*KEMBANG
TITIPAN 27*
Hari mulai
remang ketika Sri bersama Mery mengikuti Timan. Namun tiba-tiba Sri merasa
sangat pusing . Kepalanya berdenyut dan tubuhnya merasa lemas. Tempaan
peristiwa yang bertubi-tubi membuatnya tumbang, Ia terkulai lemas, dipundak
Mery.
"Sri...
Sri.."
"Ada
apa?" tanya Timan.
"Lihat
mas, Sri pingsan." kata Mery sambil merangkul tubuh Sri
"Waduh,
dingin sekali badannya. Bagaimana kalau kembali kerumah saja."kata Timan
khawatir.
"Ya
mas, kembali dulu, Sri harus diberi pertolongan secepatnya."
Timan
terpaksa memutar mobilnya kembali kerumah, dengan perasaan bingung. Kejadian
yang menimpa keluarga Sri membuatnya sedih. Lalu ia menyesali kepergiannya ke
mal siang tadi.
"Menyesal
aku, tadi kita mampir di mal segala, padahal dirumah ada kejadian seperti
itu."
"Semoga
mereka bisa menangkap Basuki. Aku sedih ketika mendengar pak Darmin tidak
mempercayai aku. Kalau aku ber niyat jahat pada Sri, pasti sudah aku lakukan
sejak kami masih ada dirumah Basuki."
"Ya
sudah, lupakan saja. Pak Darmin kan sedang bingung karena kejadian itu."
"Sri...
Sri.." badannya dingin sekali. Aku tidak membawa obat gosok."
"Kita
sudah hampir sampai rumah. Nanti kalau tidak membaik kita bawa saja kerumah
sakit."
Begitu
sampai dirumah, Timan langsung menggendong Sri dan dibawanya masuk.
"Kunci
kembali pintunya mbak," pesan Timan kepada Mery sambil membawa Sri
kekamarnya.
Mery
mengunci kembali pintunya dan bergegas menuju kekamar Sri. Diambilnya obat
gosok yang kemudian dibalurkannya keseluruh tubuhnya yang dingin .
"Aku
ambilkan teh panas dulu," kata Timan sambil melangkah keluar, membiarkan
Mery menggosok seluruh tubuh Sri dengan minyak gosok.
"Sri...
sadarlah Sri... kasihan kamu Sri.. terlalu berat beban yang harus kamu
pikul," bisik Mery trenyuh sambil menggosok-gosok telapak kaki dan tangan
Sri yang terasa dingin.
Tiba-tiba
Sri membuka matanya.
"Sri..."
"Mana...
mana...?"
"Sri..."
"Simbah
mana.. simbah mana..." bisik Sri sambil tangannya diangkat keatas. Mery
memegangnya dan mengelusnya perlahan.
"Sri..
simbah sedang dijemput mas Bayu."
"Mengapa
aku disini ?"
Timan
tiba-tiba masuk membawa secangkir teh hangat. Ia merasa lega melihat Sri sudah
sadar kembali.
"Sri,
minum dulu tehnya," kata Timan sambil mengulurkan cangkirnya. Mery
membantunya duduk.
Sri
meneguk minuman itu beberapa teguk, lalu kembali berbaring.
"Masih
dingin?" tanya Timan kepada Mery.
"Sudah
agak hangat, tidak dingin seperti tadi."
Timan
duduk ditepi pembaringan, menatap Sri dengan pandangan trenyuh.
"Mana
simbah?"
"Kamu
tidak boleh terlalu memikirkan simbah, sudah banyak yang mengurus. Percayalah
bahwa simbah baik-baik saja."
"Basuki
tak akan menyakiti simbah, karena dia mempergunakannya sebagai tameng."
kata Mery.
Sri
terdiam, matanya berinang.
"Kemana
kira-kira Basuki membawa mbah Kliwon? Ada satu tempat yang diberikan pak lurah
yang belum sempat aku datangi karena sudah ketemu Sri. mBak Mery tau? Kalau
tidak salah disebuah desa bernama Kemuning." kata Timan.
