*KEMBANG TITIPAN 21*
Sekarang
Basuki benar-benar membanting ponselnya. Hancur berkeping-keping. Pelayan yang
melihatnya bergegas pergi, takut kalau ia juga bernasib seperti ponsel itu.
Basuki
bergegas kekamar, mencari ponselnya yang lain. Ternyata dia masih butuh
berkomunikasi. Dengan mata merah penuh amarah dia menelpon sopirnya.
"Priiii...
" teriaknya sa'at menelphone.
"Ya
tuan.." jawab Pri gugup karenaa begitu membuka percakapan langsung
berteriak.
"Bagaimana?
Ketemu tidak?"
"Belum
tuan, saya masih mengejarnya, ini belum keluar dari perkebunan."
"Buruaaan
!! Temukan dan seret kehadapanku !!
"Baik
tuan."
Basuki
menghempaskan tubuhnya disofa yang berada didalam kamarnya. Geram memikirkan
Mery yang tiba-tiba berbalik menentangnya. Malah minggat bersama Sri, gadis
yang diincarnya.
"Mengapa
Mery... mengapa kamu lakukan ini? Bodoh ! Goblog! Mencari mati kamu Mer
!!" berkali-kali ia berteriak sendiri didalam kamarnya.
"Ditambah
lagi Herman ditangkap polisi? Bagaimana bisa? Apa yang terjadi? Awas kamu
Herman, kalau sampai kamu menyebut namaku disana, habis keluargamu."
Basuki
berdiri, mengambil sebotol minuman, lalu ditenggaknya begitu saja.
Tiba-tiba
Basuki teringat minuman itu. Minuman yang diberikan Mery.
"Sialan
Mery ! Kamu meracuni aku dengan minuman itu ! Kamu pura-pura bersikap manis
lalu memberikan minuman itu ! Bedebah ! Setan alas kamu Mery ! Apa yang
membuatmu menjadi begitu? Gadis desa bernama Sri itu mempengaruhi kamu?! Tidak,
bisa apa dia? Hanya bisa meratap dan menangis. Bagaimana bisa membujukmu untuk
melakukan semua ini?Apa Mery? Siapa merubahmu? Setan apa yang menuntunmu
sehingga kamu bisa menghianati aku? Aku orang yang mengangkatmu dari comberan
Panti itu! Ada apa Mery !!
Ponsel
Basuki berdering. Dari Herman lagi?
"Semoga
Herman sudah keluar dari kantor polisi," gumamnya sambil mengangkat
ponsel.
"Hallo,
Herman, kamu sudah pulang?"
"Ma'af
pak, eh.. tuan.. saya isterinya mas Herman."
"Kamu
lagi?"
"Saya
menghubungi telephone yang satunya tidak bisa,"
"Apa
perduli kamu?" hardiknya
"Saya
mau bilang, mas Herman ditahan, tidak diperkenankan pulang," kata isteri
Herman lemas.
"Biar
saja dia mampus disana !!"
Lalu
Basuki mematikan ponselnya.
Hari sudah
malam, pelayan masuk kekamar membawakan makan malam untuk Basuki, tapi Basuki
menghardiknya keras.
"Bawa
kembali semua itu ! Aku tidak mau makan !!" teriaknya.
Pelayan
itu surut, memutar balik dan keluar dari kamar majikannya dengan wajah kecut.
Basuki
benar-benar tak ingin sesuatu. Ia hanya ingin marah dan menghardik semua orang.
Malam itu ia
merasa bahwa ketenangan, bahkan keselamatannya terancam.
Lalu ia
mengangkat telephonenya dan memerintahkan kepada seseorang.
"Cari
Sri didesanya ! Habisi dia !!"
Lalu
dibantingnya ponsel itu kemeja.
***
"Sekarang
sudah malam dan aku lapar. Kalau ada rumah makan kita berhenti dulu ya."
"Ya,
terserah mbak saja."
"Aku
tadi menghubungi lurah desa kamu, eh maksudnya kantor kelurahan desa kamu, apa
pesanku sudah disampaikan ke pak lurah ya?"
"Mungkin
sudah. Tapi mbak Mery tadi tidak mengatakan berapa nomor kontak mbak
Mery?"
"Sayangnya
tidak. Iya, pasti mereka bingung ya..Aku juga tidak mengatakan nama. Menurut
aku tadi, yang penting mereka tau bahwa kamu sudah lolos dari cengkeraman
Basuki."
"Semoga
mereka sudah mengabari mas Timan juga."
"Ada
warung disitu, kita berhenti sebentar," kata Mery yang langsung
menghentikan mobilnya ditepi jalan. Mereka memasuki warung yang tidak begitu
besar dan sepi.
"Nggak
apa-apa disini, yang penting kita tidak kelaparan."
"Iya
mbak, sekarang saya merasa lapar."
Mereka
memilih duduk agak disudut, lalu memesan minuman hangat dan nasi ayam. Hanya
itu menu yang menarik Mery. Sri mengikutinya.
"Disana
kamu hampir tidak makan, pastilah sekarang kelaparan."
"Setelah
saya merasa sedikit lega, rasa lapar itu baru terasa."
"Syukurlah,
kita sudah keluar dari kawasan perkebunan Basuki. Pasti sekarang Basuki sudah
bangun dan marah-marah."
"Pasti
dia heran mengetahui bahwa mbak Mery kabur."
"Menurutku,
kita tidak akan langsung pulang."
"Mengapa
mbak? Mereka pasti menunggu kedatangan kita. Apalagi mas Timan."
"Besok
kira-kira pak lurah ada di kelurahan aku akan menelpone lagi, dan mengabarkan
keadaanmu. Kamu juga bisa bicara, tapi kamu jangan pulang dulu."
"Mengapa
?"
"Kamu
belum tau Basuki. Sa'at ini dia pasti sedang mencari kita. Tapi makanlah, kita
tidak boleh berlama-lama disini. Kita bicara sambil makan," kata Mery
sambil meneguk minuman hangatnya dan mulai menyantap nasi yang sudah
dihidangkan.
"Bukankah
akan aman kalau kita sudah dirumah?"
"Belum
tentu. Keselamatan kita masih terancam. Basuki tidak akan berhenti, dengan
segala cara, dan kalau kita ditemukan, mungkin nyawa kita akan melayang."
"Aduuh..."
bergidik Sri mendengarnya.
"Makan
cepat. Sri. Setelah ini kita tidak akan naik mobil itu lagi."
"Ditinggal
disini ?"
"Ya,
kita akan mencari angkutan umum,"
"Lalu
?"
"Bersembunyi
disuatu tempat."
Sri
melahap makanannya, ia benar-benar merasa lapar.
"Oh,
di panti ya ?"
"Tidak
Sri, Basuki sudah tau panti itu. Dia pasti langsung mencari kesana."
"Lalu
dimana dong?"
"Nanti
aku pikirkan. Setelah makan kita akan mencari angkutan umum, menuju Solo."
"Berapa
lama kita akan bersembunyi?"
"Haa,
kamu sudah sangat rindu sama mas Timanmu ya?" ledek Mery.
"Bukan
begitu. Mereka juga pasti cemas kalau aku tidak segera kembali."
"Besok
aku akan mengabarkan kepada mereka, bahwa kamu baik-baik saja. Jangan khawatir
Sri."
"Semoga
besok bisa bicara dengan kang Mardi."
"Siapa
kang Mardi?"
"Kang
Mardi itu pak lurah. Saya mengenalnya sejak belum jadi lurah, dan memanggilnya
kang Mardi. Tapi sekarang tidak."
"Oh,"
kata Mery sambil memasukkan suapan terakhirnya, lalu meraih minuman yang
tersisa setengah gelas.
"Aku
habiskan dulu ya mbak, tinggal dua tiga suapan nih."
"Habiskan
saja, aku mau menurunkan tas yang masih tertinggal dimobil," kata Mery
sambil berdiri dan keluar dari warung itu.
Sri
menghabiskan makanannya. Ia tak lagi merasa lapar sekarang. Tapi hatinya masih
berdebar. Semua yang dikatakan Mery membuatnya was-was. Basuki pasti
memburunya.
"Sudah
Sri?"
"Sudah
mbak."
Mery
membayar makan minumnya dan membeli dua botol minuman yang kemudian
dimasukkannya kedalam tas. Mereka berdiri ditepi jalan, menunggu angkutan
lewat, kemanapun arah tujuannya. Yang penting semakin menjauh dari Basuki.
***
"Mas,
baru pulang?" tanya Lastri ketika malam itu Bayu sampai dirumahnya diantar
Timan.
"Ya
sudah, kalau nggak pulang nanti kamu kangen.."
"Ih,
pasti bercanda deh. Mas Timaaan, ayo masuk dulu," teriak Lastri ketika
melihat Timan turun dari mobil.
"Kayaknya
aku pulang dulu saja, bau nih badan."
"Aku
buatin minum dulu sebentar, sambil cerita, gimana nih petualangan mas Timan
sama mas Bayu."
"Nanti
mas Bayu akan cerita, aku langsung pulang saja. Yang penting ada titik terang,
semoga semuanya lancar," kata Timan sambil menyalami Bayu. Wajah mereka
tampak lebih segar, walau letih sekali pastinya, dan itu melegakan Lastri.
"Aku
pulang dulu, besok kemari lagi. Tapi mas Bayu apa tidak terganggu dengan terus
menerus mendampingi saya?"
"Tidak,
saya cuti seminggu mas, jangan khawatir."
"Terimakasih
banyak ya mas, sekarang saya permisi. Lastri, pamit dulu.." kata Timan
yang langsung naik kemobil dan meluncur perlahan keluar dari halaman.
Bayu
memasuki teras.
"Apa
kabar anakku?"
"Mas
harus mandi dulu sana, lalu ganti baju, aduuh... baunya mas... nggak tahan
aku.." teriak Lastri sambil menjauh."
"Ya
ampuun, ditinggal seharian bukannya dikangenin malah diusir-usir," sungut
Bayu.
"Aku
juga kangen banget mas, tapi aku nggak mau bau tubuhmu itu... mandi dulu
sementara aku siapkan minum dan makan.."
"Iya..
iya..." kata Bayu sambil melangkah kebelakang.
"Baru
pulang Bayu, bagaimana Sri?" tanya bu Marsudi yang berpapasan didepan
kamarnya.
"Sudah
ada titik terang bu, semoga segera selesai dan Sri akan kembali pulang."
"Syukurlah,
ibu ikut prihatin."
"Ya
bu, saya mau mandi dulu, tuh.. tuan puteri marah-marah."
"Habisnya
tubuhmu benar-benar bau. Sudah mandi sana. Kelihatannya Lastri lagi menyiapkan
makan malam. Ibu sama bapak sudah makan tadi, tapi Lastri belum mau, katanya
menunggu kamu."
"Iya
bu."
Dan
setelah makan malam itu Lastri duduk disofa panjang sedangkan Bayu berbaring
dipangkuannya sambil mengelus perut isterinya.
"Syukurlah
kalau sudah ada anak buah Basuki yang ditangkap mas. Semoga semuanya segera
berakhir. Tapi benarkah Sri sudah keluar dari rumah Basuki?"
"Menurut
pak lurah sudah ada yang menelpone ke kelurahan, tapi karena pak lurah nggak
ada jadi belum jelas benar. Semoga besok ada berita yang lebih melegakan."
"Lastri
ikut sedih memikirkan Sri. Tadi Lastri juga menelpone kang Mardi, habis mas
Timan sama mas Bayu sama sekali tidak bisa dihubungi."
"Tempatnya
di pelosok, tak ada sinyal. "
"Sebuah
desa yang jauh dari perkotaan ya?"
"Ya,
itu ancar-ancar yang diberikan pak lurah, tapi kami tak bisa masuk ke desa itu,
Jalan masuk dipalang, katanya ada tanah longsor."
"Jadi
yang kedua tidak bisa menemui siapapun ?"
"Tidak,
hanya yang pertama, ketemu rumahnya, tapi katanya itu gudang. Ada anak buah
Basuki disana yang katanya tidak pernah bertemu Basuki, namanya
Herman."
"Masa
anak buah tidak pernah bertemu majikannya?"
"Katanya
begitu, tapi sekarang dia sudah ditangkap polisi. "
"Tiba-tiba
polisi tau alamatnya?"
"Mas
Timan mencatat plat nomor mobilnya, dari situ polisi bisa melacak alamat
rumahnya. Sore tadi kabarnya langsung ditangkap."
"Syukurlah.
Semoga semuanya segera berakhir ya mas."
"Anak
bapak ini tidak rewel?" kata Bayu sambil terus mengelus perut Lastri.
"Tidak
bapak, tadi sepulang dari pasar ibu membawakan rujak."
"Hm,
senengnyaaa.."
"Ya
sudah, mas istirahat dulu, pasti capek seharian dijalan."
"Aku
kan hanya duduk, mas Timan yang nyetir, habis nggak mau aku gantiin."
"Meski
begitu kan capek duduk terus seharian."
"Ini
aku kan sudah berbaring dipangkuan kamu, biar anak kita mendengar pembicaraan
bapak ibunya."
"Ayo
berbaring dikamar saja, nanti kalau mas ketiduran disini siapa yang mau
mengangkat masuk kekamar?"
"Masa
kamu berdua tidak kuat mengangkat?"
"Berdua
sama siapa?"
"Ya
sama anak kita didalam perut kamu itu."
"Hiih,
mas Bayu ada-ada saja."
Bayu
tertawa, sambil bangkit kemudian menarik tangan Lastri menuju kamarnya. Sesungguhnya
ia memang letih.
***
Belum lama
lurah Mardi duduk, telephone kantor berdering. Sekretaris desa mau
mengangkatnya, tapi tangan lurah Mardi melambai, memberi isyarat agar dia saja
yang mengangkatnya.
"Selamat
pagi dengan kantor kelurahan Balerejo."
"Selamat
pagi, bisa bicara dengan dengan pak lurah ?"
"Saya
sendiri, ada yang bisa saya bantu ?"
"Ada
yang mau bicara ini," lalu seseorang menyambung pembicaraan itu.
"Hallo
kang Mardi... eh.. pak lurah.."
"Sri,
ini kamu Sri?"
"Iya
pak lurah," terdengar isak Sri perlahan.
"Sri?
Ya ampun Sri, kamu baik-baik saja?" suara lurah Mardi bersemangat.
"Baru
kemarin siang saya bisa meloloskan diri kang," kata Sri masih
terisak,terkadang memanggil kang Mardi terkadang juga memanggil pak lurah.
"Alhamdulillah
Sri, lalu kamu sekarang ada dimana, mengapa tidak segera pulang?"
"Apa
kabar simbah dan bapak?"
"mBah
Kliwon baik-baik saja, sedangkan bapakmu mungkin besok sudah boleh keluar
dari tahanan."
"Alhamdulillah
pak, terimakasih atas semuanya.
"Sri,
ini kamu dimana? Mengapa tidak segera pulang?" tanya lurah Mardi mengulang
pertanyaannya.
"Saya
ditolong oleh mbak Mery, tangan kanan Basuki yang sekarang melarikan diri
bersama saya. Tapi kata mbak Mery, Basuki masih memburu saya. Kalau saya pulang
sekarang takutnya Basuki mengetahui dan saya akan merasa tidak tenang pak
lurah. Karenanya saya dengan mbak Mery masih bersembunyi disuatu tempat."
"Sa'at
ini tangan kanan Basuki sudah ditahan. Tak lama lagi mereka akan meringkus
Basuki."
"Syukurlah,
tapi untuk beberapa hari ini saya tidak pulang dulu saja. Yang penting saya
baik-baik saja dan pasti akan segera kembali."
"Baiklah,
boleh saya minta nomor kontak? Nanti akan saya berikan mas Timan, supaya bisa
menghubungi kamu."
"Ya
baiklah, sebentar, ini nomor baru, belum hafal, barusan mbak Mery memberi saya
ponsel."
"Baik
sekali dia, semoga kita segera bisa bertemu."
Pak lurah
mencatat nomor Sri dengan wajah yang berseri-seri. Tinggal menunggu kepulangan
Sri, dan berharap agar semua baik-baik saja. Ia juga memberikan nomor ponselnya
barangkali Sri ingin berkomunikasi dengan isterinya.
***
"Jangan
banyak bertanya! Laksanakan semua perintahku." suara Basuki yang selalu
terdengar keras dan kasar.
Lalu ia
menelpone lagi.
"Priii!!"
"Ya
tuan," jawaban Pri dari seberang.
"Kamu
tadi menelpone aku? Aku baru bicara sama orang-orang goblog itu. Ada apa?"
"Saya
menemukan mobil bu Mary tuan."
"Bagus,
tinggalkan saja mobilnya, masukkan keduanya kedalam mobilmu dan bawa kemari
!!"
"Tapi
bu Mery tidak ada tuan."
"Apa
maksudmu? Kalau tidak ada berarti dia sedang ada dimana, gitu. Ini sudah pagi,
mungkin dia menginap disekitar tempat itu.
"Tidak
ada tuan, saya sudah mencarinya kesekeliling tempat ini. Didepan ada warung,
tapi masih tutup."
"Suruh
pemilik warung membukanya, mungkin kedua tikus itu bersembunyi disitu !!"
"Tt..tapi.."
"Tapi
apa? Kamu takut? Atau aku sendiri yang harus datang kesitu ?"
"Bba..baiklah
tuan, saya akan menanyakannya."
"Cepat,
aku tunggu beritanya."
Lalu
begitu Basuki selesai menelphone, ponselnya berbunyi lagi.
"Apa
So? "
"Saya
sudah berada didesa Balerejo tuan, tapi menurut berita, Sri belum kembali sejak
dua hari yang lalu."
"Tungguin
disitu, kalau Pri tidak menemukan, berarti dia sudah kembali. Kamu tetap
mengawasi keadaan, lakukan apa saja supaya kamu bisa membawa Sri kepadaku!!"
***
besok lagi
ya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar