*KEMBANG
TITIPAN 25*
"Apa
katanya ?"
"Kita
harus menunggu."
"Menunggu
apa?"
"Jelas
kita tak bisa bekerja sendiri, tadi aku bermaksud mencari orang yang mau
membantu, minimal yang punya mobil.. Tapi ternyata juragan mau datang kemari."
"Baguslah,
kalau ada dia pasti semuanya beres. Kalau begitu aku mau tidur lagi saja."
"Sebentar,
aku akan mengirimkan alamat tempat ini, biar dia datang kemari."
"Tak
bisa cepat, memakan waktu dua atau tiga jam dari rumah juragan kemari. "
"Biar
saja, berarti kita bisa melanjutkan tidur kita lagi pagi ini. Cepek
berhari-hari memburu orang. Aku heran pada juragan kita. Banyak orang cantik,
mengapa mengejar seorang gadis dusun yang tampak lugu dan tidak tau
apa-apa."
"Justru
yang lugu itu yang menarik So, juragan bosan sama gadis-gadis cantik yang
bawaannya manja, banyak menuntut. Kalau Sri ini sangat sederhana, dan
barangkali itu yang menarik."
"Mungkin
juga, kalau aku sih, nggak sempat mikir perempuan cantik, bini saja jarang
ditengok, karena macam-macam tugas dari juragan."
"Yang
penting kan sudah dikirim uang. Perempuan itu kalau sudah dikasih uang, sudah
pasti langsung diam dan menurut."
"Iya,
kamu bener. Sekarang kita istirahat dulu, lumayan bisa merem, sambil menunggu
juragan datang. Ini kan masih pagi, lihat diluar masih remang. Matahari juga
belum tampak."
***
"Mas
Timan mau ke pasar?' tanya Sri.
"Iya
Sri, mau ikut?"
"Mau,
mbak Mery maukah ke pasar? Aku sambil belajar jadi tukang jual buah."
"Mau,
masa aku dirumah sendiri, lagi pula siapa tau aku bisa belajar
berjualan dari mas Timan. Aku masih punya uang beberapa, barangkali cukup untuk
modal."
"Bagus
mbak Mery, nanti saya bantu. Banyak peluang kalau mau berusaha. Kadang agak
susah sih, tapi namanya berusaha yang ada pasang surutnya."
"Nggak
apa-apa mas, apapun itu kalau kita punya usaha kan lumayan bisa untuk
menyambung hidup. Jadi ini nanti sekalian mau lihat-lihat ya Sri."
"Iya.
Hari masih pagi."
"Ini
sudah agak kesiangan. Tapi nggak apa-apa, beberapa hari aku tinggal daganganku,
jangan-jangan ada yang busuk."
"Ayo,
aku sama mbak Mery juga sudah mandi."
"Bapak
sama simbah mau jalan-jalan?"
"Daripada
bengong dirumah ya nggak apa-apa jalan-jalan dikota ya Min?" tanya mbah
Kliwon.
"Iya,
berangkat bareng nak Timan saja, nggak apa-apa aku duduk dibelakang."
Jawab pak Darmin.
"Benar
nggak apa-apa mbah?"
"Nggak
apa-apa, wong cuma sebentar saja. Lagian masih pagi jadi nggak terlalu
panas."
"Nanti
kalau ada apa-apa simbah telepone saya ya?"
"Iya,
baiklah."
"Ayo
kita berangkat sekarang," ajak Timan.
Sri
memberikan sejumlah uang untuk bapaknya dan simbahnya. Sesungguhnya uang itu
dari Timan, tapi Sri yang disuruh memberikannya. Takutnya kalau Timan yang
memberikan nanti pak Darmin sama mbah Kliwon jadi merasa sungkan.
"Ini
uang untuk apa nduk?"
"Kalau
nanti dijalan bapak sama simbah ingin sesuatu."
"Banyak
sekali."
"Sudah
mbah, terima saja, kan dikota banyak barang-barang yang mungkin bapak sama
simbah ingin membelinya, misal nya baju.. atau celana.. atau sarung... Sudah
dibawa saja. Ayo kita berangkat, nanti mas Timan kesiangan.Oh ya mbah, nanti
kalau simbah sama bapak pulang duluan, kuncinya tergantung di saka teras
itu."
Mau tak
mau mbah Kliwon dan Darmin menerimanya. mBah Kliwon punya uang sih, kan dia
mendapat gaji dari pak lurah. Sebenarnya ia akan membaginya dengan menantunya,
tapi karena Sri memberinya, keinginan itu diurungkannya.
Pagi itu
mereka berangkat bersama Timan. Mery dan Sri berdesakan didepan.