"Itu
aku tau mas, tapi menurut aku nggak mungkin Basuki membawa mbah Kliwon kesana.
Ia tak akan berani pulang kerumahnya yang dimanapun, karena polisi sudah
mengetahui semua rumah Basuki."
"Jadi
dia membawa ketempat lain?"
"Sepertinya
begitu mas, dan aku kira polisi sudah melacaknya kesana."
"Aku
mau ikut mencari simbah.." bisik Sri.
"Baiklah,
sekarang kamu harus kuat dulu, besok kita mencari lagi."kata Timan yang
mencoba menenangkan Sri.
"Mau
makan Sri? "
"Tidak,
kepalaku pusing."
"Makanlah
dulu, aku punya persediaan obat. Setelah makan baru minum obat, lalu kamu harus
tidur."
"Besok
aku boleh ikut ?"
"Tentu
saja boleh Sri, tapi sekarang makan dulu ya."
Sri
bangkit duduk.
"Makan
disini saja, aku ambilkan," kata Mery.
"Tidak,
aku tidak apa-apa," kata Sri sambil turun dari pembaringan."
"Ya
sudah, mari makan bersama sekalian ya mbak Mery."
"Tolong
tuntun Sri mas, biar aku menyiapkan makan sekarang," kata Mery.
***
Basuki
sebenarnya tidak membawa mbah Kliwon ketempat yang jauh. Ia masih ada didalam
kota. Rumah Basuki yang tak seorangpun tau, walau anak buahnya sekalipun.
Begitu
turun dari mobil, Basuki heran karena mbah Kliwon keluar tanpa mengenakan baju.
"Kemana
bajumu pak tua? Kok telanjang begitu?"
"Tertinggal
dimobil barangkali, coba aku lihat,” kata salah seorang anak buahnya. Tapi tak
ada baju tertinggal disana.
"Tak
ada baju tertinggal dimobil tuan."
"Kemana
bajumu pak tua?" Basuki mengulang pertanyaannya.
"Tadi..
aku muntah.. bajuku aku pakai untuk muntahanku, lalu aku buang."
"Waduh,
So.. coba lihat dimobil, apa mobilku bau muntahan?"
Salah seorang
pembantu Basuki membuka pintu mobil.
"Agak
apek tuan.."
"Kurangajar,
semprot dengan pewangi sekarang juga,"
Basuki
membuka pintu rumah diikuti pembantunya yang menggandeng lengan mbah KLiwon.
"Masukkan
dia kekamar belakang dan beri dia baju."
"Sebenarnya
untuk apa aku yang sudah tua ini kamu bawa kemari? Kalau untuk ditukar dengan
Sri, maka aku lebih baik mati disini, karena aku tak rela cucuku berada
ditangan orang jahat seperti kamu." kata mbah Kliwon sengit.
"Sudah,
kamu diam saja pak tua, dan jangan banyak bicara. Aku sedang dikejar-kejar
polisi."
"O,
jadi aku kamu jadikan tameng agar polisi tak berani menangkap kamu? Aku kira
kamu salah, polisi mana peduli sama nyawa seorang kakek tua seperti aku?"
"Sudah,
jangan banyak bicara. Cepat masuk dan pakai baju yang diberikan
pembantuku."
Marso
menarik lengan mbah Kliwon.
"Dimana
saya harus mengambil baju tuan?" tanya Marso yang memang belum pernah
menginjakkan kaki dirumah itu.
"Dibelakang
ada almari. Itu tempat baju-baju pembantu kalau aku sedang berada disini."
"Baik
tuan."
Rumah itu
tak begitu besar, tapi bagus. Tak seorangpun anak buahnya tau bahwa Basuki
punya rumah disitu, dan memang hal itu dirahasiakan karena kalau Basuki sedang
tak ingin diganggu maka ia tidur disitu. Ada orang-orang disekitar yang disuruh
membersihkan rumah itu setiap hari, tanpa tau siapa sebenarnya orang yang
menyuruhnya.
Basuki
merasa sangat letih. Berita bahwa rumahnya diobrak abrik polisi membuatnya
kesal dan marah. Ia merasa keselamatannya sedang terancam. Tapi ia tak berani
pergi kemana-mana. Barangkali rumah itulah yang paling aman, dan mbah Kliwon
akan dijadikan senjata atau tameng apabila ada yang mengancamnya.
***
"Gimana
mas, berhasil ?" tanya Lastri begitu suaminya pulang malam itu.
"Tidak
Tri, rumah satunya yang katanya juga rumah Basuki ternyata kosong. Berarti
polisi masih mencari."
"Kasihan
mbah Kliwon mas, sudah tua, dijadikan sandera." kat Lastri sedih.
"Tampaknya
sekarang sasarannya bukan cuma Sri, sehingga dia menyandera mbah Kliwon itu
bukan untuk Sri, tapi untuk tameng apabila polisi menangkapnya.
"Kok
ya ada manusia sejahat itu."
"Kasihan
Sri, kata mas Timan tadi Sri pingsan, jadi nggak jadi ikut bersama aku."
"Pingsan
? Sri sakit ?"
"Mungkin
karena sedihnya mendengar mbah Kliwon dibawa Basuki."
"Iya
mas, orang sudah tua. Dan Sri itu kan dekat sekali dengan mbah Kliwon. Tak
heran kalau Sri sedih sekali.
"Bapaknya
saja kalah ya Tri?"
"Bapaknya
kan nggak pernah dekat sama Sri. Orang setiap hari dimarahi.. Tapi untunglah
sekarang pak Darmin sudah sadar."
"Mas
Timan bilang, besok Sri mengajak mencari mbah Kliwon, nggak tau kemana akan
mencarinya."
"Basuki
tak mungkin pulang kerumahnya mas, kan sudah tau kalau dicari polisi, dan anak
buahnya sudah banyak yang ditangkap, pasti mereka mengatakan dimana saja rumah
Basuki.,"
"Betul.
Polisi juga beranggapan begitu."
"Lalu
gimana mas, aku juga ikut sedih memikirkannya."
"Lastri,
kamu itu sedang mengandung, jangan ikut-ikutan memikir berat. Cukup mendo'akan
saja. Nanti anakmu juga akan ikut sedih."
Lastri
mengelus perutnya sendiri.
"Jangan
sedih ya nak, ibu hanya prihatin memikirkan sahabat ibu," kata Lastri
lembut.
Bayu
ikutan mengelusnya.
"Iya
nak, jangan cengeng seperti ibu ya."
"Mas
Bayu gitu ah !!" kata Lastri cemberut.
"Kan
bener yang aku bilang tadi. Apa kamu tidak cengeng?"
"Kalau
aku cengeng, itu karena kamu mas."
"Kok
aku sih."
"Yang
sering membuat aku menangis kan kamu?"
"Oh,
gitu ya, kangen aku, nangis.. pengin ketemu aku.. nangis.. gitu kan? canda
Bayu.
"Ge
er deh.. Mas Bayu sendiri kan.. kangen aku sakit.. aku nggak datang..
nggak mau sembuh.." Lastri ganti meledek suaminya.
Bayu
tertawa, lalu memeluk isterinya.
"Salahnya,
mengapa kamu cantik..?"
"Kok
salah sih."
"Salah
dong, kalau kamu jelek, kudisan, nggak pernah mandi.. ya aku nggak mau lah sama
kamu, jadi salahnya kamu mengapa kamu cantik, kamu baik, kamu pintar,
kamu nggemesin."
"Mas
Bayu nih, lama-lama nglantur, sudah ah.. keringatmu mulai bau nih."
"Tuh
kan, mulai deh !!" kata Bayu sambil cemberut, lalu menjauh.
Lastri
hanya tersenyum melihat suaminya masuk kekamar. Pasti ia mandi lalu berganti
pakaian yang berbau wangi.
"
Cewekkah bayi yang aku kandung ini? Maunya yang wangi-wangi saja," bisik
Lastri sambil mengelus perutnya.
***
"Sri,
kok belum tidur sih?"
"Aku
memikirkan simbah. Sedang apakah simbah sa'at ini? Bisa tidurkah, atau
jangan-jangan disiksa oleh Basuki?" jawab Sri pilu.
"Jangan
berfikir begitu. Basuki membawa mbah Kliwon, pasti maksudnya akan dijadikan
sandera, jadi tak mungkin dia menyakitinya."
"Mengapa
simbah yang sudah tua itu yang dibawanya ya mbak?"
"Mungkin
waktu itu dia hanya ketemu simbah."
"Simbah
pasti sedih. Sudahkah dia makan?"
"Sri,
sudahlah Sri, pastilah simbah dikasih makan. Ayo tidur, besok katanya mau
mengajak mas Timan mencari simbah."
"Iya,
aku harus ikut mencarinya. "
"Itu
sebabnya kamu harus tidur sekarang. Mau aku pijitin biar enakan tidurnya? Masih
pusingkah kamu ?"
"Nggak
mbak, sudah nggak pusing lagi. "
"Dipijitin
ya?"
"Ah,
mbak Mery, mana mungkin aku tega melihat mbak Mery mijitin aku ?"
"Nggak
apa-apa, kalau memang itu bisa membuat kamu lebih nyaman, sehingga bisa tidur
nyenyak."
"Nggak
usah mbak, baiklah aku akan mencoba tidur," kata Sri kemudian memejamkan
matanya. Mery menatapnya dengan iba.
***
mBah
Kliwon tidak disuruh tidur disembarang tempat. Ada sebuah kamar yang bersih
dengan dua tempat tidur yang nyaman. mBah Kliwon tidur dalam ranjang sendiri,
sedangkan Marso dan temannya diranjang yang lain yang agak besar.
Keduanya
menjaga agar mbah Kliwon tidak kabur. Pastilah pintu kamar itu dikunci rapat.
Tapi sama
juga Sri, sangat susah bagi mbah Kliwon untuk memejamkan mata. Pasti Darmin,
terutama Sri, sangat sedih memikirkannya.
Makanan
yang tadi dihidangkan dihadapannya, sama sekali tak disentuhnya. Mana bisa ia
menelan makanan sementara ia berada ditempat yang sama sekali ia tak tau
letaknya dimana.
"Mengapa
belum tidur kek?" tanya salah satu dari penjaga itu.
mBah
Kliwon ingat, dialah orang yang datang kerumahnya dan minta minum. Kemudian
ketika disuguhkannya juga ketela rebus, dia hanya menggigitnya sedikit kemudian
sisanya dikembalikannya dipiring. Kemudian mbah Kliwon baru merasa, pastilah
ketika itu dia sedang menyelidiki dimana Sri berada, dan mbah Kliwon menyesali
kata-katanya yang berceloteh tentang keberadaan Sri, kemudian dia juga mengatakan
akan mengunjunginya ketempat Timan. Pasti setelah itu dia terus mengawasi
disekitar rumah, lalu mengikuti ketika pak lurah membawanya bersama Darmin
kerumah Timan.
"Ya
Tuhan, ternyata semua adalah salahku." gumam mbah Kliwon pelan.
"Mengapa
belum tidur mbah?" tanya yang satunya lagi.
mBah
Kliwon tidak menjawab. Ia memejamkan mata, pura-pura tidur.
***
Pagi-pagi
sekali Sri sudah bangun, lalu mandi dan berpakaian rapi.
"Sri,
kamu sudah mandi sepagi ini?" tanya Darmin yang telah bangun terlebih
dulu. Seperti yang lainnya, Darmin juga tidak bisa tidur nyenyak. Luka-luka
diwajah akibat tersungkur beberapa kali masih terasa nyeri, walau Timan sudah
memberinya obat.
"Iya
bapak, aku akan ikut mas Timan mencari simbah."
"Kamu
kan semalam sakit, apa tidak lebih baik dirumah saja?"
"Sri
sudah sembuh pak, sudah minum obat."
"Benar
?"
"Benar,
bapak saja yang nanti nggak usah ikut, bukankah luka-luka itu masih
nyeri?"
"Tidak,
aku juga sudah minum obat, dan luka-luka ini sudah diobati oleh nak
Timan."
"Sri,
pak Darmin, ayo sarapan dulu, sudah ditungguin mas Timan nih." teriak Mery
dari belakang.
"Ayo
bapak, kita sarapan dulu."
"mBak
Mery masak apa?' Tanya Sri sambil mendekat.
"Masak
nasi goreng. Kan kamu kemarin yang ngajarin. Rasain deh.. kurang apa,"
kata Mery.
"Baunya
sedap, rasanya pasti enak."
"Rasain
dulu.. belum-belum sudah memuji."
"Ayo
bapak, silahkan, nih aku sudah merasakan mbak, enak kok.."
"Ah,
mas Timan pasti bohong."
"Bener
kok, ya nggak pak, cobain Sri.."
Sri sudah
menyendok nasi itu dan mencicipinya.
"Enak
mbak.."
"Iya,
enak," seru pak Darmin yang sudah bisa menghilangkan kecurigaannya pada
Mery karena Sri berkali-kali mengingatkannya.
Mery
tersenyum senang. Mereka makan tapi tak banyak yang dibicarakan. Semuanya
tenggelam dalam pikiran masing-masing, tentang hilangnya mbah Kliwon.
"Bapak,
nanti kalau bapak mau ikut, jok belakang sudah saya pasangi kap, sehingga
tertutup."
"Oh,
iya nak, terimakasih banyak."
"Tapi
benarkah bapak mau ikut? Sudah tidak sakitkah luka bapak itu?"
"Tidak
nak, sudah baik, tidak begitu sakit."
"Baiklah,
kalau sudah selesai kita siap berangkat ya, kearah yang kemarin ditunjukkan
bapak, barangkali kita bisa menemukannya.
***
Mobil
Timan terus menyusuri jalanan yang arahnya ditunjukkan oleh Darmin. Ada harapan
untuk bisa menemukan mbah Kliwon, walau perjalanan itu tak tentu arah.
Sri yang
duduk didepan tak banyak bicara. Dalam hati ia terus berdo'a agar bisa
menemukan simbahnya yang sangat dia sayangi, seperti simbahnya juga menyayangi
dirinya.
"Sri,
kok diam saja," tegur Timan sambil menoleh kearah Sri.
"Mas..
mas... sebentar.."tiba-tiba Sri berteriak.
"Ada
apa?" kata Timan kaget.
"Berhenti
sebentar mas."
Timan
menghentikan mobilnya dengan heran. Lalu Sri menyuruh Mery yang duduk dipinggir
untuk turun.
"Sebentar
mbak, aku mau turun."
Mery juga
tak mengerti, tapi ia menuruti kemauan Sri.
Sri turun
dan berjalan kebelakang, agak jauh, sepuluhan ,meter dia berjalan, lalu
memungut sesuatu ditengah jalan.
"Lihat
mas.." kata Sri kemudian setelah kembali kemobil. Ia menunjukkan
sobekan baju yang ditemukannya."
"Apa
ini Sri?" tanya Timan heran.
"Ini
sobekan baju simbah, aku mengenalnya. Bukan disobek tapi digunting," kata
Sri.
Timan
mengamatinya dengan heran, lalu beberapa puluh meter didepan juga ditemukannya
sobekan yang sama.
***
besok lagi
ya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar