanya kita dikira maling yu.." kata Lastri sambil merengut.

"Lha mana yang lainnya?" seru Marni.
"Masih diluar, melihat ke teras kok ada yang duduk, jangan-jangan anak buah Basuki. Lha pak lurah mana?"

"Baru beli bensin. Sama aku nitip rujak," kata Lastri."
"Haa, malam-malam pengin rujak juga?"
"Iya tuh, ini .. yang minta anaknya mas Bayu." 
"Oh, gitu ya, kalau lagi hamil dan pengin sesuatu, alasannya yang minta anaknya?"
Lastri hanya tertawa.

"Mana yang lainnya?" tanya Marni.
"Walaah, habisnya nggak kelihatan ada mobil, jadi nggak bisa nebak siapa yang datang. Saya khawatir ada orang jahat, jadi saya suruh tunggu dulu diluar. Sebentar, saya masukkan mobil dan isinya," kata Timan sambil tertawa, lalu setengah berlari kembali ke mobil.

"Ada apa mas?" hampir semua bertanya dengan khawatir.
"Tidak apa-apa, tenang saja, turun nanti kalau sudah didepan rumah," kata Timan sambil masuk ke mobilnya dan membawanya masuk ke halaman. 

Begitu para 'penumpang' turun, terdengar teriakan-teriakan haru, saling peluk dan bertangisan diantara mereka.
"Alhamdulillah Sri, kamu selamat, mbah Kliwon juga selamat," tangis Marni.
"Senang melihatmu sehat Sri...bahagia kamu sudah kembali," kata Lastri sambil memeluk erat Sri.

"Atas do'a saudara-saudaraku ini," kata Sri yang kemudian menarik Mery.
"Ini mbak Mery, siapa yang belum kenal?"
"Aku yang belum," kata Lastri yang kemudian mengulurkan tangannya kearah Mery, dan disambut hangat oleh Mery.

"Saya Mery,"
"Saya Lastri, isterinya mas Bayu, anak desa juga seperti Sri."
"Anak-anak desa yang luar biasa," kata Mery memuji.

"Lhah ini apa?" tiba-tiba Timan berteriak sambil menunjuk kearah meja.
"Itu, aku sama yu Marni  membawa nasi dan lauk pauk, karena yakin kalau kalian pasti lapar."
"Itu kamu yang masak Tri?' tanya Bayu kepada isterinya.
"Ya bukan lah, aku mencium bau bumbu saja mau muntah. Kami beli dijalan. Ayo Sri, dibawa kebelakang, " kata Lastri.

"Wah, yu Lastri repot-repot, tapi syukurlah, tadi aku berencana masak setelah sampai. Ee.. sudah ada makanan, ayo mbak kita bawa kebelakang," ajak Sri kepada Mery.
"Mana pak lurah?" tanya Bayu.
"Lagi keluar, Lastri pengin rujak."

"Tuh kan, kamu merepotkan pak lurah Tri?" tegur Bayu sambil merangkul isterinya.
"Tidak mas Bayu, mas Mardi sekalian mau isi bensin." kata Marni.
"Itulah, karena tidak kelihatan mobilnya, jadi aku curiga, siapa yang menyalakan lampu dan duduk-duduk diteras."
"Jadi tadi pada takut, dikira kami pencuri," kata Marni.

"Kalau yang ini memang pencuri bu lurah," kata Bayu sambil menunjuk kearah isterinya.
Lastri melotot menatap suaminya, yang tertawa-tawa.
"Aku mencuri apa sih mas? tanya Lastri masih dengan cemberut.

"Kamu mencuri hatiku?" kata Bayu akhirnya yang disambut Marni dan Timan dengan tertawa keras.
Lastri mencubit pinggang suaminya.

"Iih, mas Bayu, agak kesana, kamu bau."
"Lho, sudah dipeluk dari tadi baru terasa kalau bau?" kata Bayu sambil menjauh.
"Iya, tadi nggak terasa, lama-lama perutku mual."

"Mas, permisi kebelakang dulu, takut Lastri marah-marah karena bau keringat."
"Aku bawa bajumu mas, ini.. ganti sana," kata Lastri sambil membuka tasnya.
"O, sudah siap-siap rupanya."

Bayu meraih bajunya dan langsung pergi kebelakang.
Timan dan Marni hanya tertawa.

"Semoga besok kalau isteri saya mengandung justu suka mencium bau keringat saya," kata Timan.
"Iih, nggak mungkin deh mas.  Bau keringat selalu membuat mual."
"Waduh, kalau begitu aku juga mau mandi nih," kata Timan yang langsung berdiri dan bergegas kebelakang.

"Hari ini benar-benar menyenangkan," kata Marni.
"Eh, mbah Kliwon sama pak Darmin mengapa duduk mojok disitu?"
"Tidak apa-apa bu lurah, mau mandi dulu, nungguin ngantri kamar mandi," kata pak Darmin.
"Lha itu kang Mardi datang. Aduuh.. mudah-mudahan rujaknya dapat.." kata Lastri senang.

***

Malam itu pak Darmin dan mbah Kliwon juga Sri dan Mery masih ada dirumah Timan. Mereka masih ingin menenangkan diri disana. 
Pak lurah dan Bayu sudah pulang ,
Timan ingin menutupkan pintu ketika dilihatnya pak Darmin masih duduk diteras.

"Lho, bapak kok masih duduk disitu ? Ini sudah malam lho pak," tegur Timan.
"Iya nak, sebentar lagi, bapak belum bisa tidur."

Timan mendekat dan duduk dihadapan calon mertuanya.
"Bapak sedang memikirkan apa?"
"Nak, bapak ingin mengatakan lagi., bahwa bapak benar-benar titip Sri ya nak. Dia sudah banyak menderita." 

"Mengapa bapak berkata begitu? Bapak harus percaya bahwa saya benar-benar mencintai Sri. Saya berjanji akan selalu melindungi dia, dan membuatnya bahagia."
"Terimakasih nak," kata pak Darmin dengan linangan air mata. Ia teringat hari-hari yang telah dilaluinya, dan diyakininya pasti sangat membuat Sri mnderita

"Aku ini orang tua yang tidak becus."
"Sudahlah pak, jangan berfikir begitu. Bapak sudah melewati semuanya dengan baik, dan bapak sudah berjanji akan melakukan hal yang baik juga. Itu harus bapak pegang dan jangan lagi menoleh kebelakang. Kita akan menjalani susah dan senang bersama-sama."

"So'alnya bapak tau bahwa bapak tak akan luput dari hukuman."
"Oh, bapak memikirkan itu?"

"Basuki pasti akan mengatakan bahwa dia telah membayar bapak untuk semua hutang bapak, dan seakan bapak telah menjual anak bapak. Itu bisa menjerat bapak dengan hukuman yang lumayan berat."

"Pak, kami melaporkan Basuki atas penculikan terhadap Sri. Tapi tak bisa dipungkiri semua akan terlibat. Sri, mbak Mery, pak Marso, semua harus hadir ketika dipanggil dipersidangan. Tapi jangan khawatir, banyak yang akan membantu."

"Tapi kalau Basuki bercerita tentang hutang bapak itu?"
"Kita semua berharap yang terbaik pak, bapak harus menyerahkan semuanya kepada Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Sekarang bapak istirahat saja, jangan memikirkan terlalu berat. Saya akan mendo'akan yang terbaik bagi kita semua."

Timan berdiri, merengkuh pak Darmin dan diajaknya masuk kedalam. Ketika masuk kekamar, dilihatnya mbah Kliwon sudah terlelap.
***

Basuki adalah orang yang kasar, keras, diktator. Ia merasa bahwa harta yang dimilikinya bisa mewujudkan apa yang diinginkannya. Ia tak pernah ditentang, ia seakan disembah-sembah karena gelimang kekayaannya. Ia tak pernah susah dan ia tak pernah merasa sakit hati.

Tapi kali ini ia merasa menjadi orang yang berbeda. Meringkuk dalam ruang pengap, tak seorangpun menaruh hormat. Sebelumnya dia dicaci maki. Justru oleh seorang belia yang dia gandrungi. Basuki merasa aneh. Ia benar-benar jatuh cinta. Ia benar-benar ingin memiliki seorang isteri, dan isteri itu adalah Sri. Gadis yang berbeda. Kembang dusun yang cantik dan polos, yang tak bergeming oleh iming-iming harta miliknya. Ini adalah perempuan idaman dan Basuki ingin memilikinya. Namun langkah yang salah membuatnya terjebak dalam kubangan derita.

"Sri.. Sri... ini semua karena kamu  Sri..." bisiknya pilu. Baru kali ini Basuki merasa sedih.

"Apapun aku tetap mencintai kamu Sri, aku berharap kamu bahagia, bukankah ini cinta sejati? Aku ingin melihat kamu bahagia, aku menerima semua ini karena perbuatanku. Aku pengecut ya Sri, aku nista.. aku hina.. Bibir tipismu yang mengatakan itu, merajang-rajang jiwaku sampai lumat berkeping-keping," lalu Basuki mengusap air matanya. 
***

Pagi itu ketika Sri terbangun, dilihatnya Mery sudah mandi dan berdandan rapi.
"mBak Mery kok sudah cantik, mau kemana ?"
"Tidak mau kemana-mana Sri, semalam aku tidak bisa tidur."
"Mengapa mbak? Kangen sama Basuki?" ledek Sri.
Mery mencubit lengan Sri pelan.

"Tidak Sri, aku sudah melupakannya."
"Lalu mengapa tidak bisa tidur?"

"Dengar Sri, aku punya beberapa juta rupiah didalam tas merah itu. Aku bermaksud memakainya sebagai modal berdagang."
"Bagus mbak. bukankah mas Timan sudah berjanji akan membantu? Besok kalau aku sudah menikah, kita akan tinggal disini bersama-sama."

"Aku titipkan uang itu kepada kamu ya Sri."
"Mengapa? Bukankah mbak Mery bisa membawanya sendiri? Kalau kita pergi ke desaku nanti, biar saja uang itu didalam almari."

"Kamu tau Sri, kalau Basuki disidang nanti, aku pasti kena. Dan kemungkinan besar aku juga akan dihukum."
"Mengapa mbak Mery mengatakan itu?"

"Basuki dituduh menculik. Bagaimana cara dia menculik, kan kamu tau sendiri Sri, akulah orangnya yang membawa kamu kepada Basuki."
"Tapi mbak Mery sudah berbuat baik, membebaskan aku dari cengkeraman Basuki. Percayalah mbak Mery tak akan terkena hukuman."

"Aku juga berharap begitu, tapi seandainya terjadi, rawatlah uang itu. Aku akan mempergunakannya ketika aku keluar dari penjara," kata Mery berlinang air mata.
Sri memeluk Mery.

"Jangan berfikir begitu mbak, semoga yang terbaiklah untuk kita semua. Mas Timan sudah berjanji akan mencari pengacara."
"Semoga tak terjadi sesuatu yang buruk. Sekarang mandilah, aku ingin ikut mas Timan kepasar dan berjalan jalan seperti beberapa hari yang lalu.Aku ingin melihat peluang yang ada. Mungkin aku akan berjualan buah, tapi mungkin juga akan membuka sebuah warung makan."

"Waah, itu hebat mbak."
"Tapi aku harus belajar masak dulu sama kamu."
"Ah, mbak Mery, nanti aku bantuin. Kita akan belajar bersama-sama ya," kata Sri lalu mengambil handuk dan bergegas kekamar mandi.
***

Ketika sa'at persidangan itu, Sri melihat Basuki duduk dikusri pesakitan. Matanya merah, tidak segarang biasanya. Namun ketika Basuki menatapnya, Sri merasa bahwa Basuki sudah berubah. Tak ada mata garang, tak ada mata nyalang dan kurangajar seperti yang dulu pernah dilihatnya. Ia justru melihat genangan air mata dipelupuknya.

Basuki mendengarkan semua dakwaan dengan tenang. Tapi ketika ditanyakan mengapa menculik Sri, dia mengatakan bahwa dia mencintainya. Tak disebutkannya bahwa dia pernah membayar hutang pak Darmin.

Dia juga mengatakan bahwa penculikan itu dibantu oleh Mery yang mendapat ancaman darinya. Mery tidak berperan dalam penculikan itu kecuali mendapat paksaan.
Pak Darmin yang berdebar menghadiri persidangan itu merasa lebih tenang. Tak ada namanya disebutkan. Mery juga hanya dipanggil sebagai saksi.

Tampaknya Basuki ingin memikul semua kesalahan itu diatas pundaknya. Itu sangat mengejutkan, sekaligus melegakan.
***

"mBak Mery mengapa melamun?"
"Sikap Basuki itu. Tampaknya aneh. Dia bukan seperti Basuki yang aku kenal. Dia sangat lemah dan tak berdaya, dia pasrah, dan dia memikul semua kesalahan tanpa membawa orang lain bersamanya."

"Kita harus bersyukur, bapak kan sudah ketakutan."
"Aku juga Sri."
"Lalu apakah kita harus mema'afkannya?"
"Sebaiknya kita mema'afkan dia. Dia sudah terhukum."

"Aku kasihan melihat dia berlinang air mata ketika menatapku."
"Dia berubah karena kamu Sri. Dia sungguh-sungguh mencintai kamu."
"Itu sangat menakutkan mbak."

"Tapi cinta itu tidak bisa disalahkan Sri, dia bisa saja datang kepada siapa saja, dan dia mempunyai kekuatan yang maha dahsyat. Buktinya dia bisa berubah karena cinta itu."

"Iya mbak, kalau teringat waktu itu ya mbak, saya hampir putus asa,"
"Dan kamu memilih mati bukan?"
"Waktu itu bayangan saya hanya mati."
"Ya sudahlah, jangan diingat-ingat lagi. Kapan kita pulang ke desamu?"

"Besok ya mbak, sudah lama kita tinggal disini. Lagian simbah sama bapak sudah pulang duluan. Simbah bilang mau membersihkan kamar buat kita."
"Mengapa simbah Sri, aku kan bisa membersihkannya sendiri."
"Itu kemauan simbah, dan bapak juga ingin segera membersihkan rumahnya. Ya sudah biarkan saja mbak, yang penting mereka sudah merasa senang dan lega."

"Tinggal membicarakan hari pernikahan kamu Sri."
"Ah, mbak Mery.." kata Sri tersipu.
"Alangkah membahagiakan jadi pengantin.." gumam Mery.
"mBak Mery juga tidak bisa selamanya sendiri. Mudah-mudahan segera ada yang melamar mbak Mery juga."

"Tidak Sri, aku sudah tua, umurku jauh diatasmu, bukan masanya berharap mendapatkan suami."
"mBak Mery masih kelihatan muda dan cantik lho."

"Sudah, ayo bicara tentang usaha saja. Bagaimana ya sebaiknya, jadi jualan buah atau warung makan ya."
"Terserah mbak Mery saja, aku selalu mendukung mbak Mery kok."

"Nanti bicara sama mas Timan, dan sebaiknya usaha itu dimulai kalau kamu sudah menikah. Supaya tidak mengganggu mas Timan. Kan sekarang lagi siap-siap mau jadi pengantin.”
"Iya lah, gampang, nanti kita bicara lagi, yang jelas aku ingin segera mengajak mbak Mery melihat desaku."
"Iya, aku juga ingin nih."

***

Didesanya, Sri mengajak jalan-jalan Mery mengitari desa dengan berjalan kaki.  Mery sangat takjup melihat pemandangan yang sangat indah disana.

"Ada tempat untuk orang-orang berwisata disana mbak,"
"Aku pernah mendengar Telaga Sarangan. Jauhkah dari sini?"
"Tidak, pak lurah berjanji akan mengajak kita kesana, biar mbak Mery tau."
"Iya Sri, aku mau.  Aku juga kagum kepada yu Lastrimu itu. Katanya ia merintis usaha pengumpulan pedagang sayur dan buah disini."

"Desa ini maju setelah kang Mardi jadi lurah. Dibantu yu Lastri kehidupan para petani disini menjadi lebih baik. Aku bekerja membantu yu Lastri bersama simbah, Setelah yu Lastri menikah, usaha ini dipegang sendiri oleh kang Mardi. Aku tetap membantu bersama simbah."
*** 

Didesanya, pak Darmin hanya menikahkan Sri dan Timan secara sederhana. Tidak ada pesta kecuali hanya syukuran diantara tetangga sekitar. Namun begitu Darmin merasa lega dan pastinya bahagia mendapatkan menantu yang baik seperti Timan.

Setelah seminggu Timan mengadakan syukuran dirumahnya. Tamunya lebih banyak, karena sesama pedagang dipasar juga diundang. Bayu ikut mengatur acara itu, karena Timan sudah tidak punya orang tua.
Timan sangat bahagia, dia terus menggandeng isterinya dan menyalami setiap tamu undangan yang hadir.

Banyak sahabat pedagang pasar mengagumi kedua mempelai. Mereka bak pangeran dan puteri dari kerajaan antah berantah. Yang satu ganteng, yang satu sangat cantik. Siapa mengira Sri gadis desa yang lugu sekarang tampak seperti puteri. digandeng sang pangeran. Sunggingan bahagia menghiasi bibir mereka.

Jam sepuluh malam, tamu-tamu sudah bubar. Mery letih dan pulas dikamarnya.  
Tapi Timan dan Sri masih terjaga. Mereka sedang mengamati hadiah-hadiah yang diberikan para sahababatnya.

Tiba-tiba Sri melihat sebuah bungkusan kecil berwarna merah jambu. Tidak begitu besar, tapi terbungkus sangat apik. 
"Dari siapa ini ya mas? Bagus sekali."
"Buka saja Sri."

Sri membuka bungkusan dengan hati-hati. Seakan merasa sayang apabila sampai merusak bungkusan itu.
Ada kotak kecil didalamnya, berselimut beludru berwarna kuning keemasan.
Sri berdebar membukanya. 

"Haa.. sebuah kalung emas, dengan leontin berbentuk jantung berwarna merah."
"Indah sekali. Dari siapa ini mas ?" kata Sri sambil menempelkan kalung itu didadanya."
"Coba sini aku kalungkan," kata Timan yang kemudian memasangkan kalung itu kepada isterinya.
"Wah, cantik sekali Sri. Itu ada tulisannya, dari siapa ya."

Sri mengambil secarik kertas kecil terselip didasar kotak,
UNTUK SRI DAN SUAMINYA, SEMOGA BAHAGIA. PAKAILAH KALUNG INI AGAR KAMU SELALU MENDENGAR DETAK JANTUNGKU. 
DARI AKU, BASUKI.

Sri melepaskan kertas itu dan terburu-buru mencopot kalungnya.
"Mengapa Sri?
"Dari Basuki, aku tidak akan memakainya."

"Jangan begitu Sri, dia memang mencintaimu. Dan jatuh cinta itu bukan dosa." kata Timan yang mengenakan kalung ini kembali dileher  isterinya.

Sri memeluk suaminya. Cinta itu bukan dosa.
Ada api memercik diperaduan, ada kidung-kidung sorga mengalun disana..

T A M A T

Sekilas info.
Seorang wanita memeluk bayi yang baru dilahirkan. Disampingnya seorang wanita terbaring lemah.  Matanya menatap sendu, lalu berbisik lirih.
"BAYI YANG SEHARUSNYA AKU LAHIRKAN."

Penghianatan cinta itu menyakitkan. Tapi siapa salah kalau setangkai cinta harus luput dari genggaman?
M I M P I   L E S T A R I

besok lagi ya


Tidak ada komentar:

Posting Komentar