"Nggak
apa-apa sempit ya mbak, kan cuma sebentar. Nggak ada setengah jam kita
sampai."
"Nggak
apa-apa mas, begini-begini aku senang kok. Ini dunia saya yang baru, saya
sedang menikmatinya."
"
Besok kalau usaha mbak Mery jadi, beli mobil yang bagus ya mbak,"
kata Sri.
"O
iya... nanti buat jalan-jalan sama Sri."
"Wah..
senangnya."
"Tapi
sebentar lagi kamu kan mau menikah, sebaiknya aku cari kontrakan saja."
"Mengapa
harus cari kontrakan segala mbak, rumah saya kan cukup besar. Rumah kampung
sih, tapi sayang kalau uangnya buat ngontrak, mending dipakai buat modal
saja."
"Tapi
kalau kalian sudah menikah kan nggak enak aku menumpang disini."
"Nggak
ada yang nggak enak, kita sekarang bersaudara, susah dan senang akan kita pikul
bersama," kata Timan.
Mery
terharu atas kebaikan Timan. Ini benar-benar dunia yang indah, banyak teman,
banyak saudara, banyak perhatian dan kasih sayang. Sangat berbeda dengan
kehidupannya ketika bersama Basuki. Tidak ada lelah, tidak ada pemikiran untuk
sesuatu, yang ada hanya gelimang kesenangan dan harta. Mery benar-benar
menikmati dunia barunya dan yang dianggapnya sangat indah. Inilah hidup, ada
gerakan untuk mencapai sesuatu, ada yang harus dipikirkannya, dan ini
membuatnya bersemangat.
***
Ketika
tiba dipasar, Sri dan Mery melihat pasar itu sudah ramai. Timan langsung
mengajak keduanya kekios miliknya, dan membantu Timan menata dagangannya.
Sedangkan
pak Darmin dan mbah Kliwon hanya turun didepan pasar, lalu berjalan-jalan
sendiri.
"Ada
beberapa jeruk yang sudah kurang bagus Sri, bisa minta tolong memilih-milih?
Yang sudah busuk atau yang busuk buang saja kesini, ada tempat sampahnya,"
kata Timan.
"Iya
Sri, mari aku bantu," kata Mery.
Keduanya
asyik memilih buah-buah yang masih pantas ditata dan yang harus disortir.
Tiba-tiba Mery merasa bahwa ini benar-benar menyenangkan.
Beberapa
pedagang kasak-kusuk, yang didengar Timan sambil tersenyum.
"Itu
sepertinya calon isterinya Timan," kata tukang buah disampingnya.
"Iya,
yang baju kuning itu kan?" kata yang lainnya.
"Cantik."
"Syukurlah
Timan sudah menemukan jodohnya."
"Kalau
sudah begitu kan nggak ada lagi gadis-gadis yang selalu mengganggu."
"Iya,
cah bagus alus.. siapa yang nggak suka. Kalau aku punya anak gadis juga mau
menjadikannya menantu."
"Kalau
aku masih perawan aku juga mau,"
Lalu
disambut beberapa orang tertawa lucu. Timan bukannya tidak mendengar celotehan
ibu-ibu pedagang itu, tapi ia menanggapinya sambil tersenyum.
"Orang
pasar pada sibuk ngomongin kamu Sri," bisik Mery sambil menata apel
ditempatnya.
"Jadi
malu aku." bisik Sri tersipu.
"Nanti
kalau sudah selesai, aku kenalkan kamu pada mereka," kata Timan.
"Ibu-ibu
pada suka sama mas Timan," kata Sri.
"Iya,
kan sederet ini akulah yang paling ganteng," kata Timan berseloroh.
"Iya
lah mas, yang lainnya kan ibu-ibu, mana ada ibu-ibu ganteng," kata Sri.
"Mas
Timan, kok lama nggak kelihatan?" tiba-tiba seorang ibu mendekat dan
memilik jeruk yang selesai ditata.
"Bu,
mas Timan lagi cari calon isteri, tapi sekarang sudah dapat lho." celetuk
ibu disebelah Timan.
"Oh
gitu ya, mana isterinya? Ini ya, yang baju kuning mas?"
"Baru
calon bu, do'akan ya," kata Timan.
"Duuh,
pinternya, cari isteri cantik bener."
"Terimakasih
bu."
"Aku
minta dua kilo saja, harganya nggak naik kan?"
"Untuk
ibu harga biasa, Dua kilo saja?"
"Ya,
pilihkan yang seger ya," kata ibu itu sambil terus mengawasi Sri yang
menundukkan muka sambil masih memilih-milih.
"Ini
bu, ada yang lain?" kata Timan sambil mengulurkan bungkusan jeruk.
"Ini
saja dulu. Selamat ya mas, besok aku diundang lho, kalau nikahan."
"Mohon
do'anya ya bu."
"Ini
uangnya mas." ibu itu tersenyum dan berlalu.
"Hari
ini benar-benar heboh," gumam Timan.
"Heboh
ya mas, lama tidak kelihatan, begitu kelihatan sudah membawa calon
isteri," goda Mery.
"Hebohnya
lagi, hari ini ada yang ngebantuin menata dagangan saya, mbak Mery, kalau
sendirian pasti repot sekali."
"Ternyata
saya senang melakukannya."
"Oh
ya?"
"Saya
ingin membuka kios buah, mungkin ngontrak dulu, lalu ambil buah dari mas
Timan."
"Bagus
mbak, nanti saya bantu."
"Mas,
pisangnya sudah masak semua," teriak Sri.
"Taruh
didepan sini,.. bagus, itu beberapa hari yang lalu saya beli masih
mentah."
"Pisang
kepok ini enak kalau dibuat kolak." kata Sri.
"Jadi
pengin," seru Mery.
"Nanti
kaau pulang bawa dua sisir, kamu yang masak ya Sri."
"Siap
mas, nanti saya beli bumbunya."
"Apa
sih bumbu kolak?" tanya Mery.
"Bumbu
kolak itu gula jawa, kayu manis, boleh ditambah vanili atau daun pandan. Lalu
dikasih santan," jawab Sri.
"Wah,
Sri itu belum menikah sudah pinter masak ya. Aku harus belajar banyak dari kamu
Sri."
"Nanti
kita belajar sama-sama mbak. Saya kan bisanya masakan desa."
"Justru
itu yang enak."
"Aku
yang senang nih, ada yang masakin.." kata Timan.
"Makanya
cepet menikah mas, jadi Sri nggak usah pulang ke desanya."
"Siaaap
mbak, tunggu waktu.."
***
Setelah
membantu menata dagangan Timan, Sri mengajak jalan-jalan diseputar pasar.
Banyak orang jualan makanan. Mery heran melihat semuanya. Selamanya dia belum
pernah pergi kepasar.
"Itu
jual apa, kelihatannya aneh, ayo kita mendekat," kata Mery sambil menarik
tangan Sri.
"Bu,
itu apa?"
"Ini
namanya gempol pleret. Cah ayu bukan dari Solo ?"
"Bukan
bu, enakkah ?"
"Ayo
kita beli mbak, diminum disini ya bu?
"Iya,
itu ada dingkliknya, duduk disitu dulu cah ayu."
Keduanya
duduk dibangku pendek. Penjual gempol itu menamakannya dingklik. Dua mangkok
diterima Sri dan Mery.
"Ini
apa bu?"
Yang
bulat-bulat putih itu namanya gempol, lha pleretnya itu yang kecolatan digulung
kecil-kecil itu."
"Hm,
enak, manis-manis gurih." kata Mery.
"Boleh
dibungkus bu?"
"Boleh,
Mau berapa bungkus?"
"Tiga
ya bu." kata Sri.
"Eh,
lima.. nanti aku masih mau lagi .." kata Mery tersipu.
Sri
tertawa.
"Iya
aku juga mau. Jadi lima ya bu."
Mery
begitu senang ber-putar-putar dipasar. Lalu ia mengajak Sri makan disebuah
warung. Mery heran melihat nama warung itu.
"Timlo
itu apa ?"
"Ayo
kita masuk, aku juga pengin timlo. Kalau tidak salah timlo itu sayur berkuah,
isinya wortel, so'un, kentang goreng tipis, ada telur rebus, sama irisan
sosis."
"Kelihatannya
enak."
Keduanya
masuk kedalam warung, dan memilih duduk didekat jalan. Sri mengabari Timan
bahwa mereka makan diwarung supaya Timan tidak menunggu mereka.
***
"Mau
beli hem batik itu ya pak, kok murah harganya, barangnya bagus." kata
Darmin kepada mertuanya, ketika mereka sedang melewati sebuah pertokoan.
"Beli
saja mana yang kamu suka, mumpung masih disini."
"Kapan
kita pulang pak?"
"Kamu
tidak kerasan tinggal dirumah calon menantumu?"
"Bukannya
tidak kerasan, tapi sungkan kalau lama-lama."
"Ya
nanti bilang saja, besok ingin pulang, gitu. Tapi nggak usah diantar kan nggak apa-apa,
yang penting kita naik kendaran umum ke Sarangan, pasti sampai dirumah."
"Saya
juga mau tanya pak lurah tentang menikahkan Sri itu, kan ada beberapa syarat
yang harus dipenuhi."
"Benar,
itu harus difikirkan, jangan kelamaan, kasihan nak Timan tampaknya ingin
buru-buru menikah."
"Iya
pak, nanti sampai dirumah kita fikirkan. Ayo ke toko itu pak, saya kok pengin
beli hem batiknya."
"Ayo,
kalau ada yang cocog warnanya aku juga mau."
"Setelah
ini kita cari makan, lalu pulang. Aku sudah tau harus naik angkutan kearah mana
supaya sampai dirumaah nak Timan."
Hari itu
mbah KLiwon, pak Darmin Sri dan Mery menikmati jalan-jalan dikota. Tapi tanpa
mereka sadari, bahaya sedang mengancam.
***
Basuki
sudah bersama kedua anak buahnya, berhenti didepan rumah Timan.
"Inikah
rumahnya?"
"Iya
tuan, disini rumahnya."
"Kamu
yakin ?"
"Sangat
yakin. Saya melihat pak tua itu turun dari mobil. Saya yakin tidak akan keliru.
Lalu apa yang akan kita lakukan?"
"Aku
akan memajukan mobilku, kamu turun saja, pura-pura menanyakan sesuatu."
"Jangan
saya tuan, Marso saja, kan dulu itu saya sudah pernah bertemu pak tua itu,
nanti belum-belum ketahuan kalau kita punya maksud tertentu karena tau bahwa
saya mengikuti dia."
"Ya,
turun So..! Tapi kok sepi ya, seperti nggak ada orang."
Basuki memajukan
mobilnya, tidak persis didepan pintu pagar. Salah seorang anak buahnya memasuki
halaman.
"Sepi.."
gumamnya.
Ia naik
keteras, lalu mengetuk pintu perlahan. Tak ada jawaban, tentu saja, karena
Timan mengajak tamu-tamunya jalan-jalan dikota.
"Permisi..."
sapanya sambil mengetuk pintu lebih keras.
Ia
kemudian berjalan dari samping rumah. Ada dua buah jendela, tertutup rapat.
Kearah belakang, sama saja, pintunya tertutup rapat.
"Berarti
mereka pergi. Celaka kalau Sri tidak ditemukan disini, pasti juragan
marah-marah."
Marso
kembali keluar dari halaman., berdebar karena tak menemui siapapun. Pasti
Basuki akan mendampratnya.
"Bagaimana
?" Hampir terlonjak Marso karena bentakan itu.
"Tidak
ada tuan?"
"Tidak
ada bagaimana? Kamu itu kalau memberi informasi yang jelas !"
"Kalau
rumahnya benar ini tuan, cuma rumahnya kosong. Mungkin mereka sedang
pergi."
"Bagaimana
ini, kalau kamu cari pondokan didekat sini, pasti kamu bisa tau mereka pergi
atau tidak."
"Ma'af
tuan."
"Ya
sudah, aku mau menunggu disini saja. Kalian keluar, carikan aku makan dan
minum."
"Tuan
mau makan apa?"
"Terserah,
minumnya apa kan kalian sudah tau yang aku suka. Minta yang dingin. Makannya
pokoknya ada ikan. Cepat, aku akan mengawasi rumah itu."
Keduanya
bergegas pergi, khawatir akan ada dampratan lain yang akan didengarnya.
***
Hari sudah
siang, Basuki setengah mengantuk dibelakang kemudi, ketika tiba-tiba dilihatnya
dua orang berjalan kearahnya. Ia mengenal salah satunya adalah Darmin.
"Itu
kan Darmin. Sudah bebas dia rupanya. Mana Sri? Kok tidak bersama bapaknya? Yang
tua itu kan simbahnya?? gumam Basuki.
Matanya
berbinar. Ada satu cara untuk mengambil Sri. Dibiarkannya Darmin dan mbah
Kliwon masuk kehalaman rumah. Basuki turun, berdiri disudut pagar. Ada pohon
perdu disitu, yang bisa dipergunakan Basuki untuk sembunyi, sambil mengamati
keduanya. Dilihatnya kedua masuk kerumah dan menutupnya kembali.
Basuki
bergegas mendekat, lalu mengetuk pintu.
***
besok lagi
ya
Mengapa ada naskah ini disini tanpa nama penulisnya? Mohon penjelasan. Ma'af. Terimakasih
BalasHapusIni tulisan saya. Bagaimana bisa ada tanpa mencantumkan nama?
BalasHapus