Kejawen atau biasa
dipanggil Kebatinan adalah sebuah kepercayaan yang terutama dianut di
Pulau Jawa oleh suku Jawa dan suku bangsa lainnya yang
menetap di Jawa. Kejawen hakikatnya adalah suatu filsafat di mana keberadaanya ada
sejak orang
Jawa (Jawa: Wong Jawa, ꦮꦺꦴꦁꦗꦮ; Krama: Tiyang
Jawi , ꦠꦶꦪꦁꦗꦮꦶ) itu ada. Hal tersebut dapat dilihat dari ajarannya
yang universal dan selalu melekat berdampingan dengan agama yang dianut pada
zamannya. Kitab-kitab dan naskah kuno Kejawen tidak menegaskan ajarannya
sebagai sebuah agama meskipun memiliki laku. Kejawen juga tidak
dapat dilepaskan dari agama yang dianut karena filsafat Kejawen dilandaskan
pada ajaran agama yang dianut oleh filsuf Jawa.
Kejawen
atau dikenal juga dengan kebatinan adalah sebuah kepercayaan dari masyarakat
Jawa.
Secara etimologi kata "kejawen" berasal dari kata
"Jawa", sehingga kejawen dapat diartikan segala sesuatu yang
berkenaan dengan Jawa, seperti adat dan kepercayaan.
Walaupun disebut kepercayaan, kejawen pada dasarnya adalah
sebuah filsafat atau pandangan hidup.
Ini dibuktikan dari naskah-naskah kuno kejawen, terlihat bahwa
kejawen lebih berupa kegiatan adat istiadat, ritual, seni, sikap, budaya, dan
filosofi orang Jawa.
Agama-agama
tersebut di antaranya seperti Hindu, Budha, Kristen, dan Islam yang datang dari
luar kawasan nusantara. Sebelum agama-agama tersebut masuk masyarakat Jawa
memiliki kepercayaan seperti animisme, dinamisme, atau praktik perdukunan.
Pada umumnya mereka (orang Jawa) yang menganut kejawen dalam
praktik keagamaanya entah itu Hindu, Budha, Kristen, atau Islam akan cenderung
lebih taat.
Akan tetapi para penganut kejawen ini dalam praktik keagamaanya
akan tetap mempertahankan jati dirinya sebagai orang Jawa, karena pada dasarnya
ajaran kejawen yang dianut oleh masyarakat Jawa mendorong untuk para
penganutnya percaya akan eksistensi dari Tuhan.
Oleh karenanya konsep ini tidak bertentangan dengan konsep dari
agama-agama seperti sebelumnya disebutkan.
Karena memang sudah sejak lama, masyarakat Jawa telah mengenal
konsep keesaan Tuhan atau monoteisme.
Hal ini seperti yang ada pada salah satu konsep ajaran kejawen
yang sering dikenal dengan "Sangkan Paraning Dumadhi"
atau dalam bahasa Indonesia kurang lebih artinya adalah asal dari semua
kejadian atau kehidupan.
Kedua adalah "Manunggaling Kawula Lan Gusthi"
yang dalam bahasa Indonesia kurang lebih artinya adalah kesatuan antara hamba
dan Tuhan.
Konsep kesatuan di sini tidak berarti Tuhan itu sendiri,
melainkan bahwa manusia itu adalah bagian dari Tuhan sang pencipta alam semesta
dan seisinya.
Dari konsep ini, ajaran kejawen memiliki tujuan, bahwa setiap mereka
yang menganut akan menjadi:
Mamayu Hayuning Pribadhi (rahmat
bagi diri sendiri atau pribadi)
Mamayu
Hayuning Kaluwarga (rahmat bagi
keluarga)
Mamayu
Hayuning Sasama (rahmat bagi
sesama manusia)
Mamayu
Hayuning Bhuwana (rahmat bagi alam
semesta)
Empat poin ini membuat ajaran kejawen tidak terpaku pada
aturan-aturan yang ketat dan lebih berfokus pada konsep tentang keseimbangan
kehidupan. Dan mereka yang menganut kejawen hampir tidak pernah melakukan
perluasan ajaran tapi lebih ke membuat pembinaan secara rutin.
Hal ini membuat para penganut ajaran kejawen tidak memandang
ajaranya sebagai sebuah agama tetapi lebih sebagai cara pandang atau pandangan
hidup.
naskah-naskah
kuno kejawen, terlihat bahwa kejawen lebih berupa kegiatan adat istiadat,
ritual, seni, sikap, budaya, dan filosofi orang Jawa.
Agama-agama
tersebut di antaranya seperti Hindu, Budha, Kristen, dan Islam yang datang dari
luar kawasan nusantara. Sebelum agama-agama tersebut masuk masyarakat Jawa
memiliki kepercayaan seperti animisme, dinamisme, atau praktik perdukunan.
Pada umumnya mereka (orang Jawa) yang menganut kejawen dalam
praktik keagamaanya entah itu Hindu, Budha, Kristen, atau Islam akan cenderung
lebih taat.
Akan tetapi para penganut kejawen ini dalam praktik keagamaanya
akan tetap mempertahankan jati dirinya sebagai orang Jawa, karena pada dasarnya
ajaran kejawen yang dianut oleh masyarakat Jawa mendorong untuk para
penganutnya percaya akan eksistensi dari Tuhan.
Oleh karenanya konsep ini tidak bertentangan dengan konsep dari
agama-agama seperti sebelumnya disebutkan.
Karena memang sudah sejak lama, masyarakat Jawa telah mengenal
konsep keesaan Tuhan atau monoteisme.
Hal ini seperti yang ada pada salah satu konsep ajaran kejawen
yang sering dikenal dengan "Sangkan Paraning Dumadhi"
atau dalam bahasa Indonesia kurang lebih artinya adalah asal dari semua
kejadian atau kehidupan.
Kedua adalah "Manunggaling Kawula Lan Gusthi"
yang dalam bahasa Indonesia kurang lebih artinya adalah kesatuan antara hamba
dan Tuhan.
Konsep kesatuan di sini tidak berarti Tuhan itu sendiri,
melainkan bahwa manusia itu adalah bagian dari Tuhan sang pencipta alam semesta
dan seisinya.
naskah-naskah
kuno kejawen, terlihat bahwa kejawen lebih berupa kegiatan adat istiadat,
ritual, seni, sikap, budaya, dan filosofi orang Jawa.
Agama-agama
tersebut di antaranya seperti Hindu, Budha, Kristen, dan Islam yang datang dari
luar kawasan nusantara. Sebelum agama-agama tersebut masuk masyarakat Jawa
memiliki kepercayaan seperti animisme, dinamisme, atau praktik perdukunan.
Pada umumnya mereka (orang Jawa) yang menganut kejawen dalam
praktik keagamaanya entah itu Hindu, Budha, Kristen, atau Islam akan cenderung
lebih taat.
Akan tetapi para penganut kejawen ini dalam praktik keagamaanya
akan tetap mempertahankan jati dirinya sebagai orang Jawa, karena pada dasarnya
ajaran kejawen yang dianut oleh masyarakat Jawa mendorong untuk para
penganutnya percaya akan eksistensi dari Tuhan.
Oleh karenanya konsep ini tidak bertentangan dengan konsep dari
agama-agama seperti sebelumnya disebutkan.
Karena memang sudah sejak lama, masyarakat Jawa telah mengenal
konsep keesaan Tuhan atau monoteisme.
Hal ini seperti yang ada pada salah satu konsep ajaran kejawen
yang sering dikenal dengan "Sangkan Paraning Dumadhi"
atau dalam bahasa Indonesia kurang lebih artinya adalah asal dari semua
kejadian atau kehidupan.
Kedua adalah "Manunggaling Kawula Lan Gusthi"
yang dalam bahasa Indonesia kurang lebih artinya adalah kesatuan antara hamba
dan Tuhan.
Konsep kesatuan di sini tidak berarti Tuhan itu sendiri,
melainkan bahwa manusia itu adalah bagian dari Tuhan sang pencipta alam semesta
dan seisinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar